Fate : A Journey of The Blood...

By monochrome_shana404

19K 3.2K 4.3K

18+ for violence, blood, and strong language [Action, Drama, Science Fiction] Takdir ibarat seperti langit. J... More

(Bukan) Kata Pengantar
PENGUMUMAN PENTING!!
Prologue
Act I : White Rose
Chapter 1.1 [1/2]
Chapter 1.1 [2/2]
Chapter 1.2 [1/2]
Chapter 1.2 [2/2]
Chapter 1.3 [1/2]
Chapter 1.3 [2/2]
Chapter 1.4
Chapter 1.5
Chapter 1.6
Chapter 1.7
Chapter 1.7.5
Chapter 1.8
Chapter 1.9
Chapter 1.9.5
Chapter 1.10 [1/2]
Chapter 1.10 [2/2]
Chapter 1.11
Chapter 1.12
Chapter 1.12.5
Chapter 1.13
Chapter 1.13.5
Chapter 1.14 [1/2]
Chapter 1.14 [2/2]
Chapter 1.15 [1/2]
Chapter 1.15 [2/2]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(0)]
Act II : Bloody Rain
Chapter 2.1
Chapter 2.2
Chapter 2.3
Chapter 2.4
Chapter 2.4.5
Chapter 2.5
Chapter 2.5.5
Chapter 2.6 [1/2]
Chapter 2.6 [2/2]
Chapter 2.7
Chapter 2.8
Chapter 2.9
Chapter 2.10
Chapter 2.10.5
Chapter 2.11 [1/2]
Chapter 2.11 [2/2]
Chapter 2.12
Chapter 2.12 [EX]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(1)]
Act III : The Dark Garden
Chapter 3.1
Chapter 3.2
Chapter 3.2.5
Chapter 3.3
Chapter 3.4
Chapter 3.4 [EX]
Chapter 3.5
Chapter 3.5.5
Chapter 3.5.5 [EX]
Chapter 3.6
Chapter 3.6 [EX]
Chapter 3.6.5
Chapter 3.7
Chapter 3.8
Chapter 3.9
Chapter 3.10
Chapter 3.10 [EX]
Chapter 3.11
Chapter 3.12 [EX]
Chapter 3.12.5
Chapter 3.12.5 [EX] [1/2]
Chapter 3.12.5 [EX] [2/2]
Chapter 3.13
Chapter 3.13.5
Chapter 3.14 [1/2]
Chapter 3.14 [2/2]
Chapter 3.14.5
Chapter 3.14.5 [EX]
Chapter 3.15
Epilogue
(Mungkin bisa dibilang) Akhir Kata

Chapter 3.12

43 12 21
By monochrome_shana404

Silvis mungkin bisa mengerti maksud Kirika ketika keponakannya itu hendak merekrut 'paksa' Cyclone Team setahun silam; untuk mendapatkan keuntungan besar, terkadang mereka harus merugi.

Dia memberikan mereka apartemen lama Aoi, membayar biaya operasi dan perawatan Hikari, hingga menawarkan tempat tinggal dan kehidupan yang lebih layak.

Penerapan dari ucapannya kala itu berlanjut dalam peperangan. Kirika menyerahkan pasukannya kepada Leon, pula memercayakan sebagian rencananya kepada sang Letnan Jenderal. Ya, tanpa Silvis tahu, rencana terus menerobos hingga setengah jalan menuju gedung Oohara Corp. juga merupakan buah otaknya. Leon sekadar melengkapi taktiknya.

Mereka berhasil dengan segala rencana itu ....

Namun, sungguhkah pengorbanan ini benar-benar sepadan?

Banyak prajurit yang gugur dalam strategi itu. Nyaris setengah yang sedari pagi tiba telah dihabisi. Agaknya memang beruntung dalam peperangan ini tiada sedikit pun terjadi percikan perang di laut. Kalau tidak, akan lebih banyak korban melayangkan nyawa.

