KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]

By MarentinNiagara

343K 33K 8.9K

Besar bersama keluarga utuh meski bukan dengan ibu kandung. Bunda adalah malaikat tanpa sayap yang sengaja di... More

📒 Prolog ---
📒 00 ✏ Kenalan yuuukk ✏
📒 01 ✏ Goodbye City of Dreaming Spires ✏
📒 02 ✏ Market (heart) Mapping ? ✏
📒 03 ✏ Benci Untuk Mencinta ✏
📒 04 ✏ Tom and Jerry ✏
📒 05 ✏ Emisivitas Cinta ✏
📒06 ✏ Sejarah Terulang ✏
📒 07 ✏ Putra Sahabat Bunda✏
📒 08 ✏ Kehebohan Hafizh ✏
📒 09 ✏ Cemburu atau Baper? ✏
📒 10 ✏️ Tentang Rasa ✏️
📒 11 ✏️ Romantisme Senja ✏️
📒 12 ✏ Bias Asa ✏
📒 13 ✏️ Bukan Fatimah AzZahra ✏️
📒 14 ✏ Roda yang Berputar ✏
📒 15 ✏ Dilan(da) Bimbang ✏
📒 16 ✏ Berdiri Atas Satu Kaki✏
📒 17 ✏️ Kesibukan Baru✏️
📒 18 ✏️ Think out of the Box ✏️
📒 19 ✏ Awal yang Indah ✏
📒 20 ✏ Salah Paham yang Melebar ✏
📒 22 ✏ Sejarah Terulang (2) ✏
📒 23 ✏ Bridal Shower ✏
📒 24 ✏ Cinta Takkan Pernah Salah Alamat ✏
📒 25 ✏ Hidup Baru ✏
📒 27 ✏ Pengakuan Dosa ✏
📒 26 ✏ Fitrah Cinta ✏
📒 28 ✏ (bukan) Rindu Terlarang ✏
📒 29 ✏ Lembaran Baru Sesungguhnya ✏
📒 Epilog ---

📒 21 ✏ a Different Day ✏

7.3K 996 224
By MarentinNiagara

Karena sesungguhnya bagi seorang lelaki, ego yang yang terluka itu jauh lebih menyakitkan daripada luka terhunus pedang di tubuhnya__________

🍄🍄

HAFIZH hanya mengendikkan bahu tanpa bertanya lebih jauh apa yang menyebabkan Fatia berubah sedrastis itu. Pembawaannya yang selalu menghindari dan terkesan seolah enggan untuk bercanda membuat Hafizh harus memutar sedikit otak cemerlangnya.

Namun sekali lagi Hafizh hanya berpikir positif. Setiap wanita pasti butuh waktu dimana mereka tidak ingin diganggu oleh orang lain. Seperti yang sering di sebut oleh sebagian besar dari mereka, me time. Fase dimana siklus bulanan yang sedikit merubah hormonal wanita menjadi sedikit sensitif.

Hafizh hanya bisa menghembuskan nafas kasarnya sebelum akhirnya dia meninggalkan Fatia untuk melakukan kegiatannya di luar. Namun belum jauh dia berjalan harus kembali lagi memberikan pesan kepada Fatia.

"Boo, nanti malam kita bertemu dengan Om Wildan dan Aira ya. Kemarin aku sudah omongin bisnis untuk ambil bahan baku dari factory Aira mengingat kita butuh dan sangat terburu waktu jika hanya mengandalkan kiriman dari Pak Rizki. Pak Rizki sendiri yang menyarankan untuk mencoba menghubungi Om Wildan dan Aira." Kata Hafizh.

Fatia hanya mengernyitkan kening. Memahami kalimat yang baru saja disampaikan Hafizh bahwa dia baru saja bertemu dengan Wildan dan Aira untuk membicarakan bisnis, dan nanti malam dia mengajaknya serta untuk membicarakan kelanjutan kerjasama bisnisnya. Apakah ini bukan suatu kesalahan?

Fatia berpikir keras, apakah dia telah keliru dalam mengambil keputusan. Hatinya kembali gamang. Namun dia sadar bahwa apa yang telah dia janjikan adalah suatu hal yang wajib dia tunaikan.

Bertabayunlah terlebih dahulu.

