Author Pov.
Apa yang telah terjadi pada Meggy semalam mampu membuat pikiran gadis itu terus mengulang tiap detik pertemuanya dengan seorang pria bernama Ares. Ia di kekang dalam kebingungan tatkala pria itu mengikatnya dan berakhir melepasnya kemudian mengatakan bahwa Meggy adalah partners pria itu. Sebelumnya Meggy menduga Ares adalah Ambrose dan lebih parahnya lagi seorang penjahat kelamin tapi tidak ada satu pun gelagat yang menyatakan Ares adalah pria dugaanya, sebelumnya pun Meggy menduga Ares utusan Ambrose tapi pria itu berkata bukan lalu apa?!.
Pertanyaanya adalah siapa Ares? apa motifnya menemui Meggy dengan cara seperti itu? lalu mengapa tiba-tiba saja Meggy adalah partnersnya? dan mengapa pria itu menjanjikan pertemuan kembali? yeah mungkin tentang penjelasan yang Meggy inginkan tapi cara pria itu berjanji terlihat ganjil di mata Meggy.
Besok yang di janjikan Ares adalah hari ini. Pikiran Meggy selalu berkelana menerka-nerka apa yang akan terjadi antara ia dan Ares, pria misterius itu. Misterius namun tampan, Meggy tidak bisa melupakan kenyataan bahwa Ares adalah pria yang tampan.
Sialnya dan kenapa sekarang Meggy memikirkan pesona Ares? seharusnya yang ia pikirkan adalah kewaspadaanya terhadap pria yang baru di kenalnya, bahkan awal perkenalan mereka tidak bisa dikatakan baik lalu bagaimana sesi pertemuanya selanjutnya?. Ah entahlah, semakin memikirkannya semakin sulit untuk Meggy memfokuskan diri.
Saat ini gadis cantik itu tengah berkutat dengan sebuah laptop yang menyajikan tampilan bank akademik yang harus segera ia selesaikan. Ini demi nilai akademiknya! agar Dosen Killers itu tidak mengebirinya terus menerus! dan letak kesalahanya Meggy tidak bisa fokus karena seorang pria bernama Ares!. Astaga pria yang ia ketahui namanya semalam telah menguasai pikiran Meggy, bukan karena tanpa alasan Meggy memikirkan pria itu, pasalnya pria itu yang telah membuatnya berpasrah pada kematian!.
Meggy hampir mengerang putus asa saat pikirannya tidak kunjung mengacu pada laptop dengan isi menyebalkan. Di saat titik kesabaran Meggy hampir pupus, sebatang coklat premium tipis mendarat mulus di atas keyboard laptop. Senang bukan main saat makanan kegemarannya itu ada di depan mata, oh ayolah, coklat tidak mudah untuk di tolak.
"Semoga cokelat bisa membantumu."
Meggy mendongkak lalu tersenyum. Siapa lagi pria sepengertian ini padanya selain James. James selalu mengerti keadaan Meggy tapi sayangnya Meggy tidak bisa terlalu terbuka pada pria tampan berkulit putih hampir transparan yang sempat Meggy duga adalah seorang Vampire.
"Cokelat memang membantu tapi sepertinya sang pemberilah yang lebih membantu." Ucap Meggy. James tersenyum, melirik kursi taman yang panjang tempat Meggy berkutat dengan nilai akademik. Mereka di taman kampus.
"Boleh aku duduk?."
Bola mata Meggy berputar gemas.
"Apa yang kau pikirkan, Jamy? tentu saja! kau tidak perlu meminta ijin."
James terkekeh pada sebutan sayang Meggy untuknya, Jamy.
"Kau memang mengijinkan aku duduk di kursi ini tapi kau tidak akan mungkin mengijinkan aku menduduki hatimu bernar'kan."
Lagi bola mata Meggy berputar gemas. Bukan sebuah rahasia bahwa James menyukainya, pria itu sudah lama mengungkapkan perasaanya pada Meggy tapi Meggy tidak merasakan perasaan apa pun selain persahabatan pada James.
"James, please. You know me."
James berdecak, mengedikan bahunya kemudian duduk di samping Meggy. Meggy membuka kertas cokelat lalu memakan cokelatnya. James memandang Meggy.
"Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanku? kau tahu sampai sekarang aku mengharapkan kau mau menjalin hubungan dengan ku tidak hanya sebatas teman."
Ya, ya, ya. Setiap ada kesempatan topik ini akan terbahas. Dan Meggy, ia memikirkan perasaan James tapi tidak pernah berpikir menerima cinta pria itu. Selama ini Meggy tidak pernah menyibukan diri dengan urusan percintaan, tidak hanya James yang mendekatinya, ia sadar dirinya cantik dan memikat tapi sampai saat ini belum ada satu pria pun yang mampu melibatkan Meggy ke dalam percintaan. Bukan tanpa alasan, Meggy demikian karena memikirkan sekolahnya dan juga balas dendamnya.
