๐Š๐ž๐ญ๐ข๐ค๐š ๐“๐š๐ค๐๐ข๐ซ ๐Œ๏ฟฝ...

Da Vllya_

30K 2.7K 112

Sudah terbit bersama Firaz Media Publisher๐Ÿ’“ Versi Wattpad masih terdapat beberapa typo dan kesalahan lainnya... Altro

PROLOGโœ“
Rutinitas
Dia
Tentang Rindu
Misi
Maaf
Kamu Hebat!
Bingung
Holi-yeay
Tentang Dendam
Fracas!
Police Office & Hospital
Grup Random
Kembali
New Class
Sebuah Tawaran
Lolos?!
Ibukota
Mawar dan Durinya
Dia Telah Pergi
Keajaiban Tuhan
Nightmare
Penghargaan
Pulang
Kenapa?
Perih
Cepat Pulih, Bang Dirga
Sebuah Kejanggalan
Cuma Lelah
Sebuah kenyataan
Kenapa Harus Gue?!
M. Margantara Danuarta
Tamparan
Dika, Senja, dan Lapangan Basket
Fatal
Fatal (2)
Sebuah Permintaan
Bunda, Dirga Capek.
Bahagia yang Sesungguhnya
Terima Kasih
Maaf Untuk Andara
Drop!
Senja dan Sebuah Izin
Don't Go
Keputusan dan Kenyataan
Tentang Kehilangan
Satu dari Dua
Rest In Peace, Margantara
Dirga dan Lukanya | Ending
EPILOG
Sebuah Kabar Bahagia
OPEN POโœจ

MS. Dirgantara

1.6K 113 11
Da Vllya_

Tahun Pertama
📍Aceh, Indonesia

Di hamparan lapangan besar beralaskan semen milik SMA Cakrawala, telah berdiri ratusan siswa-siswi mereka dengan pakaian yang sama. Terkecuali bagi petugas upacara yang dibedakan dengan atribut-atribut tertentu.

Semuanya berdiri tegap, membentuk blok-blok yang terdiri atas baris dan banjar dengan seorang ketua di samping kanannya.

Upacara, yang dilaksanakan oleh semua sekolah di Indonesia pada hari senin. Salah satu momen rutin yang dilakukan untuk mengenang jasa para pahlawan dalam memerdekakan bangsa ini. Pun untuk meningkatkan semangat juang bagi putra-putri yang nantinya akan menjadi penerus.

Di tengah lapangan, berdiri seorang lelaki dengan sebuah topi hitam di kepalanya. Berlogokan bendera merah putih dan sekotak bordir berisikan huruf C, topi khas yang hanya dipakai oleh pimpinan upacara.

Lelaki dengan nametag Ms. Dirgantara itu tengah bersiap-siap untuk mengeluarkan suaranya. Memberikan komando untuk melakukan penghormatan kepada sang merah putih yang hendak naik ke puncaknya.

"Seluruhnya, kepada bendera merah putih, hormat ... grak!" Suara lantangnya telah menggelegar, bersamaan dengan sang pembawa baki yang menginfokan bahwa bendera telah siap.

Seluruh peserta upacara, termasuk guru juga pembina, mulai menaikkan lengan mereka, membentuk sudut empat puluh lima derajat dengan ujung telunjuk yang mengenai pelipis.

Iringan lagu Indonesia Raya dinyanyikan langsung oleh tim paduan suara yang bertugas pada hari itu.

Dirga, selalu merasakan hawa yang berbeda ketika lagu kebangsaan itu dinyanyikan. Ada sensasi luar biasa yang tidak bisa dijelaskannya. Hanya saja, itu mampu membuatnya terbuai dalam semangat kemerdekaan yang dulu pernah dikobarkan.

"Hiduplah Indonesia Raya."

"Tegak... grak!" Ia kembali memberikan komando, ketika iringan lagu telah selesai, dan bendera sudah sampai pada ujung tiang. Berkibar megah diiringi dengan desiran angin.

Upacara terus berlanjut dengan amanat dari pembina upacara hingga pembacaan doa penutup sebelum akhirnya dibubarkan.

