Liku Najwa (COMPLETE)

By teti_fa

2.7K 249 190

[SELESAI] Ketika bermain takdir, tidak banyak dari mereka yang merasa tertipu oleh takdir-Nya. Namun, takdir... More

Prolog
Bagian Dua - Bertamu
Bagian Tiga - Tidak disangka
Bagian Empat - Mengenal
Bagian Lima - Keberangkatan Akbar
Bagian Enam - Kepergian
Bagian Tujuh - Akbar!
Bagian delapan - Rencana
Bagian Sembilan - Menikah
Bagian Sepuluh - Apartemen
Bagian sebelas - Maaf!
Bagian dua belas - Kekasih
Bagian tiga belas - Haruskah?
Bagian empat belas - Kebenaran
Bagian Lima belas - Azka
Bagian enam belas - Akhir kisah
Bagian tujuh belas - Ikhlas
Bagian Delapan belas - Memulai
Epilog
Dari Author

Bagian Satu - Namanya Akbar

298 30 72
By teti_fa

Tidak ada pertemuan tanpa kehendak-Nya.

*****

"Saya ingin melamarmu," ucap laki-laki yang tidak asing lagi dihadapannya. Bagi Najwa ini bukan pertemuan pertama, namun tetap saja ia merasa terkejut dengan ucapan yang terlontar dari mulut laki-laki itu.

Laki-laki yang berperawakan kekar dengan seragam dokter yang dipakainya, seolah menghipnotis seluruh pemikiran Najwa. Najwa tidak langsung menjawab pernyataan itu, hanya saja sibuk dengan pemikiran yang kian kemari.

"Jika pun sudah siap, saya akan segera datang ke rumahmu," ucapnya lagi. Laki-laki tersebut kembali berlalu pergi. Ia tidak memberikan peluang untuk Najwa menjawab seluruh pernyataan yang terdengar seperti pertanyaan.

Kini Najwa berusaha mengingat pertemuan-pertemuan tersebut. Untuk pertemuan pertama sekitar satu bulan yang lalu, di mana Najwa yang mengantar Ayahnya untuk menemui dokter Haris. Namun dipertemuan itu tidak ada ucapan perkenalan apa pun, bahkan untuk satu senyuman tidak didapatkan.

Berlanjut ke pertemuan kedua saat Najwa baru saja pulang dari minimarket. Namun tidak jauh berbeda, keduanya hanya berpapasan tanpa saling melontarkan sapa. Dan pertemuan ke tiga dikejutkan dengan ucapannya. Bagaimana bisa laki-laki yang sebatas bertemu tiga kali langsung mantap ingin melamar? Lelucon apa?

Najwa kembali melanjutkan aktivitasnya, ia segera berlalu menuju rumahnya. Setelahnya mendapatkan obat yang dimaksud, Najwa bergegas pergi. Ia tidak ingin berlarut memikirkan hal yang baginya tidak bisa dimengerti.

Tetapi wanita tetaplah wanita yang terkadang tidak bisa bersikap cuek untuk masalah perasaan. Jujur ketika kata itu terlontar dari laki-laki berstatus dokter yang bahkan Najwa sendiri tidak tahu namanya, cukup membuat Najwa bergetar.

***

Tidak lebih dua puluh menit Najwa telah sampai di rumahnya. Ia segera berburu ke kamarnya, rasa lelah hari ini cukup membuat sosok Najwa sedikit emosi.

Najwa adalah anak tunggal dari pasangan Dini dan Andi, ia baru saja lulus di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Kini profesinya sebagai guru pengajar Aliyah di yayasan yang dibangun oleh Ayahnya.

Mungkin banyak orang yang mengira, menjadi anak tunggal tidak perlu kerja keras untuk mencukupi keinginannya. Tapi tidak bagi Najwa, kedua orangtua-nya selalu mengajarkan untuk tetap bersikap mandiri. Maka dari itu Najwa berusaha mencukupi kebutuhannya dengan penghasilan sendiri, tanpa membebankan kedua orangtua-nya.

Lagi-lagi ucapan dokter tadi kembali mengganggu pikiran Najwa. Ia sedikit penasaran tentang keseriusan itu, apa dia salah orang? Atau dia mengikuti trend prank? Benar-benar di luar nalar.

