KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]

By MarentinNiagara

343K 33K 8.9K

Besar bersama keluarga utuh meski bukan dengan ibu kandung. Bunda adalah malaikat tanpa sayap yang sengaja di... More

📒 Prolog ---
📒 00 ✏ Kenalan yuuukk ✏
📒 01 ✏ Goodbye City of Dreaming Spires ✏
📒 02 ✏ Market (heart) Mapping ? ✏
📒 03 ✏ Benci Untuk Mencinta ✏
📒 04 ✏ Tom and Jerry ✏
📒 05 ✏ Emisivitas Cinta ✏
📒 07 ✏ Putra Sahabat Bunda✏
📒 08 ✏ Kehebohan Hafizh ✏
📒 09 ✏ Cemburu atau Baper? ✏
📒 10 ✏️ Tentang Rasa ✏️
📒 11 ✏️ Romantisme Senja ✏️
📒 12 ✏ Bias Asa ✏
📒 13 ✏️ Bukan Fatimah AzZahra ✏️
📒 14 ✏ Roda yang Berputar ✏
📒 15 ✏ Dilan(da) Bimbang ✏
📒 16 ✏ Berdiri Atas Satu Kaki✏
📒 17 ✏️ Kesibukan Baru✏️
📒 18 ✏️ Think out of the Box ✏️
📒 19 ✏ Awal yang Indah ✏
📒 20 ✏ Salah Paham yang Melebar ✏
📒 21 ✏ a Different Day ✏
📒 22 ✏ Sejarah Terulang (2) ✏
📒 23 ✏ Bridal Shower ✏
📒 24 ✏ Cinta Takkan Pernah Salah Alamat ✏
📒 25 ✏ Hidup Baru ✏
📒 27 ✏ Pengakuan Dosa ✏
📒 26 ✏ Fitrah Cinta ✏
📒 28 ✏ (bukan) Rindu Terlarang ✏
📒 29 ✏ Lembaran Baru Sesungguhnya ✏
📒 Epilog ---

📒06 ✏ Sejarah Terulang ✏

9.2K 940 313
By MarentinNiagara

Bukan menjadi suatu masalah apakah kucing itu hitam atau putih, selama dia bisa menangkap tikus_________________

🍄🍄

HANYA kata tanpa meninggalkan jejak. Ataukah jejak tanpa meninggalkan kata? Entahlah, jika mungkin di era sang Bunda, Hafizh akan berkata 'kuch-kuch hota hai'.

Keriuhan butik dan konveksi pagi ini membuat Hafizh harus turun tangan untuk membantu merapikan dan memberikan beberapa instruksi kepada para karyawannya. Bahkan tak segan-segan dia menegur beberapa diantaranya yang dengan seenaknya bekerja dengan santai.

"Belum sarapan?" tanya Hafizh kepada salah seorang karyawannya yang masih dengan santai duduk berselonjor kaki di dekat tempat cutting kain.

"Sudah."

"Terus ngapain masih santai di sini? Yang lain kan sudah bekerja." Kata Hafizh sambil memperhatikan karyawannya yang lain.

"Lah tugas saya hanya ngangkutin kain dari cutting ke penjahitan Bang. Ini belum ada yang di cut. Saya musti ngerjain apa?"

"Memangnya tidak bisa itu bantu yang lain, temennya lagi repot angkutin kain glondongan dari luar ke sini kamunya malah ongkang-ongkang kaki. Memangnya angkutin kain juga tugas mereka? Masih niat kerja nggak?" Hafizh mulai terpancing emosinya.

"Ya masih Bang."

"Terus ngapain masih duduk di sini?" Hafizh berkata dengan nada yang sedikit keras. Karyawannya membuat dia emosi setengah jiwa.

Sepeninggal karyawannya Hafizh segera mengusap kembali gawainya. Memastikan sekali lagi bahwa hitungannya tidak keliru dengan barang yang dikirim oleh Pak Rizki dari Cikarang. Kerja tepat, cepat dan berkualitas memang sangat dibutuhkan kerja team secara all out.