Penghormatan dari ketua paling kanan dan kembalinya pemimpin upacara ke tempatnya, menjadi bagian akhir dari upacara hari ini.

Di sudut lapangan, Dirga melepas topinya, kemudian dengan segera menyugarkan rambutnya dengan tangan. Peluh tentunya sudah membanjiri rambut juga wajahnya. Meski sudah memakai topi, tentunya tetap tidak bisa menghindari sinar matahari. Itu semua karena posisinya yang tepat berada di tengah lapangan.

Dirga tak sadar, banyak mata yang memperhatikannya dengan tatapan kagum dan memuja. Terlebih setelah menyaksikan kewibawaannya memimpin upacara hari ini. Kharismanya memang tak diragukan lagi.

Dirga sendiri heran, bagaimana orang-orang bisa mengenalnya. Terlebih para siswi dari berbagai kelas dan tingkatan, yang dia sendiri saja tidak mengenali mereka sama sekali. Dirga bukanlah kapten tim basket, kapten tim volly, ketua osis, atau apa pun itu yang berhubungan dengan ketenaran. Percaya tidak percaya, dia bahkan tidak mengikuti ekskul apa pun di sekolah ini.

Dia hanya siswa biasa, yang kesehariannya cuma di kelas, kantin, dan lapangan ketika jam olahraga. Tidak ada yang terlalu berarti, namun entah kenapa belakangan ia menjadi sangat terkenal.

Ia pun sebenarnya tidak menginginkan hal itu. Dia adalah type lelaki yang risih jika dipandangi oleh wanita secara terang-terangan, bahkan terkesan berlebihan. Apalagi jika ada siswi yang menyapanya bahkan di tengah keramaian, malu luar biasa, itu yang selalu Dirga rasakan.

"Dirga." Panggilan itu datang dari arah lapangan, membuat yang dipanggil pun segera menoleh. Tenang, itu suara lelaki, bukan sekumpulan siswi yang ia bicarakan tadi.

Dirga tersenyum sekilas ketika melihat sahabatnya yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Itu Arsenta, teman sebangku Dirga sejak pertama menginjakkan kaki di sekolah ini hingga sekarang mereka sudah di kelas sepuluh semester dua.

Arsenta tadinya bertugas sebagai ketua paling kanan. Dia adalah orang yang memimpin penghormatan kepada Dirga selaku pimpinan upacara hari ini.

"Mau ke kelas langsung?" Tanya Arsent basa-basi.

"Kemana lagi, emang mau dihukum gara-gara bolos," balas Dirga dengan candaan yang mengiringi. Jam pelajaran pertama memang akan dimulai terhitung hanya sepuluh menit sejak upacara selesai. Jadi, tidak akan ada waktu untuk berpergian ke tempat lain selain ke kelas.

"Ekhem, lo diliatin banyak orang dari tadi, Dir," seru Arsent membuat Dirga spontan langsung melihat ke sekelilingnya.

Dia kaget, hanya saja tidak menunjukkan reaksi apa pun. Bagaimana tidak, bukan hanya dari lantai dasar, bahkan siswi dari lantai dua dan tiga pun ada yang dengan terang-terangan sedang memperhatikannya. Dirga cukup heran, apa yang perlu dilihat dari dirinya, sama sekali tidak ada yang istimewa.

"Balik yok, cepetan!" Dirga langsung berjalan cepat meninggalkan Arsent yang masih terkekeh pelan. Arsent paham benar, Dirga pasti merasa tidak nyaman jika menjadi pusat perhatian begini.

Ohiya, jika kalian mau tahu, salah satu hal yang tidak Dirga sukai adalah keramaian. Dia paling anti dengan yang namanya bising dan keributan. Lelaki itu lebih nyaman berada di tempat yang tenang dan sepi menurutnya. Tidak mengundang perhatian orang banyak seperti ini.

Arsent akhirnya memutuskan untuk menyusul Dirga yang sudah berlalu agak jauh, memilih untuk masuk ke kelas daripada harus menerima hukuman dijemur di lapangan sampai jam pelajaran selesai

Gosong sudah kulitnya jika itu benar-benar terjadi.

