Jeda × Jungkook BTS [Tamat]

By debubaygon

1.2K 242 53

Warning!!! (cerita ini penuh dengan drama dan kebucinan yang haqiqi. Bila anda alergi terhadap cerita demiki... More

0.0 Prolog; Kenapa Sesulit Itu
0.1 Itu Hanya Gombal
0.2 Puisi Itu Tersampaikan
0.3 Seorang Mantan
0.4 Apakah Itu Cemburu?
0.5 Seseorang Mendekati Dia
0.6 Jebakan Abal-abal
Tips ala Jungkook
0.7 Sebuah Nyanyian Tanda Tanya
0.8 Bukan Siapa-siapa
0.9 Hidup Adalah Suatu Kejutan
1.0 Ruang Sendiri
1.1 Salah Sasaran
1.2 Retak Dan Celah
1.3 Sepele Yang Ternyata Spesial
1.4 Hal Berharga
1.5 Hancur Tak Bersisa
1.6 Terlalu Tiba-tiba Untuk Percaya
1.7 Rayap
1.8 Lelucon Menyedihkan
1.9 Di Dasar Lumpur
2.0 Spontanitas
2.1 Prasangka Terhadap Lawan
2.2 Titik Cerah
2.3 Titik Cerah (2)
2.4 Terlalu Percaya Diri
2.5 Bisikan Kematian
2.6 Sebuah Alasan Dan Penjelasan
2.7 Dari Tempat Terjauh
2.8 Pernyataan Tak Terduga
2.9 Dan Sekali Lagi
Epilog; Setelah Permainan Usai

3.0 Sesuatu Yang Kau Pegang Teguh

35 6 3
By debubaygon

'Luka adalah elemen terpenting dalam proses pendewasaan diri. Kita tanpa sadar dilatih untuk menerima dan memaafkan. Membuat kita tahu seberapa baik kita dalam mencari pembelajaran dari sebuah ujian.'

***

Pernah tertawa tapi merasa kosong? Seakan kita hanya ingin menunjukan pada orang-orang di sekitar bahwa kita baik-baik saja namun di balik itu kita tengah bergelung dengan sesuatu yang tak kita pahami. Lalu ketika sepi melanda, perasaan itu merayap dengan cepat. Kamu ingin mencurahkannya lewat tangisan tapi yang ada hanya kehampaan. Seakan hatimu terlalu hancur untuk diekspresikan.

Begitulah keadaan Jungkook sesaat setelah ayahnya menikah kembali dan Jiran memberi harapan lalu menghancurkannya lagi. Jungkook seolah manusia yang tak lagi sanggup merasakan sesuatu. Seperti saat ini, berkumpul dengan kawan-kawannya di sisi lapang sambil menggoda anak cewek yang lewat. Yah, ia memang melakukannya tapi begitulah, tidak ada hati disana.

Dan sorot matanya hanya terus diam lurus memandangi seseorang yang kini tengah tersenyum sendiri bersama ponselnya. Senyum yang menyebalkan karena hanya dalam satu detik membuat pertahanannya hancur tanpa perlawanan.

Tapi matanya membulat ketika ia melihat di atas sana ada seseorang yang tak sengaja menyenggol sebuah pot dengan kakinya. Dengan sigap Jungkook segera berlari begitu melihat yang di bawah sana adalah Jiran. Dengan sekuat tenaga menipiskan jarak dengan terus berharap semoga ia sampai tepat pada waktunya.

Dan...

'greb'

Jungkook berhasil memeluk badan mungil itu. Melindunginya dan tanpa bisa dicegah ia kembali menghirup aroma tubuhnya yang membuat segala kenangan tentangnya berhamburan. Jungkook bahkan tak sadar jika kini mereka terjatuh di lantai dengan ia sebagai alas. Membuat keduanya kini tak berjarak. Bahkan Jungkook tak tahu yang ia dengar itu detak jantungnya atau detak jantung Jiran.

Jungkook hanya menahan nafas ketika Jiran mengeratkan pegangan padanya. Untuk kesekian kalinya perasaan Jungkook diobrak-abrik tanpa ampun. Laki-laki itu menatap lurus ke atas dengan nanar, kendati demikian ia tetap berusaha bersikap seperti biasa.

