Fate : A Journey of The Blood...

By monochrome_shana404

18K 3.1K 4.3K

18+ for violence, blood, and strong language [Action, Drama, Science Fiction] Takdir ibarat seperti langit. J... More

(Bukan) Kata Pengantar
PENGUMUMAN PENTING!!
Prologue
Act I : White Rose
Chapter 1.1 [1/2]
Chapter 1.1 [2/2]
Chapter 1.2 [1/2]
Chapter 1.2 [2/2]
Chapter 1.3 [1/2]
Chapter 1.3 [2/2]
Chapter 1.4
Chapter 1.5
Chapter 1.6
Chapter 1.7
Chapter 1.7.5
Chapter 1.8
Chapter 1.9
Chapter 1.9.5
Chapter 1.10 [1/2]
Chapter 1.10 [2/2]
Chapter 1.11
Chapter 1.12
Chapter 1.12.5
Chapter 1.13
Chapter 1.13.5
Chapter 1.14 [1/2]
Chapter 1.14 [2/2]
Chapter 1.15 [1/2]
Chapter 1.15 [2/2]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(0)]
Act II : Bloody Rain
Chapter 2.1
Chapter 2.2
Chapter 2.3
Chapter 2.4
Chapter 2.4.5
Chapter 2.5
Chapter 2.5.5
Chapter 2.6 [1/2]
Chapter 2.6 [2/2]
Chapter 2.7
Chapter 2.8
Chapter 2.9
Chapter 2.10
Chapter 2.10.5
Chapter 2.11 [1/2]
Chapter 2.11 [2/2]
Chapter 2.12
Chapter 2.12 [EX]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(1)]
Act III : The Dark Garden
Chapter 3.1
Chapter 3.2
Chapter 3.2.5
Chapter 3.3
Chapter 3.4
Chapter 3.4 [EX]
Chapter 3.5
Chapter 3.5.5
Chapter 3.5.5 [EX]
Chapter 3.6
Chapter 3.6 [EX]
Chapter 3.6.5
Chapter 3.7
Chapter 3.8
Chapter 3.9
Chapter 3.10
Chapter 3.10 [EX]
Chapter 3.11
Chapter 3.12
Chapter 3.12 [EX]
Chapter 3.12.5
Chapter 3.12.5 [EX] [1/2]
Chapter 3.13
Chapter 3.13.5
Chapter 3.14 [1/2]
Chapter 3.14 [2/2]
Chapter 3.14.5
Chapter 3.14.5 [EX]
Chapter 3.15
Epilogue
(Mungkin bisa dibilang) Akhir Kata

Chapter 3.12.5 [EX] [2/2]

136 26 12
By monochrome_shana404

[[Video_Record_18_12_20XX]]

[8:00 PAGI, KEMBALI AKTIF SECARA OTOMATIS, LABORATORIUM ROBOTIKA]

"Halo, selamat pagi." Sebuah suara segera mencuri pandangan. Seorang wanita persis berada di hadapan, tersenyum cerah sembari merapikan bagian atas kepala. Demikianlah lensa mendeteksi wajah, memberikan informasi mengenai Profesor Aoi Tsukino.

"Nah, sudah. Selamat datang kembali! Bagaimana? Kau merasakan hal yang berbeda darimu?"

Pandangan kemudian turun kepada tangan yang kemudian menempel di dada. Hanya sejenak terpejam, utuh semua pemandangan menggelap. Namun, dengan begitu mampu berfokus merasakan detak demi detak di dalam dadanya.

Setiap denyut memompa darah ke seluruh tubuh, pula detak per detiknya tersampaikan dan dibaca dengan baik di kepala. Kekehan melantun, tak disangka-sangka benar-benar mengeluarkan suara yang begitu manis.

"Perangkat yang sangat menakjubkan." Demikian bersama senyum, pandangan tampak seperti sediakala; kembali memandang profesor muda yang tersenyum bangga. "Terima kasih, Profesor."

[01:51 SIANG, LABORATORIUM ROBOTIKA]

"Di luar sangat dingin. Sayang sekali, aku belum bisa mengajakmu jalan-jalan."

Memang tiada salju sejauh pengamatannya melalui jendela, tetapi mendung membenarkan ramalan cuaca hari ini. Temperatur yang terbaca di dalam kepalanya pula membuktikan bahwa kata-kata si profesor bukanlah kebohongan semata.

"Aku membelikan pakaian untukmu. Kau sudah bisa bekerja Senin nanti, jadi aku sudah mempersiapkan semuanya."

