Braga (Sudah terbit)

By Mynoteday

4.4M 314K 31.1K

(Sudah terbit, tersedia di toko buku online.) Astercyo Series #1 Bragalian Cakra Vegario, Pria yang merupaka... More

Prolog
1. Jati Diri
2. Kita bertemu
3. Teman
4. Siapa Braga?
5. Oddity
6. Dia Berubah
7.Satu Sekolah?
8.Cerewet
9. Pelukan?
10. Jaket
11 - Membahas Aka
12. Braga Vs Aka
13. Semangat untuk Beruk!
14. With Beruk and Burik
15. Cemas
17. Tentang rasa
18. Kerisauan
19. Rumit
20. Playing The Game
21. Satu keluarga
22. Satu Fakta
23. Annoyance
24. First
25. Second-A
26. Second-B
27. Second-C
28. Pause - Garesh
29. Pause - Sanca
30. Finished - A
31. Finished - B
32. Fragile
33. Decision
34. Serenity
35. Suspire
36. Happy Birthday Lio!
37. Fathom
38. Teamwise
39. Revealed
40. Crest
Q & A
41. Forgather
42. Plan
43. Jarak
44. Sorry
45. Sweet
46. Comfy (End)
Extra Part - 1
Extra Part - 2
Extra Part - 3
Jawab Yuk
INFO SEQUEL
VOTE COVER NOVEL BRAGA
PO Exclusive!!

16. Permulaan

86.5K 6.8K 566
By Mynoteday

Jangan lupa vote & komen!!

Karena kamu menjadi alasan kalimat ini ku tulis, hanya untuk memastikan bahwa aku setia menunggu janji mu untuk kembali.
-Secret-
...

Happy reading..
...

Pria dengan pakaian yang sudah berantakan kini duduk dipojok kamar dengan kaki kanan diangkat dan kedua tangannya menyilang sambil memegang telinga. Bibirnya mengerucut sebal, menatap tajam para pria yang sedang bersenda gurau dengan adik kesayangannya yang masih terbaring dikasur.

"Papi," rengeknya seperti anak kecil. "Pegel tau, udah kek hukumnya. Gak kasian apa sama Sanca, liat nih muka Sanca udah pucet, nan-

"Berisik ular! Resha lagi pusing, jangan bikin dia tambah pusing deh!" sentak Akes yang sedang mengelus kepala adiknya.

Sanca, pria yang berdiri dipojokan itu lantas menggeram.
"Gue bukan ular!"

"Nama lo Sanca, itu kan nama ular," jawab Akes tak mau kalah.

"Sudah, kalian ini apa tidak bisa sehari saja tidak bertengkar?" Januar menatap anak-anaknya jengah.

"Pa, kasian Bang Sanca, udahin aja hukumnya," ujar Resha pelan menatap Papanya.

Sanca tersenyum lebar. Resha memang paling pengertian di banding kedua kakak laknatnya.

"Yasudah Sanca Papa lepaskan kamu. Nanti lagi, jangan buat kegaduhan!" suruhnya dibalas anggukan semangat dari Sanca.

"AAAA MA-

BUK

"Prasanca? Rupanya kamu sedang merindukan Boyo? iya?"

Sanca yang hendak memeluk Resha langsung menegakkan badannya, menatap Januar kaget.

Boyo, adalah salah satu deretan nama yang paling keluarga Fredash hindari. Lebih tepatnya, Sanca dan seluruh sepupunya. Boyo itu merupakan tempat dimana keluarga Fredash dihukum. Tempatnya sangat terpencil, dan sangat kotor.

"E-enggak! Jangan dong pi, iya maaf. Sanca mau kalem nih." Sanca merapatkan bibirnya dan duduk anteng disamping Resha sambil menunduk.

Dia rela melakukan apapun, asal tidak dibawa ke Boyo. Disana tempatnya sangat menyeramkan, apalagi penjaga disana adalah kakeknya sendiri yang selalu membawa hewan tidak biasa. Sungguh mengerikan.

Pria yang duduk disofa hanya diam menyimak, merasa tidak mempunyai hubungan apapun dengan mereka. Ia hanya terus menatap gadis yang tersenyum dengan muka pucat dan matanya yang sayu. Ah, gadis itu sepertinya belum menyadari keberadaan Braga.

"Kita keluar sekarang. Ini sudah malam, Biarkan Resha istirahat," perintah Januar dibalas anggukan mereka. "Oh iya, saya sampai melupakan sama kamu Braga.Mari keruangan saya, saya mau bicara."

Semua tatapan disana langsung menatap ke arah pria yang sedang duduk sendiri di sofa.

