Perfect Strangers (✔)

By adoravble

140K 14.9K 3.1K

Jerome dan Chelsea, dua orang yang harus terjebak di dalam ikatan pernikahan dengan rasa keterpaksaan. Setela... More

00. Prolog
01. First Day in Bali
02. Second Day
03. The Night
04. Everything Begins Here
05. Not A Dream
06. Croissant
07. Surprise
08. Decision
09. Birthday Gift
10. She's Back
11. Trust Me
13. Lost Control
14. The Wedding
15. Loser
16. Something Different
17. Change Up
18. Cravings
19. One More Chance
20. Lay Your Head On My Shoulder
21. Sick
22. Please, Listen To Me
23. Too Afraid To Love You
24. Stay With Me
25. Hypnotized
26. A Day Full Of Happiness
27. Obsession
28. Welcome To The World
29. Protect You
30. Perfect Strangers
31. Epilog

12. Someone You Loved

3.1K 421 87
By adoravble

Chelsea melingkari kalender kecil di ruangan pribadinya dengan spidol berwarna merah.

14 Februari.

Lama ia memandang tanggal yang sudah dilingkarinya itu. Sambil menopang dagu dan tangan yang satunya memutar-mutar spidol yang dipegangnya. Chelsea melamun.

Tinggal menghitung hari saja pernikahannya akan digelar. Undangan sudah disebar dan yang pasti akan banyak orang yang terkejut karena pernikahan dadakan ini. Bahkan dirinya saja seperti percaya tidak percaya bahwa akan menikah secepat ini.

Suara pintu terbuka membuat lamunan Chelsea buyar. Kepalanya mendadak menoleh karena mendengar derap langkah seseorang masuk ke dalam ruangannya. Seketika itu Chelsea berdiri ketika melihat siapa seseorang yang dengan tidak sopannya masuk ke ruangannya tanpa ijin.

"Ngapain bengong sendirian?"

Bara kini sudah duduk asal di sofa, lalu memakan kue kering di sana. Chelsea menarik napas dalam-dalam dahulu sebelum mendekati Bara. Jika saja Bara membahas pernikahannya dengan Jerome, Chelsea harus bersiap.

"Tumben mampir? Kemarin kemana aja?"

"Sibuk."

"Cih. Sibuk apa? Sibuk sama cewek-cewek lo?"

Bara tak menjawabnya. Lelaki itu malah sibuk memakan kue kering di dalam toples bening. Hingga kini Chelsea sudah duduk di sampingnya pun, Bara tidak menoleh sama sekali.

"Laper?" tanya Chelsea sambil menatap Bara heran. Tak biasanya Bara makan kue nastar selahap itu.

"Dufan yuk?"

Dahi Chelsea berkerut begitu mendengar ajakan Bara. "Hah? Ngapain tiba-tiba ngajak ke sana?"

"Pengen aja. Sama lo."

Chelsea terdiam sejenak. Sebenarnya ia ingin sekali mengangguk dan mengiyakan ajakan Bara. Jujur saja, rasa rindu terhadap Bara sangat besar ketika ia tidak melihat lelaki itu beberapa hari terakhir.

"Nolak gue lagi?" Bara menoleh ketika Chelsea lama menjawabnya.

"Hmm. Tapi gue gak mau naik roller coaster dan sejenisnya."

Tiba-tiba Chelsea teringat ia harus menjaga bayi dalam perutnya. Ia tidak bisa menaiki wahana mengerikan yang dapat membahayakan nyawa dan janinnya.

"Oke setuju. Naik apa aja yang lo pengen kali ini. Gue ngikut." Bara berdiri setelah menutup toples berisi kue nastar, kemudian melangkah keluar menuju pintu.

"Sekalipun istana boneka?"

Langkah Bara terhenti. Lelaki itu berbalik seraya menggaruk rambutnya hingga berantakan. Hal itu membuat Chelsea tak bisa manahan tawa gelinya. Seumur-umur, Bara tidak pernah mau untuk masuk ke dalam wahana yang isinya boneka-boneka itu. Apa kata dunia seorang playboy kelas kakap masuk ke dalam istana boneka??

Chelsea yakin, Bara pasti akan menolaknya seperti biasa.

"Ya udah. Ayo."

"Hah?"

Chelsea terperangah. Apa yang baru saja ia dengar? Bara baru saja menyutujui untuk masuk ke dalam istana boneka? Berkali-kali mereka pergi ke Dufan berdua, dan baru kali ini Bara tiba-tiba mengiyakan ajakan Chelsea itu. Sungguh mencengangkan.