Jungkook mendesis, "gue gak papa sih kalau lo mau nyender, tapi jangan remes tetek gue juga dong. Udah lama gak deket, pikiran lo jadi mesum yah, Ran?" kalimat yang susah payah ia keluarkan agar terdengar biasa saja.

Gadis itu lantas menengadah, menumbuk iris matanya dengan Jungkook, sedangkan Jungkook hanya mampu terdiam. Sisa-sisa kekuatannya hangus. Ia tak lagi bisa menahan rindu akan semua hal yang pernah mereka lalui.

"Jungkook?" dan panggilan itu sukses membuat setetes air mata mengalir melewati pelipisnya. Ia merindukan Jiran, seseorang yang memberikan keutuhan sekaligus kehancuran untuknya.

***

Jiran mendengus sebal saat lagi-lagi ia harus memencet bel namun tak kunjung mendapat sambutan. Gadis itu dengan kesal menggoyangkan pagar rumah Jungkook sambil berteriak nyaring, "Jukiiiiii gue tahu lo di dalem. Bukain ihhhh!!!"

Jiran menggertakan giginya kesal saat lagi-lagi tak ada respon. Ia kembali berteriak, "kalau gak lo buka, gue manjat nih! Juki, lo tahu kan kalau gue ini niat? Jukiiiiii"

Sebal tak kunjung mendapat respon juga, akhirnya Jiran nekat memanjat. Untungnya ia menggunakan celana jins, jadi bisa dengan leluasa. Tapi begitu Jiran menginjakan salah satu kakinya di pagar, Jungkook membuka pintu dan keluar dari rumah. Rambutnya yang mulai gondrong terlihat acak-acakan. Dan matanya yang memang sudah sipit kini semakin sipit, wajahnya juga tampak lesu khas bangun tidur.

"Apasih pagi-pagi udah ribut? Lo lagi gabut yah ganggu tidur gue pake suara cempreng lo itu?!" omel Jungkook dengan suara serak dan tangannya mengucek mata pelan.

Jiran yang mendengar itu mendecih sebal, "pagi pala lo soak! Ini udah jam setengah satu siang woy." kesal Jiran lalu masuk begitu Jungkook membuka pagar rumahnya.

"Oh pantesan silau." jawab Jungkook acuh tak acuh sambil kembali mengunci pagar rumah.

"emang lo mau apa kesini?" tanya Jungkook mengikuti langkah Jiran yang hendak masuk ke rumahnya. "Di rumah gue gak ada siapa-siapa, loh." ucapan itu sukses menghentikan pergerakan Jiran yang kini memegang gagang pintu.

Jiran berbalik, menaikan alisnya lalu bertanya, "emang bi Inem kemana?"

"Pulang kampung, suaminya masuk rumah sakit." Jungkook menjawab santai.

"Kalau ayah lo gimana? Masa hari minggu gini juga kerja?" tanya Jiran lagi yang dibalas dengan Jungkook mengangkat bahu tak peduli lalu menjawab, "Bulan madu, bareng istri barunya."

Jiran membulatkan mata,"Ayah lo nikah lagi? Kapan?" tanyanya tak percaya. Jungkook yang mendengar itu mendengus lalu terkekeh.

"Mungkin sekitar... Dua bulan yang lalu? Ntahlah gak gue itung juga." jawab Jungkook tak acuh.

Jiran terdiam sejenak memandang wajah Jungkook yang tampak tak peduli bahkan mungkin malas membahas hal itu. Gadis itu lantas berdehem lalu melanjutkan membuka pintu, "yah gak papa lah. Toh lo juga gak bakalan ngapa-ngapain gue." kata Jiran santai dan berjalan masuk ke dalam.

Jungkook mengikuti, "kalau lo yang ngapa-ngapain gue gimana? Waktu kemaren aja lo remes tetek gue nafsu banget." dan perkataan itu sukses mendapat timpukan bertubi-tubi dari Jiran. Meski Jungkook sudah mengaduh dan berlari menghindar namun Jiran tetap mengejarnya. Menimpuk berkali-kali kepala Jungkook yang penuh dengan hal-hal negatif. Hingga keduanya terengah lelah dan duduk di sofa. Setelah mereka saling pandang lantas Jiran terbahak, sudah lama sekali mereka tidak begini.