"Braga?" Resha merespon dengan terkejut. Ia kira Braga tidak disini. Ada apa dia datang kesini? Oh. dan apa mereka sudah mengetahui penyakit Resha?

"Kami sudah tau sayang, kenapa kamu menyembunyikannya, hm?" tanya Januar menatap putrinya sendu.

Para pria disana mengerutkan keningnya. Bingung dengan Januar yang tiba-tiba berkata seperti itu.

Resha kembali menatap Papanya yang duduk disampingnya. Ah, ia melupakan sesuatu. Papanya ini bisa membaca pikiran seseorang. Lain kali, ia harus berhati-hati.

Januar tersenyum melihat Resha yang terdiam. Lalu mengelus putri nya sayang.

Aka yang paham bahwa Papanya sudah membaca pikiran Resha, menepuk bahu Papanya.
"Bahasnya nanti aja, Pa. Biarin Resha istirahat."

Januar mengangguk, mengecup kening Resha.
"Braga.. saya tunggu dibawah" ujarnya dibalas anggukan Braga.

Kini giliran Aka mencium pipi adiknya diikuti Akes, dan setelah itu Sanca. Braga? nantilah kalo udah halal oke, sabar Braga.

"Lo juga mau cium adek gue Ga?" pertanyaan gila Sanca membuat Aka menatap tajam adiknya.

Braga mendengus tak menanggapi. Melirik sekilas ke arah Resha yang ternyata pipinya sudah merona.

"Sweet dream, Queen." Aka sekali lagi mengecup kening Resha. "Ayo keluar!" Ajak Akes, mereka mengangguk dan mengikutinya dibelakang.

"Eng-Braga."

Panggilan itu membuat semua pria menoleh,membuat Resha menggaruk alisnya, malu.

Aka yang mengerti menarik Aka dan Sanca keluar. Namun, lebih dulu Aka tepis.

"Kita disini," ujarnya datar menyimpan tangannya ke saku celana.

Sanca mendengus. "Udah sih ayo, gak boleh cemburu sama adek sendiri!"

Aka mendelik. "Gak boleh berduaan!"

Resha terkekeh, menatap Aka yang juga sedang menatapnya datar.

"Sebentar kok Bang, Resha janji." Resha mengeluarkan jurus senyum manisnya, membuat Aka menghembuskan nafasnya kasar.

Braga menatap Aka. "5 menit."

Aka berdesis. "30 detik."

"2 menit," ujar Braga.

"Gak."

"Oke."

"Eh dua es batu udah deh aelah,berantem mulu." Kesal Sanca.

"Keluar sekarang." Akes menarik lengan Aka, Lalu menatap Resha. "Jangan lama, papa nungguin Braga."

Resha mengangguk.

Aka mendengus dan langsung keluar. Akes terkekeh sambil mengikuti Aka keluar, sedangkan Sanca menepuk bahu Braga dan membisikkan sesuatu disana yang membuat Braga mendengus kesal.

Tinggalah Mereka berdua dikamar. Hening menyelimuti mereka, tenggelam dalam tatapan dalam yang saling menguatkan. Baru beberapa jam yang lalu mereka dipisahkan, dan Sekarang mereka dipertemukan kembali. Entah sudah dengan perasaan yang beda ataukah masih sama.

"Are you oke?" tanya Braga, menghampiri Resha.

Resha mengangguk, lalu menatap Braga.
"Lo disini dari kapan?"

"Dokter yang periksa lo, dokter pribadi keluarga gue."

Resha mengangguk lagi, memainkan jari-jarinya gugup. Ia ingin bertanya sesuatu, tapi dia ragu. Apalagi sedari tadi Braga terus menatapnya berbeda. Dulu ia sering menatapnya tajam, dengan sorot dingin. Namun kali ini, dia menatapnya dengan lembut dan teduh. Membuat perasaan Resha tidak tenang.

"Katakan," ujar Braga singkat

"Hah?" tanya Resha bingung

Braga menghela nafasnya, jika saja keadaan Resha sedang baik-baik saja. Mungkin ia akan langsung mencaci-maki gadis ini. Sungguh ia sangat kesal, jika harus mengulang sesuatu yang sudah ia katakan.

"You want to ask, just say now."

Resha menunduk, lalu kembali menatap Braga.
"You know my illners?"

Braga mendekat lalu menggenggam tangan Resha dan mengangguk singkat.

"Lo gak ngejauhin gue?"

Braga mengerutkan keningnya, buat apa menjauh?

"Kenapa? Masalah?"

"I'm afraid you don't like it, and are uncomfortable with my illness." Setelah mengucapkan itu, setetes air mata jatuh mengenai lengan Braga yang sedang menggenggam tangan Resha.

