KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]

By MarentinNiagara

343K 33K 8.9K

Besar bersama keluarga utuh meski bukan dengan ibu kandung. Bunda adalah malaikat tanpa sayap yang sengaja di... More

📒 Prolog ---
📒 00 ✏ Kenalan yuuukk ✏
📒 01 ✏ Goodbye City of Dreaming Spires ✏
📒 02 ✏ Market (heart) Mapping ? ✏
📒 03 ✏ Benci Untuk Mencinta ✏
📒 04 ✏ Tom and Jerry ✏
📒 05 ✏ Emisivitas Cinta ✏
📒06 ✏ Sejarah Terulang ✏
📒 07 ✏ Putra Sahabat Bunda✏
📒 09 ✏ Cemburu atau Baper? ✏
📒 10 ✏️ Tentang Rasa ✏️
📒 11 ✏️ Romantisme Senja ✏️
📒 12 ✏ Bias Asa ✏
📒 13 ✏️ Bukan Fatimah AzZahra ✏️
📒 14 ✏ Roda yang Berputar ✏
📒 15 ✏ Dilan(da) Bimbang ✏
📒 16 ✏ Berdiri Atas Satu Kaki✏
📒 17 ✏️ Kesibukan Baru✏️
📒 18 ✏️ Think out of the Box ✏️
📒 19 ✏ Awal yang Indah ✏
📒 20 ✏ Salah Paham yang Melebar ✏
📒 21 ✏ a Different Day ✏
📒 22 ✏ Sejarah Terulang (2) ✏
📒 23 ✏ Bridal Shower ✏
📒 24 ✏ Cinta Takkan Pernah Salah Alamat ✏
📒 25 ✏ Hidup Baru ✏
📒 27 ✏ Pengakuan Dosa ✏
📒 26 ✏ Fitrah Cinta ✏
📒 28 ✏ (bukan) Rindu Terlarang ✏
📒 29 ✏ Lembaran Baru Sesungguhnya ✏
📒 Epilog ---

📒 08 ✏ Kehebohan Hafizh ✏

8.4K 1K 274
By MarentinNiagara

Kembalilah kau kekasihku
Jangan putuskan kau tinggalkan aku
Sekalipun sering ku menyakitimu
Tapi hanya kaulah pengisi hatiku

#VidiAldiano#________________________

🍄🍄

SETIAP hari ucapan Fatia yang terngiang di telinganya. Apalah itu orang menyebutnya, Hafizh tidak pernah peduli. Hatinya yang sudah tidak lagi di Jakarta membawanya segera untuk melesatkan diri ke bandara untuk segera kembali ke Blitar.

Sejak telpon siang itu hatinya menjadi uring uringan. Tidak lagi ada ketenangan. Yang diinginkan hanya ingin cepat sampai di rumah dan segera memperoleh jawaban dari kegundahannya.

Malu tapi mau, suka tapi gengsi, cemburu tapi marah melulu.

Selepas sholat dhuhur, Hafizh telah sampai di toko. Belum juga mandi atau membersihkan badannya terlebih dahulu namun dia memilih untuk langsung bertemu dengan Fatia.

"Mbak Indah, Fatia kemana?"

"Astaghfirullah, Bang. Salam dulu napa jangan bikin orang senam jantung!!! dr. Omaira masih ke Amrik nengokin twin." Indah yang tersentak kaget saat Hafizh tiba tiba muncul di belakangnya saat dia sedang memotong pakaian yang di pesan khusus oleh keluarga Arfan.

"Assalamu'alaikum, Mbak Indah cantik. Fatianya kemana?" ulang Hafizh dengan senyum devilnya.

"Waalaikumsalam, Abang kangen ya?" ledek Indah.

"Enggak, siapa yang bilang?" elak Hafizh sambil memalingkan mukanya.

"Ituloh mata Abang yang bilang, kangen. Bilangin Bunda ah, Bun___" Indah langsung beteriak hendak memanggil Qiyya.

"Ishh, Mbak Indah mesti deh. Tak laporin sama Mas Adam ntar dirimu. Genit!!!" Hafizh yang keki dikerjain oleh Indah semakin geram.

"Mana ada Mas Adam percaya, kalau aku genitnya sama kamu. Alah Bang kalau kangen mbok ya bilang saja. Boo aku kangen lo, nggak usah pura-pura gitu. Kelihatan loh orang yang biasa bohong sama enggak itu." Indah tertawa lebar setelahnya melihat Hafizh yang semakin frustasi dia kerjain.

Akhirnya Hafizh memilih diam dan Indah melanjutkan pekerjaannya kembali.