"Elo yakin?" Chelsea berusaha mengejar Bara yang sudah dulu berjalan turun. Dengan kaki yang kalah panjang dari Bara, ia sampai setengah berlari mengejarnya. "Bohong gak lo? Nanti di sana paksa-paksa gue naik yang lain lagi?"

"Enggak. Bawel."

"Demi apa??"

"Demikian."

"Hih lo kenapa sih kok tiba-tiba gini?"

Bara mendadak berbalik, membuat Chelsea tersentak hingga menubruk dada lelaki itu. Kemudian dengan gesitnya Bara menarik Chelsea masuk ke dalam mobil, memasangkan sabuk pengaman lalu menutup kembali pintu mobil tanpa sepatah katapun. Hal itu membuat Chelsea menutup mulutnya rapat-rapat.

Chelsea tidak bodoh, ia tentu tahu apa alasan mengapa Bara menjadi tidak banyak bicara dan tiba-tiba aneh menuruti permintaan konyolnya. Pasti lelaki berperawakan tinggi itu sudah melihat undangan pernikahannya dengan Jerome.

Bara adalah orang yang paling menentang pernikahan ini. Dan sayangnya Chelsea tidak bisa menuruti permintaan Bara untuk membatalkan pernikahannya.

Setelah sampai di tempat tujuan dan memasuki tempat bermain itu Bara tak kunjung membuka suaranya, hingga Chelsea pun juga ikut menutup mulutnya. Ia takut salah bicara dan malah membuat Bara marah seperti kemarin. Dan juga Chelsea merasa ini adalah satu hal terakhir yang bisa ia lakukan dengan Bara sebelum mendapat gelar sebagai istri Jerome. Yang pasti, sesudah menikah ia tentu tidak dapat lagi bersenang-senang bebas dengan lelaki lain. Apalagi perutnya juga pasti akan semakin membuncit beberapa bulan lagi.

Dufan. Satu tempat bersejarah dan menyimpan banyak kenangan indahnya bersama Bara. Dulu di sinilah pertama kali mereka bertemu dan di sinilah awal tumbuhnya perasaan Chelsea terhadap Bara. Bara kecil yang belum mengenal apa itu klub malam, alkohol, rokok, dan wanita-wanita berpakaian minim itu. Bara yang hobi tersenyum, banyak omong, dan juga melindunginya. Ya, kala itu Bara benar-benar membuat Chelsea jatuh pada sosoknya. Entah sudah berapa lama perasaan itu tumbuh dan semakin membesar secara diam-diam, yang pasti Chelsea adalah orang terpintar yang dapat menyembunyikan perasaannya.

"Anjir sih ini. Ngapain coba cuma duduk doang liat-liat boneka kayak gitu? Lo kalau mau boneka bisa gue beliin setokonya."

Chelsea terkekeh geli mendengar Bara mengomel di sebelahnya saat mereka berdua sudah masuk ke dalam istana boneka dan duduk di atas perahu dengan arus tenang.

"Ini perahunya gak bisa jalan cepet apa? Lelet amat udah dua jam!"

"Mana ada dua jam! Baru lima menit kita masuk sini!"

"Berasa dua jam!"

"Duh berisik lo!"

Sejujurnya Chelsea juga tidak pernah tertarik masuk ke dalam wahana kekanak-kanakan ini. Tapi gara-gara Bara, ia jadi bersemangat.

"Habis ini komedi putar ya?"

Bara melirik Chelsea, masih dengan muka ditekuk. "Gak ada yang lain? Cuma muter doang."

"Presiden Jokowi kemarin naik itu sama Jan Ethes!"

"Ya terus kenapa? Gak ada hubungannya."

"Katanya terserah gue mau naik apa aja tadi?"

Bara mendengus. Lalu menyeret kakinya melangkah mengikuti kemana Chelsea pergi setelah selesai di istana boneka.

"Kapan terakhir kita ke sini Bar?"

"Setahun yang lalu."

"Oh iya, yang lo adu mulut sama orang gara-gara nyerobot antrian terus lo nonjok hidungnya sampe berdarah. Gila!"

"Kalau si cowok sialan itu gak bentak lo, gak akan gue tonjok."

"Duh. Ngeri emosian."

"Ini berlaku juga untuk Jerome. Gue bakal bikin perhitungan sama dia kalau sampai berani bentak lo!"

