ESCOGER : Memilih [COMPLETED]...

Od penajourneyku

87.4K 13.7K 15.5K

JANGAN DI COPAS! PERCAYALAH, AKU MEMIKIRKAN JALAN CERITA INI SAMPAI OTAKKU HAMPIR MELEDAK. JADI JANGAN TEGA M... Více

Prolog
1. 152 Kali
2. Double P
3. Dihukum
4. Kaki Sasi Bengkak
5. Keributan Di Kantin
6. Hangout With Penta
7. Kalimat Sagara
9. Gengsi
10. Sahabat?
11. Sasi dan Empat Cogan
12. Sagara, Arus, Paris
13. KEGIATAN PMR & OSIS (SPECIAL PARIS)
14. Donor Darah (Special Arus)
15. Luka : Escoger 1
16. Calon Saudara Tiri (Special Sagara)
17. Pernikahan (Special Penta)
18. Pernyataan Cinta
19. Siapanya Sagara?
20. Camping
Cast ESCOGER
21. Api Unggun
22. Hiking
23. Jelajah Alam
24. Jurit Malam
25. Ketenangan Saat Hancur
26. Hujan
27. New Family : Escoger 2
28. Kedekatan
29. Tanding
30. Kala Senja dan Sasi
31. Taken
32. Terbiasa
33. Ice Skating
34. Pasar Malam
35. Keluarga Sagara
36. Sagara. "Aku sayang kamu"
37. Hari Minggu (Spesial Sagara - Sasi)
38. Gugur
39. Jauh
40. Patah : Escoger 3
41. Sorrow
42. Sakit
43. Rumah Sakit
44. Bulan-bulanan Penta
45. End : ESCOGER 4
Cuap-Cuap Author : Thank You

8. Permintaan Maaf

2.1K 343 506
Od penajourneyku

Haloo balik lagi membawa sejuta kasih sayang yang aku curahkan ke dalam ceritaku.

Happy Reading!

————

Tidak tahu hal bodoh apa yang membawa Sagara ke sini. Dia berada di dalam mobil dengan sebungkus terang bulan rasa coklat dan keju di sampingnya. Menatap rumah Sasi.

Tangannya mengambil ponselnya. Mencari nomor Sasi di daftar chat Whatsappnya. Sampai detik ini bahkan nomor Sasi belum disimpan di kontak, tapi juga tidak pernah di hapus dari daftar chat.

+62821xxxxxxxx
Sas, gue di depan

Lama menunggu, sekitar 10 menit Sagara berada di dalam mobil, Sasi keluar dari gerbang rumahnya dengan baju tidur dan rambut di cepol asal.

Sagara menurunkan kaca mobilnya ketika melihat Sasi celingukan di depan gerbang. Sagara memang memarkir mobilnya di sebrang rumah Sasi. Berjalan dengan langkah pelan, Sasi menghampiri Sagara.

Sagara tersenyum canggung saat Sasi sudah sampai di samping mobilnya.

"Ngapain?" tanya Sasi ketus sambil melipat tangannya di depan dada.

"Masuk," ucap Sagara sambil membuka pintu mobilnya.

Sasi mematuhi tanpa suara. Ini pertama kalinya Sasi berada di dalam mobil Sagara. Sasi memandang ke arah depan, tidak mau melihat Sagara demi menjaga egonya tinggi-tinggi. Sasi tahu saat ini Sagara menatap ke arahnya, dia bisa melihat dari ekor matanya.

"Kenapa?" tanya Sasi masih dengan nada yang ketus.

Sagara meletakkan terang bulan di paha Sasi. "Gue bawain terang bulan. Sebagai tanda minta maaf gue."

Sasi menoleh dengan geram. "Jadi lo pikir harga diri gue bisa lo bayar sama terang bulan?!"

Sagara menaikkan alisnya ketika mendapat respon tidak baik dari Sasi.

"Kan gue udah minta maaf."

"Nggak gini caranya minta maaf. Ini lo sama aja ngeremehin gue. Ga, dengerin ya! Gue emang suka sama lo, tapi bukan berarti lo bisa injek-injek gue!" bentak Sasi.

Sagara menghela nafas pelan. Tangan kanannya memijat kening pelan. Rupanya cara yang dia ambil ini salah di mata Sasi.

