[3]Rain From The Sky [End]

De Psychorus19

79.1K 6.2K 900

Sebab hujan butuh langit karena langit hampa tanpa hujan. Start : April 2019 Finish : December 2019 HIGHEST R... Mai multe

Main Cast
About Sky
About Rain
00. The Beginning
01. Delight Vs Sorrow
02. Apathetic
03. Hit By Fact
04. Someone Appears
05. Step By Step
06. Meet A Problems
07. Hapless Timepiece
08. Fake Friend, True Friend
09. Little More Familyship
10. The Sky Is Clouded Over
11. Between Physical & Mental
12. Two School Thugs
13. Bring Into Conflict
14. Flashback To The Past
15. Sky Crying, It Rains
16. The Perfect Mess
17. Affection Arises By Itself
18. Happiness Still Temporary
20. Drought Came
21. Disaster Climax
22. Disappear Dearest
23. Attacked By Terror
24. Revenge Time
25. Time To Action
26. Side Story
27. Rainbow After Rain
28. Take Me To The Sky
Secercah Harapan Tertimbun Kemarau
Shackles Of Destiny
Badminton Is My Life
I (DOn't) Life : IDOL
J A N G A N TAKUT!
Microcosm Healing

19. Truth Or Dare

1.7K 174 38
De Psychorus19

WARNING!!
-Metode Penulisan Berbeda
-Percakapan Non-Baku
-Happy Reading & Semoga Betah

.

.

.

.

Waktu istirahat tiba, semua murid berhamburan keluar kelas secara bersamaan. Mereka berdesak-desakan di pintu kelas tanpa berniat untuk mengantre, seakan kantin sekolah akan hilang dari tempatnya jika mereka terlambat sedetik saja.

Lain lagi dengan dua orang pemuda di kelas XII-IPA-1. Mereka dengan sabar menunggu sampai pintu kelas benar-benar kosong dari kerumunan para manusia yang sudah seperti zombie kelaparan. Mereka pun sama, lapar, tapi mereka lebih baik mengalah daripada berakhir lecet karena gesekan-gesekan tak faedah.

"Sky! Kamu mau kemana? Kantinnya kan disana." Tanya Jevan saat Sky melangkah ke arah yang berlawanan.

"Aku mau ke kelasnya Rain dulu." Jawab Sky tanpa menghentikan langkahnya.

Jevan berlari kecil guna menyamakan langkahnya dengan Sky.

"Kenapa gak janjian di kantin aja?" Tanya Jevan lagi.

"Tadinya sih gitu, tapi aku tiba-tiba kangen sama dia." Jawab Sky sambil tersenyum ke arah Jevan.

Jevan ikut tersenyum. Ia senang mendengar kalimat menenangkan yang lolos dari lisan Sky.

.

.

Di kelas X-IPA-3, Rain dan Yongki baru saja selesai merapikan alat tulisnya. Salahkan saja guru fisika mereka yang memang selalu korupsi waktu saat mengajar.

"Nah, sekarang let's go to the kantin!" Ucap Rain dengan suara agak keras.

Ngomong-ngomong kelas mereka sudah sepi. Hanya tinggal mereka berdua saja yang ada di kelas. Saat sang guru keluar kelas tadi, semua teman-teman kelasnya pun langsung keluar kelas tanpa merapikan alat tulis mereka.

"Kantin! Waiting us!" Kata Yongki meladeni Rain.

Mereka berdua tertawa geli karena ulah mereka sendiri yang sok-sok berucap english. Saat sudah mencapai pintu, mereka agak terkejut melihat atensi dua orang kakak kelas yang sudah berdiri di depan mereka.

"Kak Sky.." Panggil Rain sambil menatap orang yang melempar senyum tipis padanya.

"Kak Jevan, kak Sky, ada apa?" Tanya Yongki.

"Gak ada apa-apa, aku cuma mau ngajak kalian ke kantin." Jawab Sky hangat.

"Lho? Bukannya tadi emang udah janjian ketemu di kantin ya, kak?" Tanya Rain pada Sky.

"Iya, tapi kakak tiba-tiba kangen sama kelinci kakak." Jawab Sky sambil memainkan rambut Rain.