"Mulut lo minta gue cipok apa gimana?"

Resha langsung mendongak dengan raut wajah bingung. Matanya terpejam saat Braga mengusap pipinya yang basah.

"Gak seharusnya lo ngomong kaya gitu. This is all fate," ujar Braga.

Resha mengangguk lalu tersenyum.
"Makasih, maaf gue belum bisa ceritain masa lalu gue Ga, gue belum siap."

Braga mengerutkan keningnya.
"Gue gak berhak tau masalalu lo Rik, disini gue hanya orang baru."

"Orang baru yang berusaha masuk ke kehidupan gue, dan ngebuat gue terbang."

Braga menaikkan satu alisnya sambil tersenyum sinis. "Lalu?"

Resha menaruh tangannya didagu seperti memikirkan sesuatu.
"Gue gak tau lanjutannya apa, Gue dihempas atau masih dibawa terbang, lo tau kenapa?"

Braga mengerutkan keningnya. "Apa?"

"Ceritanya belum selesai, jadi gue gak tau apa endingnya." Resha terkekeh setelah mengucapkan itu.

Braga tersenyum tipis melihat Resha yang tersenyum lebar. Tangannya bergerak untuk mengacak rambut Resha.

"Ekhem."

Braga dan Resha menoleh. Akes bersandar di ambang pintu sambil melipat kedua tangannya didada.

"Lo mau buang-buang waktu Papa gue buat nunggu lo ya?" sindir Akes

Braga berdiri lalu mengusap rambut Resha.
"Gue pergi dulu," pamitnya dibalas anggukan Resha.

Akes mendengus melihat itu.Matanya menatap adiknya.

"Tidur," suruhnya dibalas acungan jempol Resha.

Braga keluar, diikuti Akes dibelakangnya yang sudah menutup pintu kamar Resha.

.....

Brak

"Bang Braga mana?!"

Seluruh pria yang sedang bersenda gurau menoleh.

"Dapa? kenapa?" tanya Stipen menghampiri Dapa. Diikuti yang lain karena penasaran.

"Atur dulu nafas lo," ujar Arvi menepuk bahu Dapa.

Dapa duduk di salah satu kursi sambil memegang dadanya.

"Apa sih dap? Jangan bikin kita makin kepo dong!" kata Lio tak sabaran.

Dapa menghela nafasnya. "Cio.."

"Cio? Kenapa sama bajingan itu?"

"Apa jangan-jangan di mati?! serius lo? Wah gimana dong! Nanti ki-

Plak

"Jangan bacot bisa?!" sentak Benua kesal

"Tau lo yo! ngericuh terus, dengerin dulu kek si Dapa," timpal Gema

"Lagian dia lama ceritanya! Gak tau apa gue kepo berat."

Dapa mendengus. "Cio ngajak kita tempur lagi, dia masih belum nyerah dengan kekalahannya yang waktu disekolah kemarin. Dan kalian harus tau...."

Mereka semua terdiam mendengar kata selanjutnya yang akan diucapkan Dapa. Mereka duga berita ini bukan main-main. Siapa sih yang gak kenal Cio. Tangan kanan dari geng Fations. Salah satu musuh terbesar Astercyo, dan sampai saat ini Geng tersebut belum diketahui siapa ketua mereka.

"Gue denger dari Reon ka-

"Stop!"

Semua menoleh ke arah Satria yang tiba-tiba berteriak.

"Gue pusing kalo denger nama si Reon!"

Mereka menatap Satria tajam. Tidak bisakah dalam keadaan kepo begini ia diam saja dan dengarkan terlebih dahulu? Mereka memang sudah mengetahui bagaimana sifat pria bernama Reon. Salah satu Anggota Astercyo yang tukang gibah dan selalu hoax. Maka dari itu, setiap berita apapun yang berasal dari Reon, mereka selalu tidak percaya.

"Gue serius sat, Reon denger sendiri."

"Apa yang dia denger?"

"Tempur kali ini, ketua Fations bakal muncul."

Semua langsung terkejut.

"HAH?!" teriak Lio langsung cengo membuat mereka menjitak kepalanya karena kesal.

"Serius Dap?" selidik Benua

Dapa mengangguk. "Barusan Reon datengin gue. Pas dia lagi nongki sama si Zola,terus mereka lihat ada salah satu anggota Fations disana, dan mereka lagi bahas itu. Untungnya si Reon sama Zola gak pake jaket."

"Kenapa gak si Reon yang bilang langsung kesini?" tanya Gema

"Bener tuh, awas aja kalo si Reon bohong!" Timpal Lio

"Reon lagi nemuin bang Heksa, ya kalian taulah habitat bang Heksa dimana."

