Chapter Playlist:
Empty Space — James Arthur
halohalo!!
kana akhirnya bisa update lagi yay!
semoga bisa double update hari ini
🤞🏼🤞🏼
hope you guys like it!!
xoxo,
kana
***
"APA!?"
Teriakan tersebut langsung membuat Cath mengulurkan kedua tangannya untuk menutup mulut Amel dengan cepat. Ekspresi horor yang mewarnai wajahnya membuat Amel hanya bisa mengatupkan bibirnya rapat-rapat.
Posisi mereka yang berada cukup jauh dari aula tempat acara diselenggarakan membuat keduanya dapat mendengar samar suara percakapan orang-orang yang masih berada dalam bangunan tersebut. Tidak ada yang memperhatikan keduanya karena terhalang oleh tanaman rambat yang menghiasi teras luas tempat mereka berdiri sedari tadi.
"Cath, apa kau serius akan hal ini? Dimana bajingan sialan itu? Aku akan segera membunuhnya!" ucap Amel dengan amarah yang mewarnai wajah mungilnya saat ini.
Ia akan serius menghajar laki-laki tidak bertanggung jawab yang satu itu!
Senyum samar yang terbentuk pada bibir tipisnya membuat ekspresi wajah Cath terlihat semakin sendu karenanya. Begitu ia mendengar ucapan Amel barusan Cath hanya bisa menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan sahabat baiknya barusan.
"Mels...situasi ini tidak semudah yang kamu pikirkan. Kejadian itu sudah terlalu lama terjadi. Lagipula apa kamu lupa tamu undangan yang datang ke dalam acara ini...bukanlah orang sembarangan. Apa yang bisa aku lakukan padanya? Dengan statusku yang hanyalah seorang pekerja kantoran biasa?"
Ucapan yang keluar dari sela bibir Cath membuat Amel terdiam seketika. Tentu saja ia sadar kalau orang-orang yang berada di dalam aula acara itu bukanlah orang-orang biasa. Hampir seluruh tamu undangan yang hadir memiliki status yang tinggi seperti perdana menteri pemerintah Italia yang Amel pernah lihat sekali ketika melaksanakan misi beberapa tahun yang lalu atau penasehat finansial New York Stock Exchange yang pernah Amel lihat ketika ia berkunjung ke Ramirez Corporation untuk membicarakan beberapa topik dengan Gavin.
Sial, apa yang Cath katakan ada benarnya juga batin Amel sambil mengerutkan dahinya.
Melihat sahabat baiknya mengerti situasi rumit yang menimpanya saat ini membuat Cath hanya bisa tersenyum samar. Ia sudah menyerah akan identitas laki-laki misterius itu bahkan jika memungkinkan ia malah ingin mengubur seluruh kenangan yang berhubungan dengan masa-masa tergelap dalam hidupnya tersebut.
Tapi, siapa yang bisa mengira kalau ia malah dapat kembali melihat laki-laki itu disini?
Tidak dalam seumur hidupnya Cath mengira kalau ia akan melihat laki-laki itu lagi. Dengan miliaran orang yang tinggal di dunia ini, Cath yakin presentase mereka bertemu untuk kedua kalinya sangatlah kecil. Namun, ternyata prediksinya selama ini salah besar. Sepertinya takdir memang senang mempermainkannya karena ia dapat kembali melihat laki-laki itu di tempat seperti ini.
Wajah familiar dengan sepasang mata hijau itu...
Meskipun, kejadian itu sudah terjadi enam tahun yang lalu entah kenapa ia masih dapat mengingatnya dengan jelas.
Senyuman sarkastik perlahan terbentuk pada bibir Cath ketika ia memikirkan hal ini. Bagaimana bisa ia melupakan penampilan laki-laki tersebut ketika wajah itu selalu menghantui mimpi buruknya selama ini.
Meskipun, ia sadar bahwa laki-laki itu tidak akan pernah mengingat perbuatannya malam itu karena pada saat kejadian itu terjadi laki-laki itu sedang berada di bawah pengaruh obat seksual. Tapi, hal itu sama sekali tidak membuatnya dapat memaafkan perbuatan laki-laki mengerikan tersebut.