Fase yang seringkali terlupa saat hati dimakan emosi yang kadang membuat kita harus mengambil keputusan dengan cepat namun acapkali keliru atau mengejudge seseorang tanpa tahu kebenarannya seperti apa.

Fatia menyembunyikanya segera dengan memberikan jawaban singkatnya, "Iya."

Kemudian tak lama suaranya kembali memecah keheningan. "Kita berangkat sendiri-sendiri saja Bang. Dimana tempatnya nanti aku langsung kesana."

Kini Hafizh yang bertanya dalam hati, ada apa sebenarnya dengan wanita yang dia cintai ini. Mengapa seakan-akan dia berusaha untuk menghindarinya. Adakah dia membuat suatu kesalahan yang membuat Fatia marah kepadanya. Mengingatnya sepertinya tidak melakukan satu kesalahan apapun.

"Apa nggak sebaiknya kita berangkat bersama saja?" ucap Hafizh dengan suara yang seakan menyimpan penuh tanda tanya besar.

"Sebaiknya kita jangan terlalu sering berdua, Bang, selain tidak ingin menimbulkan fitnah seharusnya memang seperti itu. Kita tidak bermahram dan itu adalah masalah paling besar untuk setiap ikhwan dan ahwat seperti kita. Maaf tapi aku nggak nyaman Bang." Datar dan tanpa ekspresi berlebih Fatia mengutarakan keinginan ini membuat Hafizh semakin bertanya-tanya.

"Kamu kenapa Boo? Bukannya ini sudah sering kita lakukan dan aku,___" Hafizh membuka tangannya seolah ingin berkata meski hanya berdua dia tidak pernah melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. "Kita tidak pernah bersentuhan Fatia, ya meski___kamu kenapa? Apa aku melakukan salah ke kamu?" tidak lagi menggunakan sapaan sayangnya kepada Fatia berarti memang Hafizh sedang dalam mode serius.

Fatia tidak menjawab tapi justru berlalu meninggalkan Hafizh. Rasanya semakin lama dia berada di samping Hafizh akan membuat hatinya goyah.

Sedangkan Hafizh hanya bisa menarik nafas kasar sambil bergumam namun cukup bisa di dengarkan oleh Fatia dengan jelas. "Harusnya kamu bisa menilai hanya dengan sikapku memperlakukanmu meski aku tidak pernah mengatakannya secara langsung kepadamu." Mengatakan bahwa dia mencintai seorang wanita sebelum menikah merupakan pantangan bagi Hafizh. Tapi dia tidak akan menampik untuk bisa menunjukkan sikapnya kepada wanita itu.

Fatia sendiri yang juga mengatakan untuk tidak ingin secepatnya menikah. Itu juga yang mendasari Hafizh seolah hanya bisa jalan di tempat dengan perasaannya. Terlebih Hafizh juga masih ingin menuntaskan mimpinya sebelum memang dia benar-benar mengajak Fatia untuk menikah.

Menitipkan hati kepada Allah, itulah yang kini sedang dia minta dan dia usahakan setiap kali bersujud kepada Allahu Rabb. Harusnya seluruh pesan yang disampaikan Hafizh melalui sikap dan bagaimana Hafizh memperlakukan Fatia harusnya sudah tersampai dengan baik kepada Fatia.

Fatia hanya bisa meringis sedih. Dia harus tegas karena ada satu hati yang harus dia jaga kini, hati milik Aftab yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Namun untuk mengatakannya kepada Hafizh sepertinya Fatia lebih memilih diam. Tidak akan ada pengaruh yang berarti dia mengatakan atau tidak toh itu juga bukan urusan Hafizh untuk mengetahuinya.

Dalam perjalannya menuju ke kampus, pikiran Hafizh jelas masih tertinggal bersama Fatia. Wanita yang satu tahun kebelakang ini telah mengisi hati dan membuat hidupnya semakin berwarna. Hafizh hanya tinggal menghitung waktu mundur untuk mengutarakan keinginannya sampai Fatia telah siap untuk membangun sebuah rumah tangga bersama dengannya. Telah berhasil meraih mimpinya serta mempersembahkan kepada kedua orang tuanya.

