TERBELAHNYA MUARA (segera ter...

By penulisrahasia

545K 40.5K 5.6K

(TERINSPIRASI DARI KISAH NYATA) Katamu aku tempatmu bermuara. Telah lama kutunggu-tunggu, kapalmu tak pernah... More

MUARA 1
MUARA 2
Muara 3
MUARA 4
MUARA 5
MUARA 6
MUARA 7
MUARA 8
MUARA 9
MUARA 11
MUARA 12
MUARA 13
MUARA 14
MUARA 15
MUARA 16
MUARA 17
MUARA 18
MUARA 19
MUARA 20
MUARA 21
MUARA 22
MUARA 23
MUARA 24
MUARA 25
MUARAH 26
MUARA 27
MUARA 28
Muara 29
MUARA 30
MUARA 31
MUARA 32
Akhir Dari sebuah Muara
Muaraku
Open Pre-oder dan Unpublish
Halooowww

MUARA 10

9.3K 1.1K 26
By penulisrahasia

KEANU

Kapal kami tiba di Fort Lauderdale, Florida. Seluruh awak kapal segera bersiap-siap untuk turun dari kapal setelah semua penumpang sudah menghilang dari kapal.

Selama dua hari kami akan menetap di sini sebelum melanjutkan perjalanan ke Turki.

"Gue punya apartemen di sekitar sini. Mau numpang di tempat gue?" Tawar Risa yang membuat kedua alisku terangkat hebat. Andy yang mendengar percakapan kami sekilas saat masih berada di office langsung pura-pura tidak peduli. Padahal aku tahu pasti kalau dia mendengar semuanya.

Karena yang masih tersisa di office hanya kami bertiga. Selebihnya orang-orang luar yang tidak paham bahasa Indonesia.

"Gue mau cari toko ponsel di sekitar sini," balasku sembari menyusun beberapa berkas yang masih berantakan di atas meja. Mengecek beberapa email pengaduan para crew-crew untuk kusampaikan kepada kepala kapal.

"Mau beli hp baru?"

Aku menggeleng. "Mau benerin HP aja. Ponsel gue masuk ke kolam kemarin. Sekarang mati total." Aku menunjukan layar ponselku yang hitam sejak dua hari yang lalu.

"Gue punya kenalan yang bisa benerin handphone. Yah, paling lama nunggu sehari lah."

"Serius lo Ris?"

"He'eh." Risa mengangguk.

"Gue titip handphone gue sama lo aja ya..." aku mengulurkan ponsel padanya. Tapi Risa tidak langsung menerima. Dia hanya menatap ponselku dengan kening mengerut.

"Gue ada janji sama Andy," kataku kembali sebelum Risa semakin membujukku untuk ikut dengannya. "Ndy, kita jadi jalan kan?" Aku berteriak.

Andy langsung menatapku dengan wajah bengong. "Ha?" Sedetik kemudian ekspresinya berubah seolah tahu maksud omonganku seperti itu. "Oh iya, iya, kita mau pergi cari cewe-cewe bule kan?"

Aku geleng-geleng kepala. Sepertinya aku salah bekerjasama dengan orang ini.

"Lo berdua mau tinggal di mana? Kalian pada nggak punya appartemen di sini?" Tanya Risa setelah menghela napas berat.

"Kita berdua bakal cari tempat penginapan dekat pelabuhan. Nanti gue share location ke elo, Ris. Atau lo share location aja kalau ponsel gue udah baikan."

Lagi-lagi aku melihat Risa menghela napas. "Okedeh." Dia mengambil ponselku dan menyimpannya di dalam tas. Lalu berlalu begitu saja meninggalkan office.

"Feeling gue, Risa suka sama lo, Nu," ujar Andy setelah memastikan Risa sudah menghilang dari office.

"Gue udah punya bini!" Kuperlihatkan cincin di jariku pada Andy.

Andy hanya tertawa sambil mengibaskan tangan. "Sampai berapa lama sih lo bakal pertahani cincin itu di jari lo? Gue yakin sebentar lagi lo bakal masuk ke perangkap Risa."

