[3]Rain From The Sky [End]

By Psychorus19

79.1K 6.2K 900

Sebab hujan butuh langit karena langit hampa tanpa hujan. Start : April 2019 Finish : December 2019 HIGHEST R... More

Main Cast
About Sky
About Rain
00. The Beginning
01. Delight Vs Sorrow
02. Apathetic
03. Hit By Fact
04. Someone Appears
05. Step By Step
06. Meet A Problems
07. Hapless Timepiece
08. Fake Friend, True Friend
09. Little More Familyship
10. The Sky Is Clouded Over
12. Two School Thugs
13. Bring Into Conflict
14. Flashback To The Past
15. Sky Crying, It Rains
16. The Perfect Mess
17. Affection Arises By Itself
18. Happiness Still Temporary
19. Truth Or Dare
20. Drought Came
21. Disaster Climax
22. Disappear Dearest
23. Attacked By Terror
24. Revenge Time
25. Time To Action
26. Side Story
27. Rainbow After Rain
28. Take Me To The Sky
Secercah Harapan Tertimbun Kemarau
Shackles Of Destiny
Badminton Is My Life
I (DOn't) Life : IDOL
J A N G A N TAKUT!
Microcosm Healing

11. Between Physical & Mental

1.6K 157 11
By Psychorus19

WARNING!!
-Metode Penulisan Berbeda
-Percakapan Non-Baku
-Happy Reading & Semoga Betah

.

.

.

.

Yongki melirik sekilas sang sahabat yang sedang menangkup kepalanya di mejanya. Setelah kembali dari rooftop tadi, Rain memang langsung mengambil posisi seperti itu. Masa bodoh dengan pelajaran terakhir yang meminta untuk diperhatikan. Rain sudah tak bisa berkonsentrasi setelah kejadian tadi, terlebih lagi sekarang kepalanya terasa berdenyut-denyut.

Yongki sama sekali tak berniat mengusik Rain. Untunglah, Bu Ifah yang sedang mengisi jam pelajaran terakhir di kelas mereka adalah guru yang bermasa bodoh, mau mereka memperhatikan atau tidak, ya terserah mereka.

Ia sangat tau, pasti Rain pusing memikirkan masalahnya dengan Sky. Belum lagi Sky yang secara terang-terangan mengutarakan rasa bencinya kepada Rain.

"Rain.. Bangun.. Udah bel pulang." Kata Yongki sambil menepuk pelan pundak Rain.

Rain mengangkat wajahnya guna menatap Yongki.

"Bu Ifah udah keluar?" Tanya Rain sambil mengucek-ngucek matanya.

"Udah dari tadi. Ayo pulang!" Jawab Yongki.

"Kamu duluan aja, aku mau mampir ke kamar mandi buat cuci muka." Ucap Rain sambil menyampirkan tas di pundaknya.

"Ya udah, aku duluan ya." Kata Yongki kemudian meninggalkan Rain yang terlihat berjalan tak searah dengannya.

Setidaknya Yongki tak akan mengkhawatirkan Rain lagi karena anak itu sudah pamit. Tidak seperti yang kemarin, Rain sukses membuatnya khawatir. Ya setidaknya, namun sesungguhnya belum tentu.

Rain berjalan tergesa-gesa ke kamar mandi sambil terus memijat pelipisnya. Sepertinya dia harus segera memasukkan beberapa pil ke dalam tubuhnya.

Sesaat setelah mendarat di sebuah bilik kamar mandi, Rain meminum obatnya dengan terburu-buru. Ia berdiam diri sebentar guna menunggu obatnya bereaksi dalam tubuhnya.

Syukurlah, Rain sudah bisa bernapas lega. Kepalanya tidak lagi sesakit tadi meskipun masih ada sedikit denyutan nyeri. Setidaknya dia masih bisa menahannya.

Rain keluar dari bilik kamar mandi setelah lima menit lamanya. Ia membasuh wajahnya di wastafel sesuai dengan alasan yang diberikannya pada Yongki. Ia tak mau dianggap telah berbohong meskipun sebenarnya memang begitu.

