A Riddle Upon Us

By aritanda

2.7M 170K 21.5K

Sabrina, cewek cuek yang tiba-tiba sebangku dengan cowok yang gayanya sok. Semua cewek memuja cowok itu sebag... More

Introducing
One - Bad Luck
Two
Three
Four - Sportday
Five - His Point of View
Six - His Other Side
Seven
Eight - Both Point of View
Nine - Meeting Him
Ten
Eleven - Is it Over?
Twelve
Thirteen - Newcomer
Fourteen - Meeting Her
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty - Friend By Chance
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three - Realizing
Twenty Four
Twenty Five - This Won't Be Good
Bonus Chapter
Twenty Six - Nonsense
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three - Good Bye
Then
Epilogue
Authors' Note

Fifteen - Weird Sentiments

58.9K 4.1K 152
By aritanda

Akhir-akhir ini aku lebih sering menghabiskan waktu istirahatku di perpustakaan. Baik itu istirahat pertama maupun kedua.

Because I'm focusing on that ridiculous game.

Ya, yang sebelumnya aku tidak jadi bertanya ke makhluk itu dan jadilah aku menjawabnya sendiri, lalu salah, lagi. Dan aku pun harus mengulang level-nya.

Hmm, sebenarnya bukan hanya karena itu. Juga karena entah kenapa aku tidak terlalu betah di kelas.

Biasanya di perpustakaan aku hanya duduk di kursi yang disediakan, bermain handphone, dan kadang juga membaca buku. Tapi tentunya lebih sering bermain handphone.

Perpustakaannya menurutku sih bagus. Buku-buku di sini lengkap--kecuali komik, lalu ruangannya ber-AC, dan terdapat banyak meja dan kursi. Di setiap meja seperti ada pembatas dengan meja lainnya agar tidak terganggu dengan pembaca di sebelahnya atau di depannya. Oh, iya, juga ada wifi.

Sebenarnya di perpustakan ini juga ada ruang guru. Tapi tidak seperti ruang guru yang di lantai dua, di sini lebih kecil, dan hanya berisi guru mata pelajaran bahasa dan guru Bimbingan Konseling.

Dan sekarang aku sedang duduk sambil tentunya memainkan handphone. Suasana perpustakaan tentunya sepi. Bisa dibilang saking sepinya kalau ada yang ngomong pelan saja bisa didengar semuanya.

Seperti sekarang ini.

.

"Kamu pindahan dari Jepang?"

"Iya, pak."

"Gimana di kelas? Kamu udah bisa beradaptasi?"

"Udah kok, pak."

"Terus, kamu kesulitan nggak Bahasa Indonesia-nya?"

"Nggak kok, pak."

"Oh, bagus deh. Oh iya, kamu bawa Kartu Keluarga-nya, kan?"

"Bawa kok, pak, nih."

"Oh, iya makasih ... hm ... siapa? Oh, Miyaki Irigashi Lukia Eru. Hm, namamu lucu, ya."

"Ehhh, uhm, i-iya pak."

.

Ya, itulah percakapan yang kudengar. Tapi bukan berniat nguping lho, ya kedengeran aja.

Aku mendongak dari layar handphone-ku, kulihat guru BK sedang berbicara dengan anak yang tadi kudengar dari Jepang itu. Dan tentunya mereka membelakangiku.

Sepertinya memang jarang ada anak yang dari luar negeri. Kasihan juga mereka, ngurus administrasi-nya pasti ribet. Walaupun mereka masuk di awal semester, bukan pindahan di semester dua, pasti tetap ribet ngurusin administrasinya.

Sebenarnya bodo amat tentang anak pindahan, tapi anak yang membelakangiku ini tampak familiar.

Dan ... sekarang dia berbalik badan dan ... menatapku. Oh, dia Mile.

Mile terbelalak sekejap ketika menatapku. Dan aku hanya mengerjap, bingung.

Lalu dia mendatangiku dengan wajah cemas.

Dan sekarang dia persis di depan mejaku.

"Ka ... kak Sab-Sabrina, denger percakapan ta-tadi?" Tanyanya dengan wajah gugup.

"Eh? I-iya, nggak sengaja kedengeran." Jawabku bingung.