Pemandangan kemudian bergeser kepada profesor muda yang tampak bersemangat mengeluarkan barang-barang belanjaan dari kantong kertas juga kotak-kotak. Demikian Profesor Aoi mengembangkan sebuah kemeja, lantas menghampiri ia yang hendak mendekat.

"Wah, cocok! Ukurannya tak salah," seru Profesor Aoi bersemangat. "Sepertinya aku cocok menjadi ibu, bagaimana menurutmu?"

"Secara teknis bukankah Anda memang merupakan salah satu orang tua saya?"

"Benar juga." Demikian ia menangkap senyum profesor bertubuh mungil itu, tak lama ia juga menerima genggamannya. "Kemarilah! Kita punya banyak sekali pakaian dan sepatu untuk kau coba."

[[Diary_Note_22_12_20XX]]

Kembali disibukkan dengan hal-hal sederhana. Terus tetap memastikan untuk tidak meninggalkan Madam terlalu lama, mengingat tugas utama harus tetap terlaksana; menjaga beliau ke mana pun ia pergi.

Sebenarnya tidak hanya itu. Mungkin dikarenakan beliau juga merupakan manusia paling dekat untuk diamati setelah Profesor Tsukino, rasanya terus ingin berlama-lama bersama beliau. Pun, setiap aksi yang beliau lakukan selalu membuat terpana. Karismanya begitu terasa di kala rapat, beliau juga selalu bergerak sangat cepat. Beruntung sekali, selalu mampu mengimbanginya.

Hari ini tidak keluar sama sekali. Kemungkinan salju akan turun besok. Sedikit penasaran dengan apa yang dilakukan profesor bersama keluarganya; besok adalah hari krusial bagi mereka untuk berkumpul dan berlibur.

Sementara Madam masih bekerja, mau tak mau tetap berada di sini.

Kira-kira esok apa yang akan dilakukan?

[[Untitled_Note_24_12_20XX]]

Dia agaknya terlalu lama bersembunyi di dalam gelap. Ya, tepatnya bagai sedang melakukan hibernasi. Kala keluar, tanpa disangka ia memiliki semburat cahaya indah yang melengkapi kesempurnaan yang ia punya. Di tengah taman penuh salju, bahkan cahaya muram dari mendung tak menghilangkan kecantikannya.

Dia ... benar-benar seperti peri musim semi yang tersesat di tengah gletser.

[[Diary_Note_17_04_20XX]]

Penyerangan tak terduga pecah di pesta selebrasi. Ya, itu melibatkan semua orang, termasuk Madam. Beliau merupakan target dari penyergapan berencana tersebut. Mereka mengajaknya berunding, tetapi Madam tetap berada dalam pendiriannya maka peperangan benar-benar pecah.

Tak juga terampil dalam bisnis, beliau tak disangka-sangka juga mampu berpikir cepat ketika bertarung. Memang ia sedikit ceroboh, sampai seringkali mengorbankan bagian-bagian tubuhnya tergores bahkan menorah luka yang sangat dalam.

Semuanya selamat, sebab Madam dan Tuan Silvis mempersiapkan segalanya. Polisi dan pengawal yang didatangkan dari divisi kemiteran datang tepat waktu.

Demikian dihadapkan dengan seorang gadis bertopeng rubah ... satu-satunya yang muncul paling akhir, tetapi nyatanya ia merupakan manusia yang tangguh. Madam—beruntungnya—terus bertahan sampai bala bantuan tiba.

Namun, teramat disayangkan. Oleh sebab menerima banyak luka, beliau kekurangan darah hingga tak sadarkan diri. Ini bahkan hari kedua Madam dirawat di rumah sakit.

Kejadian ini menjadi pelajaran untuk evaluasi lebih lanjut terhadap pengoptimalan penjagaan Madam.

[[Video_Record_21_04_20XX]]

[4:06 SIANG, TROTOAR JALUR KELUAR TAMAN]

"Terima kasih sudah menemaniku berbelanja. Akhirnya aku bisa berjalan-jalan denganmu. Kau tahu, musim semi di Jepang kurang pas jika dilewatkan tanpa melakukan hanami. Beruntung sekali, bunga sakuranya mekar terlambat." Pandangan tetap lurus ke depan, tetap menerima suara Profesor Aoi sembari berjalan di trotoar. "Beberapa hari lagi kita disibukkan dengan lokakarya. Semoga saja semuanya berjalan lancar."