Netra Jevan dan Yongki sontak berkaca-kaca melihat perubahan sikap Sky pada Rain. Hal yang tak pernah terduga sama sekali, Sky benar-benar sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Sementara Jevan dan Yongki terhanyut dalam keharuan, Rain malah mengernyit tak mengerti.

"Kelinci?" Tanya Rain dengan mengulang kata 'kelinci'.

"Iya, kelincinya kakak. Kamu senyum dong!" Jawab Sky membuat Jevan dan Yongki menahan tawa karena mereka sudah tau maksudnya.

"Apa hubungannya kelinci sama senyum?" Tanya Rain lagi masih belum mengerti.

"Udah, kamu senyum aja dulu!" Jawab Sky sedikit memaksa.

Akhirnya Rain pun tersenyum lebar memperlihatkan dua gigi kelincinya dan membuat mereka bertiga gemas.

"Ih, gemes deh!" Ucap Sky sambil mencubit kedua pipi Rain.

"Ah, kak!" Balas Rain malu.

Mereka berempat pun segera pergi ke kantin sambil bercakap-cakap hangat.

.

.

"Kamu kenapa sih, Van? Dari tadi kok gak bisa diem?" Tanya Sky pada sang sahabat yang tak berhenti menggoyang-goyangkan kakinya sejak tadi.

"Tau nih, kak Jevan kepedesan ya?" Tanya Yongki pula.

"Bukan gitu, aku kebelet banget nih." Jawab Jevan sambil menyeruput es teh pesanannya.

"Ya ampun, cepetan ke kamar mandi sana!" Kata Sky sambil mendorong pelan pundak sang sahabat.

"Nanti ajalah, aku gak mau ditinggalin kalo kalian udah selesai makan duluan." Ucap Jevan sambil menyuap makanan ke dalam mulutnya dengan kedua kaki yang diapit rapat.

"Elah, kamu kok kayak anak kecil sih, Van? Nanti kalo kamu kelepasan disini gimana? Udah sana, kita tunggu kok!" Kata Sky sambil mendorong dengan tenaga yang lebih kuat.

"Bener ya! Awas lho kalo nanti aku balik terus kalian gak ada." Ucap Jevan bersungut-sungut kemudian hengkang.

Rain dan Yongki hanya bisa menahan tawa melihat interaksi kedua kakak mereka. Lucu juga!

Jevan berjalan cepat setengah berlari menuju tempat pembuangan. Ia sudah kebelet sekali sejak tadi, tapi menurutnya makanan lebih penting. Seandainya Sky tak memaksa, mungkin Jevan sudah jadi bahan tertawaan banyak orang karena kelepasan di kantin.

Langkah Jevan mandek di depan pintu utama. Samar-samar dia mendengar suara seperti bisik-bisik. Apa kamar mandi sekolahnya merupakan tempat tongkrongan makhluk lain? Jevan jadi merinding sendiri, seketika dia menyesal tak mengajak salah seorang untuk kebelet bersamanya.

Suara bisik-bisik itu masih terdengar. Semakin Jevan melangkahkan kakinya mendekati bilik-bilik kamar mandi, semakin jelas pula suaranya. Jevan mulai mengasumsikan, suara yang didengarnya bukanlah suara makhluk lain melainkan makhluk yang sama sepertinya, manusia.

Jevan mendekati salah satu bilik paling ujung yang paling jauh dari pintu utama, bilik yang paling jarang dimasuki orang. Siapa kira-kira yang akan dengan bodohnya melewati bilik lain yang kosong saat mereka sudah sangat kebelet?

Jevan terus melangkah pelan. Rasa takut dan kebeletnya sudah sirna sejak dia yakin kalau suara yang didengarnya adalah murni berasal dari lisan seseorang. Rasa penasaran yang membuncah membuatnya tak segan menempelkan salah satu daun telinganya ke pintu bilik.

"Terus aku harus gimana lagi, Pa? Aku udah berusaha buat hubungan mereka semakin kacau, tapi mereka malah baikan."...

Jevan mengernyit dalam. Suaranya.. tak asing!

"Iya, Pa. Aku udah ngelakuin semua rencana kita. Mulai dari ngebuat Sky salah paham sama Rain pake arloji, nyoret-nyoret meja sama bangku Sky pake nama Rain, dan terakhir nuduh Rain naruh dompet di tasnya Sky, tapi semuanya masih kurang, Pa. Aku belom puas!"...