"Terus lo pingin gue gimana? Sujud?"

Sasi berdecak marah, matanya mendelik kesal menatap Sagara. "Nggak ada otak lo ya! Lo pinter tapi kayak gini aja lo nggak ngerti!"

Sagara hanya diam sambil menatap Sasi.

"Gue nggak butuh lo bawain apa-apa. Gue cuma butuh lo minta maaf tapi tulus. Bukan kayak gini."

"Gue tulus, Sasi. Siapa bilang gue nggak tulus?" tanya Sagara bingung.

Sasi hanya mendengus kesal tanpa menjawab Sagara.

"Sasi, gue minta maaf kalau omongan gue tadi di sekolah bikin lo sakit hati." Sagara berbicara dengan nada serius yang dibuat selembut mungkin di telinga Sasi.

Bulu kuduk Sasi meremang mendengar nada bicara Sagara. Mata Sagara menatap lekat ke arah mata Sasi. Membuat Sasi sebenarnya ingin meleleh saja. Tapi Sasi tetap harus mengedepankan egonya dulu.

Sasi ingin tahu perjuangan Sagara. Saat mendapat chat dari Sagara untuk pertama kalinya dalam sejarah perchatan Sasi - Sagara saja, membuat Sasi yang sedang bergulung di atas kasur langsung loncat seketika. Jantung Sasi berdebar dengan kencang, dengan cepat dia langsung mematut dirinya di depan kaca sebelum menghampiri Sagara.

"Lo nyesel?" tanya Sasi.

Sagara mengangguk.

"Lo nggak bakal ngulangin kan?"

Sagara menggeleng.

Sasi mengangguk beberapa kali sambil menimang-nimang jawaban.

Kemudian Sasi menatap Sagara sambil tersenyum manis. "Oke, gue maafin."

Tingkah Sasi tak luput dari penglihatan Sagara. Apalagi gadis itu terlihat cantik meski dengan penampilan sederhana.

Senyum yang diberikan oleh gadis itu, membuat Sagara terpukau. Lalu, dengan sangat sialan dan di luar kemauan Sagara, tangannya terulur menyikap anak rambut Sasi ke belakang kuping.

Ibu jarinya mengusap pipi dingin Sasi yang terkena AC mobil dengan lembut. Sasi tertegun dengan kelakuan Sagara. Jantungnya berdebar sangat kencang.

Sasi meneguk ludahnya susah payah untuk menormalkan debaran di jantungnya.

"Tapi jangan diulangin lagi ya, gue tau lo nggak suka sama gue. Gue tahu gue emang keliatan gampangan karena ngejar-ngejar lo. Tapi gue beneran sayang sama lo, Ga. Gue juga beneran sakit hati waktu kata-kata itu keluar dari mulut lo. Dari mulut orang yang gue sayang," ucap Sasi sambil menatap mata Sagara dengan teduh.

Sagara tersenyum tipis sambil menarik tangannya. "Lo apain gue sih, Sas?" ucap Sagara pelan, lebih ke dirinya sendiri.

"Hah? Apa?" tanya Sasi bingung.

Sagara hanya menggeleng. "Lo pinter banget bikin orang ngerasa bersalah."

"Ya kan emang lo salah!" pekik Sasi.

Sagara terkekeh pelan sambil menyugar rambutnya karena salah tingkah. "Jadi terang bulannya mau nggak?" tanya Sagara pada terang bulan yang berada di pangkuan Sasi.

"Ya mau lah! Lo kan beliin buat gue!" ucap Sasi sambil mendekap terang bulan dari Sagara seperti takut terang bulannya akan diambil lagi.

"Lagian kapan lagi dibeliin sama Sagara," ucap Sasi meledek.

"Dasar cewek aneh. Tadi ngomel, taunya  diambil juga."

————

Sasi mengira setelah kejadian semalam Sagara akan berubah sikap. Seperti lebih ramah pada Sasi meskipun Sasi tau, Sasi tetap harus berjuang.

Namun kenyataannya. SALAH BESAR. Sagara tetaplah Sagara. Cuek, dingin, kulkas berjalan, nyebelin dan tidak menghiraukan Sasi.

Sasi sampai mengira bahwa yang semalam datang ke rumahnya bukan Sagara melainkan jin bucin. Hah, aneh-aneh aja. Tapi benar, kelakuan Sagara pada Sasi memang seperti tidak terjadi apa-apa tadi malam.