Maka mau tak mau kini Pasukan Bela Diri juga harus ikut turun. Seperempat pasukan dari Tokyo dan Kawasaki diberangkatkan ke Yokohama demi mendorong mundur pasukan musuh. Mereka pula menurunkan kendaraan tempur.

Pesawat tempur menurunkan bom yang meledak hingga sekelompok prajurit musuh terpental. Segeralah pasukan mengambil kesempatan menyerbu mereka yang sekarat; pula yang terlewat. Para prajurit menembakkan sekian peluru ke sekujur tubuh dan bagian vital. Maka kembalilah mereka bergerak maju.

Tak jarang rudal menghancurkan puing-puing bangunan, memaksa agar musuh-musuh yang bersembunyi di sana segera keluar dan melawan. Alih-alih melangsungkan rencana demikian, mereka melemparkan bom asap dan melakukan pengamatan singkat pasukan yang mereka hadapi sebelum bergerak maju.

Enggan cepat tumbang dan kalah, beberapa dari mereka yang masih tinggal di puncak gedung, membalas serangan kepada helikopter serta pesawat tempur dengan rudal pula. Meski begitu, tetap saja masih terdapat beberapa prajurit yang selamat dengan roket dari punggung mereka. Maka tugas menghabisi prajurit dialihkan kepada penembak jitu yang bersembunyi di balik gedung-gedung gelap gulita.

Apalah daya mereka yang ternyata sekadar membuang-buang tenaga dalam membidik. Roket yang prajurit-prajurit gunakan bahkan melesat lebih cepat daripada kecepatan mata mereka sendiri. Pun, serupa seperti drone, roket-roket juga memiliki kemampuan memancarkan energi guna melindungi penggunanya.

Sebagai contoh milik Vanessa. Ya, baru saja ia menerima peluru yang ditahan oleh tameng energi, lantas menoleh ke muasalnya. Kacamatanya dengan cepat mendeteksi keberadaan para penembak jitu dan pengguna rudal.

"Musuh terdeteksi. Mengirimkan koordinat kepada tim angkatan udara," lapornya. Kemudian ia meluncur berfokus pada sebuah mobil pengangkut personel sembari ia mengganti sambungan. "Regu delapan Shibuya, berkumpul dalam titik yang ditentukan; seratus meter ke utara!"

Demikian Vanessa melandas, disusul dengan beberapa prajurit.

Sementara sebuah mobil pengangkut personel lain melintas melewati helikopter yang menghancurkan sebuah ruko, meledak nyaris membuat Edward yang menggantung di sisi mobil pengangkut sempat meleng.

Prajurit musuh menyerangnya, hampir berhasil peluru mengenai bagian telinga. Segeralah ia mengabaikan sisa-sisa hawa panas yang sekilas menggerahkan, lantas menoleh ke sumbernya.

Di posisi yang tidak menguntungkan ini, peluangnya sedikit untuk menembak bagian vital musuh. Sebisanya ia membidik bersama mobil yang kian melaju menuju medan yang lebih ramai.

Hanya beberapa peluru yang mampu Edward tembakkan. Meski juga meleset setidaknya ia puas membalas.

Pada akhirnya mobil yang ditumpanginya berhenti persis beberapa meter dari halaman bangkai gedung Oohara Corp. Demikian ia bisa turun dan mulai mengobservasi.

"Morgan, laporkan kejadian di luar!"

"Parah, Komandan ...."

Ya, jawaban refleks itu pun tak salah bicara soal keadaan yang tersuguh di hadapannya.

Betapa hiruk di atas sana. Mereka sudah menciptakan benteng-benteng kecil guna melindungi diri. Selain tembakan yang saling menyahut silih berganti dari kedua kubu, kadangkala ditemukan asap yang menguar dari bom asap. Kalau tidak berhati-hati dan jeli, ada pula granat yang bisa saja salah sasaran malah turun ke tangga.

Edward mengembuskan napas tepat salah seorang rekan menghampirinya, ikut memperhatikan barang sebentar. Maka cepat-cepat pula ia mengaktifkan tameng energi dari drone untuk berjaga-jaga jika ada yang hendak menyerang dari kiri dan kanan.