Sembari mengecek sampling barang yang didatangkan ada cacat atau tidak, Hafizh mencoba menghubungi Pak Rizki untuk menyampaikan bahwa barang pesanannya telah sampai.

Fatia yang sedari tadi juga ikut mondar-mandir mengikuti instruksi Hafizh untuk menyiapkan semuanya. Produksi kali ini harus lebih cepat dari biasanya. Meminimalkan lembur tapi menggunakan jam kerja secara maksimal.

Hafizh memang sudah bukan orang Indonesia lagi jika menyangkut tentang pekerjaan. Dia sudah berubah menjadi hatarakibachi jika berbicara tentang pekerjaan. Hafizh memang tidak suka kerja lembur, tapi ketika jam kerja dia lebih tidak suka diganggu atau menunggu.

Dan sejauh ini menurut Hafizh memang hanya Fatia yang bisa mengimbangi ambisinya dalam menggapai suatu tujuan dari apa yang mereka kerjakan selama ini. Jika yang lain harus mengajarkan 3 sampai 4 kali bahkan bisa sampai 5 kali mengulang perintah yang sama. Dengan Fatia Hafizh cukup sekali atau paling banyak mengulangi kedua kali dan Fatia sudah mengerti apa yang diinginkannya. Jangan lupakan dengan kerapian dan ketepatan waktu atas tugas yang diberikan Hafizh kepadanya.

"Bang Hafizh, ada anak yang datang untuk PKL itu di depan. Masih dengan Mbak Siwi." Suara mbak Warni memanggil Hafizh untuk beralih ke ruang tamu dari konveksi miliknya

"Sudah diterima Mbak Siwi?" mata Hafizh terbelalak seketika melihat siapa gadis berkerudung putih yang ada di depan utinya. Dia masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Sudah Bang tapi untuk lebih jelasnya silakan Bang Hafizh sendiri yang melanjutkan." Siwi memberikan kursi yang tengah didudukinya kepada Hafizh supaya Hafizh segera memberikan pengantar kepada 4 siswa yang akan PKL itu dan segera bisa bekerja kembali setelahnya. "Kenalkan Bang, ini namanya Aira, Aira ini ditugaskan oleh sekolahnya bersama 4 temannya yang lain untuk bisa melakukan PKL di konveksi Abang. Ini surat perintah kerja dan juga nomor telepon guru pembimbing mereka. Sebagai pimpinan di sini kami butuh disposisi dari Bang Hafizh untuk mendampingi mereka nantinya." Kata Siwi setelah Hafizh duduk dan memperhatikan keempatnya dengan baik.

Sama seperti Hafizh. Aira pun merasa terkejut namun hanya sekilas dan mereka berdua langsung bisa menguasai keadaan.

"Kelas berapa sekarang?" tanya Hafizh setelah membaca surat yang ada di tangannya.

"Sebelas."

"Sama dengan Kak Al dan Mbak Ayya." Kata Siwi menyambut jawaban Aira. Siwi adalah orang kepercayaan Kartika yang juga akhirnya tetap dipakai oleh Hafizh guna mengelola konveksi itu.

"Ini sudah plot dari sekolah atau kamu yang milih Ai?" tanya Hafizh.

"Kemarin sudah ada daftarnya dari sekolah Kak, tinggal kita pilih saja. Kebetulan sekolah dan pihak Zaffran konveksi telah menyetujui." Penjelasan Aira cukup membuat Hafizh mengerti. Mungkin ketika mereka bertemu di rumah makan dulu adalah waktu Aira mencoba melakukan negosiasi untuk melaksanakan PKLnya di Blitar.

"Baik, hari kerja kami selama 6 hari. Senin sampai dengan Sabtu mulai jam 8 sampai jam 3 sore. Jika memang diperlukan, hari minggu kita masuk untuk lembur." Kata Hafizh kemudian menjelaskan apa dan bagaimana sistem kerja di konveksinya. Meski bukan sebagai karyawan tapi Hafizh tahu itu juga diperlukan untuk membuat bagan laporan untuk Aira.