"De-denger nama Mi-Mile?" Tanyanya lagi.

"Hah? Denger. Miyaki Irigashi Lukia Eru, 'kan?" Jawabku masih bingung. Dan entah bagaimana aku bisa menghapal namanya, mungkin karena nama Jepang.

Dan ya, kalau boleh jujur, namanya unik.

"Eh! Ssstt ...." Ucapnya sambil mengangkat jari telunjuknya di depan mulutnya.

"Hah? Kenapa?" Tanyaku tambah bingung.

"Ehh-ehm .... Kakak jangan kasih tau siapa-siapa ya ka-kak ...." Jawabnya yang masih menunjukkan wajah khawatir.

"Eh? O ... oke." Jawabku bingung. Lagian mau bilang ke siapa coba? Menurutku, soal nama tidak penting.

"E-ehm, ya udah kak, Mile pergi dulu, ya. Makasih kak." Lanjutnya lalu keluar dari perpustakaan.

Emmm ... tadi tuh kenapa, ya?

"KRIINGG!!"

***

Ya, lagi-lagi ketika aku melewati koridor kelas sebelas, aku menemui pemandangan pasangan yang lucu.

Angga, Mile.

Kebetulan, aku mau melewati tangga di ujung koridor--ada koridor kanan dan kiri--yang kanan, jadi pastinya aku akan melewati kelas 11-A.

Guess what? Mile di depan kelasnya Angga lagi, entah dia mau ngapain, bukan urusanku juga, sih.

Samar-samar bisa kudengar teman-teman Angga saling bersahutan soal Mile yang imut sekali, bahkan ada yang sampai mengintip dari jendela. Dan lagi-lagi pipi perempuan mungil itu bersemu.

Angga-nya sih biasa aja tapi sepertinya teman-temannya mengolok-oloki dia.

Ergh. Kenapa aku jadi sering eavesdropping, sih? Walaupun sebenarnya nggak niat, ya kedengeran aja.

Dan ada perasaan nggak enak. Entahlah.

Aku pun mempercepat langkah kakiku dan tentunya karena ini istirahat, aku menuju perpustakaan.

Tempat untuk menenangkan jiwa.

***

Dan buktinya aku tidak bisa tenang.

Entah bagaimana ini bisa terjadi.

Jadi, sekarang aku sedang membaca komik asal yang ada di perpustakaan, lalu di meja yang ada di depanku ada dua manusia yang cukup berisik. Ya mereka mungkin tidak benar-benar berisik, tapi karena perpustakaan ini sepi, jadi omongan mereka semua terdengar.

Dan yang memperparah keadaan adalah mengetahui bahwa dua manusia itu adalah Angga dan Mile.

Sesempit itukah sekolah ini sampai dimana-mana aku bertemu mereka?

Dan ya, mereka tidak mengetahui keberadaanku. Seperti yang kukatakan, meja di perpustakaan ini diberi pembatas.

Dari yang kudengar, sepertinya Mile meminta Angga untuk mengajarinya.

Oh, untungnya, aku membawa earphone. Dengan segera, aku menyumpal earphone tersebut ke telingaku.

Tapi bodohnya, handphone-ku sepertinya tertinggal di kelas.

Sungguh bodoh.

Ya tapi seenggaknya ini bisa mengurangi penderitaanku. Dan aku masih terus membaca komiknya.

.

'"Kalo yang ini gimana, kak?"

"Pake rumus yang gini.'"

"Eh? Hehe, kok Mile bisa lupa, ya?"

"Kalo yang ini gimana, kak?"

"Pake rumus yang tadi juga."

"Oohh .... Kakak pinter banget ya, kak!"

"Udah belom nih? Gue mau balik."

"Eh? Belom kak, ini ada lima soal lagi."

.

I'm really really sick of it.

Entah apa yang membuatku kesal.

Apakah kebisingannya? Atau ke-childish-annya? Atau nada suaranya yang terlalu imut?

Atau lebih tepatnya siapa yang membuatku kesal?

Angga-nya? Mile-nya?

Dua-duanya?