Rasa yang sebenarnya tidak bisa membohongi perasaan Hafizh untuk Daddy Ibnu. Dia sangat tahu bahwa dalam hati kecil sang Daddy menginginkan dia untuk bisa meneruskan jejaknya. Terlihat jelas pancaran kebahagiaan dari raut muka Ibnu ketika Mas Hanifnya memilih berada di jalur yang sama dengan beliau. Apalagi sekarang dengan sekolah spesialis yang dengan begitu mudahnya Hanif taklukkan. Daddy Ibnunya memang tidak pernah sekalipun membandingkan. Tapi menceritakan Hanif di depan kolega dan sahabatnya rasanya Hafizh melihat kebanggaan yang sangat tersirat jelas.

Jika harus menjawab, dahulu Hafizh juga sangat ingin menjadi seperti Ibnu, seorang dokter yang memiliki tugas mulia yaitu menolong semua manusia. Namun setelah Hafizh bertemu dengan Qiyyara dan wanita lemah lembut itu masuk menjadi bagian dalam keluarganya maka keinginan Hafizh seketika langsung berubah haluan. Inspirasi dari seorang Qiyyara, psikolog yang bisa memegang kendali usaha serta menjadi wanita yang memberi jutaan kasih sayang seorang ibu yang belum pernah dirasakan oleh Hafizh benar-benar membuatnya semakin takjup.

Bunda yang selalu mengispirasi setiap kakinya melangkah, mengukir mimpi dan juga masa depannya. Hafizh hanya ingin membuktikan kepada Daddy dan Bundanya, meski mungkin Hafizh tidak sejalan dengan Daddy Ibnu namun dia tetap bisa dikatakan sukses baik untuk urusan dunia dan akhiratnya.

Ketika amalan akhirat yang kita cari dunia pasti akan mengikuti. Kalimat itu tidak ada yang keliru namun ketika tidak ada sesuatupun yang kita lakukan di dunia ini atau lebih terkesan seolah kita mencari akhirat kita dengan meremehkan orang lain karena berbeda visi dengan kita maka percuma saja jika kita menganggap bahwa kita berakhlak tapi sangat dholim terhadap sesamanya.

Hafizh masih ingin mempersembahkan sukses usahanya untuk kedua orang tuanya, dan itu benar-benar dia lakukan. Kerja kerasnya dalam berjuang tanpa meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim yang baik dan taat.

Berduaan dengan Fatia? Berada di dalam mobil berdua? Mungkin ini kesalahannya. Ya, Hafizh harus mengakui kesalahannya itu. Dia terlalu dalam bermain hati dengan Fatia sebelum label halal menjadi milik mereka.

'Baiklah Fatia, kita hidup untuk diri kita sendiri-sendiri. Sebelum akhirnya nanti aku akan menghalalkanmu. Kamu benar dan sebaiknya kita memang harus saling menjaga jarak untuk tidak menimbulkan fitnah.'

Malam harinya. Hafizh benar-benar melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan Fatia. Siang tadi dia hanya memberikan nama tempat untuk mereka melakukan meeting tambahan. Harusnya Fatia senang, apa yang diucapkannya tadi pagi langsung bisa dilakukan oleh Hafizh. Tapi mengapa justru ini membuat hatinya sedikit terluka. Perih tapi tidak berdarah.

Hafizh hanya berpesan sebelum dia berangkat, sebelum adzan maghrib berkumandang untuk hati-hati di jalan, dia akan berjamaah di masjid kemudian langsung ke TKP.

Jika ada yang bilang tidak ada yang berubah dari Hafizh itu salah besar. Hafizh yang biasanya ceria kini berubah, menjelma menjadi kakak dan Daddy Ibnunya. Sedikit bicara dan sedikit ekspresi namun dengan otak yang seolah bekerja setiap detiknya.

"Aku memang ingin kita berbatas Bang, tapi bukan berarti aku juga suka dengan muka datarmu itu." Lirih bibir Fatia bergumam sebelum akhirnya dia juga memilih untuk melaksanakan kewajibannya.

Di sebuah restoran yang lumayan nyaman untuk mengadakan pertemuan. Hafizh duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Om Wildan saat Fatia datang.

Tidak ada prosesi menarikkan kursi dan mempersilakannya untuk duduk. Hafizh hanya memperkenalkannya kepada Om Wildan kemudian mereka larut dalam percakapan.

Sedikit ulasan yang disampaikan Aira atas pertemuan mereka kemarin membuat Fatia benar-benar harus menahan nafasnya. Benar, Aira ternyata menyampaikan hal yang sama seperti yang telah Hafizh katakan kepadanya pagi tadi. Mereka akan segera bekerja sama dan beberapa proyek kerja yang telah Hafizh tanda tangani harus segera dimulai pengerjaannya.

