๐Š๐ž๐ญ๐ข๐ค๐š ๐“๐š๐ค๐๐ข๐ซ ๐Œ๏ฟฝ...

By Vllya_

30K 2.7K 112

Sudah terbit bersama Firaz Media Publisher๐Ÿ’“ Versi Wattpad masih terdapat beberapa typo dan kesalahan lainnya... More

PROLOGโœ“
MS. Dirgantara
Rutinitas
Dia
Tentang Rindu
Misi
Maaf
Kamu Hebat!
Bingung
Holi-yeay
Tentang Dendam
Fracas!
Police Office & Hospital
Grup Random
Kembali
New Class
Sebuah Tawaran
Lolos?!
Ibukota
Mawar dan Durinya
Dia Telah Pergi
Keajaiban Tuhan
Penghargaan
Pulang
Kenapa?
Perih
Cepat Pulih, Bang Dirga
Sebuah Kejanggalan
Cuma Lelah
Sebuah kenyataan
Kenapa Harus Gue?!
M. Margantara Danuarta
Tamparan
Dika, Senja, dan Lapangan Basket
Fatal
Fatal (2)
Sebuah Permintaan
Bunda, Dirga Capek.
Bahagia yang Sesungguhnya
Terima Kasih
Maaf Untuk Andara
Drop!
Senja dan Sebuah Izin
Don't Go
Keputusan dan Kenyataan
Tentang Kehilangan
Satu dari Dua
Rest In Peace, Margantara
Dirga dan Lukanya | Ending
EPILOG
Sebuah Kabar Bahagia
OPEN POโœจ

Nightmare

458 48 0
By Vllya_

Puncaknya malam sudah mereka lewati, kini hari sudah menjelang subuh. Pukul tiga dini hari, Alsya masih terjaga di samping ranjang Dirga. Beberapa jam yang lalu, ia melihat jelas bagaimana keajaiban Tuhan itu terjadi. Bagaimana hebatnya kuasa Allah yang akhirnya membuat Dirga kembali kepadanya. Lelaki itu memang belum sadar, tapi setidaknya sekarang Alsya tau, dia masih bernyawa.

Alsya melihat sekilas, kearah Abram yang sedang tertidur pulas diatas sofa. Lelaki itu pasti kelelahan, seharian mengurus pertandingan, dan harus mengurus Dirga sejak kejadian itu. Bagas duduk tepat di dekat kakinya, masih tetap terjaga, sama seperti Alsya.

Andi sendiri sedang keluar sebentar, menuju tempat penginapan untuk mengambil barang-barang Dirga. Menurut kabar yang tadi disampaikan kepada Alsya, semua atlet Cakrawala akan kembali ke Aceh besok sore, bersama dengan semua pelatih dan pembimbing mereka. Alsya mengiyakan hal tersebut, bagaimanapun, semua atlet itu masih berstatus sebagai pelajar, tidak baik jika ketinggalan pelajaran terlalu banyak.

Staf mereka juga menyampaikan, pengalungan medali dan pemberian penghargaan kepada pemenang akan dilangsungkan besok pagi. Untuk mewakili Dirga, pihak Cakrawala meminta Alsya untuk hadir langsung di gelanggang.

Alsya membelai pelan surai Dirga, kemudian pergi sebentar untuk melihat Abram. Keponakannya itu tidur dengan sangat nyenyak, matanya terlihat sedikit sembab akibat tadinya sempat menangis. Alsya mengambil jaket yang tersampir di tangan sofa, kemudian menyelimuti tubuh Abram dengan benda itu.

"Kasihan dia capek banget hari ini," lirih Alsya sambil memperhatikan wajah Abram.

"Iya, Mbak. Kelihatan banget dari wajahnya. Terlebih dia belum makan, tadinya langsung tidur," ujar Bagas.

"Serius belum makan?"

"Iya, Mbak. Tadi saya udah suruh dia makan dulu. Tapi ga mau."

Alsya menghela nafas pelan, karena terlalu sibuk mengurusi Dirga, Abram sendiri sampai lupa akan kepentingan dirinya.

"Saya mau keluar sebentar, titip Abram sama Dirga, ya, Gas," ujar Alsya sebelum berlalu pergi.

"Siap, Mbak."

Alsya rencananya ingin ke kantin sebentar, mencoba mencari makanan yang nantinya bisa dimakan untuk sedikit mengganjal perut. Ia tak mau jika Abram ikut-ikutan sakit karena kelelahan dan tidak makan. Namun, ditengah perjalannya, ia bertemu dengan Andi yang baru saja kembali dari penginapan.

"Mbak, mau kemana?" Tanyanya.

"Mau ke kantin," jawab Alsya.