Langkah Chelsea tiba-tiba terhenti. Kepalanya menoleh ke arah Bara yang sudah berada di sampingnya. Namun lelaki itu malah mengerutkan dahi dan menunjukkan kepalan tangannya. Seolah pertanda bahwa kepalan tangannya itu siap meninju siapapun.

Seharusnya, Chelsea bergidik ngeri melihatnya. Tapi, sudut bibirnya malah naik ke atas. Ia suka dengan cara Bara melindunginya. Dari dulu tidak pernah berubah.

"Kenapa nutupin muka?"

"Malu."

Chelsea tak dapat menahan tawanya melihat Bara menaiki komedi putar dengan menutup seluruh wajah lelaki itu dengan tangan. Katanya malu, karena banyak anak kecil melihatnya. Lucu.

"Diem lo. Ketawa mulu." Bara tak hentinya mengomel setelah selesai menaiki komedi putar. Apalagi melihat Chelsea tertawa terus menerus membuatnya semakin menekuk wajahnya.

"Terakhir ke bianglala!" Seru Chelsea bersemangat.

Berbanding terbalik dengan Bara yang lesu harus menaiki wahana-wahana yang dianggapnya konyol itu. Selera Bara ya menaiki permainan yang menguji adrenalin, bukan malah komedi putar dan istana boneka! Sial.

Mereka kini sudah bersiap di depan kincir angin raksasa yang siap membawa ke dalam ketinggian 30 meter itu. Saat keduanya sudah menaiki salah satu gondola, Bara tak henti-hentinya protes seperti tadi.

"Ngegantung doang kayak jemuran gini ngapain sih, Chel."

"Elo belum pernah naik ini kan? Suatu saat pasti lo bakal kangen naik ini sama gue." Ujar Chelsea pada Bara, kemudian ia melemparkan pandangannya ke luar gondola. "Dan gue gak tahu kapan lagi bisa jalan sebebas ini lagi sama lo."

Hening setelahnya. Dua kali bianglala itu berputar dengan keheningan. Mereka membisu, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sampai saat gondola yang mereka naiki berada di puncak saat putaran ketiga, Bara mendadak mengambil jari jemari Chelsea untuk dimainkannya. Lelaki itu menunduk saat Chelsea menoleh.

"Beneran gak bisa dibatalin?"

Rasanya hati Chelsea mencelos mendengarnya. Suara Bara berbeda dengan kemarin saat lelaki itu marah-marah dan menyuruh Chelsea untuk membatalkan pernikahannya. Kali ini Chelsea tiba-tiba melihat sisi lain dari Bara.

"Maaf."

"Bukan kata maaf yang pengen gue denger."

"Gue harus nikah sama Jerome. Ada satu hal yang,ㅡ" Perkataaan Chelsea terpotong. Hampir saja ia mengatakan rahasia itu.

"Satu hal apa?"

Chelsea dengan cepat menggeleng. Kemudian ia melarikan kedua matanya lagi saat Bara menatapnya dengan penuh tanya.

"Gue gak bisa batalin, Bar."

"Kenapa? Gue tahu ada yang aneh. Lo gak kenal Jerome, dan gue tahu hati lo gak sama dia. Lo takut sama siapa sampai setuju nikah sama dia? Ayah lo ada masalah sama Hadinata? Lo dijodohin? Lo dipaksa? Atau apapun Chel alasannya beri tahu gue. Gue gak bisa biarin lo sama Jerome!"

Chelsea menggeleng lagi. Kali ini sambil menahan air matanya untuk tidak tumpah. Sampai-sampai bibirnya bergetar menahan tangisnya itu.

"Bukan. Ayah gue gak ada hubungannya. Ini murni antara gue dan Jerome."

"Dia ngapain lo?" Bara mencengkeram pundak Chelsea dan mengunci pandangannya. "Apa yang lo sembunyiin dari gue?"

"Gak ada Bar. Please cukup."

"Chel, jujur sama gue!"

Kali ini Chelsea tak dapat membendung air matanya lagi. Sungguh ini terlalu sesak. Ruangan gondola yang sempit membuatnya susah untuk bernapas, dadanya kembang kempis mencari oksigen di sekitarnya.

Bara terus mengunci pandangannya lewat tatapan tajam lelaki itu. Tangan besarnya yang dulu selalu mengusap air mata Chelsea itu kini mencengkeram bahu Chelsea kuat hingga ia tidak bisa bergerak.

Dengan pelan mulut Chelsea terbuka, mengatakan suatu kebohongan demi kebohongan untuk membuat Bara percaya.