Sungguh, aku sendiri tidak tahu. Tiba-tiba amarahku muncul dan entah bagaimana itu tertuju pada mereka--Angga dan Mile.

Aku melepas earphone-ku, menurunkan komikku, bangkit dari kursi, dan berjalan menuju pintu perpustakaan. Dan berharap agar mereka mengabaikanku.

"Sabrina? Lo dari tadi di sini?" Tanya Angga tiba-tiba.

Hft.

"Hm? Iya. Kalian juga? Maaf gue tadi pake earphone jadi nggak tahu ada yang dateng." Jawabku asal.

"Oh." Ucapnya.

"..."

"Hm, Ngga, Miyaki-eh, Eru-eh, Mile, gue duluan, ya." Ucapku setelahnya dan Mile terlihat kaget entah kenapa. Dan aku berniat untuk keluar dari perpustakaan.

"Oi, gue juga mau ke atas. Mil, lanjutin besok aja, ya. Gue juga mau istirahat." Ucap Angga setelahnya yang hanya dijawab dengan anggukan ragu dari Mile.

...

"Jadi, sekarang lo kerja paruh waktu jadi guru les?" Tanyaku saat kami sedang menaiki satu demi satu anak tangga.

"Pft, ya kali." Ucapnya.

Dan akhirnya kita sudah sampai di lantai tiga. Dan tentunya kita pasti melewati kelas 11-A dulu sebelum kelasku.

Tapi bodohnya, makhluk ini bukannya masuk ke kelasnya, malah lanjut jalan.

"Ngga? Lo nggak ke kelas lo?" Tanyaku sambil menaikkan satu alisku.

"Eh? Oh, iya. Gue lupa. Gue masih ingetnya sekelas sama ama lo. Ck, gue balik deh, ya." Jawabnya. Dasar.

"Sip." Ucapku lalu lanjut jalan.

Sesampainya di kelas, aku segera duduk di kursiku.

"Sab, lo pasti abis dari perpus, ya?" Tanya Ellysa setelahnya.

"Hm." Jawabku sambil mengambil handphone-ku dari tas lalu memainkannya.

"Kenapa lo? Biasanya lo keliatan seneng kalo abis dari perpus?" Tanya Ellysa lagi.

"Hm." Jawabku asal.

"Lo kenapa deh, Sab." Ucapnya lagi.

"Nggak, gue nggak apa-apa, elah." Jawabku mulai malas.

"Oh, ya udah." Balasnya.

"Btw, gue denger si Angga lagi deket sama adek kelas, lho." Lanjutnya lagi.

"Apa peduli gue?" Tanyaku.

"Dih, gitu banget sih, Sab." Ucapnya.

"Hm." Gumamku sambil terus memainkan handphone-ku.

"Hft, btw  lagi, Sab. Kenapa sih lo nggak dateng ke rumah gue kemaren?" Tanyanya lagi. Dan ya memang benar aku tidak datang ke rumahnya.

"Kan gue udah bilang ke lo alesannya." Ucapku masih terus memfokuskan pandanganku ke layar handphone-ku.

"Dasar." Ucap Ellysa lalu dia bangkit dari kursinya.

Maaf, aku bukan mau ngacangin dia, tapi entah kenapa mood-ku sedang tidak bagus. Padahal Ellysa sudah berusaha mengajakku ngobrol. Huft, semua serba salah.

Ya, mungkin lain kali aku yang akan memulai pembicaraan.

"KRIING!!"

Hm, dua pelajaran lagi, lalu pulang.

***

Kukutuk hari ini yang terus mempertemukanku dengan dua manusia itu.

Oke, aku tidak tahu kenapa, tapi mood-ku sedang benar-benar tidak baik, dan sepertinya sejak aku bertemu mereka berdua hari ini.

Dan aku bertemu mereka lagi di dekat gerbang sekolah, mungkin bisa saja aku melewati mereka berdua. Tapi nyatanya tidak.

Angga sedang berdiri di dekat belokan dekat sekolah yang biasa kulalui untuk menuju rumahku dan entah kenapa ada Mile. Mungkin dia memberikan sesuatu lagi ke Angga, mungkin tanda terima kasih untuk mengajarinya.

Dan biasanya ... ini berakhir dengan ...

