Whiffler [END]

By ArlenLangit

358K 25.6K 2.8K

21+ | Update Sebisanya | Terhubung dengan Equanimous #3 "If distance is what I have to overcome to be with yo... More

Tante Cantik | 1
Tersenyum Usil | 2
Si Usil | 3
Urusan | 4
Bersertifikat | 5
Pembantu Jaman Now | 6
Tercyduk | 7
Fantasy Gila | 8
Fantasy Gila 2 | 9
Simba | 10
Jemput | 11
Stay | 12
Ternoda | 13
Datang Dan Pergi | 14
Membantu | 15
Ketahuan | 16
Masa| 17
Jijik | 18
Turunan | 19
Tak Bersuara | 20
Dikabulkan | 21
Kembali Pulang | 22
Hutang Hati | 23
Dunia Sudah Berubah| 24
Ngawur | 25
Perkataan | 27
Dimulai | 28 [End]

Proses | 26

11K 891 203
By ArlenLangit

Beberapa part terakhir.

Alanza menatap Micha yang sudah siap menyetir dengan tatapan heran. "Erchilla sakit? Harusnya Bapak bawa dia ke rumah sakit bukan manggil saya, saya bukan bidan ataupun dokter."

Micha menghela napas sambil menyetir, "Aku tahu, tapi dia maunya kamu, ngigau sampai gitu. Mungkin dengan kamu datang temui dia, demamnya turun."

"Turunkan saya, saya mau pulang dan tidak mau pergi ke mana-mana dalam keadaan tidak mood." Alanza meminta Micha menepikan mobilnya, tapi lelaki di balik kemudi tak nenggubrisnya. "Astaga, ini sungguh tak masuk akal."

"Aku tak tahu harus minta tolong gimana lagi, jangan formal padaku, aku yakin kamu masih Alanza yang kemarin-kemarin aku kenal." Micha menyetir sambil bicara dengan Alanza.

Alanza memijat kepalanya, menatap jalanan kota malam hari dengan wajah dan perasaan sedih. "Aku tidak tahu bahwa dunia sudah berubah sejak aku koma, kalian bertiga ngotot ketemu aku, sedangkan Alfian... Alfian udah berkhianat dan meninggal."

"Aku turut berduka."

Alanza tertawa, tapi juga menangis. "Aku tak tahu harus menangisinya atau mensyukurinya, Alfian khianatin aku dengan hamilin Rahma!"

"Adikmu?"

"Sahabatku sendiri."

"Ouh, maaf."

"Dan sekarang, aku diculik orang yang ngaku-ngaku kenal aku buat temani anaknya yang sakit, apa dosaku sebenarnya?" tanya Alanza dengan pasrah.

"Diculik?"

"Lalu kaupikir ini apa kalau tidak menculikku?" tanya Alanza dengan mata tajamnya.

"Menyewamu yang benar. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, Chilla dan ah, kita! Yang Chilla tahu kamu adalah teman mainnya, bagi balon bersama, makan dan bermain bersama."

"Lalu?"

"Aku meminta tolong padamu, jadilah Alanza yang dikenalnya, hanya sampai akhir bulan ini saja, setelahnya aku akan bawa Chilla pulang ke Singapura, bibiku di sana. Hanya sampai akhir bulan ini saja, kumohon." Micha meminta.

"Akhir bulan 'kan? Hanya lima hari?"

"Ya, setelahnya kau boleh pergi, lupakan kami pernah ada di hidupmu dan kami tidak akan mengganggumu lagi." Micha menggigit bibirnya hingga merah, menahan lara perihal keputusannya yang sesaat. "Ini demi Erchilla, kumohon."

Hening. Alanza tak segera menjawab dan Micha tak sampai hati memaksa jawaban dari Alanza, tapi wanita itu mengiyaka ide Micha, hanya lima hari menjadi dirinya yang lain untuk anak kecil bernama Erchilla. Micha berterima kasih pada wanita cantik berkemeja kotak-kotak merah itu, sungguh wanita yang cantik. Micha mengesampingkan perasaannya demi Erchilla, jika Alanza benar tak mau mengenalnya lebih jauh dan bersikeras menjauh, Ia akan berusaha pula melupakan Alanza.