Pandangan Meggy mengarah pada James, menatap pria itu dengan sayang. Meggy menyayangi James tapi hanya sebagai teman.
"Aku selalu memikirkanmu tapi maaf aku tidak bisa memikirkan sejauh yang kau pikirkan tentang kita. Aku menghargai perasaanmu tapi aku sungguh tidak bisa membalasnya."
James memandang Meggy dengan galau.
"Mengapa? apa aku tidak tampan? apa aku tidak kaya? atau aku---."
Ucapan James terpotong ketika Meggy memasukan cokelat pada mulutnya, Meggy menatap gemas James.
"Kau tampan, kau kaya bahkan kau sempurna tapi aku memang tidak bisa, James!. Apa kau tidak jengah membahas perasaanmu dan selalu berakhir seperti ini?. Seharusnya kau mengerti sejak aku berkata tidak bisa untuk yang pertama kalinya."
Helaan nafas terdengar dari James, meski pandangan pria itu masih galau tapi setidaknya tidak segalau tadi.
"Baiklah, sekarang aku mengerti aku tidak memiliki arti untukmu." Ucap James.
"James!." Sergah Meggy kesal.
Apa apaan James berucap demikian? tentu saja James memiliki arti untuk Meggy, jika tidak mana mungkin Meggy membiarkan James sedekat ini dengannya yeah walau hanya jalinan persahabatan, tapi tolong jangan remehkan sebuah persahabatan!.
Meggy menatap James, sengit.
"Kau meragukan arti diri mu untukku? jika begitu untuk apa aku berteman dekat denganmu?. Apa yang kau pikirkan, James?! jika kau selalu seperti ini aku rasa persahabatan kita berakhir sampai di sini!."
Meggy hampir bangkit berdiri jika James tidak segera memeluknya, memeluk Meggy dengan erat menyatakan ketakutan pria itu jika harus kehilangan Meggy.
"Tidak, aku tidak akan mengulang ini lagi. Sekarang aku mengerti...Aku mohon, Meggy. Tetaplah bersama ku, menjadi temanku." Ucap James.
Meggy menghela nafas, tanganya terulur membalas pelukan James. Ia hanya bercanda untuk mengakhiri persahabatan mereka, ia hanya kesal dan sedikit memberi James tekanan.
"Aku akan tetap bersamamu dan tolong hentikan drama perasaanmu, okey."
James mengangguk. Sekarang mereka melupakan apa yang baru saja terjadi dan James kembali mengingat niat awalnya menemui Meggy.
"Ashley mengundangmu makan malam, aku akan menjemputmu malam nanti jam 7."
Ashley, Kakak sepupu perempuan James.
Meggy menggeleng cepat, ia sudah memiliki urusan malam ini.
"Aku tidak bisa."
Sebelah alis James terangkat.
"Mengapa?."
Otak Meggy berputar, tidak mungkin jika ia mengatakan sebenarnya, yang bisa terjadi James akan melarangnya dan lebih parah menguntitnya jika pria itu tahu apa kegiatan Meggy malam nanti.
"Emm tugas ku menumpuk, James. Ini tentang nilai akademik ku yang hancur, aku harus segera memperbaikinya sebelum Mr. Barrow benar-benar menggantungku, kau tahu kan Mr. Barrow Dosen yang menjunjung tinggi nilai keberhasilan setiap anak didiknya."
James mendengus, baiknya pria itu percaya. Meggy meminta maaf dalam hati karena harus berbohong.
"Katakan pada Ashley, next time."
Meggy tersenyum manis sementara James tersenyum enggan.
**********************
Di lain tempat, seorang pria yang memiliki kadar ketampanan titisan para dewa tengah mencermati selembar kertas yang berisi tentang data diri seorang gadis. Netra biru keabuan itu menyortir dengan serius apa yang telah ia dapatkan. Data lengkap kehidupan seorang gadis yang akhir-akhir ini telah berhasil membuat seorang Ares penasaran, mengapa gadis itu membunuh orang-orang yang kebetulan adalah target bernilai mata uang untuk Ares.
Ares seorang pembunuh bayaran kelas kakap, ia juga di katakan seorang psikopat, Ares mengakui semua yang di katakan tentangnya adalah benar. Bukan tanpa alasan ia menjadi pria berbahaya tentu saja ada unsur lain yang mendorongnya melakukan pekerjaan tak berhati dalam lingkup kemanusiaan.
Meski pun ia mengakui dirinya memang pria berbahaya tapi ia tidak pernah ingin mengatakan alasan apa yang membuatnya demikian, bagi Ares jika tidak begitu dekat dengannya ia tidak akan mengatakan apa pun tentangnya.