Tatapan matanya yang dipenuhi oleh gairah dan kegilaan, sikap kasarnya yang sama sekali tidak mempedulikan jeritan dan tangisannya dari awal hingg akhir di tambah dengan rasa sakit yang menyelimuti seluruh tubuhnya pada saat itu benar-benar membuat Cath diselimuti oleh perasaan tidak berdaya sampai pada titik ia merasa bahwa kematian akan jauh lebih baik dari semua rasa sakit yang ia rasakan pada malam itu.
Keh, laki-laki itu bahkan lebih pantas di panggil dengan sebutan monster dibandingkan manusia.
Kembali memikirkan peristiwa tersebut membuat kilatan samar terpintas pada kedua mata Cath untuk beberapa saat. Monster itu selalu berhasil menghantuinya setiap malam selama kurang lebih enam tahun terakhir melalui mimpi buruk yang selalu membangunkannya dengan ekspresi horor, keringat dingin dan jeritan penuh ketakutan. Kalau bukan karena kehadiran si kembar dalam hidupnya, mungkin ia sudah tidak sanggup menghadapi teror tersebut dan memutuskan untuk menghabisi hidupnya sejak lama.
Cath merasa keputusannya untuk menjaga kandungannya pada saat itu merupakan keputusan terbaik dalam hidupnya.
Mengingat keberadaan si kembar dan kemungkinan status yang dimiliki oleh monster mengerikan itu membuat ekspresi wajah Cath berubah seketika. Tatapan horor langsung memenuhi kedua mata birunya sebelum hawa dingin perlahan merayapi punggungnya sedikit demi sedikit.
Oh Tuhan jika monster itu berada di kota ini...bagaimana jika mereka bertemu dengan tidak sengaja? Bagaimana jika monster itu melihat si kembar!? Apa dia akan merebut mereka darinya?
Tidak!
Cath tidak bisa membiarkan itu terjadi!
Memikirkan kemungkinan ini membuat pandangannya berkontraksi seketika. Rasa panik langsung menyelimuti seluruh hatinya membuat tubuh rampingnya bergetar dengan keras.
"Cath...calm down. Bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ini kalau kamu larut dalam kepanikanmu seperti ini" ucap Amel dengan sorot khawatir yang terlihat jelas pada kedua mata abunya yang masih berfokus pada sosok Cath yang ada dihadapannya saat ini.
"Keh...tenang? Bagaimana caranya aku bisa tenang, Mels!!! Monster yang membuat hidupku selalu dihantui mimpi buruk berada di dalam aula itu! Bagaimana kamu bisa mengahadapinya jika berada di dalam posisiku ini!?" pekik Cath sambil berjalan menjauh dari kedua tangan Amel yang masih merangkulnya sedari tadi. "Apa yang harus aku lakukan, Mels!? Bagaimana...bagaimana kalau monster itu berusaha merebut Emi dan Oliv!? Apa yang harus aku lakukan!? Tidak..tidak...hal ini tidak bisa terjadi. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku harus berpikir cepat untuk mengatasi permasalah ini...." gumam Cath dengan ekspresi serius yang menunjukan bahwa ia sedang berpikir dengan keras untuk mencari solusi terbaik.
Hening.
Tidak ada suara yang keluar dari sela bibir Amel sedikitpun. Tidak ada jawaban yang ia bisa ucapkan untuk menjawab seluruh pertanyaan Cath barusan.
Apa yang akan ia lakukan? Mungkin ia akan kehilangan seluruh akal sehatnya dan pergi mendatangi laki-laki bajingan itu untuk membunuhnya dengan keji. Amel akan membuatnya merasakan rasa sakit yang jauh lebih buruk dari kematian.
Tapi, tentu saja...Amel tidak bisa mengatakan hal itu pada Cath atau sahabat baiknya ini pasti akan menganggapnya gila.
Menghembuskan nafasnya perlahan, sorot rumit terlihat mewarnai kedua mata abunya untuk beberapa waktu. "Aku dan Gavin akan membantumu, Cath. Tidak ada yang akan bisa merebut si kembar darimu. Aku akan berjuang bersamamu" ucap Amel dengan nada serius. Ekspresi penuh determinasi kembali memenuhi wajah mungilnya. Ia tidak akan membiarkan siapapun merusak hidup sahabat baiknya apalagi sampai memberikan kesempatan untuk bajingan itu merebut si kembar darinya.