"Mbak Indah lagi ngerjain pesanan ya? Detail banget ngerjainnya. Memang pesanan siapa?" dan begitulah memang Hafizh jika sudah melihat pekerjaan di depan matanya. Rasa kesalnya seketika berubah menjadi kepo yang tak berkesudahan.

"Iya, borongan ini. Tanggal 20 Agustus harus sudah kelar. Rencananya mau diantar sendiri sama Bunda malah." Cerita Indah dengan masih fokus pada pekerjaannya.

"Bunda? Mengantar? Berarti istimewa sekali yang pesan. Memang siapa sih Mbak?"tanya Hafizh akhirnya.

Tidak biasanya Qiyya menawarkan dia sendiri yang akan mengantarkan pesanan jika bukan seseorang yang istimewa.

"Sahabat Bunda dari Malang. Kapan hari kan ke sini sama keluarganya mau pesan pakaian untuk resepsi kemerdekaan RI. Suami beliau TNI AU di Malang sana," jelas Indah.

"Sahabat Bunda? Sama keluarganya? jangan bilang___" tanya Hafizh sekali lagi seolah dia mengingat akan sesuatu hal yang membuatnya hari ini ingin segera sampai di Blitar dan bertemu dengan Fatia.

"Iya sahabatnya Bunda. Jangan bilang apa Bang? Abang mau nyoba nawari ke temen kantornya sahabat Bunda. Boleh tuh Bang, kebetulan juga kan mereka punya putra seusia Abang. Kalau mau nawarin kerjasama mungkin. Dia kemarin minta nomer HPnya Fatia. Kali saja sudah hubungin Fatia." Kata Indah yang seketika menghentikan aktivitasnya. Dia mulai berpikir seandainya seluruh teman Qiyya yang satu kantor dengan Arfan memesan pakaian ke butik kan lumayan juga. Tapi lamunannya segera terkoyak saat mendengar teriakan Hafizh.

"Apa?!!!! Minta nomer HP Fatia?"

"Iya," jawab Indah tergagap saking terkejutnya.

"Dan Fatia memberikannya?"

"Ya jelaslah Bang. Kan ada Bunda juga waktu itu masa iya Fatia tidak memberikan nomor HPnya. Memang kenapa sih?" tanya Indah yang makin tidak mengerti dengan sikap Hafizh yang kembali meledak-ledak.

"Fatia dimana sekarang?" mengabaikan pertanyaan Indah, Hafizh justru memilih menanyakan keberadaan Fatia.

"Tadi sih keluar, nggak tahu kemana. Atau jangan-jangan sama Mas Aftab kemarin ya, soalnya tadi pagi aku sempat lihat kemari sambil bawa goddiebag. Mungkin untuk Fatia," kata Indah lagi.

"Aftab? Siapakah itu?"

"Ya putra sahabatnya Bunda itu Bang, hensem dia orangnya. Tegap seperti ayahnya," kata Indah.

"Alah paling juga masih gantengan aku kemana-mana." Hafizh berkata dengan arogannya. Dia yang tadi sudah membara kini semakin meletup mendengar cerita Indah. Fatia sudah berani beraninya keluar dengan laki-laki lain selain dirinya.

'Aduh Hafizh, eling!!! emang kamu siapanya Fatia?' monolog hati kecilnya membuatnya tersadar dan segera menarik nafas untuk beristighfar dan menahan amarah yang ada di dalam dadanya.

"Iya gantengan Bang Hafizh banyakan Mas Aftab." Indah tertawa lebar kemudian melanjutkan bicaranya. "Abang kan ibaratnya tuh si Zayn Malik KaWe, nah tuh cowok mirip-mirip Austin Mahone. Keren kan? Gantengan mana coba? Don't the water grow the trees, don't the moon pull the tide, don't the stars light the sky, like you need to light my life, if you need me anytime_____," otomatis bibir Indah langsung menyanyikan lagu yang pernah populer dibawakan oleh Austin Mahone, all I ever need.

Indah memang tidak tahu bagaimana membaranya hati Hafizh saat ini.

"Katanya nggak kangen sama Fatia Bang? Kok jadi gitu mukanya saat tahu Fatia jalan sama Mas Aftab?" Indah kembali melanjutkan lagunya Austin Mahone.

Hafizh terdiam tapi dengan langkah seribu segera meninggalkan Indah yang sedang fokus dengan lagunya. Pikirannya yang sudah rumit kini bertambah rumit dengan cerita Indah.

Sejauh itukah Fatia dekat dengan lelaki yang disebut Indah dengan nama Aftab itu.