"Kau mengerti maksudku, 'kan, Hudson?"

Rekan yang disebut namanya bahkan tak ragu mengangguk. Namun, setidaknya Finnian Hudson dapat menyusun kata-kata lebih matang untuk melapor.

"Lapor, Komandan! Keadaan di atas, kita lebih unggul sepuluh persen. Agaknya pasukan kita membutuhkan penambahan dua hingga tiga pasukan untuk mengamankan gedung, ganti!"

"Laporan diterima. Kita pun harus cepat-cepat menerobos bagian pemantau dan peretas musuh untuk bisa mengaktifkan kembali sinyal tiga kota secara keseluruhan," tanggap kapten di dalam mobil. "Sembari menunggu tenaga bantuan, kerahkan seluruh kekuatanmu melindungi punggung mereka yang tengah bertahan!"

Secepatnya Edward serta rekan-rekannya menaiki tangga, menyebar mengitari lantai satu yang penuh oleh lumut-lumut kering. Pastilah yang mereka pijaki saat ini merupakan bekas kolam pancuran, tetapi apa pentingnya memikirkan itu di keadaan genting seperti ini?

Kembali Edward menyapu pandangan penuh awas. Jika diperhatikan dari sini, Yokohama memang persis seperti kota mati. Namun, kali ini tampak seolah setiap sudutnya tak diizinkan tidur dengan tenang seperti bertahun-tahun terlewat.

Beruntung kini makhluk-makhluk eksperimen peninggalan Alex Oohara tak lagi tampak. Sekarang hingga tersisa manusia melawan manusia; mesin melawan mesin.

Satu-satunya mesin terkuat masih berdiam diri di tempatnya. Suara serangan sahut-menyahut terdengar semakin jelas memasuki alat pendengarnya. Dia merekam, memperhitungkan berapa banyak orang di sana, lantas seberapa lama para prajurit sang tuan bertahan di ambang pintu.

"Jika penasaran, kau bisa melihat keluar." Sebuah suara memasuki isi kepalanya. "Sebab aku yakin, meskipun kau sebuah android, kau juga bisa merasakan bosan."

Akira tahu siapa itu.

Menunduk dalam-dalam pun tak akan mampu mendapatkan sosok empunya suara yang posisinya jauh di bawah kakinya.

"Aku akan tetap mengawasimu di sini. Sebab kau tahu, itu juga salah satu tugasku sekarang—mencegah agar isi kepalamu tidak diambil alih."

Sekadar hening yang membalas usulan tersebut. Namun, betapa pun Jackal tahu apa yang sedang Akira lakukan melalui perangkat pemantau.

Si android menitah setengah pasukan yang tersisa mundur dan bergerak melalui bagian barat dan timur, lantas menyebar mengelilingi gedung dengan sebagiannya memasuki gedung melalui parkir bawah tanah.

Jackal mengembuskan napas, lantas mengembangkan senyum membayangkan aksi pasukan yang kini agak berantakan. Namun, demikian ia memutuskan hubungannya dengan Akira sembari menggeleng.

"Agaknya memang sulit mengaturmu ketika kau berada di bawah kendalinya, ya," gumamnya. "Sebaiknya, jangan memaksakan dirimu. Kau juga bisa hancur sia-sia, tahu. Tapi tak apa, aku pun tak bisa utuh menyalahkanmu.

"Sekarang mari kembali bekerja."

~*~*~*~*~

Mundurnya sebagian besar pasukan musuh benar-benar mengejutkan. Namun, tentu pasukan Alford tak tinggal diam. Mereka terus menyerang musuh, sementara beberapa kelompok diperintahkan untuk mengamankan bagian-bagian yang telah lapang dari pertarungan.

Kirika, Leon, serta regu mereka maju mencegah pergerakan musuh. Bersama-sama melintasi musuh, tetapi seolah enggan membiarkan mereka lolos dengan nyawa selamat, beberapa di antara musuh yang menghalangi jalan tewas dengan tembakan hingga sayatan dari bilah sepatu roda elektrik.