"Kak maaf__kalau untuk laporan apa kita harus membuatnya setiap hari dan melaporkan kepada Kak Hafizh? Karena pihak sekolah meminta itu supaya kegiatan kami bisa dipantau setiap minggunya." Tanya Aira saat aturan main telah disampaikan Hafizh kepadanya dan seluruh team.

"Kamu diminta laporan setiap hari apa?"

"Hari Senin kami harus melaporkan kegiatan kami selama seminggu"

"Baiklah, silakan letakkan di meja ini Sabtu sore nanti Senin pagi aku pastikan sudah di meja ini kembali lengkap beserta koreksi dan tanda tanganku."

"Terima kasih." jawab salah seorang teman Aira. Meski tegas Hafizh cukup bersahabat. Beberapa kali berkelakar namun dengan cepat segera kembali pada rule pekerjaannya.

"__dan satu lagi, panggil aku dengan sebutan Abang jangan Kak, Aa' atau yang lainnya." nampak sekilas senyum terurai dari bibir Hafizh saat matanya bertemu dengan mata Aira. Sekilas kemudian beralih kepada yang lain.

Setelah menyampaikan peraturan dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh siswa yang akan magang di konveksinya, Hafizh segera kembali ke butik. Ada beberapa pekerjaan yang membutuhkannya.

Hafizh memiliki janji dengan salah satu pelanggannya yang sepertinya akan memesan pakaian vintage untuk keperluan hari istimewanya.

"Boo, sudah selesai semuanya? Kita kembali ke butik. Aku janjian sama orang." Suara Hafizh memanggil Fatia. Bukan sebuah rahasia, seluruh karyawannya sudah mengetahui bahwa panggilan yang dimaksud Hafizh itu adalah untuk Fatia.

"Echiiiieeeee, Fatia diajakin Bang Hafizh balik noh." Suara ledekan dari beberapa karyawan membuat Hafizh tersenyum kecut.

Bukan tidak mengerti, Aira justru mengetahui dengan jelas seperti apa laki-laki yang ditemuinya beberapa minggu yang lalu itu memanggil seseorang. Laki-laki yang sekilas memantikkan sebuah rasa yang mungkin baru dia rasakan saat ini.

Sejak Aira dinyatakan sembuh dari penyakit kronisnya. Semua keluarganya semakin memanjakannya. Namun bukan berarti Aira tumbuh menjadi perempuan yang manja. Abinya yang akhirnya memutuskan untuk menikah kembali dengan salah satu dari siswanya membuat Aira merasakan bagaimana memperoleh kasih sayang dari seorang ibu.

Tumbuh di keluarga yang cukup berada tidak membuat Aira menjadi sosok gadis yang sombong. Bahkan dia memilih untuk tetap hidup dalam kesederhanaan. Jika ada yang bertanya, mengapa Aira memilih PKL di sebuah kota kecil seperti di Blitar. Karena Aira ingin merasakan bagaimana hidup di kota yang tenang dan jauh dari kemacetan.

Di rumah uti Ikhlimalah yang menjadi tempat menginap baginya bersama teman-teman sekelompoknya selama menjalani program PKL dari sekolahnya.

Konveksi Zaffran ini memang masuk list di sekolahnya karena dalam setahun ini satu-satunya konveksi yang bisa menembus pangsa pasar asia untuk kategori home made. Skala industrinya masih kecil namun bisa mengekspor bahan jadi berupa pakaian ke negara timur tengah dan juga Inggris.

"Heh nyawang Bang Hafizh e nganti koyo ngunu, Ra. Konangan nyahok koen." Salah seorang teman Aira menyodokkan sikunya ke lengan Aira untuk tidak melihat Hafizh seperti seorang pemuja. -- Heh melihat Bang Hafizh sampai segitunya, Ra. Ketahuan bisa bahaya kamu --

"Babang tamvan rek, rugi lek ra nyawang." Kalimat terakhir dari temannya yang lain membuat Aira menjadi tersenyum dan menunduk. Ada debar aneh yang mulai merebak di hatinya. -- Babang tamvan, rugi kalau tidak dilihat --

Meski bukan seorang pekerja kantoran. Hafizh memang penuh pesona. Tanpa dasi yang menggantung di lehernya pun justru semakin menambah aura humble tapi tetap berwibawa. Aira hanya mengekori tubuh atletis Hafizh yang meninggalkan konveksi itu dengan seorang wanita yang sama berjilbab sepertinya.