Ini baru 10 hari Hafizh tinggal ke Jakarta, belum nanti jika dia harus ke luar negeri untuk negosiasi bisnis. Apa kabar dengan hatinya?

Hafizh segera melesatkan diri ke konveksinya. Ada hal penting yang harus dia pastikan selain masalah hatinya dengan Fatia. Pesanan dari Saudi harus secepatnya bisa terhandle dengan baik. Supaya tidak terjadi perpanjangan waktu untuk pengiriman karena tentunya akan memperburuk citra usahanya di mata kolega bisnisnya.

Tiba di konveksi, Hafizh segera mengontrol bagian bahan baku dan pemotongan.

"Sudah kelar semua Bang untuk pemotongan, tinggal di penjahitan dan finishing." Hafizh cukup puas dengan kinerja karyawannya.

Dalam waktu yang cukup singkat step awal telah dilakukan oleh semuanya. Beberapa karyawan di pemotongan kini justru diperbantukan untuk membantu proses finishing. Mulai dari pemasangan kancing, setrika sampai dengan pengepakan barang.

Memang sudah seperti itu, layaknya teamwork yang solid. Hafizh mengajarkan untuk bahu membahu, meski bukan jobdesk pekerjaannya jika memang yang lain membutuhkan tenaga harus saling membantu.

Memeriksa hasil jahitan kemudian memastikan bahwa tidak ada cacat produksi dalam pengerjaan. Secara random Hafizh membuka kemudian meneliti dan mengembalikan lagi seperti sebelumnya, setelah dia memastikan memang tidak satupun ada cacat pada barang yang akan dia kirim nantinya.

Matanya kini tertuju kepada empat siswa SMK yang sedang mengadakan PKL di tempat usahanya. Ada tanggung jawab moril yang harus dia genggam ketika melihat mereka. Hafizh belum sekalipun memberikan mentoring atau masukan kepada mereka. Sepuluh hari terakhir ini memang dia menitipkan anak-anak itu kepada Fatia.

"Selamat siang." Sapa Hafizh saat keempatnya sedang sibuk melakukan pengepakan pakaian.

"Selamat siang Bang." Jawab mereka serempak.

"Kalian berempat di sini semua memangnya tidak ingin belajar yang lain begitu?"pancing Hafizh dengan pertanyaan awal.

"Tadi sudah Bang, hanya saja memang pekerjaan kita berdua sudah selesai jadi bantuin untuk mengepak ini sama mbak-mbak yang lain." Jawab siswa yang bernama Icha.

"Memangnya kalian berdua diberi tugas apa sama Kak Fatia?"tanya Hafizh lagi, sekaligus dia juga ingin crosscheck kepada anak-anak ini bagaimana Fatia mengajarinya. Sudah sesuai dengan yang Hafizh arahkan selama ini atau belum.

"Administrasi untuk barang masuk dan juga barang keluar, Bang. Jadi kalau konveksi seperti ini kita tidak menerapkan yang namanya FIFO atau LIFO tapi memang harus sesuai dengan pesanan dan pasar."

"Ya, tentunya karena memang bisnis pakaian itu tidak akan merugi karena bahan baku busuk. Justru kami akan kesulitan dalam penjualan jika produksi banyak namun model sudah tidak up to date dan sudah tidak sesuai dengan permintaan pasar. Itu karenanya kita buat sistem kelas, konveksi dan butik plus." Jelas Hafizh.

Metode First In First Out atau Last In First Out itu bisa dipakai untuk perusahaan makanan atau perusahaan yang disparitas perolehan bahan bakunya sangat lebar dari waktu ke waktu.

"Apakah itu nantinya juga akan berpengaruh terhadap strategi pemasaran?" tanya Aira dengan cepat setelah Hafizh menyelesaikan bicaranya.

Mata Hafizh menatapnya sekilas. Hafizh berpikir bahwa Aira memang begitu cepat menangkap apa maksud dari kalimat yang baru saja dia ucapkan.

"Apakah Kak Fatia juga sudah mengajarkan tentang strategi pemasaran kepada kalian?"dengan kompak mereka menggelengkan kepala.

Kemudian Hafizh mencoba berinteraksi. Memberikan beberapa gambaran tentang bagaimana seorang interpreneur bisa memanage waktu yang seimbang antara produksi, financial treatment dan juga tentang marketing sell. Banyak hal yang harus dipenuhi untuk itu termasuk juga tentang 5P, Product, Price, Promotion, Place, dan People. Ditambah lagi dengan 2P yang juga tidak kalah pentingnya yaitu Process dan juga Physical Evidence.