"Sory, Risa bukan tipe gue."

"Gila! Cewe se-sexy Risa bukan tipe lo?"

"Lo belum lihat istri gue kalau pakai daster kan?" Aku menggerakan tangan membentuk body. "Sebelas dua belas dengan gitar Spanyol."

Andy tertawa hebat. Dan tawa itu menular pada diriku.

****

Akhirnya aku dan Andy memilih hotel The Ritz-Carlton sebagai tempat penginapan kami. Hotel ini terbilang cukup mewah, karena sejak kecil Andy selalu hidup dengan kemewahan. Jadi Andy tidak mau tinggal di tempat penginapan biasa.

"Selagi kita ada di darat, kita harus bisa menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya, Nu." Begitu kata Andy padaku. Toh tidak masalah karena dia bilang mau bayar untuk penginapan kami yang mewah ini. Tapi aku janji akan mentraktirnya makan nanti.

Lagipula jarak hotel dan pelabuhan tidak terlalu jauh.

"Nu, lo mau ikut gue berenang nggak? Tadi gue lihat banyak banget bule-bule sexy di sana." Andy sudah bersiap membuka pakaiannya dan menggantinya dengan celana renang di hadapanku.

"Gue di sini aja lah, pengen istirahat." Aku merebahkan diri di kasur.

"Rugi banget kalau nggak menghabiskan waktu di sini, Nu."

"Waktu juga masih panjang, Ndy."

"Tapi lo harus janji bakal ikut gue clubbing nanti malam ya..."

"Hmmm." Akh sudah menutup wajahku dengan bantal. Tiba-tiba aku teringat sesuatu yang membuatku bangkit kembali.

"Eh, Ndy, gue boleh pinjam ponsel lo nggak?"

"Buat?"

"Gue mau hubungi istri gue. Dari kemarin nggak sempat hubungi karena hp gue rusak, dan gue juga sibuk sampai lupa pinjam ponsel sama lo."

Andy langsung melempar ponselnya ke arahku. Aku segera menangkapnya dengan cepat.

"Selamat liburan dengan istri lo, Nu." Dia melambai sebelum menghilang dari balik pintu hotel.

Aku segera menghubungi Kahyang-kesayangku. Susah sekali terhubung dengan nomornya sampai akhirnya panggilan tersambung setelah setengah jam menunggu.

"Halo, siapa ini?" Astaga Tuhan! Suaranya, aku benar-benar merindukan suaramu, Yang. Kalau bisa tergenggam, sudah kupeluk dan kucium suaramu itu.

"Yang, ini aku."

"Nunu?" Suaranya kencang. Tapi tidak sampai teriak.

"Iya, heheh."

"Astaga, Nu! Kamu kemana aja sih? Emailku nggak sampai ke kamu, teleponmu nggak bisa dihubungi. Apa sesulit itu menghubungi kamu?" Suara Kahyang terdengar parau seperti menahan tangis.

"Aku nggak tahu kenapa, sayang. Jaringannya benar-benar kacau di laut. Email darimu entah berada di mana, saat kubuka email, emailnya tenggelam semua dengan email yang lain."

Aku jeda sejenak, sedangkan Kahyang masih terisak.

"Ponselku juga rusak, Yang. Tapi aku sudah minta bantu temanku untuk benerin ponselku. Sekarang aku lagi ada di Kota dan tidur di hotel bersama teman satu office-ku. Si Andy."

"Iyaa, syukurlah kamu baik-baik saja, Nu. Aku takut."

"Ngapain takut sayang. Aku bekerja di kapal pesiar yang bagus dan kuat."

"Jangan takabur, Nu. Kamu lupa kejadian di kapal Titanic?"

Aku tertawa. Itu film kesukaan Kahyang yang selalu dia tonton setiap akhir tahun setiap kali tayang di televisi. Tidak pernah bosan.