Memang apa yang terjadi?

Hei jangan lupa ya, semalam Sagara sempat mengusap pipi Sasi dengan sangat lembut. Membuat Sasi tidak dapat tidur semalaman karena terlalu banyak berguling di kasurnya. Sampai-sampai membuat sprei dan selimutnya tidak berbentuk sambil senyum-senyum seperti orang gila.

Bukankah menyukai Sagara memang membuat Sasi gila?

Sasi mensejajari langkahnya dengan Sagara yang baru saja keluar dari kantin.

"Ga, yang semalem itu gue mimpi bukan sih?" tanya Sasi pada Sagara yang berjalan dengan tenang di sampingnya.

Sagara hanya melirik sebentar ke arah Sasi tanpa menjawab apapun.

"Ihh Ga, kok diem aja sih. Jawab dong." Sasi menarik-narik pelan lengan seragam Sagara.

"Tadi pagi kan udah gue jawab."

Benar saja, memang tadi pagi saat Sagara baru tiba di sekolah, Sasi sudah menerjangnya dengan pertanyaan yang sama perihal semalam. Namun Sagara hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Iya sih, tapi kan lo nggak jawab. Cuma geleng aja, jadi kan gue nggak yakin gelengan lo itu tandanya bener atau nggak. Jadi mana bisa gue percaya. Harusnya kan lo bilang, iya Sasi itu nyata kok."

Sagara tetap diam meskipun Sasi banyak berceloteh di sampingnya.

"Sagara, ihhh! Jawab!" perintah Sasi sambil menahan langkah Sagara.

Sagara menghela nafas lelah. Lelah menghadapi segala kelakuan Sasi.

"Iya Sasi, itu nyata kok," ucap Sagara pada akhirnya. Sesuai dengan perintah Sasi. Mengalah saja, bukan? Daripada terus menerus berurusan dengan Sasi dimasalah yang sama.

"Beneran?" pekik Sasi sambil membelalakkan matanya dengan wajah tidak percaya dicampur dengan senang yang tertahan.

"Tau ah!" ucap Sagara ketus. Rasanya percuma saja. Segala yang berurusan sama Sasi memang ribet dan mengusik ketenangan hidup Sagara!

"Loh Ga, kok gitu sih? Orang gue cuma nanya kok."

"Ya kan gue juga udah jawab. Lo kalo nanya sekali lagi, gue taruh di pohon mangga!" ancam Sagara pada Sasi.

Sasi yang diancam hanya cengengesan saja.

"Jangan marah dong, Gara. Galak banget sih kayak Singa!" ucap Sasi sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya dan mencolek lengan Sagara beberapa kali.

Sagara hanya melengos melihat sekitar sambil beberapa kali menurunkan tangan Sasi yang mencolek-colek lengannya.

"Eh, tunggu deh!" ujar Sasi tiba-tiba dengan mengacungkan jari telunjuk. Membuat Sagara kembali menatapnya bingung.

"G A R A, WAH! cute banget sih gue manggil lo!" sambung Sasi lalu senyum-senyum sendiri.

Sagara hanya mengerinyitkan dahinya heran. Kenapa ada gadis berspesies seperti Sasi? Sepertinya Sasi ini gila atau mungkin, dia kesurupan?

Sagara menyentil dahi Sasi lumayan keras membuat Sasi mengaduh kesakitan.

"Kasar banget sih!" ucap Sasi sambil mengusap dahinya.

"Biar segala setan yang ada di badan lo pada minggat! Udah sana masuk kelas, udah mau bel," ucap Sagara sambil berlalu meninggalkan Sasi.

Sasi menatap punggung Sagara sambil bersungut.

"Sebeeeeel! Eh, tapi sayang!" ucap Sasi pada dirinya sendiri lalu berbalik menuju kelasnya ketika tak berapa lama bel masuk berdering.

Senyum Sasi tidak pudar sama sekali, Sagara memang menang dalam menyenangkan hati Sasi. Sesederhana apa pun itu, Sasi tetap suka.

————

"Jadi kamu udah baikan sama Sagara?" tanya Melodi ketika memang melihat Sasi yang sudah tersenyum kelewat ceria dan mulai mengejar-ngejar Sagara lagi.