"Nah Om, Fatia ini nanti sebagai kepanjangan tangan saya. Karena memang saya harus mobile di sini dan juga di Blitar. Itu karena jika memang saya tidak berada di Malang nanti bisa langsung dengan Fatia ini." Kata Hafizh saat mereka telah benar-benar selesai membicarakan dan menandatangani semua berkas-berkas kerjasamanya.

Fatia hanya tersenyum tipis. Senyum yang seharusnya tumbuh dari hatinya namun kini sepertinya hanya sebuah kamuflase untuk menghargai dan menghormati orang-orang yang berada di depannya.

"Salut loh sama Kak Fatia. Bang Hafizh benar-benar tidak salah pilih orang. Satu frekuensi, kerjasama dan saling support, luar biasa!!" kata Aira tiba-tiba yang membuat suasana menjadi sangat canggung menurut Fatia tapi kali ini Hafizh sempurna memainkan perannya. Tidak banyak ekspresi Hafizh untuk memunculkan rasa yang ada di dalam hatinya.

Tidak perlu diceritakan siapa yang kini bertahta di hati laki-laki yang duduk bersamanya. Aira lebih tahu kepada siapa hati seorang Hafizh Asy Syafiq ini bermuara.

"Jadi kapan Mas Hafizh?" tanya Wildan dengan senyum indahnya.

Hafizh mengulumkan senyum dan menjawab dengan satu kepastian, "Loh kan sudah saya tandatangani semuanya Om. Ada lagi yang kurang?"

Wildan justru terkekeh, dia mengerti Hafizh paham kemana pertanyaan mereka sebenarnya tapi dengan pandainya dia membelokkan jawaban sehingga membuatnya dan Aira tertawa bersama. Hanya Fatia yang sepertinya tidak sepaham dengan pikiran mereka.

"Ya sudah, ini sudah cukup. Tanda tangan lainnya nanti menyusul saja. Jangan ditunda terlalu lama, dunia tidak akan pernah lari biarpun kita kejar sampai kecepatan maksimum sekalipun. Bukan begitu Mbak Fatia?" ucap Wildan ini yang membuat gelagapan Fatia.

"Kak Fatia jangan polos-polos loh dengan bang Hafizh. Dia itu malu tapi sebenarnya mau. Di balik sikap konyolnya ya gitu." Kekeh Aira yang membuat muka Hafizh menjadi merona.

Benar-benar, dalam hati Hafizh berkata seperti itu. Namun melihat senyum jahil Aira dia seolah diingatkan kepada ketiga adiknya yang sama-sama suka kepo dan dengan jahilnya mengoloknya dengan Fatia tanpa ada batasan apapun juga. Nggak peduli di sana mereka sedang berbicara dengan siapa atau dalam kondisi bagaimana. Jika ingin mengoloknya ya langsung saja, sambung menyambung menjadi satu yang jelas membuat muka Hafizh memerah karena apa yang mereka ucapkan adalah sebagian besar harapan yang ada di dalam hati kecilnya.

Fatia hanya meringis kecil. Apa memang dia terlalu polos seperti kata Aira? Rasanya Fatia ingin menyalahkan dirinya sendiri, jika orang lain saja sampai bisa melihat itu mengapa dirinya yang seharusnya tahu lebih daripada mereka mendadak roaming seperti ini.

Percakapan merekapun akhirnya normal kembali dengan kembalinya ke rule yang semestinya mereka bicarakan. Hingga semuanya telah paripurna dengan sempurna hingga membuat Wildan mengambil keputusan untuk mengajak Aira pulang terlebih dulu. Hanya ada Hafizh dan Fatia yang tersisa di sana.

Hafizh masih bermain dengan email yang ada di tab yang sedang dipangkunya. Fatia mencoba memberanikan diri untuk bertanya sesuatu hal yang memang seharusnya dia tanyakan terlebih dahulu sebelum bersuudzon kepada Hafizh.

"Maaf Bang, maksud dari ucapan Aira tadi apa ya? Bukannya Abang dengan Aira__" Hafizh menghentikan aktivitasnya. Tab yang ada di pangkuannya kini sudah tidak lagi menarik.

