Pop the Question

By sephturnus

329K 47.5K 7.8K

R: 16+ (Terdapat beberapa umpatan kasar dan adegan ciuman) PART LENGKAP ✓ #1 BADASS LOVE SERIES *** Memiliki... More

BADASS LOVE SERIES
Prolog
Aksi 1 - Mirip Burung Puyuh
Aksi 2 - Yang Penting Ganteng
Aksi 3 - Masa Harus Begini?
Aksi 5 - Bukan Urusan Lo
Aksi 6 - Tapi Jaga Kepemilikan
Aksi 7 - Harus Sama Kamu
Aksi 8 - Nggak Penting Juga
Aksi 9 - Sekaligus Kasih Hadiah
Aksi 10 - Hukum Timbal Balik
Aksi 11 - Semesta Berkata Sebaliknya
Aksi 12 - Sukses Bikin Pusing
Aksi 13 - Kok Beda Banget?
Aksi 14 - Masih Kayak Dulu
Aksi 15 - Mimpi Kamu Apa?
Aksi 16 - Jadi Pengganggu Kamu
Aksi 17 - Nggak Cuma Kamu
Aksi 18 - Penerjemah Isi Kepala
Aksi 19 - Yang Bikin Nagih
Aksi 20 - Nggak Ada Relasinya
Aksi 21 - Tidak Bisa Mengelak
Aksi 22 - Bakal Tanggung Jawab
Aksi 23 - Artinya Kamu Manusia
Aksi 24 - Bakal Membawa Perubahan
Aksi 25 - Mulai Merasa Ketololan
Aksi 26 - Kalau Berani Ngelanggar
Aksi 27 - Kondisi Kita Sekarang
Aksi 27.2 - Kondisi Kita Sekarang
Aksi 28 - Asal Tahu Batasan
Aksi 28.2 - Asal Tahu Batasan
Aksi 29 - Buat Selalu Ada
Aksi 30 - Pop The Question

Aksi 4 - Semoga Nggak Galak

11.1K 1.7K 47
By sephturnus

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Oceana bisa dikenal lebih banyak orang💛

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

*****

OBELIX SELALU berpikir nama Asherano Kameo terlalu "gagah" untuk seorang perempuan. Jadi, tanpa sadar otaknya mulai melahirkan teori cocoklogi antara tingkah laku dengan nama adiknya. Bukan salahnya, sebab tingkah Shera ini selalu bikin Obelix pusing.

Adakah perempuan yang lebih suka berada di jalanan ketimbang hilir mudik ke mal? Atau bersatu padu dengan debu, asap jalanan—serta benda-benda untuk berkelahi seperti: batu besar, rantai, celurit, tongkat besbol?

Hal ini tentu berisiko. Bukan hanya sekali pihak sekolah menghubungi Obelix atas tindakan Shera. Ada beragam kasus seperti: memecahkan kaca kantor, membuat bokong kepala sekolah merekat dengan kursi, melakukan tindakan provokatif berupa tawuran—sehingga Obelix memaksa untuk segera tutup kasus tersebut tanpa diketahui pihak keluarganya.

Setidaknya ini lebih baik, karena imej Shera merupakan tanggung jawab Obelix.

Jadi, ketika teman Shera memberi kabar bahwa Shera sekarang berakhir di rumah sakit, Obelix segera menghubungi Om Putra, manajernya, untuk mengurus bagian kasus di sekolah—sedangkan ia menuju rumah sakit. Ini yang Obelix tidak suka tentang hobi aneh Shera. Risikonya tidak main-main sebab bisa membahayakan keselamatan.

Tiba di parkiran, Obelix disambut kedua remaja laki-laki yang berpenampilan agak urakan yang dia duga teman Shera. Mereka tak mengatakan apa pun selain memberi informasi letak ruang inap Shera. Antara takut atau tak ingin bersikap lancang, Obelix tak peduli. Sekarang yang utama adalah menyaksikan kondisi sang adik.