"Mengapa harus ada bukti fisik? Bukankah konsumen hanya akan melihat barang yang kita jual bukan dengan tempat usaha kita?" kembali suara Aira terdengar di telinga Hafizh.

"Building merupakan bagian dari bukti fisik, karakteristik yang menjadi persyaratan yang bernilai tambah bagi konsumen dalam perusahaan jasa yang memiliki karakter." Hafizh tersenyum setelah mengatakan itu. Melihat wajah keempat siswa yang kini sedang dimentorinya menguap tidak mengerti apa yang dia katakan. Sehingga mengharuskan Hafizh untuk merubah kosa katanya ke dalam bahasa yang mudah mereka pahami.

"Jadi tidak semua bidang usaha itu menjual produk. Kebetulan saja kalian PKL di sini yang notabene ada produk nyata yang kita jual, pakaian. Tetapi ada beberapa jenis usaha yang menjual jasa seperti misalnya loundry, penjahit, barber shop, dan lainnya yang semua itu intinya memberikan layanan jasa untuk pelanggan. Jadi karena yang seperti itu tentu saja konsumen akan melihat bagaimana gedung atau fisik kantor kita, membuat mereka nyaman atau tidak. Apalagi untuk perusahaan jasa yang menyediakan kelas market khusus seperti jasa perbankan, Physical Evidence pasti sangat dibutuhkan." baru saja Hafizh menyelesaikan kalimatnya matanya dengan cepat menangkap bayangan tubuh yang berjalan mendekat ke arah mereka.

Fatia dengan langkah tergesa bergerak menuju kepadanya. Sepertinya kelelahan memang sudah tersirat dari raut mukanya yang sudah tidak fresh lagi. Namun kali ini Hafizh tidak ambil peduli. Dia harus mendapatkan jawaban segera. Sejauh apa kedekatan antara Fatia dengan Aftab.

"Loh, Abang sudah sampai? Kapan sampainya kok aku tidak diberi tahu?" kata Fatia kepada Hafizh kemudian melanjutkan lagi bicaranya kepada Aira dan teman temannya. "Maaf ya adik-adik, hari ini aku nggak bisa temani kalian karena ada tugas mendadak. Semua yang sempat aku instruksikan sudah dilakukan?"

"Sudah Mbak." Baru keluar jawaban singkat dari anak-anak PKL. Hafizh langsung mengajak Fatia untuk bicara.

"Ikut denganku, ada yang ingin aku tanyakan!!!" suara ketusnya membuat Fatia dengan cepat berpikir. Pasti akan panjang ini ceritanya. Sebaiknya dia izin terlebih dulu karena tadi meninggalkan Aftab yang sedang berbincang dengan Kartika. Ya, Uti Hafizh itu memang sudah tidak memegang kendali namun karena harus banyak terapi kaki untuk sering berjalan pendek makanya sering main ke konveksi. Melihat pegawai-pegawai itu rasanya kembali muda, katanya.

"Sebentar ya Bang, tadi aku dianterin teman ke sininya. Dia sekarang sedang berbincang dengan Uti di ruangan Bang Hafizh." Kata Fatia kemudian meninggalkan Hafizh terlebih dulu. Namun baru dua langkah kakinya bergerak suara Hafizh kembali bergema.

"Siapa dia?"

"Ya temen Fatia."

"Katakan siapa dia?!!" suara Hafizh sudah mulai naik setengah oktaf tapi cukup didengar oleh Fatia karena kini mereka sedang berjalan di lorong.

"Putra sahabat Bunda."

"Aftab?" tanya Hafizh dengan penuh selidik. Tatapan mata tajamnya mengunci manik mata Fatia.

"Dari mana Abang tahu namanya? Aku kan bel____" biarlah kalimat Fatia terselesaikan di udara. Hafizh sudah berjalan ke ruangan yang disebutkan Fatia dimana Aftab berbincang dengan Kartika.

Sampai di ruangan, Hafizh melihat Utinya memang sedang berbincang dengan laki-laki muda. Benar kata Indah, jika dilihat dari mimik mukanya usia pemuda itu tidak berbeda jauh dari Hafizh. Austin Mahone, memang cukup pantas nama itu diberikan kepadanya. Tubuh tegap atletisnya cukup menjadi tantangan buat Hafizh pada pandangan pertama.