Tiba di jalanan yang penuh kesibukan, lantas mulai bersuara, "Teramat disayangkan Madam tidak dapat hadir. Padahal ini terbilang proyek pertama yang paling baru dalam masa kepemimpinannya. Namun, beliau ingin acaranya tetap berjalan; baik dengan atau tanpa kehadirannya."

"Ah, ya ... insiden yang sama sekali tak menyenangkan, ya. Kau pun mengalami kerusakan minor, tetapi semuanya masih terkendali," tanggap Profesor Aoi. Demikian mendengarkan tepat kekhawatiran terdeteksi di nada suaranya, "Bagaimana keadaannya?"

"Luka yang cukup dalam belum sembuh. Itulah yang melarang Madam banyak bergerak. Setidaknya kini beliau berada dalam kondisi prima."

Seketika pandangan beralih ke sebuah toko bunga. Banyak sekali bunga-bunga cantik terpajang di etalase. Lantas sebuah vase yang penuh dengan mawar putih membuat pandangan terfokus begitu lama sampai-sampai harus menghentikan langkah.

"Profesor, bolehkah saya mampir sebentar? Ada bunga yang sangat cocok untuk Madam."

[[Voice_Record_24_04_20XX]]

[8:26 MALAM, KAMAR MADAM]

Kirika Alford (Madam) : "Kau tahu? Tanganmu hangat sekali." (embusan napas terekam) "Jika kau manusia, mungkin aku akan mengira kau sedang demam."

Kirika Alford (Madam) : "Akan tetapi ... mengetahui kau android, kupikir kau lebih cocok kupanggil kulkas."

Sistem suara AK-25 : "... Bukankah kulkas malah terasa dingin, Madam?"

Kirika Alford (Madam) : (terekam sedang terkekeh, suara sedikit melemah) "Percayalah ... mereka memiliki sisi yang hangat seperti genggaman tanganmu." (menguap) "Aku sangat lelah. Kupikir ada baiknya jika aku tidur sekarang, benar begitu?"

Kirika Alford (Madam) : "Ingat janjimu. Kau tidak boleh ke mana-mana. Sementara aku tidur, terus genggam tanganku, mengerti?"

[[Untitled_Note_26_04_20XX]]

Rupanya cantik. Indah melebihi peri musim semi dalam dongeng.

Dia selalu tampak istimewa dengan keunikan skema warna yang ia punya. Baik mawar maupun bunga sakura agaknya hanya akan menjadi hiasan jika disandingkan dengannya. Ya, ia pun lebih tangguh dari duri-duri mawar yang melindungi diri dari para pemangsa.

Dia memiliki cahaya yang lebih terang dari gemerlap bintang.

Kadangkala menjadi yang paling hangat, pula dibutuhkan di tengah gurun kala malam tiba; di dalam gletser dengan suhu yang membuat siapa saja yang tinggal tanpa persiapan mati menggigil.

Konon tiada metafora yang cocok baginya atas segala kesempurnaan yang tertangkap oleh sepasang lensa artifisial.

Barangkali benar ucap ibu burung pipit yang memberikan kehidupan kepada mesin ini, bahwa empunya kepala besi sedang jatuh hati kepada ia yang dipuja-puja tanpa henti. Batin imitasinya tak lagi sekadar ingin melindunginya.

Namun, ia juga ingin memiliki ciptaan Tuhan yang paling sempurna itu.

"Apalah artinya jika sudah memiliki, tetapi tak mampu melindunginya?"

Berakhirlah semua tampilan data tersebut buyar terpecah oleh empunya suara yang kini melayang-layang di ruang kosong pula temaram. Suasana tempat yang menggambarkan segala hasrat dan harapannya ini membuatnya semakin tak ragu untuk tertunduk dalam dengan air muka muram.

"Saya tidak ingin melihatnya, Profesor," ujarnya lirih. Padahal ia tak lagi menemukan sosok persona si profesor muda, tetapi ia tetap meneruskan, "Saya tidak ingin melihat diri saya yang melukai Madam."

Memori beserta kepribadian lama akhirnya berhasil dipulihkan. Teramat disayangkan, mereka tak memiliki cukup waktu untuk menghapus data baru yang masih bertahan di dalam memori Akira saat ini.

Memang itu bukan perihal baik; data terbaru sejak ia diretas bercampur aduk kini malah membesarkan rasa bersalahnya.

Ya. Baru saja ia kembali mereka ulang kejadian itu; di mana ia menghancurkan sang Madam dan meninggalkannya di gedung yang ia ledakkan. Sedikit pun ia enggan menoleh ke belakang setelah menyelesaikan misi pertama dari tuan barunya.