"Jadi ini kegiatan yang biasa dilakuin orang sakit?" sembur Obelix begitu masuk. Ada Shera yang memangku seloyang pizza dengan cup es soda di tangan kiri. "Nyantai banget. Mas pikir kamu lagi pingsan atau minimalnya tidur. Terus, kok, wajahmu masih biasa aja, sih? Mana yang luka? Nggak ada yang diperban gitu?"

"Aduh, kalau Mas langsung nyerocos begitu, aku nggak ngerti. Ngomong apa, sih?"

"Ini kamu nggak normal banget? Masih bisa makan pizza dan soda?"

"Mas, kalau mau mah bilang aja langsung. Nggak perlu pake sarkas-sarkas dulu. Nggak cocok. Mas bukan Bang Jason." Shera mencomot satu iris dari bundaran pizza yang bentuknya sudah tidak sempurna. Obelix menerima suapannya. "Lagian yang sakit cuma kaki, nggak nyampe tangan atau mulut. Apalagi organ-organ dalam."

"Kakinya kenapa? Parah nggak?" Obelix baru menyadari ada perban di bagian tungkai kaki kiri Shera.

"Paling harus pakai kruk dulu buat beberapa hari," jawab Shera. "Bagus deh. Aku bisa libur sekolah tanpa harus jadi aktris dulu. Bosen sekolah melulu, nggak bakal jadi presiden."

"Presiden modelan kamu begini, yang ada negara berubah bobrok."

Shera terkekeh kemudian memasang wajah songong. "Tapi aku nggak bakal biarin para koruptor hirup oksigen lebih lama. Nyusahin aja mereka."

"Jadi kaki kamu sakit buat jalan?"

"Nggak sakit sih, Mas. Tapi, kayak nyut-nyutan gitu. Tahu deh, apa penyebabnya. Aku skip penjelasan dokternya, nggak minat." Shera menyuapi Obelix seiris lagi. "Overall aku nggak apa-apa."

Ini yang bikin Obelix geleng-geleng kepala terhadap Shera. Mau semengerikan apa pun lukanya, Shera selalu menganggap remeh dan tidak ambil pusing. Kalau Obelix boleh berterus terang, luka yang dialami adiknya sekarang tidak sebanding dengan kejadian cedera kepala beberapa bulan lalu. Namun, tetap saja, Obelix tidak menyukai hal-hal aneh yang disukai Shera.

"She, kamu tahu kan kalau Mas sayang kamu?"

"Tahu kok."

"Bisa berhenti buat ngelakuin ini?" Gadis itu terdiam, bahkan untuk mengunyah pun benar-benar tak dilakukan. Obelix mendesah pasrah. Seberat apa pun menanggung tingkah Shera, buat Obelix tidak jadi masalah. Shera adalah sosok terpenting bagi hidupnya. "Mas cuma nggak bisa lihat kamu begini. Jatuh, luka, berdarah, emangnya bukan perkara sepele?"

"Mas nggak percaya kalau aku bisa jaga diri?"

"Lalu sekarang apa?" tanya Obelix. "Ini yang kamu sebut bisa jaga diri?"

"Ini cuma lagi sial. Biasanya aku—"

Obelix lebih cepat memungkas, "Nggak ada baik-baik saja kalau konteksnya begini. Oke?"

Kepala Shera tertunduk ke bawah. Di antara manusia-manusia yang ada, Shera paling tunduk pada kakaknya. "Maaf, Mas," cicitnya. "Aku udah buat ulah lagi. Bikin Mas khawatir dan pusing lagi. Tapi, aku sayang Mas juga kok. Mas pun masih jadi cowok terganteng sejagat raya buat aku."

"She, kamu nggak benci ke Mas, kan?"

Shera mengangkat kepalanya segera. "Mas, kok ngomongnya begitu?"

"Barangkali karena ini kamu jadi segan atau takut ke Mas. Parahnya sampe benci." Obelix memindahkan segera loyang pizza dan cup soda ke meja kecil. Tidak ada barang-barang lain kecuali vas dengan bunganya adalah buatan. Maju sedikit, lengan Obelix menjangkau sang adik ke dalam pelukan. "Jangan ngelanjutin hobi aneh kamu yang itu lagi, ya?"

"Maksudnya tawuran?"

Obelix mengangguk. "Sejenis itu pokoknya."

