Allure

By eidelixious

3.8K 1.8K 2.4K

❝Milu sukanya Alta, kalo Alta punya pacar, berarti pacar Alta lagi jagain jodoh Milu.❞ -Miluna Ashea- ... More

Tak kenal maka tak sayang
Prolog
1. Itu Alta!
2. Brownis manis
3. Woy, Gembel!
4. Vespa Biru
5. Salah paham
6. Telur Setengah Matang
7. Pulang Pergi
8. LINE
9. Toserba dan Jaket
10. Pacar?
11. Kita Baikan
12. Ketika dia datang
13. Titik temu
14. Astaga!
15. Kadal Pelangi
16. Permen Kapas
17. Es krim
18. Kopi dan Coklat
19. Pergi
21. Sour

20. Percikan memori

48 5 0
By eidelixious


"Menatap diriku sendiri, membuatku ingin menangis."

••••

"Milu sayang, kesini nak."

"Engga mau.." Milu menatap nanar wanita yang semakin mendekat ke arah nya.

Mita, wanita itu mamanya Milu, seorang ibu yang mengalami penyakit kejiwaan. Membuat Milu menjadi korban akan kegilaannya.

"Kamu ga nurut sama mama? Kamu mau mama menggambar di tangan kamu?" Mita tertawa kecil, semakin membuat Milu takut, dia sudah tahu kalau ibunya ini tidak sayang padanya.

Walaupun dia masih berusia sembilan tahun, naluri seorang anak pasti terdeteksi. Milu tidak bisa meminta bantuan, tidak ada siapa-siapa di rumah ini kecuali ia dan mamanya. Sedangkan Papanya pergi dengan kesibukan sebagai anggota militer.

"Menggambar itu sakit, ma.." lirih Milu.

Mita mendekat. Lalu menyergap lengan anaknya. "Menggambar itu seni, Milu." Mita mengeluarkan pisau kecil dari kantong bajunya. Kemudian tertawa puas seakan mendapatkan mangsa yang nikmat.

Mita menarik lengan Milu dan mulai menggoreskan garis-garis vertikal di pergelangan tangannya. Berdarah, namun goresannya tidak dalam.

"Sakit, ma.., hiks."

"Dengan ini kamu akan terbiasa dengan rasa sakit! kamu akan tau rasanya terluka, dan kamu tidak akan pernah lagi menangis!" Milu semakin menangis. "Diam! Dasar cengeng!"

"Kamu tau kenapa mama begini?! Kamu tau?!"

Milu menggeleng, air matanya masih mengalir begitu deras. Tangannya yang semakin tergores hampir membuat penglihatannya tidak jelas karena sakit kepala yang menyerang.

"Sa-sakit."

"Lebih baik kamu mati, Milu! Anak sialan seperti kamu pantas sekali dinamai dengan nama belakang mu itu!"

"Abu! Hitam! Hidup kamu akan kelam, sama seperti nama belakangmu, Ashea!"

Sakit. Hanya itu yang Milu rasakan. Luka karena goresan di tangannya serta luka hatinya yang dicabik-cabik oleh hinaan Mita. Tubuh mungilnya itu tidak sanggup menahan rasa sakit semua itu, karena bukan ini yang dia inginkan.

••••

"Mama pulang?" Milu membeo dari suara dibalik telfon.

"Papa nggak salah kan?"

"Sebaiknya kamu tidak tinggal di apartemen lagi, Milu. Papa juga dengar dari dokter kenalan papa kalau kemarin alergimu kambuh, Papa akan jemput kamu nanti sore."

Tunggu. Ini masalah serius. Milu terbelalak. Tidak mungkin mamanya pulang. Tidak mungkin.

"Engga mau, pa! Milu betah di sini." katanya berusaha meyakinkan.

"Tidak ada penolakan. Kamu harus kemasi barang kamu sekarang."

Sambungan terputus.

PRAKK!

Milu membanting handphone nya ke lantai tanpa ragu dan menghasilkan layar yang sudah retak. Ia langsung mengepak barang dengan asal.

Sungguh pagi hari yang menyebalkan!