Sasi mengangguk antusias.

"Gue belum cerita sama lo ya?" tanya Sasi pada Melodi.

"Belum, soalnya dari tadi pagi kamu sibuk sendiri ngejar Sagara."

Sasi nyengir saja. "Ya pokoknya gitu, Mel. Semalem tuh Sagara tiba-tiba dateng, minta maaf sama bawa terang bulan."

"Dan ... dan, lo tau nggak?" ucap Sasi menggantung agar Melodi penasaran.

Melodi menggeleng. "Nggak tau, kan kamu belum cerita."

"Ishh, makanya dengerin dulu. Semalem tuh, Sagara megang pipi gue. Aduhhh, gue masih baper sampai detik ini gue ngomong sama lo. Bayangin, Sagara semanis itu. Huhu." Sasi menyatukan tangannya lalu membawanya ke pipi sambil tersenyum malu-malu.

Melodi melebarkan matanya terkejut. "Sagara? Pegang pipi kamu?"

Sasi mengangguk beberapa kali dengan antusias. "Nggak percaya kan lo? Gue aja yang ngerasain masih nggak percaya."

Melodi tersenyum manis. "Semoga awal yang baik ya, Sas," ucap Melodi sambil menepuk bahu Sasi.

Sasi tersenyum pada Melodi. "Makasih, Mel. Semoga aja nggak sia-sia. Tapi Sagara ya tetep cuek gitu."

"Mungkin dia masih gengsi aja kali, Sas. Dia butuh waktu buat sadar," saran Melodi.

Sasi mengangguk setuju.

————

Sasi berjalan keluar kelas bersama Melodi. Hari ini berjalan dengan baik, tugas kelompok bahasa Jepang Sasi dan Melodi juga sudah selesai.

Mereka mendapat nilai A untuk tugas praktek itu. Biarpun Sasi dengan susah payah menghafal, tetapi jangan lupa Sasi juga termasuk siswi pintar.

Hari ini Sasi ada rapat PMR yang diadakan oleh anggota inti PMR dan anggota inti OSIS. Sasi segera berpamitan dengan Melodi ketika mereka berada di luar kelas.

"Mel, gue rapat ya. Lo hati-hati pulangnya. Udah dijemput kan?" tanya Sasi.

"Udah kok, Sas. Kamu hati-hati juga ya nanti pulangnya." balas Melodi sembari melambaikan tangannya.

Sasi ikut melambaikan tangannya. Begitu punggung Melodi menjauh, Sasi menuju ruang OSIS tempat mereka rapat.

————

Ruang OSIS SMA Brawijaya lumayan luas, dengan kursi dan meja yang tertata rapi berbentuk U-Shape serta papan tulis putih di ujungnya. Ruang OSIS ini juga terdapat AC dan beberapa rak pembukuan.

Sasi segera mengambil tempat kosong. Satu persatu anggota inti datang dan duduk dengan rapi.

Tak lama kemudian, Paris datang bersama Melani. Melani adalah Wakil Ketua OSIS SMA Brawijaya. Beberapa anggota inti terpesona dengan ketampanan dan kewibawaan Paris.

"Hai, Sas!" sapa Paris sembari menepuk pundak Sasi ketika melewatinya.

Sasi hanya membalas dengan senyum. Bukan Sasi sombong, hanya saja ini pertemuan penting dan banyak anggota inti. Sasi tidak mau timbul gosip atau dibilang tidak profesional.

"Siang teman-teman!" sapa Paris, dia berdiri dekat papan tulis untuk menjelaskan rapat hari ini.

"Terimakasih sebelumnya kalian udah ngeluangin waktu buat dateng rapat. Hari ini kita akan membahas beberapa kegiatan gabungan PMR sama OSIS," jelas Paris.

"Nanti, Anna sebagai Ketua PMR juga akan menjelaskan setelah saya." Lanjutnya.

Paris menjabarkan beberapa kegiatan yang akan mereka lakukan. Mereka akan turun untuk memberikan bantuan bencana alam korban banjir di beberapa daerah sekitar Jakarta.

Lalu, mereka akan mengunjungi Panti Asuhan. Kemudian, mereka akan mengadakan donor darah di sekolah.