Alanza dan Micha sampai di rumah, bertemu Nenek Ash dan Bi Ramonah yang menunggu di kamar Chilla yang tengah diperiksa dokter. Dokter berkata jika sudah memberikan obat penurun demam untuk Chilla, tapi jika sampai besok lusa demamnya tidak kunjung turun segera bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Micha mendekati puterinya, sementara Nenek Ash mengantar dokter itu keluar.

"Sayang, Chillanya papa. Lihat papa bawa siapa?" tanya Micha membangunkan Erchilla.

Chilla membuka matanya pelan, kemudian menatap papanya. "Papa bawa Tante Cantik?"

"Itu," kata Micha menunjuk Alanza.

Alanza menatap Micha kemudian berganti ke arah Erchilla sambil melambaikan tangannya. Sama seperti yang Alanza lakukan selama ini, berkat diberitahu oleh Micha. Erchilla duduk, menatap Alanza dengan mata berbinar dan merentangkan kedua tangannya.

"Tantee, Chilla kangen Tantee, jangan pergi lagi, jangan suruh Chilla pergi lagi...." rengek Chilla mendekap erat tubuh Alanza.

"Enggak akan, Chilla. Kamu panas sekali, sudah minum obat?"

"Belum, obatnya pahit Chilla enggak suka." Chilla menatap Alanza.

"Non Chilla belum makan, Bu. Katanya nunggu Bu Alanza." Bibi Ramonah memberikan piring makan malam Alanza.

"Mau tante suapi? Kalau Chilla enggak mau makan, nanti tante sedih trus pulang, mau?"

"Chilla mau makam disuapi Tante," kata Chilla manja.

"Boleh, tapi dihabisin ya?" tanya Alanza mulai menyuapi Erchilla.

Nenek Ash melongo dengam sikap Alanza, tadi siang di rumah sewa Alanza tak mau mendekati Chilla. Sekarang, keduanya nampak begitu akrab satu sama lain. Micha membawa mama mertuanya keluar, bicara di ruang tengah soal Alanza yang mau berpura-pura mengenal Chilla hanya untuk lima hari ke dapan. Nenek Ash kecewa dengan Micha karena diam-diam merencanakan kepindahannya ke Singapura tanpa memberitahunya. Ash tahu jika di sana, Erchilla bisa dekat dengan keluarga besar Micha, tapi Ia sungguh akan merasa kesepian ketika Erchilma jauh darinya.

"Aku harus cari akal, jangan sampai Micha membawa Chilla pergi. Aku butuh bantuannya juga, itu satu-satunya cara agar Micha enggak jadi pergi." Ashmiranda mengintip kamar cucunya, di sana Alanza tengah menemani Chilla yang tak mau jauh darinya.

Asmiranda menutup pintu kamar cucunya lagi dan kembali ke kamarnya, dia sedang merencanakan sesuatu demi bisa bersama cucu dan anak menantunya, jika bisa Alanza juga ikut andil dalam keutuhan keluarganya. Ia mondar-mandir sambil berpikir, cara apa yang bisa ditempuhnya agar rencananya berhasil. Ia berpikir sampai kantuk menjelang. Kediaman keluarga Benecio tenang, semua penghuninya telah terlelap hangat dalam buaian mimpi.

Malam pertama kepulangan Alanza dari rumah sakit justru menginap di rumah orang lain yang tak benar-benar dikenalnya. Ia tergagap dan bangun ketika mendengar suara aneh di kamar Chilla, ternyata Micha datang dan mengambil boneka silicon yang duduk manis di sofa kamar anaknya.

"Maaf, bangunin kamu. Hanya mau ambil ini."

"Iya." Alanza melihat boneka wanita dengan gaun merah seperti miliknya, hanya saja baru lihat boneka sebesar dan secantik itu.

"Apa dia masih demam?"

"Sudah mereda."