"Iya-iya maaf." Aku menarik napas saat mengingat mimpiku waktu itu. "Kamu baik-baik aja kan, Yang? Aku mimpi buruk tentang kamu dan anak kita."

"Aku berusaha kabari kamu tentang anak kita, Nu."

"Kenapa anak kita?" Aku mulai panik.

"Video call bisa?"

"Bisa sayang, bentar ya." Aku mengotak-atik ponsel Andy sampai akhirnya wajah aku dan Kahyang bertemu.

"Makin cantik kamu, Yang."

Kahyang tidak berhenti tersenyum saat menatapku dari layar ponselnya. "Kamu makin kusam."

"Hahahaha." Aku tertawa. "Cuaca di sini panas banget."

"Kamu mau tahu nggak kabar anak kita?"

Aku mengangguk.  Lalu Kahyang menggeserkan posisi layar ponselnya sampai akhirnya aku bisa melihat seorang bayi di atas kasur sedang tertidur pulas.

"Anak kita, Nu." Kahyang senyum ketika kamera kembali mengarah pada wajahnya. "Dua hari yang lalu. Dan sekarang masih belum aku beri nama."

Aku diam, tanganku gemetar hebat saat memegang ponsel Andy yang nyaris kubikin jatuh. Dadaku bergejolak, jantungku berdetak tak seirama biasanya. Aku mengeluarkan air mata bahagia.

"Jangan nangis, hehehe." Kahyang menyeringai geli.

"Aku nangis karena anakku ganteng banget mirip kamu, untung nggak kayak Bapaknya."

Kahyang makin tertawa. "Mau kasih nama anak kita siapa, Nu?"

"Tunggu, Yang, aku masih harus berpikir keras dulu."

"Alah, lebay hahahah."

"Bentar, Yang."

"Iya-iya."

Entah berapa lama aku terdiam sambil berpikir. Sedangkan Kahyang dengan sabar menungguku sembari menenangkan bayi kami yang mulai gelisah di tempat tidur.

"Kenzie Mahaprana." Celetukku. "Yang artinya pmimpin bijaksana, dapat memberi keadilan dan bersikap optimis."

"Bagus." Mata Kahyang berkaca-kaca.

"Kamu suka?"

"Suka. Keluarga kita jadi keluarga K."

"Ha?" Sejurus kemudian aku baru sadar kalau awalan nama kami berinisial K semua. Akupun ikut tertawa.

"Sebentar lagi, kontrak pertamaku selesai, Yang. Aku akan ambil jatah pulangku selama tiga minggu sebelum lanjutin kontrak kedua."

"Alhamdulillah, akhirnya Kenzie bisa ketemu Ayah ya, Nak." Kahyang bicara pada Kenzie.

"Aku berencana ambil rumah baru buat kita."

Kahyang tampak kaget.

"Dan mobil."

"Alhamdulillah...." Kahyang menitikan air mata. "Akhirnya impian kamu terwujud ya, Nu."

"Itu juga berkat doa kamu, Yang."

Beberapa menit kemudian saat kami sedang asyik bercerita tentang apa saja, bell kamar hotelku berdering nyaring.

"Aku buka pintu bentar ya, Sayang. Mungkin itu housekeeper."

Aku beranjak dari kasur dan berjalan malas menuju pintu. Mataku tetap tidak berpaling dari layar ponsel dan menatap wajah gemas Kahyangku.

Aku membuka pintu. Risa langsung nyelonong masuk ke dalam kamarku.

"Ponselnya udah selesai dibenerin."

Reflesk aku kaget dan mengerutkan dahi dalam-dalam. "Risa? Dariman kamu tahu aku di sini?"

"Si bodoh Andy." Dia tersenyum seolah-olah berhasil bikin kejutan untukku.

"Tapi handphonenya sama aku."

"Aduh Nu, cowok playboy mana sih yang punya HP satu?" Risa merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Kenapa nggak bilang-bilang sih kalau mau nginap di hotel mewah ini. Kalau gitu aku bisa ikutan senang-senang bareng kalian."