Ada rasa tidak rela namun bukan miliknya.

Helaan nafas panjang terurai dari hidung Aira. Konsekwensi yang harus diterimanya. Selama menjalankan PKL selam 3 bulan pastilah akan selalu bertemu dengan Hafizh dan kemungkinan dia harus menekan segala yang berkecamuk di dalam sana.

Tidak ingin menjadi Fatimah karena sejatinya Aira sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi dengan hatinya.

Hafizh dan pelanggannya telah memperoleh kata sepakat. Setelah pengukuran oleh stafnya dia segera meminta Fatia untuk ke ruangannya.

"Iya Bang, panggil aku?"

"Eh iya, tadi kamu lihat di konveksi ada anak SMK PKL. Mereka jurusan Akuntansi, jika aku tidak bisa touch up mereka tolong bantu. Setidaknya pastikan setiap Sabtu mereka telah menyelesaikan laporannya untuk aku periksa dan kutandatangani. Dari laporan mereka tentunya bisa kamu pakai sebagai bahan laporan bulananmu juga."

"Siap Bang. Koordinator siswanya siapa? Nanti aku minta laporannya."

"Aira, Belizia Khumaira namanya." Jawab Hafizh.

"Ciiieee, lengkap amat nyebutnya. Cemburu deh jadinya." Fatia yang memang tidak sengaja mengolok Hafizh. Namun ternyata olokan kecilnya membuat raut muka Hafizh berubah seketika.

Hafizh mencoba mencari kebenaran dari perkataan Fatia. Namun Fatia keburu berlalu dari hadapannya. Ah, mungkin Bunda banyak benarnya. Dunia Hafizh mulai mengarah kepada Fatia sejak dia mencoba untuk mengerti bagaimana kehidupan gadis yang begitu disayang bunda Qiyyanya.

Mengenalnya sebagai gadis yatim piatu tapi berusaha untuk bisa survive, tidak pernah mengeluh dan selalu menebarkan kebaikan. Adalah salahnya mengapa tidak sedari dulu akrab dengan Fatia. Tapi haruskah Hafizh menyesal sekarang? Saat mereka mulai dekat dan tentu saja secara perlahan Hafizh akan melesatkan panah asmaranya kepada wanita kebanggaan bundanya itu.

"Jangan panggil Hafizh kalau aku nggak bisa membuatmu menjadi cemburu, Fatia." Ucap Hafizh lirih kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya.

Keesokan harinya, proyek pesanan gamis dan juga thoub mulai dikerjakan. Fatia juga semakin sibuk. Dia juga harus wara wiri dari butik ke konveksi begitu juga sebaliknya.

Pagi ini Fatia menerima pesan dari Hafizh untuk memberikan beberapa tugas kepada anak anak PKL. Karena pagi ini Hafizh harus keluar kota, Fatialah yang akhirnya menggantikan dia untuk mendampingi mereka.

"Mbak Fatia ini di sini sebagai apa ya?" Aritya teman Aira mulai bertanya kepada Fatia.

"Oh saya, sebenarnya saya itu tenaga administrasi. Cuma semenjak butik dan juga konveksi dipegang oleh Bang Hafizh jadi nambah deh kerjaannya. Bantuin beliau untuk buat laporan keuangan dan stok perusahaan. Kadang juga diajak untuk negosiasi kerja." Jawab Fatia dengan lancarnya

"Oughhh, semacam asisten begitu ya?" kini gadis yang memiliki nama dada Icha mulai nimbrung di pembicaraan mereka.

"Ya semacam itulah." Jawab Fatia singkat.

"Bang Hafizh itu jahat ya mba sama orang? Kok ngomongnya ketus banget." tanya Aritya.

Fatia hanya tersenyum mendengar pertanyaan lugu dari anak-anak PKL yang mungkin baru pertama melihat dan bertemu dengan Hafizh. Teringat dulu waktu dia pertama kali juga diperlakukan seperti itu, bahkan lebih namun Fatia cenderung tidak menanggapinya.