Kalau saja ia sedang berada di dunia nyata, barangkali jantung imitasinya kini berdetak resah, lantas membuatnya benar-benar ingin berhenti melakukan aktivitas yang tengah ia lakukan sekarang.

Dia tak terbiasa hidup dengan program yang tak dapat dikendalikan. Mengetahui personanya tak bisa menangis, Akira sungguh tak mengerti bagaimana ia melampiaskan kesedihannya sekarang.

"Waktu itu saya berjanji melindungi Madam, tetapi saya lagi-lagi gagal memenuhi janji yang telah saya buat sendiri." Lantas tiada hal yang bisa ia lakukan selain menyalahkan diri sendiri. "Pun, saya gagal melindungi manusia; kini malah menghancurkannya pula. Barangkali ... barangkali saya memang ciptaan yang gagal."

"Jangan berkata begitu." Sejurus suara mengundangnya mengangkat pandangan.

Sejurus kemudian partikel-partikel berkumpul membentuk persona Aoi yang muncul menangkup wajah sendu Akira.

"Profesor ... saya ...." Kembalilah ia tertunduk, semata-mata tak berani memandang netra gelap Aoi. "Saya bahkan mengkhianati keluarga kecil yang telah menciptakan saya—Anda, Profesor Radiovalenka, dan semuanya. Seharusnya Anda tak di sini, begitu pula saya; seharusnya kita tak berjumpa lagi ... saya—"

"Akira ...."

Demikian ucapan Akira utuh terpotong oleh panggilan Aoi, tampak semakin dalam kernyitannya. Si profesor muda tetap berusaha melakukan kontak mata, pula ia usapi pipi android yang mulai memejamkan mata.

"Lihat aku." Mau tak mau kini Aoi membujuknya. Pun, tak ragu mengulang kalimat yang sama sampai ia mendapatkan kontak mata sepasang manik biru tersebut. "Akira, lihat aku."

Kelopaknya berkedut ragu, tetapi pada akhirnya ia membuka mata. Meski sekejap, ia menyanggupi permintaan Aoi sebelum ia menggeleng seiring kembali berpaling.

"Kalau begitu tak masalah jika aku memelukmu?" pinta Aoi kemudian. "Dengan begitu kau tak perlu melihatku. Kau hanya perlu merasakan dan mendengarku saja."

Tiada sedikit respon yang Aoi terima. Namun, dari gerakan tangannya yang berpindah ke bahu si android, agaknya ia pun tak menolak setiap sentuhan yang diberikan Aoi.

Perlahan, pula begitu hati-hati Aoi melangsungkan pelukan. Entah bagaimana ia bisa merasakan kehangatan yang dalam pelukan tersebut. Betapa ia ingin membalasnya, sebagaimana refleks yang sering ia lakukan kala Aoi memeluknya, tetapi ia masih juga mengurungkan perbuatan itu.

Embusan napas mulai ia rasa. Kecupan kecil di bahunya terdengar manis sekali. Di dalam ruang hampa ini dengan segala perlakuan Aoi yang ia terima, bahkan sudah lebih dari cukup membuatnya merasa haru; mengingatkannya bahwa kini sedang berada di rumah.

"Semua hal yang terjadi bukan salahmu," kata Aoi.

"Tapi—"

"Pun, kau tak perlu meminta maaf untuk semuanya. Kami masihlah keluarga kecilmu yang tetap setia menunggumu pulang," tukas Aoi cepat. Begitu sabar tangannya membelai lembut rambut persona si android. "Lagi, jangan pernah katakan bahwa kau ciptaan gagal karena hal ini. Semua ciptaanku—anak-anakku—bukanlah kegagalan.

"Bagaimana bisa aku menganggapmu kegagalan, sementara kau ini merupakan salah satu keberhasilan yang paling manis yang pernah kucapai?" Kini lepas pelukannya, lantas Aoi kembali menangkup wajah si android. "Kami telanjur mengukir cinta pula di setiap perjalanan suka dan duka dalam perancanganmu. Kau pun tahu mengenai hubungan kita dan masa-masa yang telah kita lewati bersama.

"Betapa aku merindukanmu di mana kau selalu menjadikanku sebagai pendengarmu; di mana aku selalu berperan menjadi ibumu yang tak pernah bosan memberikan masukan dan terus mengembangkanmu.