"Tapi, kamu harus memberitahuku...siapa laki-laki itu, Cath?"
Pertanyaan tersebut sukses membuat Cath kembali terdiam untuk beberapa waktu. Mengigit bibir kecilnya dengan gestur gelisah perlahan ia menjulurkan jemari tangannya untuk menunjuk kearah aula tersebut. Tatapan sendu terpintas pada kedua matanya begitu ia melihat sosok laki-laki tersebut sedang memeluk tubuh perempuan seksi disisinya dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya saat ini.
Kenapa...
Monster ini merupakan sosok yang sudah menghancurkan seluruh mimpi-mimpi yang ia miliki sejak kecil.
Monster ini juga sudah merebut keperawanan dan seluruh potensi masa depan impiannya.
Tapi, kenapa...
Kenapa monster itu masih bisa hidup dengan tenang? Kenapa monster itu masih bisa bersenang-senang dengan perempuan lain disisinya?
Sementara apa yang terjadi dengan dirinya?
Cath harus mati-matian mencari pekerjaan yang layak untuk meneruskan hidupnya dalam lingkungan asing yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Berusaha mencari uang untuk menghidupi dirinya agar dapat terus menjaga kandungannya. Menghadapi semua kesulitan dan masalah yang hadir dalam hidupnya sampai si kembar berhasil tumbuh hingga saat ini.
Bagaimana Tuhan bisa bersikap tidak adil seperti ini?
Larut dalam pikirannya sendiri, Cath sama sekali tidak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada wajah Amel saat ini juga. Ekspresi wajahnya yang tadinya dipenuhi oleh amarah tersebut mendadak berubah menjadi ekspresi speechless, kaget, tidak percaya dan horor yang datang silih berganti mewarnai wajah mungilnya.
"Laki-laki itu? Laki-laki yang sedang berdansa dengan perempuan itu?" tanya Amel dengan suara lirih sebelum ia menatap kearah Cath yang masih memfokuskan perhatiannya pada pasangan yang berada di tengah-tengah jangkauan pandang mereka saat ini.
Tidak menyadari perubahan nada bicara dan ekspresi sahabat baiknya, Cath hanya menganggukkan kepalanya dengan samar. Ekspresi sendu terlihat pada wajahnya sebelum genangan air mata terlihat memenuhi kedua matanya sedikit demi sedikit. "Gimana aku bisa melupakan wajah itu? Gimana aku bisa melupakan sosok monster yang selalu menghantui mimpi burukku?" bisik Cath dengan nada lirih.
Tidak mungkin.
Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Bagaimana bisa sosok yang selalu ia benci dalam hatinya ternyata sosok yang ada disisinya selama ini?!
Mengalihkan pandangannya dari sahabat baiknya kearah pasangan yang masih berdansa dalam aula tersebut membuat tubuh mungil Amel terlihat bergetar pelan sebelum ia melangkah mundur dengan gerakan refleks. Sikapnya saat ini terlihat seperti orang yang enggan menerima kenyataan pahit yang sudah terpampang jelas di depan matanya.
"Oh Tuhan..."
Mendengar bisikan lirih sahabat baiknya membuat Cath kembali tersadar dari lamunannya, perlahan ia menatap kearah Amel sambil menaikkan kedua alisnya. "Apa yang kamu bilang barusan, Mels?" tanyanya dengan penuh tanda tanya.
"Laki-laki itu..."
Tidak menyadari ekpresi janggal yang mewarnai wajah mungil Amel, kedua lengan Cath terulur seketika untuk memegang bahu Amel dengan cepat. Terutama ketika ia mendengar ucapan Amel barusan. "Kau mengenal laki-laki itu? Siapa dia, Mels!?"
Pertanyaan yang keluar dari sela bibir Cath sukses membuat nafas Amel tercekat sendiri mendengarnya. Tatapan rumit terlihat memenuhi kedua mata abunya dalam sekejap. Bibir mungil yang terbuka sedari tadi itu tidak dapat mengutarakan satu katapun untuk menjawab pertanyaan Cath sehingga membuat keduanya di selimuti oleh keheningan untuk beberapa waktu sebelum akhirnya suara lirih Amel kembali terdengar dari sela bibir kecilnya.