"Jadi seperti itu kegiatan kita. Sehingga saya berharap anggota PMR segera memberikan pengumuman ke kelas untuk sumbangan tersebut. Nanti sekolah juga akan memberi kita dana tambahan."

Setiap anggota inti hanya mengangguk perihal penjelasan Paris.

"Sasi, nanti minta tolong bikin proposal ya untuk dana dari sekolah," ucap Paris pada Sasi.

Sasi mengangguk, lalu mencatat tugasnya.

"Jangan lupa pengumuman juga ke setiap kelas kalau kita ada donor darah. Jadi biar banyak yang donor, bisa bantu rumah sakit," ucap Paris menambahkan. "Jadi segitu dulu dari saya, selanjutnya biar Anna yang menambahkan. Sekian dan terimakasih," ucap Paris mengakhiri.

Kemudian Anna maju menggantikan Paris. Anna memberikan beberapa tambahan point untuk kegiatan mereka.

————

Pukul empat sore, rapat selesai. Sasi keluar dari ruang OSIS diikuti anggota yang lain. Sasi berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah untuk mencari angkutan umum.

"Sas, pulang sama siapa?" Paris mensejajari langkahnya dengan Sasi.

"Naik angkot, Ris," jawab Sasi sambil tersenyum ramah.

"Mau bareng?" tawar Paris sambil tersenyum canggung.

Sejenak, Sasi menatap Paris yang terlihat salah tingkah.

"Emang lo udah nggak ada kesibukan lagi di sekolah?" tanya Sasi sambil tetap berjalan.

"Nggak ada. Lagian gue ini jalan sama lo ke parkiran. Masa iya masih ada urusan," jawab Paris sambil terkekeh.

Sasi menepuk jidatnya, gantian salah tingkah. Betul juga, bodoh sekali dia. Niatnya mau basa basi malah jadi busuk!

"Ohh, iya juga ya." Sasi memberi cengiran polos pada Paris.

Paris jadi gemas dengan wajah Sasi sekarang. "Yaudah, jadi mau pulang bareng nggak?" tanya Paris sekali lagi.

Sasi berfikir sejenak. "Em, boleh deh kalo nggak ngerepotin," ucap Sasi menyetujui ajakan Paris.

Paris berdecak. "Udah ayo, nggak ngerepotin sama sekali," ucap Paris tanpa sadar menggenggam tangan Sasi sambil berjalan ke parkiran.

Sasi sempat tertegun sejenak sambil menatap tangannya yang ditarik Paris.

Sampai di parkiran, Paris sadar seketika. Paris menatap tangan besarnya yang melingkupi tangan Sasi. Lalu melepaskan pegangan itu dan tersenyum canggung.

"Duh ... maaf, Sas reflek," ucap Paris dengan wajah merasa tak enak.

Sasi tertawa. "Santai aja kali. Ayo, pulang!" ajak Sasi diikuti anggukan setuju dari Paris.

————

Yey mereka BAIKAN!
Maaf penulis tidak mau mereka terlalu lama marahan.

Eh tapi Sasi kok baik banget sih, ya udah siapa juga yang nggak luluh kalo di elus pipinya gitu. Haha 😁😁

Abang Paris juga makin gercep nih, authornya jadi bingung apalagi Sasi ya? Kalau kalian gimana?

DAPET SALAM DARI SI CANTIK SASI KIRANA YANG TAK KUNJUNG MENDAPAT BALASAN DARI SAGARA!!

(Note: Cantik gini kok ditolak terus sih, Saga!)

DAPET SALAM JUGA DARI ABANG PARIS PRAMBUDI

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KALIAN YA GENGSS. VOTE DAN VOMMENT YANG BANYAK.

ITUNG ITUNG BIKIN SEMANGAT YANG NULIS KAN DAPET PAHALA.

With Love,

Penajourneyku💛

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

23.6K 2.2K 28
Kim Sowon hanyalah gadis biasa yang beruntung memiliki pacar populer di sekolahnya. Ah, entahlah, itu semacam keberuntungan atau kesialan karena nyat...
1.5M 13.4K 6
This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014) ======...
2.1K 840 28
Menjadi posisi sebuah incaran bagi para penakluk hati, ingin mengikuti dan mengetahui dari hal kecil menuju ke puncak yang tertinggi. Sosok laki-lak...
1.4M 124K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...