Fate : A Journey of The Blood...

Autorstwa monochrome_shana404

18.3K 3.1K 4.3K

18+ for violence, blood, and strong language [Action, Drama, Science Fiction] Takdir ibarat seperti langit. J... Więcej

(Bukan) Kata Pengantar
PENGUMUMAN PENTING!!
Prologue
Act I : White Rose
Chapter 1.1 [1/2]
Chapter 1.1 [2/2]
Chapter 1.2 [2/2]
Chapter 1.3 [1/2]
Chapter 1.3 [2/2]
Chapter 1.4
Chapter 1.5
Chapter 1.6
Chapter 1.7
Chapter 1.7.5
Chapter 1.8
Chapter 1.9
Chapter 1.9.5
Chapter 1.10 [1/2]
Chapter 1.10 [2/2]
Chapter 1.11
Chapter 1.12
Chapter 1.12.5
Chapter 1.13
Chapter 1.13.5
Chapter 1.14 [1/2]
Chapter 1.14 [2/2]
Chapter 1.15 [1/2]
Chapter 1.15 [2/2]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(0)]
Act II : Bloody Rain
Chapter 2.1
Chapter 2.2
Chapter 2.3
Chapter 2.4
Chapter 2.4.5
Chapter 2.5
Chapter 2.5.5
Chapter 2.6 [1/2]
Chapter 2.6 [2/2]
Chapter 2.7
Chapter 2.8
Chapter 2.9
Chapter 2.10
Chapter 2.10.5
Chapter 2.11 [1/2]
Chapter 2.11 [2/2]
Chapter 2.12
Chapter 2.12 [EX]
[FILE_CAST(S)_Fate:AJoTBR(1)]
Act III : The Dark Garden
Chapter 3.1
Chapter 3.2
Chapter 3.2.5
Chapter 3.3
Chapter 3.4
Chapter 3.4 [EX]
Chapter 3.5
Chapter 3.5.5
Chapter 3.5.5 [EX]
Chapter 3.6
Chapter 3.6 [EX]
Chapter 3.6.5
Chapter 3.7
Chapter 3.8
Chapter 3.9
Chapter 3.10
Chapter 3.10 [EX]
Chapter 3.11
Chapter 3.12
Chapter 3.12 [EX]
Chapter 3.12.5
Chapter 3.12.5 [EX] [1/2]
Chapter 3.12.5 [EX] [2/2]
Chapter 3.13
Chapter 3.13.5
Chapter 3.14 [1/2]
Chapter 3.14 [2/2]
Chapter 3.14.5
Chapter 3.14.5 [EX]
Chapter 3.15
Epilogue
(Mungkin bisa dibilang) Akhir Kata

Chapter 1.2 [1/2]

457 107 90
Autorstwa monochrome_shana404

Kali ini Jepang ditunjuk sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Dingin. Arena gelanggang es terbesar di Sapporo begitu penuh dengan penonton.

Sorak-sorai menggaung penuh gelanggang es tepat ketika nama Kirika disebutkan. Sementara orang-orang bersorak penuh semangat, Silvis memandang wanita muda itu tengah meluncur ke bagian tengah gelanggang dalam diam.

Bukanlah hal perdana bagi Silvis untuk menonton Kirika secara langsung berkompetisi Olimpiade Musim Dingin. Namun, tetap saja pria itu selalu mendapat bagian gugup ketika Kirika memasuki gelanggang.

Isi otak Silvis tiba-tiba dikerumuni oleh masa lalu di kala ia berkedip. Nyaris saja ia tenggelam ke dalam sana jika saja para penonton tidak berhenti bersorak dan musik pengiring untuk Kirika tidak bermain. Tak lama setelah merasakan getaran dari ponselnya, Silvis menekan earphone bluetooth yang menyumbat telinga kirinya.

"Bagaimana dengan keadaan di sana, sayang? Aku harap dia baik-baik saja."

Saat itu para penonton bersorak tepat ketika Kirika mendaratkan lompatan kombinasi pertama. Bersamaan, Silvis bertepuk tangan singkat sebelum merespon suara Aleah.

"Dia tampak baik-baik saja," kata Silvis.

Terlihat Kirika tengah berputar sebelum memasuki koreografi pertama dan lompatan yang tersisa. Silvis berkedip mengingat betapa keras kepalanya anak itu memohon padanya agar ia bisa kembali mengikuti kompetisi.

Silvis yang terkekeh getir, tak lama menggeleng. Lagi-lagi ia terdiam untuk menyaksikan Kirika lebih lama, tetapi setelahnya ia menghela napas dengan gusar.