Semakin lama aku semakin tidak suka dengan sikapnya yang tidak pernah sopan padaku. Dia selalu bersikap semaunya tanpa perlu mendapat izin terlebih dahulu.

"Keluar dari sini," aku mulai dingin padanya. Mungkin orang seperti dia memang harus dikasari sedikit biar tahu rasa.

"Kenapa sih, Nu? Kamu takut ketahuan tetangga kalau ada cewek di kamarmu?" Risa tertawa meledek. "Ayolah, ini Florida, bukan Indonesia."

"Aku bilang keluar sekarang dari kamarku." Aku menariknnya secara paksa.

Dia sempat meringis. "Aduh, sakit, Nu."

"Kita akan bertemu di luar nanti, tapi bukan di sini." Setelah aku berhasil mendorongnya keluar dari kamar, kututup pintuku dengan kencang.

Aku kembali pada layar ponselku dan wajah Kahyang masih terlihat sangat jelas.

"Siapa itu?" Kahyang ketus padaku, wajahnya cemberut.

"Risa. Dia satu office denganku."

"Ngapain dia masuk ke kamarmu?" Nada Kahyang meninggi. Aku tahu dia sedang cemburu, atau mungkin marah.

"Aku nggak tahu, Yang. Aku udah usir dia dari kamarku. Sumpah aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Kami cuma rekan kerja."

Kahyang menatapku dengan serius. Tapi tak lama, sejurus kemudian dia justru tertawa kencang.

"Hahahahah, muka kamu panik banget ya, Nu. Kelihatan lucu." Kahyang sampai menyentuh perutnya karena terlalu lepas tertawa.

Aku menepis keringatku di dahi, aku takut Kahyang akan salah paham dan marah besar padaku.

"Aku percaya sama kamu, Sayang. Kamu bakalan jaga diri dan jaga cinta kita di sana. Tapi ingat satu hal, Nu. Jangan pernah merusak kepercayaan seseorang yang udah sangat percaya sama kamu. Sekalipun tembok itu kuat, bakalan runtuh juga kalau sudah diterjang tsunami. Bahkan, seseorang yang bawel sekalipun bisa jadi bisu saat sudah kecewa."

"Iya, Yang...."

Kalimat Kahyang seolah menjadi ancaman keras untukku.

.
.
.
.
TBC

Deg degan yah baca part ini. Apa cuma emak saja😬😬

Btw, aku engga tahu kenapa yaaah.
Tapi menurut narasumberku terhadap cerita ini, di laut itu memang susah sekali sinyalnya. Padahal dia bekerja di kapal pesiar dan jaringan untuk akses internet sudah tersedia. Tapi aku engga tahu mengapa, sudah satu bulan WhatsApp-ku engga di balas sama si narasumber (yang kerja di kapal pesiar ini) dan keadaan chatki sampe skrg masih ceklis huhu. Dan juga Emailku masih belum dibaca2

Kira-kira buat yang tahu, ada yang bisa jelasin?

Maafkan diriku yang tak sempurna🥺🥺

Deae Love, Emak keluarga K ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

116K 11.6K 18
Apa jadinya jika sepasang suami istri yang rumah tangganya sedang kurang harmonis dipaksa harus bekerja dari rumah? Instruksi dari masing-masing ata...
812K 123K 53
Tidak boleh terlalu lelah, tidak boleh melakukan olahraga berat, tidak boleh terkejut, dan masih banyak 'tidak boleh' lain, yang harus dipatuhi Amore...
79.9K 15.4K 36
Lakshan Janardana? Mas An? Dia sepuluh, tapi takut sama pernikahan, jadi- gitu. Percuman enggak, sih? Melcia Jahanara. *** Cia sembilan. Alasannya? Y...
781K 38.4K 18
Misi : Rasi akan menyatakan cinta. Target : teman baiknya sedari kecil, teman sedih dan senangnya, teman yang mereka bilang "match made in heaven." (...