DEVANARA

By AliffiyaDza

13K 2.9K 455

[KREATIF DONG, JANGAN BISANYA PLAGIAT DOANG] [SLOW UPDATE] Note : cerita awal berjudul aldevano, sekarang gan... More

PROLOG
1.DANAU DAN AWAL
2.KOTAK DAN KENYA
3.MANSION ALDEV
4.CLUB MALAM
5.TRAGEDI CLUB
7.JADI SIAPA YANG SALAH?
8.BERULAH
9.PERINGATAN KECIL
10.TENTANG MIMPI
11.APAKAH BENAR PAPA?
12.MEMBUKA LUKA LAMA
13.BOCAH NYEBELIN
14.PERSOALAN GAVIN
15.CERITA TENTANG ELSYA
16.KELUARGA CEMARA
17.RINDU
18.DERETAN SENDU
19.IBLIS KECIL
20.BIANGLALA
21.HILANG
22.MAAF
23.KETEMU
24.KEMBALI SADAR
25.NARA DAN BOCIL KEMATIAN
26.MANJANYA ANARA
27. DAY WITH DEVAN
28. DATE?
29. CERITA PANTAI

6.MENJAUH DARI NARA

587 168 11
By AliffiyaDza

"Ma, Devan janji tidak akan pernah
membuat gadis manapun bernasib
sama seperti mama dulu."

-Aldevano Felixo-

"Dokter.. Suster.. Satpam.. Atau siapapun tolong gue.. Ini rumah sakit atau kuburan sih! Sepi banget bangsat!" Aldev tidak henti-hentinya mengumpat.

"Bangsat! Apa perlu rumah sakit ini gue beli," umpat Aldev untuk kesekian kalinya.

Aldev menatap wajah Nara. Lemah dan sayu, itulah ekspresi wajah Nara saat ini. "Nara, tolong jangan tinggalin gue."

"Pak ada yang bisa saya bantu?" Salah seorang perawat menghampiri Aldev.

"Lo gak liat apa. Ini orang udah hampir sekarat dan lo masih nanya apa yang bisa lo bantu. Apa perlu gue tuntut rumah sakit ini," ujar Aldev mengebu-gebu.

Matanya memancarkan amarah yang begitu besar, membuat perawat itu menundukkan wajahnya. "Ma–af pak. Mari."

Perawat ini menuntun Aldev menuju salah satu brankar, Aldev menidurkan tubuh Nara diatas brankar rumah sakit itu.

"Tolong bantu saya bawa pasien ini ke UGD." Perawat itu berteriak pada temannya.

Tidak lama kemudian 5 perawat berlari ke arah mereka. Mereka mendorong bankar Nara hingga masuk ke dalam ruang UGD.

"Tunggu disini pak. Anda tidak boleh ke dalam, biar dokter yang menangani ini." Perawat itu menutup pintu UGD.

"Agh... Nara gue mohon sama lo bertahan Nar." Aldev mengacak rambutnya kasar. Aldev jatuh lunglai ke lantai.

Dia tidak kuasa menahan air matanya. Ini kali kedua Aldev menangis karena wanita.

Pertama kali Aldev menangis adalah karena Mamanya bunuh diri di depan matanya sendiri.

Lalu, saat ini Nara melakukan hal yang sama seperti yang ibunya lakukan dulu. Aldev hanya tidak ingin gadis itu bernasib sama seperti mamanya dulu.

Dan Aldev juga tidak ingin menjadi seorang lelaki brengsek sama seperti papanya.

"Agh... Tuhan, kumohon jangan lagi." Aldev bangkit lalu meninju tembok rumah sakit.

Drttt drttt

Aldev mengambil ponselnya yang berada di dalam saku celananya. Menggeser tombol hijau yang ada di layar.

"Ya, kenapa?"

"Al lo dimana?"

"Gue di rumah sakit Gav."

"ngapain di sana, lo sakit?"

"Gak, bukan gue. Tapi Nara."

"hah? Kok bisa itu cewek ada sama lo?!"

"Panjang ceritanya."

"oke-oke, sekarang lo dimana?"

"RS pelita jaya."

"gue otw ke sana. Tunggu di situ!"

Telpon dimatikan sepihak oleh Aldev. Aldev melempar ponselnya itu ke lantai.

Iphone keluaran terbaru itu pun langsung pecah seketika, mengundang banyak pasang mata ke arahnya.

"Aghh... Bangsat," umpat Aldev lagi.

Aldev kembali terduduk di lantai. Dia meringkuk diantara kedua kakinya. Sesekali dia menghapus Air matanya dengan kasar.