Dia tahu tiada seorang yang akan menyerangnya dalam kondisi sekarang, maka sejenak Kirika menghentikan langkah, mulai memperhatikan dalam diam. Berpuas diri ia menyaksikan semuanya, Kirika kembali menyusul dengan lompatan tinggi setelah meluncur mendekati musuh.

Dia mendaratkan sebuah tendangan, satu ayunan kaki mengganti roda menjadi bilah tajam yang kemudian menyayat tengkuk prajurit musuh dengan cepat sebelum beralih berseluncur dan memberikan serangan kepada musuh lain.

Kini mereka mau tak mau melawan. Namun, apalah daya jika harus melawan kecepatan Kirika ketimbang mereka yang baru saja berbalik. Semua hanya berakhir menjadi korban baru bagi sepasang sepatu Kirika.

"Sesuai dugaan, mereka diperalat hanya untuk mengulur waktu." Dia bergumam ringan kepada musuh yang tiada habis terus berlari mundur mendekati bangkai gedung Oohara Corp. Demikian ia menghubungkan sambungan ke Leon kala ia mulai mempersiapkan senjata api. "Komandan Phoenix, sampaikan setiap regu di sekitar gedung untuk mendorong paksa musuh sekaligus cegah mereka mencapai gedung."

"Dimengerti, Madam."

Secepatnya laporan diterima seluruh regu bersamaan pasukan Kirika tiba. Tiap-tiap regu di sana berhasil menerobos masuk, sementara regu di luar kawasan halaman menghadang musuh.

Tiada lagi yang peduli kawan dan lawan kala menerobos masuk. Pun, tiada lagi yang hirau terhadap kaca gedung yang menjadi korban, luluhlantak berhamburan menyambut serbuan militer. Garda depan yang mundur segera mengambil posisi, menghadang pasukan Alford dengan todongan senjata yang sukses menyita langkah, sekaligus melindungi Akira yang berdiri tak jauh dari ambang pintu berikutnya.

Demikian pasukan musuh yang tersisa berkerumun di belakang, sementara samar-samar di luar sana suara tembakan saling menyahut telah surut, tiada lagi yang melaung sebelum melayang nyawanya. Nyaris seisi ruangan hening, menumbuhkan ketegangan selagi kedua belah pihak saling tunggu siapa yang lebih dulu yang memulai serangan.

Namun, sesungguhnya kondisi itu tak berlangsung lama.

"Formasi bertahan!"

Laung tegas menggemakan titah mutlak dari belakang. Maka mereka yang familier dengan suaranya segera mengembangkan tameng dari gelang baja besar di tangan kirinya, lantas tangan yang bersisa mulai bergerak menggenggam senjata tajam.

Sepasang manik sebiru laut dan segelap langit malam mendapatkan empunya suara yang menerobos maju di sela-sela prajurit yang sedikit lapang. Persis ia berhenti di depan tameng-tameng prajuritnya, bersama drone yang sedari tadi menemani seolah enggan meninggalkannya sosok itu sekali pun tak tampak gentar.

"Tuan Kurihara." Lantas dengan suara rendah, ia mengalihkan perhatian si android. "Kita bertemu kembali."

Berkedip lensa dua warna itu mendengar Kirika, pula berangsur melembut tatapannya. Demikian ia menemukan pemilik netra delima menyusutkan pelindung kepala yang sekadar menyisakan kacamata pelindung.

"Ya, kita bertemu lagi. Sayangnya ... kembali dipertemukan dalam kondisi seperti ini," balasnya tanpa sedikit pun bergeser dari tempat ia berdiri. "Namun, saya pikir di sinilah keberuntungan saya. Saya bisa melihat seorang Ratu berjiwa ksatria seperti Anda."

"Meski begitu kau tetap tak ingin menyambutku lebih dekat?"