"Kembalillah tidur." Micha undur diri.

Alanza kembali tidur setelah mengecek suhu badan Erchilla, memang sudah mereda panasnya dan menemani Chilla lagi. Micha di luar meringis karena malu ketahuan mengambil boneka seksnya, tapi Ia yakin wanita cantik itu tak paham apa fungsi boneka seks di dekapannya itu. Malam Micha sedikit berbeda, setelah lega mendengar anaknya tak demam tinggi lagi, justru dirinya yang dalam masa demam tinggi dalam tanda kutib. Micha Junior sedikit berulah malam ini, maka dari itu Ia membutuhkan tempat berakhirnya semen miliknya agar tak tercecer di sembarang liang.

Erchilla terbangun, melihat tubuhnya didekap hangat oleh wanita cantik di sisinya pun tersenyum. Jarinya terangkat memainkan bulu mata Alanza yang masih tertidur. Ia terkekeh karena Alanza mengerang karena geli, diulanginya lagi sampai akhirnya pemilik bulu mata panjang dan lentik itu terbangun.

"Chilla ternyata yang jahil!" seru Alanza yang menggelitiki perut Chilla.

Chilla terkekeh dan meliuk di ranjang, menahan geli karena perutnya digelitiki. Alanza mengecek suhu tubuh Chilla dan benar anak perempuan itu sudah sembuh dari demamnya. Micha membuka pintu kamar anaknya dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan.

"Papa rmabutnya kayak bulu ayam!" tawa Chilla menunjuk rmabut papanya.

Alanza dan Chilla tertawa lagi bersamaan, sementara Micha menatap dirinya di cermin kamar Chilla, rambutnya acak-acakkan karena semalaman bermain dengan boneka seksnya. Alanza berhenti tertawa dan bangkit dari ranjang Chilla.

"Tante mau ke mana?"

"Tante mau pulang, karena demam Chilla udah reda jadi tante mau urus kerjaan di rumah."

Chilla menarik tangan Alanza agar tak jauh darinya, "Enggak mau, Chilla mau tante di sini aja temani Chilla. Antar Chilla ke sekolah."

"Sekolah? Papa rasa harus ijin ke Bu Yasna kamu enggak masuk sekolah dulu, 'kan baru sembuh demamnya?" Micha menolak.

"Enggak mau, Chilla mau diantar Tante Alanza ke sekolah dan pamerin ke Dean kalau Chilla punya calon mama baru!" Chilla bangkit dari ranjang dan meminta gendong ke Alanza untuk ke kamar mandi.

Alanza menatap Micha dengan meringis, idenya menyetujui permintaan Micha semalam justru berbuntut panjang. Alanza mau tak mau harus menuruti Chilla, memandikannya dengan air hangat, memberikan sampo di rambutnya dan membantunya memakai seragam. Nenek Ash datang ke kamar dengan wajah sumringah melihat cucunya sudah sehat kembali. Alanza ikut keluar ke ruang makan dan sarapan bersama, meski awalnya Ia menolak.

"Chilla, kamu yakin mau sekolah? Enggak istirahat di rumah aja?"

"Chilla itu baik-baik saja kalau sama Tante Alanza, Papa!" seru Chilla makan dengan lahap.

"Baiklah, nanti minta Bu Yasna telepon papa kalau kamu enggak enak badan lagi ya?"

"Oke, Papa!"

Micha duduk di kursi biasanya, jika pagi yang lalu hanya ada 3 porsi sarapan, kini ada empat. Kemajuan yang baik bukan? Meski hanya sementara. Bibi Ramonah memberikan kotak bekal ukuran sedang pada Alanza, berkata jika itu risoles buatan Nenek Ash untuk dibawa pulang. Chilla selesai sarapan lebih dulu, mendekati Alanza yang belum selesai sarapan karena mau dipangku. Micha menghabiskan sarapannya sedikit cepat dari biasanya, dikarenakan Chilla sudah memintanya segera selesai.