Sedikit Ares mengakui penyebab berbahayanya dirinya adalah karena masa lalu yang kelam, masa lalu yang tidak akan pernah ia lupakan. Ayahnya lebih tepat, sumber titik hitam yang menyebar menjadi tumpahan hitam yang melekat dalam dirinya.
Abaikan masa kelam Ares untuk sementara, beralih pada kegiatan pria tampan itu. Rasa bosan belum kunjung datang semenjak dirinya menatap lekat foto gadis cantik yang anehnya telah membuat Ares tertarik mengenal seorang wanita lebih dari sekedar teman tidur. Pasalnya gadis cantik bernama Meggy itu menunjukan perbedaan yang sangat menonjol. Jika pada umumnya wanita cantik identik dengan kelemah lembutan maka keidentikan itu tidak Ares temukan pada Meggy. Meggy adalah gadis yang berani mengotori tangannya dengan membunuh, membunuh dalam hakikatnya adalah perbuatan terlarang tapi gadis itu melakukanya karena alasan yang kuat. Seluruh keluarganya binasa di tangan Ambrose, Ares mengenal Ambrose. Dulu mereka berada dalam satu kelompok yang sama di bawah pimpinan seorang pria paruh baya yang bergelut dalam dunia gelap, kemudian Ambrose membelot dan membangun kepemimpinan atas namanya sementara Ares masih memilih diam di bawah pimpinan Lord Stallon Wood.
Satu hal yang membuat Ares merasa asing pada nama belakang Meggy, Dalmellson seperti perubahan dari Dallson. Riwayat hidup Meggy memang di tinggal mati seluruh keluarganya, pernah di asrama kan hampir selama tiga tahun, anak ke dua dari pasangan Galeon dan Liliana, dan sekarang menjalani aktifitas sebagai mahasiswa Universitas New York dengan jurusan Sastra Inggris.
"Well, well, well."
Meski pun kedatangan seseorang, tidak membuat Ares mengalihkan perhatianya dari riwayat hidup dan foto Meggy.
"Pekerjaan lagi?." Ucap seorang pria tampan yang jujur saja mengganggu kesenangan Ares.
"Bukan."
Dastan Macdaugall, duduk dengan pelan di sisi Ares.
"Wah seorang wanita!." Ucap Dastan.
Ares mendelik segera menyimpan foto dan riwayat hidup Meggy. Dastan menyeringai.
"Kau mulai tertutup padaku."
"Dia hanya partners ku."
"Partners? sejak kapan kau membutuhkan partners?."
Ares mengedikan bahu, ia bangkit berdiri menuju lemari yang menyimpan berbagai minuman memabukan. Martini menjadi pilihan Ares.
"Ada keperluan?." Tanya Ares seraya menyodorkan gelas berisi martini pada Dastan. Dastan menyeringai menyambut gelas itu.
"Hanya mampir sebentar."
Ares menatap penampilan sahabatnya.
"Kau akan meeting atau apa?."
"Bertemu dengan seseorang."
Sebelah alis hitam Ares terangkat.
"Siapa?."
Dastan tersenyum tipis.
"Anthony Crawfield."
Ares mengenal Anthony, salah satu pengusaha kaya raya.
"Bisnis?."
Senyum Dastan melebar.
"Lebih dari bisnis. Apa yang ku tunggu selama ini akan segera ku dapatkan."
Apa pun itu Ares tidak akan ikut campur, ia mengenal baik Dastan, apa pun yang Dastan kerjakan tidak pernah terlalu ia pedulikan terkecuali masalah Perusahaan yang mereka bangun berdua dan masalah anak buah dalam permainan dunia kelam mereka. Ya selain bekerjasama dengan Lord Stallon Wood, Ares juga menitik kerjasama bersama Dastan. Dastan tidak jauh berbeda seperti Ares, pria itu pimpinan para pelaku kriminal di Italia dan ya, Ares terlibat di dalamnya.
"Baiklah Bro, jika tidak ada yang di bicarakan lagi maka aku akan pergi." Ucap Ares, meletakan botol martini dan gelasnya.
"Kemana?."
Ares tersenyum.
"Markas Mr. Wood, ada yang harus ku selesaikan sebelum malam tiba."
Dastan menyeringai, ia bangkit menghampiri Ares.
"Baiklah Master, kalau begitu aku pergi terlebih dahulu. Selamat bekerja."
Dastan menepuk pundak Ares kemudian melenggang pergi.
Ares menatap kepergian Dastan sampai pria itu tidak lagi terlihat, baru kemudian ia kembali mengeluarkan foto Meggy, tersenyum namun tidak menyentuh mata. Entah apa yang Ares pikirkan tentang Meggy, yang pasti otak pria tampan itu di penuhi dengan rencana. Rencana itu akan di mulai tepat setelah ia menemui Meggy, malam ini tepat pukul 7.
******************************