"Gue gak papa. Ini murni kemauan gue sama Jerome. Gak ada alasan lain,ㅡ"

"Bohong!"

"Sejak saat itu di Bali. Gue sama Jerome kenal dan saling tertarik,ㅡ"

"Jangan bohongin gue."

"Sejak elo ninggalin gue buat ciuman sama cewek di klub malam itu!" Chelsea mendorong Bara sekuat tenaga hingga cengkeraman Bara terlepas. "Sejak saat itu, gue kenal Jerome. Berkat lo, Bar!"

Bara mematung di tempatnya, tak berbicara sepatah kata pun. Sementara Chelsea masih berusaha menahan tangisnya agar tidak pecah. Ia mengusap pipinya yang basah dan mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Semua masalah yang ia hadapi ini membuatnya semakin tertekan. Ia merasa hidupnya sudah hancur, dan kini hatinya pun ikut hancur.

Setelah bianglala raksasa itu berhenti berputar, mereka segera turun. Bara berjalan cepat mendahului Chelsea, tak seperti tadi yang terus berjalan di sampingnya.

Sementara Chelsea tak berniat untuk mengejar Bara atau menyamakan jalannya. Ia hanya memandangi punggung Bara dari belakang. Punggung lebar yang dulu adalah tempat bersembunyi paling aman jika sesuatu terjadi. Teramat aman hingga Chelsea selalu nyaman saat di dekatnya.

Namun Chelsea sadar akan satu hal sekarang, bahwa ia tidak bisa menggapai punggung itu. Ia tidak akan bisa memiliki Bara dan meminta perlindungan selamanya. Ia tidak akan bisa menjadikan punggung itu tempat ternyaman lagi.

Mulai detik ini, ia harus segera menghapus perasaannya dengan Bara. Karena Bara akan semakin jauh darinya. Semakin jauh, hingga tak akan pernah bisa ia gapai.





***





Jerome meneguk segelas air putihnya di tengah rapat dengan jajaran direksi perusahaannya. Pikirannya fokus terkunci pada seorang karyawan yang tengah mempresentasikan proyek baru di depan sana. Namun tiba-tiba fokusnya pecah ketika ponsel yang ia simpan di saku celananya bergetar. Awalnya ia mengabaikannya begitu saja saat mengetahui bahwa nama Vivian yang muncul di layar ponselnya. Tapi lama-lama ia mulai terusik, pada akhirnya Jerome membuka ponselnya dan menemukan pesan dari Vivian.

Dahi Jerome berkerut. Matanya menyipit tajam. Sebuah foto yang dikirim Vivian membuat konsentrasinya pada rapat kali ini buyar seketika. Calon istrinya tertangkap sedang berjalan dan tertawa lepas dengan musuhnya sendiri, Barata Wardhana. Jika foto itu menyebar ke sosial media, tentu ini akan menjadi berita yang buruk. Banyak orang masih penasaran dengan pernikahan dadakan itu. Bagaimana jika orang-orang dengan bibir pedas itu melihat foto ini? Kacau sudah.

Sebuah pesan muncul kembali pada ponselnya, Vivian mengirimi beberapa foto lagi yang memperlihatkan Chelsea dan Bara bersenang-senang menaiki komedi putar. Sial. Bukan cemburu, hanya saja Jerome merasa kalah dengan Bara saat melihat foto-foto itu.

Ponsel berwarna hitam itu kembali dimasukan ke dalam saku celana. Jerome kembali menatap ke depan, meskipun pikirannya tidak bisa sepenuhnya di sini. Ia harus segera keluar dan menghentikan Vivian secepatnya sebelum wanita itu melakukan hal gila.

Rapat itupun akhirnya selesai juga. Jerome segera melesat keluar ruangan dan menempelkan ponselnya ke telinga. Bahkan ia sampai mengacuhkan beberapa karyawan yang menyapa hormat padanya.

"Halo sayang."

"Lo dimana?"

Tak ada jawaban dari Vivian. Yang terdengar hanyalah suara tawa kecil wanita itu.

"Jangan macem-macem sama gue, Vi. Lo tahu betul gue bisa ngelakuin apa."

"Emang lo pikir gue bakal ngapain? Upload foto ini ke sosial media? Cukup menarik sih, tapi tenang gue gak akan lakuin itu."

Jerome tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika sudah keluar dari gedung kantornya. Mobilnya sudah berada di depan, Supri sudah siap membawa bosnya itu untuk pulang.