Jungkook yang mendengar tawa Jiran hanya berdehem sambil tersenyum samar, "sebenernya maksud dan tujuan lo apa dateng ke rumah gue?"

Jiran menghentikan tawanya lalu melirik ke sekitar, "lo belum makan? Gue buatin yah?" balas Jiran dengan sebuah pertanyaan lagi, sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang Jungkook ajukan.

Dengan santai Jiran berjalan menuju dapur. Ia membuka kulkas untuk mengambil bahan-bahan makanan berikut dengan es krim dan cup cake yang tersedia disana. Seakan itu kulkas miliknya sendiri. Jungkook yang melihat itu hanya menghembuskan nafas, sudah biasa. Jiran memang suka berlaku seenaknya.

Daripada melihat tingkah Jiran, Jungkook memilih merebahkan kembali tubuhnya di sofa. Ia menyalakan tv lalu menonton siaran acara yang sejujurnya membosankan. Tapi Jungkook tak peduli, matanya memang memandang lurus ke arah layar tapi pikirannya terbang jauh, mempertanyakan perilaku Jiran hari ini.

Setelah sekian lama, sebuah aroma mulai mengusik hidung Jungkook. Membuat perutnya yang memang belum diisi apapun sejak pagi memberontak heboh. Reflek, Jungkook berdiri dan menghampiri meja makan dimana Jiran kini menata masakannya disana.

"Ta-daaaa!!!" teriak Jiran melebarkan kedua tangannya mempersembahkan hasil kerja kerasnya. Kini sudah tersedia nasi hangat, semangkuk sup, beberapa potong daging sapi bakar bumbu pedas dan sayuran. Jungkook terdiam, kapan terakhir kali ia melihat nasi? Selama dua bulan terakhir ini ia hanya mengisi perutnya dengan makanan instan. Jungkook tersenyum tipis, "aih lo berbakat jadi istri idaman yah? Jadi pengen halalin deh,"

Jiran yang mendengar itu tersenyum lebar. Sudah lama tidak mendengar gombalan Jungkook.

Lantas keduanya menyantap hidangan tersebut dengan khidmat tanpa membuka sebuah percakapan sedikitpun. Jungkook bahkan hingga menambah kembali makanannya membuat Jiran menggeleng, kaya-kaya tapi kelaparan. Terus ini makanan disimpen di kulkas cuma buat pajangan doang kah?

"Gue udah selesai, thanks." ujar Jungkook lalu membawa peralatan bekas makannya menuju wastafel berikut dengan bekas piring yang digunakan Jiran. Jiran melangkah mengikuti Jungkook menuju dapur. Ia menatap punggung Jungkook yang kini tengah mencuci piring-piring kotor tersebut dengan telaten. Setelah selesai Jungkook kembali melangkah ke ruang tv lalu merebahkan lagi tubuhnya di sofa. Jiran yang melihat itu menggeplak paha Jungkook keras, "kalau abis makan jangan langsung rebahan!!! Ntar perut lo sakit,"

Jungkook hanya mendesis sambil mengusap pahanya yang terasa panas. Ia juga menatap Jiran dengan sorot tanya, "kenapa lo masih disini?"

Jiran mendengus sebal mendengar pertanyaan itu. Ia ikut duduk di sisi Jungkook, "ngusir yah lo abis gue beri makan."

Jungkook hanya mengangkat bahu tak peduli, "terus lo mau ngapain? Gue mau tiduran lagi nih, ngantuk."

"Jukiiii lo tuh baru bangun tadi, sekarang lo mau tidur lagi?! Kebo banget sih." kata Jiran gemas sambil lagi-lagi menggeplak tubuh Jungkook sadis.

"Ran, bisa gak kalau ngomong gak usah sambil mukul? Bonyok badan gue lama-lama." keluh Jungkook yang dibalas cengiran tak berdosa oleh Jiran.

"Oh iya, kemaren bahu lo gak papa?" tanya Jiran teringat akan reaksi Jungkook yang meringis memegang bahunya setelah kecelakaan tersebut.

Jungkook diam sesaat lalu menyenderkan tubuhnya sambil memejamkan mata, "hm. Udah gue kompres." katanya singkat.