Dia yakin tuhan tidak sejahat itu untuk mengambil Nara dari sisinya, dan membuat dirinya tidak lebih dari seorang penjahat.

"Al," teriak Gavin dari seberang.

Aldev mendongak menatap wajah sahabatnya, mata dan hidungnya memerah, kepalanya juga berdenyut, bahkan rambutnya juga acak-acakan.

Gavin menghampiri Aldev yang sudah seperti orang gila itu.

"Lo kenapa sih Al?"

Gavin membawa Aldev ke dalam pelukannya, terserah apa kata orang jika melihat mereka berpelukan, yang terpenting saat ini adalah ketenangan untuk Aldev.

Gavin meringis melihat kondisi sahabatnya yang mengenaskan itu, dia tidak mengerti masalah apa yang sudah sahabatnya itu lakukan.

"Na–nara Gav, hiks." Aldev terisak di dalam pelukan sahabatnya itu.

"Iya Nara kenapa? Lo tenang dulu ya," ujar Gavin berusaha untuk membuat sahabatnya itu tenang.

Aldev terus menangis tanpa suara, hanya terdengar isakan kecil saja di sana. Tidak lama, Aldev melepaskan pelukannya itu.

Dia menatap Gavin sendu.

"G–gue salah Gav." Mata Aldev kembalu memerah.

"Lo tenang dulu Al, ceritanya pelan-pelan aja."

Aldev mengangguk, dia duduk di samping Gavin. "Gue udah rebut masa depannya Nara, Gav," ujarnya dengan cepat.

Gavin mengerutkan dahinya. "Hah? Lo ngomong jangan ngerap anjir," ucap Gavin kesal.

Aldev mendengus. "Gue. Udah. Rebut. Masa. Depan. Nara." Aldev berbicara dengan penuh penekanan.

Gevan meringis, tangannya mengepal kuat. Dia meninju wajah sahabatnya itu membuat Aldev terpental ke belakang, karena tidak siap menerima serangan dadakan itu.

Gavin kembali mendekati Aldev, meninju lelaki itu dengan membabi buta. Aldev sama sekali tidak menunjukkan perlawanan pada sahabatnya itu.

Semua orang di sana memekik ketakutan, bahkan satpam sudah turun tangan untuk memisahkan mereka.

"Sudah pak sudah," ujar satpam.

Gavin menghentikan aksi tinjunya itu, dia mencengkram kerah Aldev dengan kuat.

"Lo brengsek! Sama kayak bokap lo!"

"Lo bahkan mau membuat seorang gadis malang, bernasib sama kayak nyokap lo dulu!"

Aldev tersulut oleh emosinya, dia membalas ucapan Gavin tadi dengan tinjunya. Dia tidak terima di samakan dengan papanya itu.

"Kenapa? Lo gak terima iya!" Gavin menyeka darah di bibirnya.

Aldev memilih pergi dari sana, dia tidak ingin lebih jauh lagi bertengkar dengan sahabatnya itu.

"Dasar pengecut!" gumam Gavin.

"Udah ngapain masih pada di sini!" sentak Gavin pada semua orang yang tadi menonton mereka bertengkar.

"Pergi lo!" Gavin mengusir satpam yang tadi memisahkannya dengan aldev.

"Jangan buat keributan lagi pak, ini rumah sakit," ucap satpam itu sebelum berlalu pergi dari sana.

"Yang bilang ini Kantor polisi siapa bodoh!" Gavin berteriak pada satpam itu.

Gavin duduk di kursi tunggu, memejamkan matanya berusaha menahan gejolak amarah yang masih memuncak.

•••

"Gue gak mau Aldev terus-terusan benci sama gue," ujar seorang gadis.

"Wajar sih kalo Aldev benci sama lo. Ya tapi lo gak boleh nyerah gitu aja, lo harus pepet terus dia," sahut gadis lain.

"Gak bisa, ada yang harus gue lakuin dulu." Gadis itu menjawab. Dia memainkan pisau yang ada di tangannya.

"Gue harus singkirin dulu penghalangnya. Baru bisa," lanjut Gadis itu.

"Lo yakin?"

Gadis itu menatap mata sang sahabat. "Yakin banget." Dia menancapkan pisau di buah apel lalu tertawa.

•••

"Keluarga pasien." ujar seorang Dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD.

Gavin menghampiri sang Dokter. "Saya kakaknya," ujar Gavin.

Dokter itu tersenyum. "Bisa ikut saya sebentar pak, ada yang ingin saya bicarakan." Dokter itu berjalan mendahului Gavin.

Gavin berjalan mengikuti sang Dokter dari belakang, langkahnya berhenti di depan ruangan bertuliskan dr. fabio.