Benua mengangguk. Posisi mereka sekarang sedang berada di markas lama. Dan beberapa jam yang lalu, saat Braga pulang mengantarkan Resha, Heksa juga ikut keluar menuju tempat favorit dia.

"Telepon Braga, buat ke markas sekarang!" suruh Stipen dibalas anggukan Dapa.

"Biar gue aja yang telepon!" semangat Lio mengambil ponselnya dan mengetik mencari nama Bos nya.

....

"Pi, Wawancara si Braga nya udah belum sih? Sanca ngantuk banget, ini udah jam 12 malem. Papi gak ngantuk?"

"Papa gak nyuruh kamu nungguin, Kalo kamu ngantuk ya tidur sana."

Braga yang duduk disamping Sanca menyentil kening pria itu.
"Bangun!"

"Sstt gue ngantuk!" Sanca menyandarkan tubuhnya disofa dan memejamkan matanya.

Januar menggelengkan kepalanya lalu menatap Braga.
"Saya percayakan semuanya sama kamu, tolong Kerjasama-nya ya Braga? Bantu kami."

Braga mengangguk. "Iya, Om."

"Papa berlebihan, Papa gak percaya kita bisa jaga Resha? kenapa harus dia ikutan juga?" sentak Aka yang sedari tadi menahan emosi dan sekarang akan ia luapkan.

"Aka, dengarkan papa. Keadaan Resha sekarang itu le-

Drrt Drrt

Getaran ponsel di meja membuat Januar berhenti berbicara. Dan menatap ponsel tersebut.

"Maaf Om, boleh saya angkat?" tanya Braga

Januar mengangguk. "Silahkan."

Braga berdiri berjalan sedikit menjauh.
"Apa?"

"MARKAS SEKARANG, URGENT BRAGA!!!"

Braga menjauhkan ponselnya saat mendengar Teriakan Lio yang bikin pusing.
"Kenapa?"

"JANGAN BANYAK TANYA DEH, KESINI AJA CEPETAN!"

"Gak usah teriak bisa?!" sentak Braga dengan nada rendah, membuat Lio yang disana terkejut.

"I-iya maaf, jangan marah hehe, bye Braga kita tunggu di markas lama, muahhh"

tutt

Braga mendengus lalu berbalik akan berpamitan.

"Om, saya mau pamit pulang," pamit Braga

"Anggota mu menelpon? Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Geng kamu ya?" tanya nya sambil terkekeh.

Januar tidak terlalu begitu mempermasalahkan bahwa Braga merupakan Ketua Geng. Toh dulunya ia juga seorang anak Geng. Jadi ia mengerti dan merasakan apa yang anak remaja sekarang rasakan.

"Iya Om, ini saya mau ke markas."

Sanca yang mendengar itu langsung terlonjak bangun, dan menatap Braga kaget. Mengangkat alisnya seolah menanyakan 'ada apa'

Braga tak memperdulikan gerak-gerik Sanca, ia langsung pamit kepada Akes Dan Aka yang masih setia duduk. Walaupun hanya Akes yang menjawab Braga memakluminya. Ia langsung pergi keluar dan menuju markas segera.

Sanca yang melihat itu mendengus tak peduli, lantas berjalan menuju arah tangga untuk pergi ke kamarnya. Ia sungguh sudah mengantuk berat.

Samar-samar ia mendengar suara Papinya yang sedang berbicara dengan Akes dan Aka.

Tubuhnya menegang, mata yang tadinya mengantuk kini terbuka lebar, dan kakinya mendadak lemas setelah mendengar apa yang diucapkan Papinya.

"Ibu kalian, ternyata masih hidup."

....

Jangan lupa vote & komen💙

Aku pengen denger komen kalian tentang Braga plis:(
Kalo banyak yang komen tentang Braga, aku bakal semangat nulis dan updatenya akan lebih cepat.

Thankyouu💙

Maaf kalo masih ada typo..

Continue Reading

You'll Also Like

466K 24.6K 55
Siapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak perna...
He is Revan By Cia

Teen Fiction

215K 7.1K 50
[SELESAI-TAHAP REVISI] Ketika dua orang dengan sikap yang jauh berbeda bertemu untuk mengukir sebuah kisah yang terlalu indah untuk dikenang. Ini buk...
Ghost Around Us By diandra

Mystery / Thriller

10K 598 59
Mereka yang tak terlihat akan selalu ada menghantui mereka. [My annoying boyfriend but make it horror]
77.2K 8.3K 82
Meskipun Hana tak mengetahui apa yang terjadi, namun tatapan mata dari cowok yang baru saja menabraknya itu, mengisyaratkan bahwa ia tak boleh member...