Jiran melirik ke arah Jungkook sekarang. Ia menatap wajah yang kini terpejam itu, menatap bulu mata lentiknya, menatap kulit putihnya, menatap hidung mancungnya dan alis hitam pekat yang mempertegas auranya. Jiran menghela nafas lantas menekan bahu Jungkook.

"Aww..." Jungkook meringis sambil membuka matanya.

Jiran beedecak sebal, "tuh kan masih sakit. Sini gue lihat dulu gimana lukanya." kata Jiran lalu menyergap tubuh Jungkook membuat laki-laki itu membulatkan mata terkejut.

"Ran, istigfar, Ran. Gue masih perjaka." ucapnya saat Jiran memaksa membuka kaos abu yang dikenakannya. Jiran mendecih lalu menggeplak Jungkook kesal, "udah nurut aja kenapa sih?" gemasnya lalu kembali menyibak baju bagian punggung Jungkook. Terlihat punggung tegap putih dan mulus milik Jungkook membuat Jiran menelan ludah, fokus dong Ran.

Jiranpun mendapati sebuah luka lebam di bahu atas cukup besar hingga merambat ke tengah berwarna hijau tua. Ia menekan pelan dan langsung mendapat pekikkan dari Jungkook.

"Tuh kan, bener kata gue. Yaudah gue ambil kompres dulu. Lo diem kayak gini, jangan rebahan lagi." peringat Jiran lalu segera ke dapur dan tak berselang lama ia membawa kain berisi es batu.

Dengan telaten Jiran mengompres punggung Jungkook. Keduanya diam, Jiran memilih fokus pada luka di hadapannya dan Jungkook memilih menikmati gelayutan perasaannya sendiri.

Namun karena hening ini terlalu mengganggu untuk Jungkook, laki-laki itu membuka suara, "lo tuh suka seenaknya yah Ran? Lo dateng ngasih gue perhatian dan harapan terus besoknya lo hancurin gue dengan kekecewaan. Tapi di hari berikutnya lagi lo dengan mudah mengobrak-abrik apa yang udah gue usahakan. Jadi usaha gue buat ngelupain lo sia-sia begitu aja." ujar Jungkook pelan namun Jiran tak menyela, ia mendengarkan hingga perasaan Jungkook tersampaikan. Dan setelah selesai, gadis itu menghentikan tangannya untuk mengompres. Ia menarik nafas panjang, ada sesuatu yang menyesakan hatinya secara tiba-tiba.

"Lo lagi bicarain diri lo sendiri Juk?" jawaban Jiran sungguh diluar dugaan Jungkook. Laki-laki itu terdiam tidak paham. Apa maksud ia membicara perilakunya sendiri?

"Bukannya elo yang pertama kali datang, nyatain perasaan sampai gue terkejut. Gue waktu itu nanggepin yang lo ucapin itu serius. Semalaman gue gak bisa tidur bahkan gue gak tahu harus bersikap di depan lo kayak gimana. Terlalu canggung. Tapi setelah gue mulai tenang dan mau mastiin semuanya lo malah dateng ngenalin pacar baru lo." cerita Jiran dengan nafas tertahan.

"Lo tahu? Sejak itu gue mulai mikir, ah yang diungkapin sama Jungkook ke gue itu cuma becandaan aja. Gak lebih. Gue gak boleh baper. Gue terus menekankan itu sama diri gue sendiri. Tapi tahu apa yang lucu? Lo terus-terusan ngungkapin perasaan lo seakan lo sejatuh cinta itu sama gue. Juki, gue ini cewek, butuh kejelasan. Begitupun pas lo nyium gue tiba-tiba. Meskipun gue terkejut dan heran, tapi gue seneng. Mungkin akhirnya lo beneran suka sama gue. Tapi sekali lagi lo bilang kalau itu cuma iseng." lanjut Jiran membuat Jungkook menatap nanar ke depan. Jungkook menahan nafasnya sesaat, mengingat hal itu membuatnya tersenyum miris. Jadi ini yang dirasakan Jiran selama ini? Ia terus berpikir bahwa dialah yang paling terluka, tapi mungkin justru sebaliknya, dialah yang lebih banyak memberi luka.