"Dengan kakimu yang terluka parah saat ini ... kau tidak bisa melakukannya. Aku tak menyangka aku mengatakan itu tiga tahun yang lalu. Barangkali aku benar-benar membuatnya sakit hati."

Silvis tersenyum samar. Cukup lama Aleah menunggu respon selanjutnya. Dia paham betul, suaminya sangat menikmati pertunjukan Kirika yang meluncur dengan bilah sepatunya di atas es. Sebab Aleah sendiri juga tengah ikut menonton siaran langsung secara diam-diam di laboratorium.

"Kemudian dia bangkit dan membalaskan dendamnya, habis-habisan meraih medali di musim selanjutnya," tambah Silvis. "Dia memenangkan taruhan yang dia buat sendiri, Aleah."

Aleah tertawa. Silvis mendengarkan suaranya yang menyusut sebab suara tepuk tangan kembali menggaung di gelanggang setelah Kirika mendaratkan lompatan terakhir.

"Mawarnya ... menari dengan indah, ya?" tanya Aleah tak lama.

Bersamaan dengan senyuman yang mengembang lebar, Silvis mendengkus. Dia menengadah memandangi Kirika lewat layar lebar yang tergantung di tengah langit-langit gelanggang.

Di tengah tariannya, atlet muda itu mengembangkan senyum bahagia ....

Lengkap dengan sepasang manik delimanya yang berkaca-kaca.

~*~*~*~*~

Konferensi pers akhirnya diadakan seperti biasa untuk para wartawan yang akan memberikan sejumlah pertanyaan kepada para pemenang. Sesuai dengan dugaan para penonton—termasuk Silvis—Kirika berhasil memenangkan medali emas keduanya pada Olimpiade Musim Dingin.

Hingga pertanyaan terakhir untuk Kirika dilontarkan dari salah seorang wartawan, "Bagaimana dengan fokus Anda ke depan? Ya, menyadari bahwa Anda adalah yang tertua di antara Yohanova dan Turgeneva. Namun, di Olimpiade pertama, Anda yang termuda dan memenangkan medali emas pertama. Apakah Anda memiliki target baru?"

Senyum canggung lengkap dengan pandangan yang jatuh dengan asal tersirat tepat ketika Kirika selesai meneguk air mineralnya. Tangannya bergerak menyalakan mikrofon, tak lama pandangan lurus yang kemudian beredar kepada para wartawan yang tengah menunggu.

"Itu ...."

Tawa singkat bersirat nada getir ia lontarkan sebelum memulai. Fokus dari pandangannya buyar, ia lagi-lagi menjatuhkan pandangan ke sembarang arah. Mula-mula ia menelan ludah dan mengangguk-angguk sebelum mengukir senyum samar.

Dia sengaja mengulur waktu. Begitu pikir beberapa wartawan yang ada tepat ketika Kirika menggosok tengkuknya cukup lama.

"Sepertinya akan menjadi tekanan yang berat. Tapi bagi saya tak masalah." Kirika memulai, "Sebelumnya ... saya berterima kasih kepada para penggemar, termasuk pers yang sudah mendukung saya sampai sejauh ini. Berkat dukungan kalian, saya selalu bersemangat untuk menari di atas gelanggang."

Kirika menghela napas. Pandangan lurus, bersamaan dengan mimik yang dipaksa terpatri datar. Para wartawan masih menunggu, bersama dengan dua skater di kedua sisinya, dan juga para panitia.

"Barangkali terlalu mendadak. Namun, keputusan yang saya buat sudah bulat," kata Kirika sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga kala ia menyunggingkan senyuman. "Setelah ini, saya akan menggantung sepatu skating saya."

Beberapa wartawan tampak tak berhasil menyembunyikan keterkejutan. Ketika mereka hendak menanyai Kirika kembali dengan segunung pertanyaan, para panitia segera mendorong mereka sebab waktu untuk konferensi pers sudah habis. Kilatan-kilatan kamera berkedip dengan cepat, berlomba-lomba mengabadikan foto sebanyak yang mereka bisa tepat ketika Kirika melarikan diri dari konferensi.

Para skater segera mengejarnya, menanyai mengapa ia memutuskan untuk pensiun dini. Beberapa skater menangis di hadapannya, tidak bisa berkata apa-apa. Enggan menjawab, wanita muda itu segera mengalihkan pembicaraan. Dia hanya meminta untuk tidak khawatir mengenai dirinya yang mendadak mengakhiri karir yang ia cintai.

Pertunjukan gala harus tetap diadakan. Dan semuanya berjalan dengan lancar. Kirika memberikan pertunjukan yang memukau sebagai pelengkap ucapan selamat tinggal dan rasa terima kasih.