"Sayang sekali, itu hanya akan melanggar perintah Tuan. Saya tidak tahu jebakan macam apa yang Anda rencanakan ketika saya persis di hadapan Anda. Jadi ...." Sembari berujar, Akira menyembunyikan satu tangan di balik punggung. "Mau tak mau, Anda harus menangkap saya, jika Anda memang mampu."

Tangan yang terbebas akhirnya ia angkat tinggi-tinggi. Akira tak lagi bersuara, tetapi telah ia sampaikan pesan di tiap-tiap earphone para prajurit yang melindunginya.

"Kejarlah mimpi sampai mati."

Maka mereka siap sedia dengan senjata tajam dan tameng. Sementara di balkon lobi utama telah berdiri mereka yang lebih dulu menodong senjata.

... Lantas satu jentikan cukup membuat mereka bergerak.

Secepatnya Kirika melaju, disusul oleh para pengguna tameng di belakangnya. Sepatu rodanya aktif, dia melesat dengan kecepatan tinggi. Kirika melompat dengan empat rotasi di udara, mendarat mulus melewati rombongan musuh yang hendak maju.

Vanessa dan pasukannya bergerak dengan roket, menyusul sang kakak bersama Leon yang memanfaatkan kecepatan maksimal berseluncur melewati dinding. Asal ia menembak seolah sekadar membuang-buang peluru, tetapi itu berhasil menghindarkan diri dari serangan musuh dan bersama pasukan Vanessa ia mengejar Kirika.

Pengalih perhatian ini juga sukses dimanfaatkan regu Edward yang kemudian berbelok ke tangga menuju bawah tanah. Beramai-ramai mereka dikejutkan oleh ledakan ranjau yang terinjak, akan tetapi mereka terus maju. Sekujur tubuh mereka nyaris hitam legam, ditambah langit-langit terowongan yang seolah dirasa runtuh sedikit menakutkan.

Ya, terima kasih kepada seragam anti ranjau dari BM Corp., kini Edward serta rekan-rekannya berhasil mencapai ruang bawah tanah dalam keadaan utuh.

Hanya tinggal mendobrak pintu, mereka akan segera menemukan ruang pemantauan pasukan Oohara.

Kembali kepada Kirika yang masih berseluncur dengan pasukannya. Mereka terpaksa dihentikan oleh kerumunan monster. Bukanlah sebuah masalah bagi mereka jika memang harus mengalahkan monster terlebih dahulu, tetapi ....

Akira semakin jauh, pun pintu yang hendak tertutup rapat itu tak menutup kemungkinan akan utuh terkunci. Sebisanya Kirika menghindar dari serangan monster dan meraih pintu.

Hingga salah seorang prajurit berseru kepada Leon. "Memang bukan wewenang saya memberi perintah, tetapi ... Komandan Phoenix, mohon susul Madam bersama Nona Vanessa! Kami bisa mengatasi ini!"

"Aku berhutang padamu!"

Segeralah Leon melaju sembari menarik pedang dari sarung di punggungnya. Monster pertama ialah yang bermoncong serigala; menghadangnya kemudian tak lama menerima tusukan hingga menembus kerongkongan. Sekuat tenaga Leon mengempasnya ke belakang.

Pukulan keras menggunakan perisai ia lambung membuat retak moncong kawan monster yang satu hendak mendekat. Tepat musuh berwujud aneh itu terpental, Vanessa menarik lengannya dan mereka berdua melaju ke celah pintu yang hampir seutuhnya tertutup.

Derik terakhir pintu kembar utuh membisukan ricuh di luar sana. Terciptalah sepi, seribu sayang dentum kunci otomatis sama sekali tak berhasil mengejutkan batin.

"Selamat datang."

Ya, lagi pula suara dentum pintu itu tak penting.

Baik Kirika, Vanessa dan Leon nyaris serentak menyusutkan pelindung kepala sembari ketiganya menujukan pandangan ke arah yang sama. Tentu tak lain tak bukan empunya punggung tegap yang sedang berdiri di tengah ruangan.