Saat Rain akan keluar dari kamar mandi, dia melihat sekelebat bayangan seseorang sedang berjalan dengan tergesa-gesa melewati pintu kamar mandi. Akibat rasa penasaran yang membuncah, Rain pun memutuskan untuk mengukutinya.

Rain mengernyit penasaran. Sepertinya Rain mengenalnya, sepertinya dia tidak asing dengan punggung orang yang sedang berjalan tergesa-gesa di depannya saat ini. Rain tetap menjaga jarak dan langkahnya agar tak bersuara. Ia tak mau dapat masalah jika nanti orang itu tau kalau ada seseorang yang mengikutinya.

Kening Rain semakin mengerut saat orang yang sedari tadi diawasinya berbelok di ujung koridor. Kini dia tau siapa orang itu meskipun hanya melihatnya dari samping.

"Itukan murid pindahan di kelasnya si Langit. Mau apa dia ke rooftop tengah hari begini?" Batin Rain.

Rasa penasarannya sudah memuncak. Saat tungkainya sudah akan melangkah menuju rooftop, getaran di saku celananya mengalihkan atensinya.

'Papa Endra'

"Halo, Pa.."...

"Rain, kamu masih di sekolah, sayang?"...

"Iya, Pa, kenapa?"...

"Kenapa belom pulang?"...

Rain sedikit menjauhkan handphone dari telinganya, lantas membaca ulang nama kontak yang tertera di layar handphonenya. Ia hanya takut salah baca karena tak biasanya Ganendra meneleponnya dan bertanya begitu. Ia pun kembali mendekatkan handphone ke telinganya saat sudah yakin bahwa orang yang sedang menelepon benar-benar papanya.

"Mm, Rain ada urusan bentar, Pa.."...

"Ya udah, kalo urusannya udah selesai, kamu cepetan pulang ya.. Tadi Jevan nelfon papa, katanya Sky lagi gak enak badan."...

"Kak Jevan?"...

"Iya, Jevan lagi ada di rumah sekarang. Tadi dia nitip mobilnya sama Yongki terus nganterin Sky pulang."...

Rain menghela napas. Masihkah Sky memikirkan kalau dirinya adalah dalang di balik semua masalah yang menimpa Sky? Atau mungkin Sky terlalu terbelenggu dalam kebencian sehingga membuatnya sakit?

"Iya, Pa, Rain pulang sekarang.."...

"Maafin papa ya, sayang.. Papa belum bisa pulang."...

"Gak apa-apa, Pa. Papa baik-baik ya disana, Rain tutup telfonnya."...

Tutt.. Tutt.. Tutt..

Lagi-lagi Rain terdiam. Ia harus segera pulang atas perintah papanya, tapi rasa penasarannya belum surut sama sekali.

"Gak apa-apa, cuma sebentar. Lagi pula ada kak Jevan yang jagain Langit di rumah." Itu pikirnya.

Drrttt.. Drrttt..

Tungkainya kembali diberi harapan palsu untuk yang kedua kalinya.

'Langit'

What the?! Sky meneleponnya? Bagaimana mungkin? Setaunya Sky tak menyimpan nomor handphonya. Ya, hanya dia yang bersedia menyimpan nomor handphone Sky.

Dengan gugup Rain mengangkatnya panggilannya. Salahkah jika Rain kembali berharap?

"Halo, Rain.. Ini aku Jevan!"...

Zonk! Harusnya dia tau kalau semua harapannya hanya akan berakhir mengecewakan.

"Handphoneku belom makan, makanya aku pinjem handphone kakak kam.."...

Dukk!

"Awh.. Sakit, Sky!"...

Rain bisa mendengar suara gaduh di seberang sana. Sudah pasti Sky mengamuk karena Jevan menyebut-nyebut status mereka.

"Ada apa, kak?"...

"Rain! Kamu bisa pulang sekarang gak? Soalnya aku juga mau pulang, tapi Sky gak ada yang jagain."...

"Aku gak apa-apa sendirian di rumah. Kamu pulang aja sana!"...

Itu suara Sky yang sedang mengusir Jevan.

"Rain! Gimana?"...

"I..iya, kak. Aku udah di jalan pulang kok."...

Bohong!

"Ya udah, aku tunggu!"...

Tutt.. Tutt.. Tutt..