Rahang Jevan bergerak turun sementara kelopak matanya bergerak naik. Jadi ada orang yang sengaja merusuhkan hubungan antara Sky dan Rain di tengah usahanya membuat mereka saling sayang? Kurang ajar!

"Udah dulu ya, Pa, aku takut ada orang yang denger soalnya aku di kamar mandi, gak di rooftop. Papa sih nelfonnya tiba-tiba.."...

"Oke, sayang papa!"...

Jevan melesat dengan cepat ke dalam bilik sebelah saat mendengar suara kuncian pintu bilik yang disentuh oleh seseorang di baliknya. Arah pandang Jevan terus mengikuti bayangan langkah dari celah di bawah pintu bilik yang semakin lama semakin jauh kemudian menghilang.

"Aku gak akan tinggal diam ngeliat sahabat aku dalam bahaya. Aku akan mengubrak-abrik rencana kamu seperti kamu mengubrak-abrik hubungan Sky dan Rain. I'm watching you.. Jimmy!"...

.

.

"Jevan mana sih lama banget!" Kata Sky sambil terus memantau arlojinya.

Rain yang bosan menunggu hanya meletakkan kepalanya di atas kedua lipatan tangannya sambil mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Sementara Yongki sendiri sibuk dengan handphonenya.

"Jangan-jangan kak Jevan mandi?!" Ucap Rain mengeluarkan pendapat sambil mengangkat kepala dan menatap Sky.

"Gak mungkin! Jevan tuh salah satu penghina kelas kakap kamar mandi sekolah." Kata Sky membantah keras.

Rain menghembuskan napas kasar membuat Sky yang melihatnya tak kuasa menahan gemas. Ia tersenyum tipis, Rain sangat manis.

"Haah.. Leganya!" Ucap seseorang membuat mereka bertiga lantas menoleh bersamaan.

"Van! Kamu gak lupa kan cara narik ritsleting?" Tanya Sky kesal, tapi Jevan malah terkekeh.

"Kenapa nanya gitu?" Jevan berniat menggoda.

"Abisnya kamu tuh lama banget! Liat tuh! Mereka berdua sampe lumutan nungguin kamu. Mungkin makanan kamu juga udah basi dari tadi." Jawab Sky menyemprot tuntas seorang Jevan Jonathan.

"Jangan marah-marah gitu dong.. Iya deh, maaf kalo aku lama, tapi aku yakin kamu akan berterima kasih sama aku nantinya." Kata Jevan sambil kembali menyantap makanannya yang tadi.

"Makasih udah buang waktu!" Ucap Sky sarkas.

Jevan hanya tersenyum sambil mengunyah. Senyum yang menyiratkan sesuatu tak kasat mata di baliknya.

.

.

.

.

"Sky! Kamu mau kemana?" Tanya Jimmy saat berpapasan dengan Sky di koridor dekat kelas Rain.

"Ya pulanglah, kemana lagi?" Balas Sky.

Seperti biasa, bawaan sikapnya yang memang cuek akan terus membekas sekalipun dia sudah berubah.

"Kamu gak boleh pulang dulu." Kata Jimmy membuat Sky menatap tajam padanya.

"Minggir! Adek aku udah nunggu." Ucap Sky tak suka.

"Hah? Adek kamu? Siapa?" Tanya Jimmy terkejut.

"Iya, adek aku, Rain." Jawab Sky membuat mata sipit Jimmy membola lebar.

"Jadi desas-desus tentang kamu sama Rain yang udah tersebar seantero sekolah bukan hoax? Rain beneran adek kamu? Adek kandung kamu?" Tanya Jimmy membuat Sky menggeram dalam hati.

Apa urusan Jimmy dengan adek kandungnya atau bukan? Membuatnya mengingat hal buruk di masa lalu.

"Iya." Jawab Sky singkat dan tak padat, namun cukup untuk menjelaskan.

"Wah.. Kenapa selama ini kamu berlagak gak sayang sama dia? Katanya kamu sengaja nutupin kebenaran kalo dia adek kamu ya?" Tanya Jimmy membuat kepalan tangan Sky sudah sedia untuk mendarat di wajahnya kapan saja.