"Laki-laki itu adalah...Rafael Ramirez"
Nama yang keluar dari sela bibir Amel sukses membuat selutuh tubuh Cath membeku seketika. Terutama ketika ia mendengar kata terakhir yang Amel ucapkan barusan. Perasaan dingin langsung merayapi seluruh tubuhnya dalam sekejap. Tidak ada yang tahu apa yang memenuhi pikiran Cath saat ini. Tidak juga Amel yang sedari tadi terlihat gelisah begktu melihat reaksi Cath yang tergolong tenang.
Terlalu tenang bahkan.
Terlalu tenang sampai-sampai membuat Amel khawatir sendiri dibuatnya. Seakan-akan ketenangan ini merupakan awal dari kekacauan yang tidak bisa dihindari.
"Cath..." panggilnya dengan penuh kewaspadaan. Memperhatikan tubuh ramping Cath yang mulai bergetar dengan hebat, Amel langsung mengulurkan lengannya dengan refleks untuk menenangkan sahabat baiknya ini namun, siapa sangka Cath malah menghindari uluran tangan Amel barusan.
Rasa panik langsung memenuhi dada Amel begitu ia melihat reaksi Cath yang terlihat sudah kehilangan kontrol dirinya seperti ini. Melangkahkan kakinya perlahan untuk mendekati sosok Cath yang terlihat berjalan kesana kemari sambil bergumam, Amel berusaha memperlambat langkah kakinya dengan usaha untuk tidak menakutinya sedikitpun.
"Cath...tenanglah..." bisik Amel dengan lembut.
"Ramirez...laki-laki itu merupakan seorang Ramirez? Ramirez..."
Suara pelan Cath yang terdengar dari sela bibirnya membuat jantung Amel berhenti berdetak untuk beberapa detik ketika ia mendengarnya. Amel benar-benar tidak tahu harus bereaksi apa dalam menghadapi situasi rumit ini.
Kilatan samar terpintas pada kedua matanya Cath sebelum digantikan oleh tatapan kaget yang langsung mengarah pada sosok Amel yang berdiri tidak jauh dari posisinya saat ini. Ekspresi wajahnya terlihat seakan ia baru saja menyadari satu hal penting.
"Dia seorang Ramirez..." bisiknya dengan nada horor sebelum kembali berjalan kesana dan kemari dengan penuh kegelisahan yang terlihat jelas pada sikapnya sedari tadi. "Mels, dia seorang Ramirez!! Apa yang harus aku lakukan!? Bagaimana aku bisa melawan seorang Ramirez!!?" teriak Cath dengan penuh histeris sambil mencengkeram kedua bahu Amel dengan erat.
Rasa sakit langsung menyengat kedua bahunya membuat Amel meringis pelan karenanya tetapi, begitu mendengar kalimat Cath barusan dengan gerakan refleks Amel mengulurkan kedua lengannya untuk memeluk tubuh ramping Cath dengan erat.
"Tenanglah, Cath...kita bisa membicarakan ini baik-baik. Aku akan membicarakan hal ini dengan Vino supaya kita bisa mencari solusi terbaik untukmu dan si kembar"
"TIDAK!!!"
Teriakan dan dorongan yang tidak pernah Amel duga sebelumnya membuat tubuh mungilnya terhuyung mundur beberapa langkah sebelum ia dapat kembali menjaga keseimbangannya. Tatapan tidak percaya memenuhi kedua mata abunya ketika ia menatap kearah sahabat baiknya saat ini. Tidak dalam seumur hidupnya, Amel mengira bahwa Cath akan mendorongnya dan berteriak kearahnya seperti itu.
Sikap Cath yang sudah terlihat tenggelam dalam kepanikannya sendiri itu membuat Amel mengerutkan dahinya dalam-dalam. Ekspresi rumit terlihat mewarnai wajah mungilnya sebelum ia kembali mencoba untuk berjalan kearah sahabat baiknya dengan gerakan perlahan namun, begitu teriakan Cath kembali terdengar di sekitar mereka Amel langsung menghentikan langkah kakinya seketika.
"Jangan mendekatiku!!!" teriak Cath sambil menatap kearah Amel dengan penuh kepanikan.