"Kamu di sini? Tadi Bunda panggil-panggil, mana obatnya?" pemikiran Najwa cukup membuat pendengarnya enggan mendengar dari kejauhan. Sebegitu berpengaruhnya laki-laki itu? Atau dirinya yang terlalu menekan hatinya?

"Kenapa?" tanya Dini yang tidak lain ialah Bunda dari Najwa. Najwa hanya menatap lemah, ia pun berpikir tidak mungkin menceritakan banyak hal pada Bundanya.

"Cerita saja." Dini seperti mengetahui seisi otak anak gadisnya ini.

"Tidak, Bun. Najwa baik-baik saja," jelas Najwa dengan memberikan senyuman tulusnya, ia benar-benar ingin menyembunyikan perasaannya itu.

"Ya sudah, Bunda ambil obatnya yah." Dini yang berlalu meninggalkan buah hatinya yang sudah beranjak dewasa itu.
Sebenarnya, memang ada banyak sekali rasa penasaran yang ingin ia tanyakan pada Najwa. Namun, Najwa pun perlu privacy yang membuatnya ingin menyimpan perasaannya sendiri tanpa berbagi.

Selepas Dini pergi, Najwa kembali melanjutkan renungannya. Ingin rasanya ia bertemu kembali dengan dokter itu dan menanyakan seluruh kata-kata yang dilontarkan tadi.

Tidak memakan waktu lama Najwa langsung bergegas kembali ke rumah sakit. Najwa ingin mendapatkan jawaban yang terbaik dari dokter itu. Meskipun hatinya tidak terlalu kuat untuk bisa bertatapan langsung, dengan laki-laki yang menawarkan cintanya.

Benar saja, Najwa langsung pergi ke rumah sakit mencari titik terang di sana. Mencari laki-laki yang tadi mengutarakan maksud baiknya.

Najwa duduk termenung disalah satu tempat duduk pengunjung rumah sakit. Namun tidak ada tanda-tanda dokter itu keluar.

Jika ia menanyakan pada pihak administrasi, tidak akan bisa, karena Najwa sendiri tidak tahu namanya siapa.

Ia kembali mengurungkan niatnya. Najwa hanya duduk dan melihat beberapa lalu lalang orang yang kian kemari menguruskan beberapa urusannya.

Sudah hampir dua jam dokter itu tidak terlihat juga, ke mana? Apa sudah tidak praktik? Atau sedang melakukan operasi? Atau sedang menguruskan beberapa pasien lainnya? Pertanyaan itu cukup membuat Najwa ingin mengacak-ngacak balutan kerudungnya. Ia terus saja menggerutu sendiri.

Tampaknya kesabaran Najwa sudah di ujung batas. Ia memutuskan untuk pulang saja, daripada duduk tidak jelas di rumah sakit, dengan tatapan aneh para manusia, seakan-akan mereka ingin bertanya banyak tentangnya.

Najwa ingin melupakan kejadian tadi, anggap saja hal itu hanya mimpi di siang hari, tidak lebih.

Langkahnya bergegas cepat. Najwa tidak ingin lagi menginjakkan kaki di sini tanpa keperluan penting, baginya hanya membuang-buang waktu saja.

"Kamu mencari saya?" Tanya seseorang di belakangnya, ucapan itu membuat Najwa menghentikan hentakan kaki yang terdengar kasar itu. Perlahan Najwa menoleh pada sumber suara, wajahnya masih terlihat kaku, bahkan sangat kaku.

Benar saja, Najwa tidak ada keberanian untuk sekedar menatapnya, "ada apa?" tanyanya kembali.

Detak jantung Najwa kalah cepat dengan ucapan yang akan dilontarkannya.

"Ayo, katakan."

Dia, dia dan dia yang terus memberikan kata, sementara Najwa sibuk dengan pemikirannya.

"Ya sudah, saya kembali ke ruangan, jika kamu tidak mau bicara, mungkin saya yang kegeeran." Benar saja laki-laki itu membalikkan tubuhnya.

"Sebentar ... ." Ini kali pertamanya Najwa berbicara, tidak mungkin ia telah menunggu lama, lalu ketika ada peluang bicara, pergi begitu saja.