"Masa sih? Bang Hafizh orangnya baik kok. Memang kalau berkenaan dengan pekerjaan beliau sangat tegas. Apalagi dengan etos kerja, nggak suka sama pegawai yang terlalu santai kerjanya pada saat jam kerja." Fatia mencoba menjelaskan bagaimana figur seorang Hafizh menurut kaca matanya.

"Kirain kita Mbak Fatia istrinya Bang Hafizh loh." Seru Icha yang membuat teman-temannya yang lain saling menyahut.

"Bang Hafizh sudah punya calon belum sih Mbak?" Ratna yang kini dengan sangat jelas menanyakan ke inti kekepoan mereka.

"Calon? Calon apaan maksudnya?" tanya Fatia dengan nada bingung tidak mengerti.

"Calon istri Mbak, kan pekerjaan sudah ada, mana mapan lagi. Kurang apa coba?" tambah Aritya.

Kembali Fatia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Kids jaman now maunya serba 'set set wet', "Setahuku sih belum. Bang Hafizh kan baru pulang dari Inggris."

"Inggris? Ngapain? Jalan-jalan Mbak?" tanya Aritya.

"Apa hubungannya Inggris dengan calon istri Mbak?" kembali Icha yang bertanya sebelum pertanyaan Aritya dijawab oleh Fatia.

"Ya nggak ada hubungannya Inggris dengan calon istri. Bang Hafizh kan dulu kuliah bisnis dan manajemen di Inggris, Oxford University. Belum ada setahun kok lulusnya." Jawab Fatia akhirnya.

"Wow," jawab mereka serempak.

"Jadi intinya bang Hafizh belum punya calon kan Mbak? Dan Mbak Fatia juga bukan calonnya toh?" Icha menekankan ucapannya pada kalimat tanya terakhir.

"Inshaallah bukan. Aku ya seperti yang kalian ketahui, hanya asisten beliau saja." Jawab Fatia.

"Nahkan bener apa kataku kemarin, Aira sepertinya kesempatanmu ini." Icha yang riuh mengolok salah satu temannya yang sedari tadi berdiam diri.

"Iya Ra, tuh kalau pengen tahu banyak bisa tanya ke mbak Fatia. Secara dia kan asistennya Bang Hafizh." Aritya nggak kalah isengnya.

Aira tetap diam namun matanya seolah berkata kepada teman-temannya untuk segera diam.

Fatia melihat wanita yang ada diujung pandang Icha. "Kamu Aira? Koordinator PKL di sini?"

"Iya Mbak nama saya Aira, Belizia Khumaira. Saya memang koordinator PKL di sini." Jawabnya bersuara lirih.

Fatia tersenyum menyambut tangan Aira yang telah terulur. Gaya berkenalan Aira yang menyebutkan namanya sama seperti kemarin Hafizh memperkenalkannya. Hanya dengan senyum tipisnya kemudian Fatia bertanya, "Kamu ada hati dengan Bang Hafizh ya?"

Sontak pertanyaan Fatia membuat semua teman-teman Aira tertawa. Sedangkan kini muka Aira hanya merah padam menerima olokan dari teman-temannya. Mungkin tidak salah tapi belum sepenuhnya benar adanya. Aira masih mengukur hatinya yang paling dalam. Menyukai atau hanya sekedar mengagumi.

🍄🍄

-- to be continued --

🍃 ___🍃

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

🍃 ___ 🍃


 mohon untuk cek ketypoan, syukraan katsiraan telah menantikan cerita ini

Blitar, 23 Juli 2019

revisi dan republish 03 April 2020

Continue Reading

You'll Also Like

143K 14.3K 23
Bukan karena sebuah alasan terlahir sebagai anak lelaki, namun lebih kepada bagaimana caranya bisa menghormati wanita dan memperlakukannya dengan beg...
3.5M 26.5K 28
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
880K 53.7K 43
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...
3.1M 27.4K 28
Tentang jayden cowok terkenal dingin dimata semua orang dan sangat mesum ketika hanya berdua dengan kekasihnya syerra.