"Bang, itu__maksud Fatia kan__" tidak lagi diteruskan karena memang kini Fatia telah melihat bagaimana cara Hafizh menatap Aftab. Namun sekali lagi Fatia hanya berpikir seperti yang Qiyya katakan sebelumnya bahwa memang Hafizh telah menganggapnya sebagai seorang saudara makanya mungkin dia marah ketika tahu Fatia keluar dengan lelaki yang belum dia kenalnya. Padahal juga keluar atas izin Bunda Qiyya karena tadi pagi mendapat telepon dari Kania untuk mencarikan sesuatu bahan pakaian yang memang hanya terdapat di Blitar. Dan Fatialah yang ditugasi oleh Qiyya untuk mengantar Aftab ke alamat yang telah di tuliskannya.

"Mas Aftab, maaf ini Bang Hafizh yang aku ceritakan kemarin. Bang, ini Mas Aftab, putra sahabat Bunda dari Malang." Hafizh tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya. Menunjukkan bahwa dia juga lelaki yang pantas untuk diperhitungkan berada di samping Fatia.

Aftab menerima uluran tangan dari Hafizh dengan hangat. Hanya saja Aftab segera tersadar jika genggaman tangan Hafizh bukanlah genggaman tangan persahabatan tetapi entahlah bisa ditafsirkan seperti apa, aura panas mungkin akan timbul dari sana setelah ini.

"Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Uti, terimakasih waktunya. Mimi pasti sangat senang nanti. Fatia makasih ya sudah nemani aku jalan tadi. Bang Hafizh, saya permisi dulu. Salam untuk Tante Qiyya."

Setelah Aftab pergi Hafizh kembali bertanya kepada Fatia dengan sangat tegas. Bahkan di depan sang Uti sekalipun dia sudah tidak peduli.

"Kamu pacaran sama dia?"

Bukannya menjawab Fatia hanya membuka bibirnya dan tak bisa berkata apa-apa. Sementara Katika tak kalah terkejutnya dengan pertanyaan dan ekspresi Hafizh saat itu. Di saat yang sama Aira masuk ke ruangan sambil membawa beberapa laporan yang memang harus di tanda tangani oleh Hafizh.

Hafizh menerima dan melihat sekilas laporan yang dibuat oleh Aira dan teman-temannya. Tiba-tiba terlintas suatu ide untuk mengalihkan bara yang kini tengah bersarang di dadanya.

"Ai, kamu tadi naik apa ke sini?" tanya Hafizh.

"Naik sepeda boncengan dengan teman-teman." Jawab Aira.

"Ok, aku antar saja sekalian mau ada perlu dengan Ustadzah Ikhlima dan juga suami beliau." Kata Hafizh kemudian langsung pamit kepada Utinya.

Sebelum berlalu Fatia baru mengeluarkan suaranya setelah beberapa saat diam. "Bang aku bareng pulang ya, tadi nggak bawa sepeda kemari."

"Aku mau ke rumah Ustadzah Ikhlima. Memangnya kamu__" nada bicara Hafizh masih begitu sinis terdengar. Namun bukankah itu sudah seringkali Fatia dengar sebelumnya.

Jadi apa bedanya dengan yang sebelum sebelumnya? Mungkin memang Hafizh sedang capek dan melihat orang yang dia anggap adik jalan dengan laki-laki lain pasti akan marah. Fatia menganggap jika Hafzih sudah hilang capeknya pasti akan reda sendiri marahnya. Sebaiknya memang Fatia harus menunda untuk memberi tahu Hafizh tentang alasan mengapa dia keluar bersama Aftab hari ini berdua.

Hafizh meninggalkan Fatia bersama Utinya. Dia lebih memilih mengantarkan Aira dan berniat untuk bersilaturahim ke rumah eyangnya.

Kartika kini mulai bisa menarik benang merah dari semuanya. Sepertinya memang saat ini dia harus segera menghubungi Qiyya secepatnya. Ada sesuatu yang bisa dia tarik, hubungan tak kasat mata antara Hafizh dan juga Fatia.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃

And mohon untuk cek ketypoan, syukraan katsiraan telah menantikan cerita ini

Blitar, 03 Agustus 2019

revisi dan republish 08 April 2020

Continue Reading

You'll Also Like

6.6K 524 24
Namanya Dinda, jomblo berusia 27 tahun. Status jomblonya itu tentu membuat geregetan keluarganya. Akhirnya Papi, Mami, dan Daris menetapkan masing-ma...
2.1M 234K 43
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
20.3K 1.9K 31
Naura tidak tau jika kedekatannya dengan Azam mampu menumbuhkan benih cinta dihati pria itu. Selama mengenal Azam, Naura hanya menganggap pria itu se...
82.7K 11.1K 25
#Spin off LSIH 5 Bila manusia meyakini jika jodoh telah tertulis di lauhul mahfudz sejak 50 ribu tahun yang lalu. Lantas buat apa kita haru...