Laki-laki itu menghentikan langkah kaki dan berbalik badan pada wanita yang jelas diinginkannya. Sayangnya tidak ada senyuman sedikit pun. Najwa membuang napas pelan, ia harus bisa meminta penjelasan.

"Maksud ucapan tadi pagi apa?" tidak ada ekspresi apa pun diraut wajahnya, ia terlihat begitu santai mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan Najwa.

"Apa tidak cukup jelas?" tanya baliknya, Najwa benar-benar dibuat kesal, kenapa harus balik bertanya?

"Pak Dokter. saya tidak paham maksud Bapak yang tiba-tiba. maka dari itu saya bertanya!" Najwa yang sedikit kehilangan rasa sabar, namun dokter itu hanya tersenyum tipis sekali.

"Najwa ucapan tadi saya serius. Saya tertarik dengan sikapmu, dengan caramu, dengan duniamu, maka dari itu, saya lontarkan permintaan. Jika pun berkenan, saya akan begitu banyak berterima kasih." Najwa benar-benar dibuat kaget. Dokter itu tau namanya, bagaimana bisa? Padahal selama ada pertemuan tidak pernah saling bicara, ataupun apa pun itu, lalu Najwa tidak tau nama dokter itu.

"Kok Pak Dokter, bisa tau nama saya?" Najwa yang kembali bertanya.

"Jika saya tidak tau tentang kamu, mana bisa saya mengajukan permintaan itu, atau kamu tidak tau nama saya?" pertanyaannya membuat Najwa mengangguk cepat. Ia memang tidak tau nama dokter yang di hadapannya.

"Perkenalkan. Nama saya Akbar, ya sudah saya mau kembali bertugas," jelasnya dengan segera berlalu.

Kadang berpikiran, masih ada yah laki-laki yang misterius sepertinya. Najwa kembali mengingat namanya, barang kali jika ia ingin mengetahui banyak hal tentang dokter tersebut bisa menjadi kata kunci. Akbar nama yang cukup bagus untuk wajah yang rupawan, pikir Najwa.

Point' pertama, Najwa cukup dibuat terkesan. Ia sedikit jatuh hati pada sosok laki-laki yang bernamakan Akbar tersebut.

Ia segera pulang, hampir saja lupa, ia pergi tanpa seizin Ayah dan Bundanya. Mungkin saja orangtuanya itu khawatir, ditambah handphone-nya ketinggalan di kamar.

Benar saja ketika Najwa sudah sampai rumah, Dini sudah berdiri di depan pintu rumah dengan raut wajah khawatir. Ini kali pertamanya Najwa pergi tanpa sepengetahuan orangtua dan cukup lama.

"Kamu dari mana saja?" pertanyaan pertama mulai terdengar untuk Najwa. Najwa tidak bisa menjelaskan tentang pertemuan itu, bisa-bisa Bundanya memperluas pembicaraan.

"Tadi Najwa dari rumah Salwa, Bun," jawab Najwa yang baru turun dari motornya dan langsung menciumi tangan Bundanya.

"Bunda tadi telepon Salwa. Tapi kamu tidak dengannya, jangan berbohong, Nak," jawab Dini. Kali ini Najwa tidak bisa mengelak, mau tidak mau ia harus berterus terang.

Najwa terdiam. Sorot matanya mulai mencari alasan lain.

"Ayo masuk jika tidak mau cerita tidak apa-apa," ajak Dini dengan merangkul anak semata wayangnya ini. Akhirnya Najwa bisa bernapas lega, paling tidak ia tidak harus berterus terang saat ini.

********

Dear para pembaca,
Mohon kritik dan sarannya

Teti Nurhayati

Continue Reading

You'll Also Like

90.5K 5.8K 83
(COMPLATE) Picture by : @k_uur ┏━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┓ 🌸 REMAJA MUSLIMAH 🌸 ┗━━━━━━━••❁✿❁••━━━━━━┛
198K 10.9K 29
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...
260K 15.7K 177
Kumpulan Cerita Islami Dunia Tapi Bukan Cerita seperti novel spiritual. Semoga Bermanfaat. Dan semoga Allah selalu melindungi kita dimana kita berada...
3.8K 465 42
ini hanya sekedar tambahan ilmu untuk yang ingin memperbaiki diri dan memotivasi diri untuk lebih semangat dalam memperbaiki diri. semoga yang Istiq...