"Dari tadi Ara nelpon terus, Mbak," ujar Andi membuat Alsya mengurungkan niatnya untuk ke kantin. Sejak tadi ponsel Alsya memang masih dikantongi oleh Andi. Dan sialnya, mereka juga sempat menghubungi Andara saat suasana duka tadi. Berkali-kali, namun tidak dijawab.

"Tapi ga saya jawab," sambungnya sembari memberikan ponsel Alsya kembali.

Alsya mengambilnya, kemudian mengingat sederet pesan yang tadinya Fairuz sampaikan, ketika lelaki itu menelponnya melalui ponsel Bagas. Fairuz meminta untuk merahasiakan ini dari Andara, demi kebaikan gadis itu juga. Takutnya dia akan ngotot meminta untuk menemui Dirga. Fairuz tak ingin ujian Andara yang sudah di depan mata, terganggu karena hal ini.

Drtt!! Drtt!!

Ponsel Alsya kembali bergetar, ia langsung melihat kearah layar tersebut. Dan, ya, nama Andara tertampang jelas di sana.

"Siapa? Ara lagi?" Tanya Andi yakin.

Alsya mengangguk mengiyakan. Wanita itu masih diam, membiarkan ponselnya terus bergetar tanpa menunjukkan tanda-tanda untuk segera menjawab.

"Jawab saja, Mbak, takutnya nanti dia semakin curiga," saran Andi.

"Percayalah semua akan baik-baik saja," sambungnya karena melihat Alsya masih terdiam.

Alsya akhirnya mengangguk dan mempersiapkan dirinya. Berdehem sejenak agar nantinya Andara tak tahu bahwa Alsya baru saja menangis.

"Bunda ..." Suara dari seberang sana seketika langsung mendominasi ketika Alsya baru saja menggesek tombol hijau dilayar ponselnya.

"I-iya, Sayang." Sial, dia masih saja gugup padahal tau itu hal yang sangat fatal.

"Bunda nelpon Ara tadi karena apa? Sampe banyak banget?" Tanya Andara masih dengan nada normal. Tentu saja Andara mengklaim bahwa jumlahnya banyak, karena mereka melakukan panggilan sekitar sepuluh kali.

Alsya terdiam sebentar, mencoba berpikir alasan apa yang harus ia keluarkan.

"Tadi disini ada gangguan jaringan, Sayang. Setiap menelpon kadang ga tersambung ke nomor tujuan. Karena itu bunda coba untuk menghubungi kamu. Maaf ya, Nak, kalau bunda menggangu," ujar Alsya dengan sangat mulus seolah tak ada apa-apa.

"Ohh begitu. Tapi Alhamdulillah masuk kok, Bun. Terhubung kalau ke Ara."

"Iya, Nak."

"Lantas, kenapa bunda masih terjaga padahal ini sudah menjelang pagi?" Tanya Ara langsung menyodok pokok utama masalah.

Skakmat!

Alsya sudah hampir terjebak.

"Bunda lagi ga ngantuk, Nak. Lagipun ada hal penting yang harus bunda kerjakan."

Dalam hal ini, ia tak sepenuhnya berbohong. Hal penting yang ia maksud adalah memastikan kondisi putranya. Berangkat secara mendadak dari Aceh menuju Jakarta hanya demi Dirga.

Agak lama Andara terdiam. Hingga suaranya kembali terdengar layaknya sebuah cicitan.

"Bun," panggil Andara.

"Iya, Sayang?"

"Bunda lagi ga menyembunyikan sesuatu, kan?" Tanyanya dengan suara bergetar. Bisa Alsya pastikan anaknya sedang menangis disana.

"Dek? Ara? Kamu nangis, Nak?" Alsya balik bertanya, mengabaikan pertanyaan Andara yang duluan terlontar.

"Ara barusan mimpi buruk, Bunda. Ara takut," lirihnya sambil terisak.

"Ara mimpi ketemu abang. Terus dia meluk Ara lama banget, dia juga nyium ubun-ubun sama mata Andara. Ga lama setelah itu abang bilang kalau dia mau pergi, jauh ... banget. Dia ga ngajak Andara, dia ninggalin Ara gitu aja, Bun," ujar Andara menceritakan isi mimpinya.

Setetes air mata turun membasahi wajah Alsya. Ia percaya, sepandai apapun ia menyembunyikan keadaan Dirga pada Andara, itu tak berguna. Karena kedua anaknya itu terikat oleh kukungan batin yang sangat kuat. Andai Andara paham akan makna mimpinya itu, mungkin seketika semua ini terbongkar.

"Ara takut, Bunda. Terlebih waktu ngeliat bunda nelpon berkali-kali. Pikiran Ara udah kemana-mana."