"Silahkan duduk pak," ujar Dokter Fabio pada Gavin.

Gavin duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan dokter Fabio, dia menunggu apa yang akan dokter itu ucapkan.

"Begini pak, kondisi ibu Nara tidak ada yang serius. Dia hanya mengalami syok ringan saja, saya sarankan untuk selalu menemaninya dan memperhatikan kondisinya saat ini, tetapi jika tidak kunjung membaik maka sebaiknya segera temui Psikiater, agar kondisinya tidak semakin memburuk," jelas Dokter Fabio dengan rinci.

*Fyi : author tidak terlalu mengerti tentang kesehatan, jika ada penyampain dan kata yang salah mohon di maafkan ya....

"Benar adik saya tidak apa-apa dok?" ujar Gavin kembali memastikan.

Dokter fabio mengangguk. "Iya, tidak ada hal yang serius pak," jawabnya.

"Apa ada resep obat yang perlu saya tebus ke apotek dok?" tanya Gavin lagi pada dokter.

"Nanti saya berikan resep obat sebagai pereda nyeri dan obat penenang untuk ibu Nara." Dokter fabio menyerahkan selembar kertas berisi resep obat pada Gavin.

Gavin mengambil kertas itu, lalu tersenyum pada dokter fabio. "Terima kasih dok." Gavin bangkit dari duduknya, lalu pergi dari sana.

Gavin pergi ke apotek menebus obat untuk Nara. Dia berjalan keluar dari gedung rumah sakit, masuk ke dalam apotek besar yang ada di depam rumah sakit.

Antrian yang cukup panjang membuat Gavin harus menunggu cukup lama sebelum menukar resep obat yang dia bawa.

Sedangkan di lain tempat, Aldevano masih memikirkan perkataan dari Gavin tadi saat di rumah sakit.

Apa memang dia sana brengsek-nya dengan papanya itu?

Tapi dia 'kan memang tidak salah, salahkan saja Nara yang datang ke club saat itu.

"Lagian juga ngapain dia ke club," gumam Aldev heran.

"Bodo amat, intinya gue gak salah. Lagian orang ke club selain untuk minum dan berbuat bejad lainnya. Ya kali mau berenang di club," ujarnya lalu terkikik geli sendiri mendengar ucapannya.

Aldev membuka pintu kamar inap Nara. Jika kalian tanya darimana dia tau kamar inap Nara? Jawabannya adalah karena tadi dia sempat bertanya pada resepsionis.

Aldev menatap ke arah bankar yang ditepati Nara, dengan wajah yang sulit diartikan.

Aldev duduk di kursi dekat bankar Nara, dia Menatap wajah gadis itu dengan dalam. Tanpa sadar, Aldev menggenggam tangan kanan Nara yang di balut oleh perban.

"Jangan mati, gue gak mau disebut brengsek." Aldev melepas tautan tangan mereka.

Aldev bangkit dari duduknya, dia hendak melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana, namun langkahnya terhenti saat tangannya di tahan.

Aldev membalikan tubuhnya, dia menatap Nara. Tangan gadis itu memegang erat tangannya, namun anehnya mata gadis itu masih setia menutup.

Aldev kembali duduk di kursi, dia mengamati wajah Nara dengan lekat.

"Apa dia beneran tidur?" ujarnya.

"Ah enggak, dia beneran tidur," ujarnya lagi setelah benar-benar yakin bahwa Nara tertidur.

Aldev memandangi wajah Nara yang sedang tidur dengan damainya itu. Nara adalah gadis yang cantik jika di lihat-lihat.

Aldev benci pada gadis di hadapannya ini, apalagi saat gadis itu ikut campur dengan urusannya.

Aldev ingin menghancurkan hidup Nara, sama seperti dia menghancurkan hidup orang-orang yang telah mengusik ketenangan hidupnya.

Tapi entah mengapa kali ini Aldev gagal. Aldev tidak bisa menyingkirkan Nara saat ini, namun tidak ada yang tau bagaimana ke depannya bukan?

"Gue bakal menjauh dari lo, gue bakal lupain apa yang terjadi sebelumnya. Gue gak mau lo terlibat lebih jauh dalam hidup gue," batin Aldev meringis.

Aldev menidurkan kepalanya disisi bankar Nara. Tangan gadis itu masih setia menggenggam erat tangan Aldev.

Tidak ingin ambil pusing lagi Aldev memilih untuk menyusul gadis itu ke alam mimpi.

•••

Vote-nya jangan lupa ya, biar semangat update-nya!

See you di next chapter^^

Continue Reading

You'll Also Like

5.4M 394K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 20.2K 8
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.6M 265K 62
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
1.3M 119K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...