"Kalau balap motor? Plis, Mas, yang ini jangan. Sayang banget kalau Blacky sampai jadi pengangguran."

Blacky yang dimaksudkan adalah sebuah motor Kawasaki ninja Z1000 berwarna hitam. Pemberian Obelix saat Shera berulang tahun ke-18. Sekali lagi, imej Shera adalah tanggung jawab Obelix. Sehingga motor tersebut bersifat rahasia seperti tingkah Shera selama ini. Obelix yang menyimpannya dan Shera hanya bisa menggunakan motor tersebut sewaktu-waktu. Tentu dengan kehati-hatian agar tidak tertangkap basah oleh keluarga.

"Berani jamin nggak bakal ada luka lagi?" Jarak mereka kembali terbentang. Dari matanya, Obelix bisa melihat bagaimana peribahasa bagai pinang dibelah dua bekerja. Shera dengan mamanya nyaris kembar yang berbeda zaman. "Sampai hobi itu bikin kamu masuk sini lagi, Mas ogah buat setujuin."

Yang bisa Shera lakukan hanyalah mengangguk ragu.

Cuma butuh sehari untuk Shera berada di rumah sakit. Selepas itu, Obelix-lah yang menampung adiknya untuk beberapa hari ke depan. Seperti biasa. Paling tidak sampai cedera di sana sembuh dan kruk kehilangan fungsinya karena kaki Shera bisa berjalan normal lagi. Beruntungnya dari segi alasan, pihak keluarga tak memberatkan. Mamanya percaya jika Shera hanya ingin tinggal di rumah baru sang Kakak.

Obelix pun tak pernah merasa sungkan untuk itu. Kondisi Shera sakit atau bukan, nyaris tak memiliki perbedaan. Shera bukan tipe perempuan yang mendadak manja hanya karena sakit. Seperti Obelix.

Mungkin dari sini tentang "perilaku terjadi sebab adanya latar belakang"—benar-benar ada.

***

"Lix, mau coba threesome sama gue nggak? Gue dari dulu penasaran sama sensasinya." Obrolan kotor dengan Bernard sudah serupa sahabat sejati. Obelix tidak heran untuk itu. "Eh, nggak deh. Kayaknya awkward juga ya kalau kita saling lihat? Takutnya elo malah jiper."

Hanya beberapa meter lagi mobil Obelix berada di lampu merah.

Ada persimpangan sebelah Utara yakni arah menuju kediaman Norman. Namun, lelaki itu tidak ada dikarenakan harus terbang ke Malang untuk urusan keluarga. Sedangkan Kaivan, dia sedang gencar-gencarnya hibernasi demi mencari inspirasi. Lelaki itu memang juara untuk urusan produktif menulis lagu. Kalau Jason, tidak perlu ditanya. Dia dari dulu laki-laki paling "lempeng". Tidak merokok, bukan anak mabuk-mabukan, hingga seks satu malam.

Jadi, saat Bernard ingin cari hiburan, Obelix-lah partner yang tepat. Minus-nya, tanpa mencari mangsa seperti Bernard. Obelix hanya minum beberapa gelas, lalu pulang saat dirasa kepalanya tidak sanggup berpikir rasional. Meski kesannya payah, tetapi itu tindakan paling benar. Daripada menuruti insting lelakinya sampai merecoki namanya dengan skandal.

Sambil menanti hijaunya lampu lalu lintas, Obelix mengambil dua permen stroberi mint dari kantung jaket.

"Shera sekarang ada dimana?" Bernard bertanya sambil meminta permen. Obelix memberinya tiga. "Masih di rumah lo?"

"Besok atau lusa baru balik, kayaknya."

"Kaki dia gimana?"

"Nggak gimana-gimana," balas Obelix sambil kembali menjalankan mobil. "Lo kayak nggak kenal dia aja."

Bernard tertawa. "Anehnya, justru gue lihat dia lebih manusiawi kalau celaka."

"Mulut lo emang perlu digiling mobil semen," desis Obelix.