"Semalam juga, Ara lagi di dapur, terus tiba-tiba gelas yang Ara pegang jatuh. Ga tau kenapa bayangan abang langsung ada di pikiran Ara. Perasaan Ara ga enak, Bun. Ara udah coba telpon abang, ngechat dia berkali-kali. Ta-tapi, ponsel abang bahkan ga aktif." Tangis Andara terdengar semakin berat, ia sesenggukkan hingga berbicara dengan terbata-bata.

"Sayang, tenanglah! Abang baik-baik saja. Dia pastinya sedang istirahat sekarang," ujar Alsya dengan air mata yang terus menetes. Namun sebisa mungkin ia menormalkan suaranya.

"Tapi kenapa ponselnya sampai mati begitu? Kenapa abang ga balas satupun pesan Ara? Dia ga pernah kek gini sebelumnya, Bun. Dia ga pernah mengabaikan Ara."

Pertanyaan Andara kembali memaksanya untuk berbohong.

"Mungkin abang lagi ga sempat buka hp, Nak. Setelah pertandingan dia juga harus segera istirahat, jadi ga punya waktu banyak untuk main hp," terang Alsya.

Seberapa banyak kebohongan yang sudah ia lancarkan dalam waktu berapa menit ini?

"Sayang," panggil Alsya ingin mengakhiri semuanya.

"Iyaa, Bunda?"

"Sekarang masih setengah empat pagi. Lebih baik sekarang kamu tidur lagi ya, Sayang. Terhitung masih ada satu jam sisa waktu sebelum subuh. Besok kamu sekolah, kan? Jangan sampai ngantuk. Doakan saja yang terbaik untuk abangmu."

Andara sempat terdiam beberapa saat, mungkin hatinya belum bisa percaya seratus persen. Namun tak lama setelah itu, suaranya kembali terdengar.

"Baik, Bunda. Ara tutup dulu ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullah."

Tut!

Sambungan terputus bersamaan dengan tubuh Alsya yang langsung terduduk di kursi tunggu. Ia menangis hebat, tak tega rasanya telah membohongi anak sendiri. Namun apalah daya? Keadaan memaksanya untuk melakukan itu.

"Saya jahat ya, Om?" Tanya Alsya disela-sela tangisnya.

Andi yang masih setia berdiri didepannya pun paham dengan apa yang Alsya rasakan saat ini. Sebagai seorang ibu, Alsya pasti menanggung rasa bersalah yang amat besar.

"Tidak, Mbak," jawabnya.

"Heh? Ibu macam apa yang tega membohongi anaknya sendiri," ujar Alsya miris.

"Mbak., kali ini kita dipaksa untuk manut pada alur yang berjalan. Kita seolah diminta tak berkutik dari jalannya alur tersebut. Ikuti saja dulu, Mbak. Untuk sementara, ini adalah jalan terbaik yang harus kita ambil. Memberitahu Andara tentang kondisi Dirga sekarang bukanlah hal yang tepat, karena belakangan kita tau, Andara sedang melaksanakan berbagai ujian disekolahnya. Memberitahukannya sama saja membuat fokusnya terbelah dua. Antara ujian dan kondisi Dirga."

"Bagaimana kalau dia kecewa berat saat mengetahuinya nanti, Om?" Lagi-lagi Alsya masih ragu dengan jalan yang telah ia ambil.

"Insyaallah, Andara sudah cukup besar untuk mengerti semuanya," jawab Andi.

Ada kalanya, keadaan memaksa kita untuk mempermainkan sebuah kebohongan, menutupi sebuah kebenaran atas dasar kebaikan untuk beberapa pihak.

Berat?
Tentu saja.
Tapi, keadaan seakan memaksa agar hal tersebut harus dilakukan.

"Maafin bunda, Sayang. Kali ini bunda terpaksa nyembunyiin semuanya."

***

Continue Reading

You'll Also Like

6.8K 163 18
Tentang kisah cinta pelajar Putih-Biru. "Witing tresno jalaran seko kulino." Kisah dua remaja saling mencintai dan sama-sama ingin memiliki. "You ha...
78.7K 8.3K 34
[BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Tempat yang paling hangat itu, dalam pelukan lembut Bunda. Tempat yang paling aman itu, da...
132K 10.1K 37
Langit: Andai setiap manusia dapat memilih takdir hidup sebelum dilahirkan, pasti aku akan memilih menjadi manusia yang sehat seperti Bumi. Namun, ta...
56.7K 7.3K 37
Ini bukan tentang Marvel menghindari cedera kaki pada pertandingan bola basket. Melainkan suatu kalimat yang ia tulis, "Akan kupastikan ketika pertan...