Rain menatap nanar pintu rooftop yang menjadi kata kunci di balik semua rasa penasarannya yang harus dia telan mentah-mentah sebelum memutuskan untuk berbalik muka. Sky lebih membutuhkannya, dia harus pulang sekarang.

.

.

.

.

Sky yang sedang sakit tak urung menghilangkan kebenciannya pada Rain. Jangankan menghilangkan, mengurangi barang sedikit pun tidak. Meskipun dalam hati dia sangat ingin bermanja-manja, namun dia tak sudi bermanja-manja dengan pemuda yang sudah mengambil sebagian besar afeksi sang papa darinya.

Sky, pemuda tampan nan cuek itu seakan menjelma menjadi pemuda manis yang butuh perhatian saat sedang sakit. Kebiasaannya bermanja-manja dengan sang papa sejak kecil mampu membuatnya gelisah saat tak lagi bisa melakukannya sekarang. Ia sakit, papanya sedang berada di kota orang, dan dia malah ditemani oleh seseorang yang menurutnya akan membuatnya tambah sakit. Huh! Rasanya Sky akan hijrah saja ke rumah Jevan kalau begini.

Sebenarnya Sky sudah mendapatkan setengah dari bentuk perhatian yang dia harapkan. Rain yang dengan telaten membuatkan makan malam untuknya meskipun harus ada perdebatan dulu sebelum Sky menghabiskan makan malamnya. Rain yang dengan sabar memenuhi semua kebutuhannya meskipun Rain tak luput dari bentakan-bentakan menusuknya. Rain yang dengan tulus terus menemaninya dan sesekali mengulas senyum canggung untuknya meskipun dia hanya membalas dengan decakan kesal dan tatapan datar. Semuanya Rain lakukan tanpa paksaan apapun meskipun hatinya masih sangat kecewa dengan perlakuan Sky terhadapnya di sekolah tadi.

Satu hal yang selalu ada dibenak Rain! Papanya sudah berusaha keras untuk menghidupinya dan membahagiakannya, merawatnya dari kecil sampai bisa sebesar sekarang tanpa pamrih. Lalu, apa dia rela menelantarkan Sky yang sedang sakit? Tentu tidak! Sebaliknya, Rain mencoba membalas kebaikan papanya dengan memperlakukan kakaknya dengan baik seperti papanya yang memperlakukannya dengan baik pula. Ya, kakaknya.

Seandainya saja Sky mau membuka mata hatinya barang sedikit, dia pasti akan merasa senang memiliki adik yang begitu perhatian seperti Rain, adik yang begitu kebal akan cacian dan makian yang senantiasa dilontarkan padanya, adik yang tak pernah berhenti berharap untuk sesuatu yang lebih baik ke depannya. Harusnya Sky bisa menyadari semua itu! Harusnya Sky bisa bersikap lebih dewasa! Harusnya Sky bisa menyayangi Rain! Harusnya..

.

.

Dini hari Sky terlihat bergerak dengan gelisah di atas pembaringannya. Peluh mengucur deras di keningnya. Lenguhan-lenguhan tak berarti berhasil lolos dari mulutnya membuat sang penunggu yang sedang tertidur di sofa lantas terbangun.

Rain menghampiri Sky yang masih bergerak tak beraturan. Kepalanya terus menggeleng ke kanan dan ke kiri. Entah kekuatan dari mana yang membuat tangan Rain tergerak untuk meraba kening Sky. Uh! Panas sekali!

"Sky.." Panggil Rain lembut.

Rain meringis saat tak mendapat balasan dari orang yang dipanggilnya.

"Sky.." Panggilnya sekali lagi.

Sky mengerjap pelan membuat matanya langsung menangkap objek Rain di depannya.

"Ka..kamu ngerasa gak nyaman ya? Mana yang sa..sakit? Atau mungkin kamu butuh sesuatu?" Tanya Rain canggung.

Entah kenapa tiba-tiba netra Sky memanas. Buru-buru dia memalingkan pandangannya dari wajah teduh Rain sebelum dirinya terhipnotis lebih dalam.

"Ka..kamu haus ya? Mau aku ambilin minum?" Tanya Rain lagi masih dengan kecanggungan yang tak mau hilang.