"Awalnya saya diberikan peran bermain sebagai kunci cadangan. Namun, Tuan memberikan peran lain; memimpin babak pertama di dalam pertunjukannya." Pada akhirnya kembali ia bersuara seusai puas memandang langit-langit. Pun, kala itu segera ia berbalik menghadap Kirika. "Panggungnya mungkin tidak terlalu mewah. Akan tetapi, saya harap pertunjukan ini sama sekali tidak mengecewakan."

Kini netra Leon melirik punggung Kirika.

"Dia yang dijemput maut akan disaksikan penuh rasa malu, sedangkan dia yang berdiri bersama hayat akan dijunjung penuh bangga mengarungi neraka. Jadi ... pertunjukannya memang tak lebih dari soal hidup dan mati," terang si android sembari ia meluruskan pandangan lensanya kepada manik delima di hadapannya. "Harap-harap kalian tak keberatan jika harus menjadi pemain di babak satu sekarang, maka dari itu ...."

Kedua lengannya menghunus bilah pedang yang sudah lama sekali Kirika tak melihatnya, tetapi siapa sangka—sekali lagi—empunya menghunuskan pedang kembali untuknya?

Pun, tepat satu kedipan sepasang lensa tersebut sekilas memperlihatkan semburat kemerahan, ia bahkan lebih memilih menyimpan napas ketimbang membalas ujaran Akira selanjutnya.

"Bersiaplah. Kita akan memulai babak pertamanya di sini."

~*~*~*~*~

Pintu telanjur rusak terdobrak keras. Lantas beramai-ramai langkah demi langkah sepatu bot mengamankan seisi ruangan.

Segala-galanya tampak lengkap di dalam sini; sejumlah perangkat pemantau bekerja sebagaimana semestinya seolah memang sekadar diperuntukkan meramaikan suasana. Seribu sayang bukan itu yang justru membuat mereka terpana dan nyaris mengendurkan kewaspadaan.

Namun, sejumlah bercak darah segar berikut jasad ... pula sesosok familier yang berdiri santai dengan pinggul yang bersandar elok pinggir meja. Sama sekali ia tak menunjukkan keterkejutan sebab tertangkap basah tengah memegang pisau yang berlumur cairan merah kental. Malah, senyumnya kian melebar.

Konon manik kebiruannya berseri-seri tepat ia memandangi keberadaan Edward yang bertaut sengit sepasang alisnya. Pemuda tersebut memperketat sikap awas; bersiap dengan senjata api yang tertodong ke arahnya. Meski demikian, ia masih sempat tertawa.

"Kalau kau sudi mendengarkanku, maka aku bersedia menceritakan semuanya. Jadi tenanglah, Edward." ucapnya seusai puas tertawa. "Omong-omong ... lama tak berjumpa."

UUUUUUUUUUUUUUUUUUU~

Masih capek sebenernya wkwkwkwkwk. Aduh, sumpah. Belum siap untuk nulis lanjutannya. Tapi ga papa. Prinsip Shana masih sama kayak dokter di sinetron-sinetron kanal televisi maskot ikan terbang sayap pelangi. QwQ")

Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Continue Reading

You'll Also Like

123K 13.1K 33
Kalok luu suka, vote nya jangan sampe ketinggalan. Neken bintang gak bakal mutusin urat nadi luu! ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ Haechan tak secerah ketika b...
6.2K 1K 16
[SELESAI] Pernahkah kau berpikir ada sesuatu yang tidak beres saat kau terjebak dalam suatu jajaran puluhan mobil di jalanan? Terjebak kemacetan di...
9.3K 1.3K 9
He loved, she didn't. How typical. [Spin-off dari Couldn't Expect That] [DISARANKAN MEMBACA "COULDN'T EXPECT THAT" TERLEBIH DAHULU] © 2017 all rights...
5.4K 1.3K 48
Buku Satu Kabar burung menyebutkan kalau kerajaan Diliar memiliki komplotan bawah tanah bernama Khisfire. Ada yang bilang kalau Khisfire adalah komp...