Ya, aku dan Angga bareng lagi saat pulang. Hmph, bagus.

Setelah Mile memberikan barang apalah itu ke Angga, ia pun pergi, dan lagi-lagi eye contact dengan makhluk itu. Dan diajak lagi pulang bareng. Dan karena aku sedang ingin pulang cepat, jadi mau tidak mau aku mengiyakan saja ajakannya.

"Oi." Ucap Angga setelah hening beberapa lama.

"Hm?" Gumamku.

"Nggak." Ucapnya lagi.

"Hah? Apaan?" Tanyaku bingung.

"Nggak, bukan apa-apa." Jawabnya.

"Hft."

"Lo keliatannya nggak mood banget." Ucapnya lagi.

"Hm."

"Kenapa lo?" Tanyanya. Aku hanya membalasnya dengan mengangkat bahuku sebentar.

"Jealous?" Tanyanya lagi dengan cengiran menyebalkan yang biasanya. Yang hanya kutanggapi dengan satu alisku terangkat. Kenapa dia berpikir begitu, deh. Hft, aku sedang tidak mood untuk meladeni kepedeannya.

"Hm, gue dikacangin, deh." Ucapnya lagi. Dan tiba-tiba dia berjalan ke depanku, berbalik badan, berhenti, dan menatapku. Yang tentunya juga memberhentikan langkahku.

Deg.

Sial.

Lalu dia tersenyum. Mungkin otaknya error. Atau mungkin mood-nya yang keterlaluan bagus gara-gara diberi hadiah oleh Mile membuat ia tersenyum tidak jelas.

Entah, tapi pemikiran yang terakhir membuat mood-ku berada di titik paling bawah.

Dan dia kembali memutar badannya dan kita berjalan lagi tapi kali ini dia berjalan di depanku. Dan kali ini juga, dia membiarkan keheningan menyelimuti.

Tanpa kusadari aku menghela napas. Entah, rasanya capek.

Tanpa memerlukan waktu yang lama kita sudah berada di depan pagar rumahku.

"Gue duluan ya, Sab." Ucapnya seperti biasanya.

Tapi yang tidak biasa adalah, dia tersenyum, lalu baru mulai berjalan menjauh.

Dan bodohnya, aku hanya terdiam sambil memberikan tatapan bingung.

Ketika sudah sampai beberapa meter dariku, makhluk itu berbalik sambil menjulurkan tangannya. Di jepitan jarinya aku melihat ikatan rambut berwarna biru.

Tunggu .... Rambutku rasanya ... ada yang kurang.

Ah!

Aku baru menyadari rambutku tergerai. Hey! Itu kan ikat rambutku!

"Oi! Balikin!" Seruku.

"Sabrina yang bad mood  gini bukan Sabrina yang gue kenal. Tapi Sabrina yang gue kenal selalu nguncir rambutnya."

"Jadi, gue ambil iketan rambut lo sampe lo jadi Sabrina." Samar-samar aku melihat cengiran menyebalkannya. Sebelum dia berlari ke belokan menuju rumahnya.

Rasanya seperti ingin melempar sepatuku ke wajah ora--eh, makhluk itu.

"Error beneran." Gumamku.

Ergh. Tapi sepertinya otakku lebih error karena aku tersenyum tanpa alasan. Di tengah landaan bad mood.

Marah dan tersenyum untuk alasan yang sama. Sebenarnya ini apa?

Weird sentiments.

-tbc-

16.01.15

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 313K 47
(Spin Off End Up With Him, Bisa dibaca Terpisah) Inggrit Clarissa Surendra tinggal jauh dari kedua orangtuanya yang menetap di London. Tapi, tiba-tib...
1.9K 316 53
"Gue tiba-tiba PMS setiap ngeliat lo! Hormon gue jadi gak terkendali," ucap Chilla. Karena sebuah tragedi berdarah pada masa pengenalan lingkungan se...
1.4M 118K 49
Mencuri umpan bola dari lawan? Itu sih gampang! Mencuri mangga tetangga sebelah? Duh, cetek banget. Tapi mencuri perhatian Dila? Delo harus mati-mati...
422K 32.5K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...