Tidak, Sky tak haus, dia tak butuh air. Sesungguhnya yang dia butuhkan sebagai obat yang paling manjur saat dia sakit adalah sebuah pelukan. Ya, pelukan hangat. Obat yang merupakan hasil racikan sang papa dan selalu diberikan kepadanya saat dia sedang sakit. Namun, sekarang obat yang sangat dia butuhkan tak ada di sisinya. Lantas, apakah dia akan segera sembuh?

"Pergi.." Lirih Sky lemah.

Rain tak terkejut, tak pula beranjak. Ia sudah sangat tau apa yang akan keluar dari mulut Sky.

"Gak, Sky! Aku gak bisa ninggalin kamu dalam keadaan kayak gini." Kata Rain kukuh.

"Aku bilang pergi..hh..uhuk..uhuk!" Niat Sky akan membentak, namun malah membuat dadanya sesak.

"Sky, aku mohon.. Untuk kali ini aja dengerin aku. Ini bukan buat aku, tapi ini buat kamu, buat kebaikan kamu.." Ucap Rain, tak gengsi untuk memohon.

Sky diam. Ia tak lagi mengeluarkan sepatah kata apapun. Ia hanya memikirkan papanya, obatnya yang jauh dari jangkauannya. Tanpa sadar Sky menangis. Ia ingin mengeluh, tapi kepada siapa? Rain? Jangan harap! Sky tak akan melakukannya, tak akan pernah melakukannya.

Rain yang melihat Sky menangis tak kuasa untuk tak menangis pula. Sungguh, dia kasihan melihat Sky lemah seperti sekarang. Jika dia bisa memilih, tak apa-apa jika setiap hari dia harus mendapat tatapan tajam dan perilaku dingin dari Sky daripada harus mendapat tatapan hampa dan tanpa perlakuan seperti sekarang. Rasa hatinya sakit melihat saudaranya terbaring sakit.

Rain memberanikan diri untuk duduk di pinggir tempat tidur Sky. Toh, Sky tak akan bisa berbuat apa-apa dalam keadaan lemah begitu.

Sky sontak menatap Rain dengan tatapan.. Oh, apa itu? Tatapan memohon?

Rain tau, sangat tau. Tatapan yang diberikan Sky tak seperti biasanya. Kali ini tatapannya sedikit lebih teduh dengan sirat memohon disana. Meskipun Sky tak memperlihatkannya secara terang-terangan, tapi Rain tau.

Entah ada angin apa, Rain tiba-tiba menjatuhkan separuh tubuhnya di atas tubuh Sky, meletakkan kepalanya dengan nyaman di atas dada Sky, melingkarkan kedua tangannya di lengan Sky, dan menyesap bau tubuh Sky serta merasakan kehangatan tubuhnya.

"Aku mohon, Sky.. Untuk kali ini aja, tolong terima perlakuan aku. Setelah kamu sembuh, terserah kamu mau ngelakuin apa lagi, terserah kamu mau ngomong apa lagi. Silahkan kalo kamu mau lupain semua yang udah aku lakuin buat kamu sekarang.." Lirih Rain dengan air mata yang sudah meluruh di selimut Sky.

Ajaib! Sky sama sekali tak berontak. Ia malah tersenyum tipis, sangat tipis. Beberapa detik kemudian, matanya tertutup sempurna, dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Tak ada lagi rasa gelisah yang tadi sempat menyambanginya, dia tertidur dengan sangat damai berkat obat racikan Rain yang tak kalah manjur dari obat racikan sang papa.

.

.

.

.

-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

Crushine By Je je

Fanfiction

6.4K 1.4K 51
FIKSI BTS LOKAL | Jayendra Kahfi | Shaneen Amalthea. ••• "Lo harus bersinar dengan cara lo sendiri, bukan dengan cara yang mereka mau." ••• Shaneen a...
3.9M 232K 59
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
1.1M 122K 25
[COMPLETED] Na Jaemin sudah lelah menghadapi hari-harinya di Lee Corp. Bagaimana tidak?. Lee Jeno adalah CEO yang diktator. Dimana pun dia berada, se...
7.1K 701 9
This is just short story. ©2019, June