"Apa hak kamu nanya-nanya gitu sama aku? Sebenarnya kamu mau apa sih?" Balas Sky di tengah usahanya memahan amarah.

Pertanyaan yang sangat amat tepat ditujukan kepada seorang Jimmy Wardana.

"Ah, aku hampir lupa. Aku cuma mau bilang kalo kamu gak boleh pulang dulu. Kamu dipanggil sama wali kelas ke ruang guru. Ada urusan penting katanya." Jawab Jimmy tenang seolah yang mereka bahas tadi hanyalah candaan seujung kuku.

Wali kelas? Penting katanya? Huh! Sky berani bertaruh kalau urusan penting yang dikatakan adalah membantu menginput nilai dan Sky tak menganggapnya penting sama sekali.

"Sayangnya adek aku lebih penting!" Kata Sky sambil mengambil ancang-ancang untuk melangkah.

"Sky! Aku bilang kamu gak boleh pulang dulu! Aku udah dikasih amanat sama wali kelas buat nyeret kamu ke ruang guru." Ucap Jimmy sambil menahan pergelangan tangan kanan Sky.

Apa-apaan?! Jevan saja takut-takut berkata semena-mena padanya. Sementara Jimmy? Apa katanya tadi? Menyeret? Heol, yang benar saja!

"Jaga ucapan kamu ya!" Kata Sky membentak.

"Lho, emang kenapa? Ada yang salah? Pokoknya sekarang kamu harus ikut aku ke ruang guru." Ucap Jimmy tak gentar sambil menarik paksa Sky.

"Lepas! Aku gak mau dan kamu gak berhak ngatur-ngatur aku! Kamu aja sana yang bantu wali kelas nginput nilai, aku capek!" Kata Sky menolak mentah-mentah.

"Gak, pokoknya harus kamu! Wali kelas maunya kamu, jadi sekarang kamu harus ikut aku ke ruang guru." Ucap Jimmy menambah kekuatan tarikannya.

Bedebah! Baru kali ini Sky diperlakukan seenaknya oleh orang lain. Parahnya, Jimmy adalah orang awam yang memaksa ikut campur dalam urusan hidupnya.

"Jangan dipaksa kalo Sky gak mau!" Kata seseorang yang tiba-tiba nimbrung di antara mereka.

"Biar aku yang bantu wali kelas." Ucapnya lagi, dia adalah Jevan.

Sky langsung menyentak tangannya saat dia merasa cekalan Jimmy melemah. Tanpa berkata apapun, Sky berlalu dengan wajahnya yang merah padam bekas menahan emosi.

"Khm! Kayaknya aku harus ralat semua perkataan baik aku sama kamu deh." Kata Jevan menghapus kecanggungan setelah kepergian Sky.

"Maksud kamu?" Tanya Jimmy polos.

Jevan tersenyum remeh. Luar biasa akting pemuda di depannya sekarang. Cerdas!

"Harusnya aku lebih banyak berguru sama Sky buat gak gampang percaya sama orang baru." Jawab Jevan santai.

Jimmy terdiam. Ada gurat tak terbaca dari raut wajah menawannya.

"Selamat mengemban tugas licik ya!" Ucap Jevan dengan satu kedipan mata penuh arti kemudian berlalu ke ruang guru.

Jimmy masih sempat merasakan senggolan penuh nafsu antara pundak lebar milik Jevan dengan pundak kecil miliknya sesaat setelah Jevan melangkah pergi.

Pijakan Jimmy melemah. Matanya berkaca-kaca. Apa maksud Jevan padanya tadi? Kenapa Jevan yang sudah dianggapnya sebagai sahabat tega menusuk hatinya?

.

.

.

.

-TBC-

Continuă lectura

O să-ți placă și

95.8K 12.7K 71
SEQUEL STORY "NOT YOU || BROTHERSHIP" Disarankan membaca story NOT YOU terlebih dahulu, agar tahu jalan cerita (story) ini. *** Mereka hanya setitik...
104K 11.4K 44
Nanda dan Arka. Saudara Keluarga Lalu...mereka bahagia. Harusnya begitu.... @2020
7.1K 701 9
This is just short story. ©2019, June
1.3K 200 17
Dikala bintang yang harus terpisah dari angkasanya dan disanalah semuanya bermula Apapun akan dilakukan agar bintang tetap bisa bersama angkasa-nya...