"Aku dengan Aira? Maksud kamu apa? Kita ada hubungan gitu?"

"Maaf, bukan urusanku sih sebenarnya tapi kok rasanya tadi aku yang merasa jadi kambing hitam ya." Ujar Fatia.

"Kambing hitam? Maksud kamu apa? Mengapa sih Boo, hari ini kamu aneh banget." Hafizh meletakkan tabnya di atas meja. Kemudian menatap Fatia dengan begitu intensnya. Saat mata mereka bertemu Fatia langsung memutus kontak dengan menatap lantai yang ada di depannya. "Aira itu buat aku tidak lebih seperti Almira dan Ayyana, tidak akan berubah. Ya meski dia sempat mengutarakan isi hatinya kepadaku sesaat sebelum dia harus opname di Blitar dulu. Kemarin memang aku sempat membahas masalah ini, dan membicarakannya langsung dengan om Wildan supaya memang kita tidak lagi terpacu karena hal itu sehingga silaturahim dan kerjasamanya batal. Kerja itu tidak perlu mengikutkan hati, profesional memang seperti itu bukan? Lagian kamu kan tahu, aku juga nggak akan ngungkapin rasa senengku kepada wanita yang belum bermahram denganku. Tapi dengan melihat sikapku seharusnya dia tahu bahwa dia yang aku inginkan untuk mendampingi hidupku kelak."

Gleggg, air yang kini sedang mengalir di kerongkongan Fatia seolah berhenti seketika. Ini bukan sebuah kode tapi Hafizh benar-benar menjelaskan secara detail.

Tiba-tiba Hafizh meletakkan dompetnya di atas meja dan meminta Fatia untuk membayar semua makanan yang telah mereka makan.

"Bang, ini__?"

"Tolong bayarkan." Kata Hafizh yang kembali sibuk dengan tabnya.

"Tapi ini dompet Abang__"

"Sudah nggak apa-apa. Nanti akan terbiasa seperti itu juga. Kamu ambil seperlunya."

Fatia hanya bisa menelan ludahnya. Pertama kalinya dia membuka dompet milik Hafizh. Tidak ada yang berbeda, tidak juga ada foto. Hanya dua kartu debit berwarna hitam, keduanya yang berjajar di dalam, sebuah KTP, dua buah SIM. Beberapa lembar uang tunai di dalamnya.

Fatia memberikan kepada pelayan yang dia minta mendekat untuk menyerahkan uang tunai sejumlah bill yang diberikannya.

"Mohon maaf kembaliannya ditunggu sebentar ya Kak."

Hafizh memeriksa sekilas, selisihnya tidak terlalu banyak untuk bisa diambil kembali.

"Kembaliannya buat Mas saja, terimakasih ya." Tersenyum tipis ke arah pelayan yang berdiri disamping Fatia kemudian berkata kepada Fatia. "Ayo pulang, kamu naik sepeda kan? Aku ikuti di belakangmu sampai di rumah."

Tidak ada lagi penolakan. Hafizh kembali dingin setelah menyelesaikan semua urusannya yang ada di atas tab itu. Tidak banyak bicara tapi sikap perhatiannya tidak banyak berubah meski seolah Fatia menarik batas diantara keduanya.

Dalam hati Fatia berdoa, semoga Allah memberikan pendamping yang terbaik untuk bos tampannya ini.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

sorry for typo

Blitar, 03 Oktober 2019

revisi dan republish 24 April 2020

Continue Reading

You'll Also Like

13K 1.6K 5
Cerita tentang kisah hidupku sebagai seorang anak yang ingin membahagiakan kedua orang tua dan kakak tercinta. Cerita tentang kisah cintaku bersamany...
Cinta Naynawa By P

General Fiction

2.5K 254 4
Zahra Naynawa. Kemarin mungkin ia berbahagia. Seseorang telah mempersuntingnya. Namun, sebuah kenyataan pahit telah menjadi tamparan telak untuknya d...
34.6K 1.7K 37
Di jalan setapak pemakaman yang dipenuhi pelayat dan para prajurit berseragam lengkap dua sosok muncul dengan senyuman kebahagiaan. Tangan perenpuan...
9.8K 1.5K 32
Fauziah, perempuan yang baru menikah di usia yang sangat matang, 33 tahun. Dengan pengalaman sebagai ustadzah di pesantren tempatnya menimba ilmu, di...