••••

Pukul tujuh malam. Cewek dengan kemeja putih itu telah sampai di perumahan komplek Mawar. Tempat tinggalnya  sebelum ia memutuskan untuk tinggal di apartemen.

"Pa, Milu bilang kan mau mandiri. Masa iya pulang lagi ke rumah."

Devan-papa Milu-membantu membawakan koper cewek itu. "Nanti aja kalau kamu udah nikah, baru mandiri."

Milu menyikut Devan, "ish, pa!"

Devan membuka pintu yang kemudian terdapat seorang wanita paruh baya duduk di atas kursi roda. Milu mengernyit menatap wanita itu, Mita.

Tujuh tahun lamanya ia mendekap di rumah sakit jiwa. Milu tidak yakin apakah mamanya ini benar-benar sudah sembuh total, mengingat begitu beringasnya Mita saat berusaha melukai Milu dulu.

Devan menggeret koper Milu, lalu merangkul anaknya untuk menyalami Mita yang duduk di kursi roda.

"Kamu rindu mama kan," tebak Devan.

Milu mengatupkan bibirnya, lalu perlahan melangkah mendekati Mita. Menyebalkan, dan hal ini mendadak terjadi padanya.

"Iya, pa," jawab Milu pasrah.

Seandainya Devan tahu apa yang telah terjadi kepada istri dan anaknya, dia pasti akan tidak menyangka. Dulu, Devan hanya tahu jika Mita itu gila karena anak, makanya ia dibawa ke rumah sakit jiwa.

"Mama, Milu kangen."

Berat rasanya ia mengucapkan kata-kata itu. Milu hendak memeluk Mita, namun seperti ada paku yang tertancap di kakinya, sehingga ia tidak dapat bergerak mendekati Mita.

Mita, wanita itu menyeringai. Milu bergidik ngeri, ia jadi merasa jika kali ini hidupnya tidak akan selamat. Ah tapi mungkin itu hanya khayalannya saja, ia sudah besar. Tidak mungkin Mita akan kembali melukainya, Milu bukan gadis kecil yang suka menangis lagi.

Devan kemudian membawa koper Milu ke kemar anaknya dan membiarkan istrinya dan Milu untuk berbincang.

"Mama juga kangen sama kamu, Ash."

Milu membulatkan matanya, ia melihat Devan yang sudah menjauh. Ingin sekali rasanya ia berlari namun ia tidak bisa. Sungguh, kebiasaan yang sangat ia benci.

"Ini Milu, ma."

Mita, memutar roda dikursinya menjadi laju. Wanita itu mendekat pada Milu yang terpaku. "Saya tahu, kamu pikir, kamu Ashira? kamu lebih buruk."

"Ma–"

"Saya bukan mama kamu!" ucap Mita penuh penekanan. Tatapannya masih penuh dengan kebencian, seperti dulu.

Milu yakin, Ashira, yang namanya selalu disebutkan Mita. Kakak Milu yang gagal bertahan saat mereka sama-sama berjuang di inkrubator, sayangnya hanya satu bayi saja yang dapat bertahan saat itu, yaitu Milu.

Mita sangat depresi saat itu, ia lebih duluan melihat Ashira, matanya yang indah membuat Mita sangat menyayangi. Namun, satu jam setelahnya, Mita kembali kesakitan. Ia mendapatkan satu bayi perempuan lagi, bayi itu selalu saja menangis tanpa henti hingga saat dibawa ke alat bantu pun bayi itu selalu menangis.

Mungkin rasa benci Mita belum ada saat itu, karena saat ini ia memiliki bayi perempuan yang kembar. Hanya saja yang satunya sangat cengeng.

Sejak saat itu, Milu tidak pernah diperlakukan istimewa oleh Mita. Tidak ada hal spesial yang Mita lihat pada Milu, tidak ada.

"Ma, Milu ke kamar dulu."

"Seandainya Ashira masih hidup, sikap dia pasti lebih sopan."

"Ma..."

"Dia lebih pantas ada di depan saya sekarang. Shira, anak mama kamu jangan sedih ya, nak."

Ucapan yang dilontarkan Mita membuat Milu bergidik ngeri, mamanya ini masih saja seperti yang dulu. Lebih mementingkan Ashira yang sudah tidak ada lagi itu.