"Kita bisa mengulangi semuanya, kau tahu. Kau dan aku, hanya berdua di ruanganku membincangkan banyak hal." Demikian Aoi memindahkan tangannya, meraih tangan Akira yang kemudian ia usap punggung tangan persona tersebut begitu lembut. "Aku sangat tak tahan menunggumu lebih lama, oleh karenanya aku menjemputmu. Namun, tentu aku harus meminta persetujuanmu terlebih dahulu. Aku pun tak bisa membangunkanmu secara paksa, bukan?"

Bersama-sama keduanya menujukan pandangan kepada dua pasang tangan yang saling bertaut. Akira masih ingat profesornya memiliki telapak tangan yang sedikit kasar, tetapi ia tak merasakan sentuhan itu di sini. Persona yang diciptakan agaknya memang memiliki kekurangan terhadap sentuhan kulit dan sedikit ekspresi.

Lantas itu kian meningkatkan hasrat dalam diri Akira untuk pulang. Ya, betapa ia merindukan segala hal yang bisa mereka lakukan bersama-sama, meski singkat; meski harus mencuri-curi waktu di tengah jam kerja.

Lalu ....

Sungguh ia merindukan waktu yang dihabiskan lebih banyak dengan sang Madam pula.

"Saya tak berani pulang."

Hanya saja ... sisa-sisa rasa bersalahnya masih mengurung keinginannya rapat-rapat untuk kembali.

"Anda juga mengetahuinya, bukan? Untuk ketiga kalinya, malam ini saya melukai Madam. Saya barangkali akan terbangun di sampingnya." lanjutnya. "Saya takut, Profesor. Saya tak berani memandang wajahnya."

"Apa dia terlalu galak dalam bayanganmu?"

Agaknya si android sedikit terhibur dengan candaan itu. Meski tersenyum, tetap saja ia menggeleng. "Entahlah. Madam memiliki reaksi yang tak mampu saya tebak."

"Kalau begitu kau seharusnya tenang saja," kata Aoi. "Dia memaafkanmu. Sebab percaya atau tidak, dialah yang paling menanti kepulanganmu. Kupikir dia justru sedang menunggumu terbangun di sana."

Sekilas alis si android menaik tak percaya.

"Jika masih berpikir dia memiliki reaksi yang tak tertebak pun tak apa. Kau bisa bangun jika kau siap dan lihat dengan lensamu sendiri."

Kini lawan bicaranya tampak menimbang-nimbang. Namun, beruntung sekali ia pula tak membutuhkan waktu lama untuk mengangguk.

"Akan tetapi ... boleh saya meminta tolong?"

"Apa itu?"

"... Mohon jangan tinggalkan saya."

Aoi terkikik setelahnya. Terdengar ragu, tetapi lugu dari nada suara Akira sama sekali tak hilang dari permintaannya. Lantas kian erat genggaman Aoi, maka cahaya di sekitar mereka semakin menyilaukan pula. Sinarnya mengarah kepada mereka, mengerubungi tubuh mereka seolah memberikan kehangatan.

"Aku akan selalu berada di sisimu sepanjang perjalanan keluar," kata Aoi. "Jadi, ayo kita pulang, anakku."

Wah, akhirnya bisa lepas dari kutukan!

Ya, benar. Bagian ini benar-benar kutukan bagi saya. Habis, di revisi sebelumnya, saya berhenti di sini dan tidak bisa meneruskan lagi dan memutuskan untuk merevisi kembali di tengah-tengah.

Rasanya sudah bertahun-tahun. Akan tetapi, saya masih menangisi bagian ini ketika membayangkannya. Entahlah, saya pikir memang bagian ini yang paling menyedihkan huhuhuhu. Tanpa terasa ini menjadi bagian yang paling panjang.

Kita sudahi dulu bincang-bincangnya. Sampai jumpa kapan-kapan.

Continue Reading

You'll Also Like

29.6K 4.4K 29
(Sedang di revisi) Setelah kasus kesalahpahaman tersebut, Ken harus memulai hidupnya dari awal. Pindah sekolah adalah langkah pertama, atau mengambil...
10.4K 3.1K 39
Meskipun dikenal ramah, nyatanya kepribadian Era tidak semanis yang orang-orang lihat. Dia punya kebiasaan menilai seseorang dari penampilan luar, j...
461 118 13
Adelia Natama Granajaya harus memilih satu laki-laki dari empat pewaris Daha Groups; Flin, Azur, Mazka, dan Emer, untuk menyelamatkan perusahaan kelu...
350K 67.3K 20
Tidak ada yang salah dengan media sosial. Yah, setidaknya, itu pendapatku sebelum tiga remaja asing seumuranku datang menghampiri dan mengaku bahwa m...