Untuk kategori orang paling kaku di antara Archimedes, Jason orangnya. Sedangkan yang selebor dan jenaka, Bernard memenangkan kategori tersebut. Bernard menghantam punggungnya ke belakang setelah menyisakan tawa kecil. "Asli, Lix, makin ke sini gue makin takut lo mengidap sister-complex."

"Gue perlu ngaceng sekarang?" tanya Obelix sarkas. "Ngakak kenceng. Dugaan lo sampah banget."

Karena nyaris tengah malam, tujuan Obelix langsung memesan minum kemudian menikmati musik di lantai dansa. Itu awalnya, dan berakhir sekadar rencana. Karena, baru saja masuk dari pintu utama dan belum genap sepuluh langkah, Obelix melakukan aksi heroik—sekaligus mendapat kejutan.

Keberadaan teman masa kecilnya.

Oceana.

"Samudri," panggil Obelix sendiri. Oceana masih betah memejamkan mata. "Masa cara temu kita setelah bertahun-tahun pisah harus begini?" Tidak ada yang lebih harus Obelix syukuri dengan perginya Bernard ke meja bartender. "Nggak ada bagus-bagusnya banget."

"Lix, ngapain masih di situ? Ayo!" teriak Bernard tiba-tiba. "Eh-eh, itu siapa? Kok langsung dapet sih?"

"Brengsek!" Obelix berputar badan, membawa Oceana ke gendongan, sebelum pergi dengan segera. Nyaris berlari, meski tidak begitu cepat. Beruntungnya Oceana masih terlelap sampai mereka berada di mobil. "Na, harusnya sekarang aku lagi tanya-tanya kabar kamu sambil minum santai. Ini yang aku dapat malah wajah molor kamu."

Lalu mobil Obelix pun melaju pergi dari kawasan kelab.

"Sekarang aku harus bawa kamu ke mana, ya?" Obelix bermonolog lagi. "Ke rumah ortu kamu? Eh, gimana kabarnya Mami kamu? Semoga masih kece kayak dulu. Keren. Aku penggemar beliau garis keras."

Butuh hampir setengah jam untuk tiba di rumahnya. Sekarang, ada dua harapan di kepala Obelix. Pertama, Shera yang sudah tertidur. Kedua, ide gilanya yang membawa Oceana ke sini tidak akan jadi malapetaka. Berhasil mengangkat Oceana lagi, Obelix menutup pintu mobilnya dengan bahu. Bagian tersulitnya saat membuka pintu yang terkunci. Jadi, Obelix terpaksa mencari dinding untuk jadi sandaran sementara—ketika dia mengubah posisi gendongan depan.

Meski separuh dari dirinya merutuk atas keintiman yang tidak disengaja ini.

Harapan pertama Obelix terkabul. Tak ada tanda-tanda keberadaan Shera. Jadi, dia segera menuju kamar miliknya untuk membaringkan Oceana ke ranjang. Tas dan sepatu Oceana sudah dilepas Obelix. Keringat di dahinya pun sudah tiada oleh beberapa tisu.

Sebelum bersiap turun, Obelix menyempatkan berbicara. "Semoga kamu versi sekarang nggak galak kayak dulu, ya, Na?"

Namun, serangan gila terjadi begitu saja ketika Oceana mendadak menariknya lalu mengubah posisi mereka menjadi woman on top. Obelix mendapatkan tatapan itu lagi, seperti masa kecilnya, tetapi dengan versi agak meredup. "Na, kenapa kamu mendadak bangun? Aku ganggu kamu, ya?"

"Hai." Itu jadi kata terakhir sebelum Oceana menarik Obelix untuk berciuman. Ciumannya dalam dan intens—yang mampu menyatukan rasa serta kelembaban dari bibir keduanya. "Aku nggak tahu kamu siapa, tapi bibirmu kissable banget."

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 290K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
454K 14.5K 6
Sekuel dari kisah MELEWATKANMU 💕
52.7K 8.8K 49
Sequel Dunia Saga Read Dunia Saga before otherwise many things will confuse you. Thankyou for reading my work. Enjoy! And please dont copy my story
34.2K 4.2K 21
Anak Perusahaan Warren Group di Korea Selatan kedatangan direktur baru. Bukan karna diutus, namun berkat permintaan pribadi sang direktur. Song Min H...