Kilatan khawatir terpintas pada kedua mata abunya untuk beberapa saat. Pandangannya masih berfokus untuk memperhatikan setiap gerak-gerik sahabat baiknya, siap berjaga-jaga untuk bertindak jika Cath mulai melakukan tindakan berbahaya. "Baiklah, baiklah, aku disini. Aku tidak akan mendekatimu, Cath...tapi kamu harus mendengarkan ucapanku" ucap Amel dengan nada lembut berusaha menenangkan gejolak emosi yang Cath rasakan sedari tadi.
Melihat gerakan tubuh Cath terlihat melambat seakan mendengarkan ucapannya barusan membuat Amel menghembuskan nafas leganya sedikit demi sedikit. "Cath...kita dapat menyelesaikan hal ini dengan baik-baik...mungkin memang ini saatnya kamu menyelesaikan mimpi buruk ini. Rafa juga pasti akan mengerti dan dia pasti akan menerima si kem –"
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan monster itu mengambil si kembar dariku! Tidak ada yang boleh membawa si kembar dariku! Laki-laki itu harus melangkahi mayatku terlebih dahulu sebelum bisa membawa Emi dan Oliv dariku!" potong Cath dengan penuh defensif sukses membuat Amel hanya bisa mengatupkan bibirnya dengan rapat.
Menimbang-nimbang kemungkinan yang ada, Amel hanya bisa mengerutkan dahinya perlahan. Situasi sulit ini benar-benar membuat Amel takut untuk mengambil tindakan. Amel takut jika ia salah bicara sedikit saja...hal itu akan memicu emosi Cath dan mampu membuatnya bereaksi jauh lebih parah dari ini dan Amel tidak menginginkan hal itu untuk terjadi.
"Cath...Rafa bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab. Aku cukup mengenalnya dan aku juga pasti akan membalaskan seluruh kebencianmu pada laki-laki itu tetapi, kamu juga harus memikirkan masa depan si kembar nantinya. Si kembar juga membutuhkan sosok ayah yang dapat menemani mereka tumbuh...bukan?" ucap Amel dengan perlahan berusaha memberikan masukan logis agar sahabat baiknya dapat berpikir dengan lebih baik namun, tawa mengejek terdengar dari sela bibir Cath begitu ia mendengar ucapan Amel barusan.
"Bertanggung jawab? Mels, apa kau bodoh? Atau cintamu pada Gavin membuat otakmu menjadi tumpul? Apa kamu lupa siapa identitas mereka? Ramirez, Mels! Apa kau lupa betapa besarnya kekuasaan yang mereka miliki!?" jawab Cath dengan nada penuh ejekan.
Tidak menunggu jawaban dari lawan bicaranya, Cath langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Lagipula bersama sosok perempuan itu disisinya...diapasti tidak akan pernah menerimaku. Oleh karena itu aku merasa takut, Mels...aku takut...kalau Rafael Ramirez hanya akan menginginkan Emi dan Oliv. Aku tidak akan bisa bertahan jika dia memutuskan untuk merebut mereka dariku" ucap Cath dengan nada lirih.
Tatapan tidak berdaya terlihat mewarnai kedua mata birunya untuk beberapa saat sebelum ia mengalihkan pandangannya kembali kearah sahabat baiknya itu namun, begitu ia menangkap sosok laki-laki familiar berjalan kearah mereka dari arah belakang tubuh mungil Amel sebuah kilatan samar terpintas pada kedua matanya seketika.
Ah...kenapa ia tidak bisa menebak hal ini sebelumnya?
Bagaimana ia bisa bersikap lengah?
Cath benar-benar lupa bahwa sosok laki-laki ini merupakan seorang pengusaha yang handal dan tentunya sebagai seorang pengusaha laki-laki ini pasti memiliki beribu cara licik agar dapat menguntungkan dirinya sendiri.
Cih, ia benar-benar sudah tetipu.
Memikirkan ini membuat senyuman sarkastik terbentuk pada bibir tipisnya sebelum tawa penuh ejekan kembali terdengar di mulut Cath saat ini. Sorot dingin terlihat memenuhi kedua mata birunya yang masih berfokus untuk menatap kearah sosok laki-laki dengan wajah datar tersebut.
"Hey, apakah semua ini berada dalam kalkulasimu, bukan? Semua ini merupakan bagian dari rencanamu, iya kan...Gavino Ramirez?"
TO BE CONTINUED.