Beberapa hari setelah Olimpiade Musim Dingin, media massa masih saja dipenuhi dengan berita pengumuman dadakan dari si skater muda. Lebih mengejutkannya lagi, Kirika menghapus segala jejaknya di media sosial, bahkan akunnya sekaligus. Terlebih, Kirika menolak untuk menghadiri undangan acara televisi atau menerima ajakan menjadi bintang iklan atau brand ambassador sekali pun.

Kirika seakan tak pernah lagi ditemukan jejaknya. Seolah ditelan bumi.

Suatu hari, salju turun perlahan. Kirika menengadah memandang langit di balik jendela. Silvis yang duduk di sofa bersama dengan buku segera menoleh seraya melepas kacamata bacanya. Manik biru Silvis menatap lurus kepada sosok yang berdiri membelakanginya.

Pasalnya, Silvis mengambil cuti. Dan tentu saja itu merupakan kesempatan yang langka. Terlebih saat ini ia berada di dalam satu ruangan bersama Kirika, lengkap dengan aura canggung yang merebak memenuhi ruangan.

"Kirika," panggil Silvis.

Yang dipanggil segera menoleh. Manik delima yang memandangnya datar membuat rasa bersalah Silvis semakin meruak di dalam dada. Enggan untuk memperlihatkan hal itu, Silvis memutuskan untuk mengalihkan pandangan sambil menutup buku.

"Entahlah. Sebenarnya keputusanmu agak sedikit mengejutkanku," jelas Silvis kemudian. "Apa kau benar-benar yakin?"

Kirika mengangguk sebelum ia kembali menoleh untuk memandang ke luar jendela. Lantas si manik delima menyaksikan burung yang seolah tengah bermain dengan salju di atas dahan, membuatnya terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Silvis.

"Keputusan itu tidak bisa kutarik lagi, bukan?"

Penyataan yang tepat. Silvis dengan resah menyandarkan punggung ke badan sofa, menahan diri untuk tidak mendengkus.

"Setidaknya aku bisa berterima kasih padamu sebab kau mengizinkanku untuk kembali menari di atas gelanggang," kata Kirika. Dia melanjutkan dengan suara berbisik, "Bahkan hingga saat-saat terakhir."

Kirika menoleh kepada bagian jendela yang berembun. Dia mengangkat tangannya, dengan telunjuk ia menggurat garis lurus di sana dan berhenti setelah menciptakan beberapa senti.

"Jadi aku akan menuruti semua perkataanmu," lanjut Kirika. "Itu perjanjiannya, bukan?"

Perlahan Kirika menengadah memandangi butiran salju yang masih banyak ingin singgah ke bumi.

"Aku sudah menuntaskan semuanya ...."

Dan kau justru rela kehilangan segalanya, timpal Silvis dalam hati.

Diam-diam pria itu justru mengernyit sakit.

"Jangan khawatir ... aku sudah siap."

Kirika berbalik. Wanita muda itu tersenyum samar. Jelas senyumnya tampak berbeda dari beberapa hari silam. Auranya yang biasa berkilau sirna sudah. Sementara Silvis belum merespon. Pandangan dari manik biru laut yang semula terpatri lurus itu seketika turun ke sembarang arah.

~*~*~*~*~

Trivia :

Dalam kompetisi figure skating, terdapat dua program per kompetisi untuk ditampilkan, Short Program (SP) dan Free Skating (FS). Keduanya memiliki perbedaan durasi. Sesuai dengan namanya, SP memiliki durasi pendek.

Storm oleh Eric Radford (seorang musisi yang juga seorang figure skating asal Kanada) adalah lagu pengiring yang dipilih Kirika untuk SP khusus untuk Olimpiade Musim Dingin keduanya.

Dan Adiós Nonino dari Forever Tango adalah lagu pengiring FS Kirika Alford (dengan dipotong-potong bagiannya menjadi 4 menit dengan bonus 15 detik).

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

156K 9.5K 13
"There was only me, before. There was only me so I never even knew what does lonely means. But then you came around with your own way, built a bridge...
23.7K 1.1K 7
Kisah hidup Kenanga yang hanya bisa dijadikan kenangan pilu. Negerinya penuh dengan cecunguk, hidupnya hanya sebatas gundik, prianya tidak bisa bere...
14.2K 4.7K 54
Pembunuhan dan pembakaran sadis terhadap tiga wanita secara acak terjadi di sepenjuru kota. Iptu Nikodim Patibrata yang bermasalah sekaligus berpenga...
42.5K 4.5K 38
[Featured story WIA Indonesia Periode #4] [Reading List WIA Indonesia Periode #4] Dunia terbagi menjadi dua kubu: Perserikatan Negara yang dipimpin...