"Kalaupun, Ashira ada di sini sekarang, dia pasti lagi nangis, ngeliat mama yang kelakuannya kaya gini sama adiknya. Milu yakin, Ashira nggak ada karena emang udah takdir. Setidaknya, dia dan mama pernah saling mendapatkan kasih sayang, walaupun hanya sebentar."

Milu meneteskan air matanya, "Milu yakin, Ashira juga bahagia pernah diliat sama mama. Milu disini sebagai anak mama, pernah mama anggap? Dari dulu mama taunya cuman nyiksa, mama gila, mama terlalu obsesi karena kehilangan. Dan bukan hanya mama yang kehilangan, papa juga."

Air mata yang sudah mengalir deras di pipi Milu dilihat oleh Mita. Wanita itu, semakin kehilangan arah. Membuat  halusinasinya menyerang pikirannya.

"Kamu, tidak tau bagaimana rasanya menjadi seorang ibu yang kehilangan anaknya, KAMU TIDAK TAU!! AAAAAA!!!!"
Mita menggila! Ia mengamuk dan turun dari  kursi rodanya kemudian menarik rambut Milu dengan beringas.

"PAPAA!!" Teriak Milu meminta tolong.

"KAMU ANAK SIALAN! KAMU TIDAK PANTAS HIDUP!"

"Mama! Maafin Milu! Maafin Milu! Sakit, Ma..."

Tak lama kemudian, Devan datang. Ia sangat kaget melihat amukan Mita. Devan pun langsung memisahkan istri dan anaknya itu.

"Mita!"

Devan sudah menjauhkan Milu dari Mita, tetapi istrinya itu masih saja ingin mengejar Milu. Namun, kini wanita itu sudah ditahan oleh Devan dan memberikan obat penenang pada Mita.

Milu yang sudah tak tahan lagi dengan keadaan yang gila seperti ini langsung berlari ke kamarnya. Ia jadi takut, untuk tinggal seatap dengan mama nya itu, lagi.

••••

Pukul 10.45

Milu mendapatkan video call dari Alta. Cewek itu langsung saja menerima panggilan itu.

"Halo? Kenapa, Al?"

"Lo dimana?! Kenapa apartemen dikunci?"

"Gue di rumah, kenapa?"

"Rumah? Coba liat kamarnya."

Milu langsung saja mengganti kamera depan menjadi kamera belakang. Menunjukkan kamarnya pada Alta.

"Kamar siapa itu? Kamar lo?

"Iya, Al."

"Lo dimana?! Jangan bercanda! Gue gak suka!"

"Gue gak bercanda! Makanya gue sekarang lagi serius, gue dikamar Alta! Rumah gue, rumah yang ada orang tua gue!"

"LO PULANG?!"

Milu tertawa melihat reaksi Alta yang benar-benar tidak percaya itu.

"Iya, pulang. Gak di apartemen lagi, jadi lo bakalan ga ada yang ngetok-ngetok pintu lagi di tengah malem."

"Ada kok!"

"Siapa?"

"Hantu yang ada di apartemen lo, udah gue bilang itu angker."

"Ih apaan sih lo, tapi lo kok tumben Vc? Biasanya ogahan kalo nggak bener-bener penting banget."

"Oh ya, gue mau minta maaf."

"Minta maaf nya gitu doang? Lo banyak salah loh sama gue, Al."

Terlihat jelas bahwa Alta sedang mengatupkan bibirnya, cowok itu bingung. Misalkan ia meminta maaf seperti yang Milu harapkan pasti rasanya akan menjijikkan.

"Yang penting tulus, mau maafin ga?"

"Iya, mau."

"Yaudah, besok gue jemput ya."

"Kok baik?"

"Mau apa nggak?"

"Eh iya, mau-mau. Jangan ngambek, Al!"

"Yaudah , gue matiin."

"Alta, emang lo tau alamat—"

Tuuttt...

Sambungan sudah diputuskan secara sepihak.

"Idih! Songong amat!"

*Bonus pict

•••

To be continoue~

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 44.4K 51
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
4.1M 318K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1M 15.3K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...