•••

Setelah melewati beberapa jam pelajaran, akhirnya pada murid menemui surga mereka, yakni istirahat ke kantin. Tempat ratusan murid melepaskan penat dan dahaga mereka setelah selesai dari materi-materi yang tidak bisa dibilang gampang seratus persen.

Dirga dengan ketiga temannya —Arsent, Vino, dan Kalandra— juga sudah merapat ke kantin utama SMA Cakrawala. Bagaimanapun mereka juga manusia yang butuh makan setelah kerja keras menghadapi rumus-rumus matematika. Itulah apesnya mereka, mendapatkan mapel matematika di hari senin, jam pertama pula. Tak tanggung-tanggung, pelajaran itu meraup habis waktu yang ada sampai istirahat pertama tiba.

Kuatkanlah hamba-hamba-Mu ini, Tuhan...

Mereka berempat duduk di satu meja, sembari menunggu makanan mereka datang. Tadinya, Vino memang berbaik hati pergi memesannya makanannya untuk ketiga temannya ini.

Membunuh kebosanan, Dirga mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Membuka aplikasi dengan logo hijau dan mengecek sebuah pesan di sana.

Pesan itu jelas ada, Dirga selalu menyakini itu. Semuanya terbukti ketika beberapa notif mulai memasuki ponselnya.

"Yang punya doi emang beda," seloroh Kalandra dengan tampang tak berdosa setelah melihat Dirga tersenyum sendiri sembari menatap layar ponselnya.

Kadang-kadang layar ponsel pun bisa membuat orang dikira gila.

"Sembarangan!" Dirga dengan cepat membalas ucapan Kalandra. Bisa-bisanya dia menggiring opini yang bukan-bukan.

[Lagi ngapain? Udah istirahat kah?]

Dirga kembali fokus pada ponselnya dan tampak mengetikkan sesuatu di sana.

Udah, ini lagi di kantin.

Dengan kecanggihan teknologi yang kita miliki sekarang, balasannya bisa sampai dalam hitungan detik dan langsung dibaca oleh penerima.

[Yaudah, makan dulu gih. Nanti lagi main ponselnya. Baik-baik di sana, ya❤️]

Sekali lagi, Dirga tersenyum hanya karena pesan yang terpampang di layar ponselnya. Gadis di seberang sana memang selalu mampu membuatnya tersenyum senang, menjadi penghapus lelahnya, mungkin itu lebih tepat.

Kamu juga👑

Kenapa Dirga lebih memilih emoji mahkota daripada emoji love seperti yang tadinya ia terima, itu karena dia menganggap gadisnya terlalu berharga. Ikon mahkota ia rasa cukup serasi dengan keindahan yang dimiliki oleh gadis yang ia cintai itu.

"Udah pacarannya, makan dulu!" Jika tadi yang heboh adalah Kalandra, maka sekarang adalah giliran Vino. Mereka berdua memang kunci keramaian dalam pertemanan mereka. Jika Arsenta dan Dirga hanya sebagai pemanis saja. Mereka tidak terlalu banyak bicara, bahkan sangat jarang bercanda. Kaku banget emang hidupnya.

"Fitnah aja teros," ujar Dirga dengan mimik kesal, namun semua orang juga tau, itu hanya bercanda.

***

Continua a leggere

Ti piacerร  anche

195K 17.4K 33
"Dia sangat berbeda dengan Ragil. Padahal mereka saudara kembar." "Romeo sama sekali nggak bisa diandalkan. Beda banget sama adik kembarnya." "Ragil...
78.7K 8.3K 34
[BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Tempat yang paling hangat itu, dalam pelukan lembut Bunda. Tempat yang paling aman itu, da...
178K 7.6K 30
JUDUL AWAL : I MISS YOUR WARM ARMS {PART TIDAK LENGKAP} hidup itu kejam, sebenarnya itu bukan kehidupan yang kejam tetapi orang-orang yang membuat hi...
87.2K 3.9K 25
Wajib follow sebelum baca ๐Ÿ’• [Sebagian dimasukkan dalam draft karena proses revisi] Rara menghembuskan nafasnya kasar, rasa cemas berkecamuk di bena...