"Gue ngelihat lo bareng Taehyung waktu itu. Gue pikir lo makin deket sama dia dan sikap lo terus menghindar dari gue. Makanya gue gak mau kita terus-terusan canggung kayak gitu. Tapi sejujurnya, gue selalu tulus Ran. Gak sedetikpun gue berpikir buat mainin perasaan lo." kini Jungkook yang menjelaskan. Masih dengan tubuh memunggungi Jiran hingga ia tak bisa melihat jika gadis itu sudah melelehkan air mata.

Jadi selama ini mereka hanyalah salah paham dengan kesimpulan mereka sendiri tanpa pernah bertanya dan menguraikan bersama. Sesuatu yang memperumit apa yang mereka rasakan sekaligus merecoki persahabatan keduanya. Pada titik ini, mereka mulai melihat kenyataan bahwa mencintai bukan hanya tentang satu orang melainkan untuk berusaha terbuka dan juga melihat di sudut pandang yang berbeda.

Kadang kala manusia memang selalu mengisi hal-hal tentangnya sendiri. Melukis lukanya sendiri tanpa pernah menempatkan diri di posisi yang berlawanan. Oleh sebab itu manusia dipenuhi dengan prasangka serta sikap merasa paling dirugikan.

Jiran menggigit bibir bawahnya, "gue udah pacaran sama Taehyung." katanya dengan nada bergetar. Meski ragu, akhirnya kalimat itu meluncur dari bibirnya sendiri.

Jungkook yang mendengar itu tersenyum tipis, "gue tahu."

Jiran diam. Yah, sangat aneh jika Jungkook tidak mengetahuinya. Gadis itu kemudian perlahan mendekat lalu mendekap tubuh Jungkook dari belakang. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Jungkook lantas berbisik, "bahagia, ya." katanya yang sukses membuat perasaan Jungkook berserakan.

Jungkook memejamkan matanya, menahan nafas untuk kesekian kali. Menikmati nuansa menyedihkan tersebut lantas ia berbalik, menatap kedua mata itu lalu menghapus aliran air di pipi Jiran. "Lo juga." jawab Jungkook dengan suara berat. Tangannya mengusap surai Jiran lembut lantas melanjutkan kalimatnya, "Jangan ngerepotin pacar lo, jangan sampe nilai lo makin ancur karena pacaran. Kalau ada masalah, lo harus lebih terbuka. Gak usah sok kuat, kalau lo mau nangis, kalau lo luka, kalau lo ngerasa sedih lo harus ungkapin apa yang lo rasain. Inget, gak semua orang bisa langsung memahami apa yang lo rasain." kata-kata itu diselingi dengan tawa dan senyum singkat Jungkook.

Air mata Jiran kembali mengalir. Ia menatap mata Jungkook yang terlihat bersinar kali itu. Menyorotnya dengan teduh membuat hati Jiran terkoyak secara perlahan.

"Apa kita masih bisa temenan?" tanya Jiran yang dijawab kebisuan oleh Jungkook. Laki-laki itu diam tak berkutik hanya memandangi wajah Jiran lamat-lamat.

Lo itu... Jahat yah Ran? Bagaimana bisa Jungkook menjadi temannya lagi setelah semua perasaan dan keadaan menjadi seperti ini?

Namun tak urung kini Jungkook menarik bahu Jiran. Ia menempelkan dagunya di surai hitam milik Jiran, "yah, kenapa nggak?"

Tamat

Okeyyyy anjayyyy akhirnya omaygat oemji trulala saya bisa menuliskan kata di atas yah...

Ini seriusan akhirnya...

Makasih udah baca sampe sini. Kalian luar byasah...

Oke sekian, kita kan jumpa lagi diceritaku yang baru yang masih dalam proses niat dan belum hadir dalam bentuk tulisan...

Ada yang mau extra part?

Tahu sih gak bakal ada yang jawab tapi yah basa-basi aja, toh saya juga gak tahu mesti nulis apa di extra part.

Ini mah biar kelihatan cem author-author yang udin terkenal gituloh. Kan cerita mereka kalau ending suka ada extra partnya gitchuuu...

Yaudahlah sekian bacotnya. Jangan lupa hei itu bintang disediain pihak wattpad buat ditekan.

Bubye...

Continue Reading

You'll Also Like

308K 25.7K 37
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
221K 33.3K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
76.2K 15.5K 171
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
58.3K 6.1K 21
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...