"Mau lo apa?"

"Gue cuma mau lo buka mata! Chelsea gak pantes buat lo! Dia dan Bara ada hubungan. Chelsea gak suka sama lo!"

"Terus apa masalahnya buat lo?"

Jerome menutup pintu mobilnya keras, hingga Supri tersentak kaget dan latahnya keluar.

"Jer, kalau pernikahan ini alesannya karena lo masih dendam sama Bara dan mau menangin Chelsea, lo bakal kalah!"

Sungguh, Jerome tak tahan lagi mendengarkan omongan Vivian. Ia menutup panggilannya secara sepihak. Persetan apa yang akan dilakukan Vivian setelah ini. Jerome benar-benar muak dengan wanita itu.

Mobil Merchedes Benz keluaran terbaru itu melesat pergi meninggalkan gedung H&N. Bukan rumah tujuan Jerome kali ini, melainkan menemui Chelsea. Sempat ia ke toko Chelsea untuk mencarinya, tapi wanita itu tidak ada. Hingga akhirnya Jerome menunggu wanita itu di depan rumahnya.

Ujung matanya melirik arloji yang ia pakai dengan malas. Sudah jam tujuh malam dan Chelsea belum juga pulang. Sempat terbesit untuk mengirim pesan, tapi gengsiya terlalu tinggi. Rasanya ia sudah seperti pacar posesif.

Tak berapa lama kemudian sebuah mobil datang dan berhenti tepat di depan mobil Jerome. Awalnya Bara yang keluar dari kursi pengemudi, lalu lelaki itu membukakan pintu sebelah dan keluarlah Chelsea dari sana. Begitu melihatnya, Jerome ikut keluar dari dalam mobil. Tak pelak kehadiran Jerome membuat Bara dan Chelsea tersentak kaget,

"Jer, sejak kapan disini?"

"Sekitar satu jam. Nungguin lo balik."

Jerome tiba-tiba mendekati Chelsea, mengambil tangannya lalu menariknya untuk masuk ke dalam. Namun baru beberapa langkah, suara Bara dari belakang menghentikan langkahnya.

"Kalau lo sampai bikin Chelsea sakit, gue gak akan tinggal diam."

Jerome membalikkan tubuhnya, begitupun Chelsea. Saat kedua lelaki itu beradu pandang dengan sorot mata ingin menghajar satu sama lain, Chelsea bergerak maju di tengah-tengah mereka.

"Stop! Gue capek, kalian bisa pulang sekarang."

Bara akhirnya mundur kembali ke mobilnya dan pergi begitu saja. Namun Jerome tak kunjung pergi meskipun Chelsea sudah mengusirnya.

"Kenapa lo pergi berdua aja sama Bara?"

"Emang kenapa?"

"Gue khawatir."

Jerome menelan ludahnya susah. Sial, apa yang sudah ia katakan barusan? Khawatir? Sangat konyol.

Harusnya ia mengatakan bahwa Chelsea harus berhati-hati karena banyak kamera di luar sana, dan juga memperingatkan calon istrinya itu terhadap Vivian. Tapi malah yang keluar dari mulutnya berbeda.

"Maksud gue, gue khawatir sama anak gue. Bukan elo."

Jerome malah semakin merutuki dirinya dengan penjelasannya. Sementara Chelsea menjadi diam sambil menatap Jerome aneh.

"Heh gue laper. Ada makanan gak di rumah lo?"

Jerome mengalihkan pembicaraan dengan sangat kentara, membuat Chelsea tersenyum geli dan langsung menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah.

Sial. Bodohnya Jerome. Sejak kapan ia menjadi salah tingkah di depan seorang wanita? Memalukan.







###





"Tiba-tiba panas dan lapar." ㅡ Jerome.








Continue Reading

You'll Also Like

101K 9.8K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
144K 14.2K 43
[SUDAH TERBIT - SALINEL] WARNING 20+ (Mature Content) Follow dulu sebelum membaca, ada beberapa part diprivate secara acak. Sinopsis: Oh Sehun menyu...
2.7M 7.9K 2
(TERSEDIA DI PLATFORM KUBACA) "Marry, bagaimana perasaanmu?" Seseorang bertanya sambil mengarahkan kameranya kepadaku, sontak aku langsung menatapnya...
624 66 41
Demi mendapatkan warisan, Saka Gumilang rela menurunkan gengsi dan melamar Rachel Samantha yang tidak lain ada karyawannya sendiri. Masalahnya, Rach...