"Eh, Alanza bekalnya jangan lupa dibawa. Oh ya, brosnya mama kayaknya jatuh di rumahmu kemarin, minta Micha ambil ya sekalian." Ash memerintah anak menantunya.

"Benarkah? E, nanti aku akan cari, Bu. Terima kasih risolesnya." Alanza pamit.

"Dimakan ya risolesnya!" seru Nenek Ash pada Alanza, kemudian memberikan botol minum kecil untuk Micha, "Buat kamu ini ada teh hangat, diminum buat temani Alanza makan risolesnya."

Micha sedikit aneh dengan permintaan mama mertuanya, tapi karena Chilla sudah merengek-rengek mau segera diantar akhirnya Micha mengantar Chilla ke sekolah ditemani Alanza. Di sekolah Chilla, gadis itu benar pamer pada Dean, anak lelaki teman sekelasnya itu menatap Alanza yang cantik alami pun kagum.

"Jadi itu calon mama kamu?"

"Iya, cantik 'kan! Aku seneng sekali akhirnya mau punya mama cantik kayak mama kamu." Chilla tersipu malu.

"Masih cantikkan mamaku, mamaku lagi hamil adek bayi, mama kamu kapan kasih kamu adek? Enggak bisa ya, biasa aja kalau gitu," ejek Dean pergi meninggalkan Erchilla.

Chilla cemberut dan kembali pada papanya dan Alanza, "Papa, kata Dean mamanya sedang hamil adeknya Dean, kalau Chilla kapan dikasih adek? Ayo bikinin adek, yang banyak kayak punya Dean! Pokoknya harus!"

"Chilla, tapi kalau bikin adek harus sama mama, Chilla 'kan enggak punya mama?" ingat Micha.

"'Kan ada Tante Alanza, buat aja sama dia." Chilla bergegas pergi setelah berkata demikian, sementara Micha dan Alanza merasa malu satu sama lain.

Di dalam mobil, Micha meminta maaf soal perkataan Chilla yang tadi. Alanza pun mengangguk dan demi menutupi rasa malunya Ia mengambil risoles dari nenek Chilla. Alanza berkata jika dia tidak tersinggung soal ngawurnya kata-kata Chilla padanya sambil terus menggigit risoles.

"Baguslah kalau kamu tidak tersinggung, pikiran anak kecil tidak sampai tahu gimana cara buat adek bayi, pasti e... butuh proses." Micha gugup dan meneguk tehnya.

"Iya, kau benar. Bisakah kau segera antar aku ke rumah, kata Nenek Ash brosnya ketinggalan di sana."

"Oh ya, baiklah." Micha sudah menghabiskan tehnya.

Jarak tempuh sekolah ke rumah sewa Alanza tak jauh sebenarnya, tapi pengemudinya saja yang membuatnya terasa lama dan jauh. Micha duduk tak tenang, badannya terasa panas dan juniornya mengeras. Micha mengipasi wajahnya, menyalakan AC mobil dengan kencang dan menoleh ke Alanza.

"Kau juga kepanasan ya? Apa AC mobil ini rusak ya?" tawa Micha yang melihat Alanza juga memerah wajahnya.

Alanza tertawa kecil, "Bisa jadi, karena... aku juga merasa gerah."

"Hmmm masih pukul setengah delapan tapi kenapa sudah panas sekali ya?" tanya Micha sambil menggigit bibir bawahnya.

Alanza setuju dengan pendapat Micha, setelah makan dua potong risoles imut itu, tubuhnya terasa aneh dan panas, gerah dan seperti ada air mendidih, meletup-letup dalam dirinya. Sesuatu yang aneh kian terjadi padanya, Ia merasa kewanitaannya berkedut dan gatal sekali. Ia melihat ke arah jalan sudah dekat dengan rumahnya, pun meminta Micha segera menepi. Micha mengekori Alanza yang ada di depanya, entah mengapa saat melihat pinggul Alanza bergerak karena kakinya menaiki tangga terlihat begitu seksi dan menggoda.

Alanza membuka pintu rumahnya, meminta Micha mencari bros milik mamanya sementara dirinya pergi ke kamar mandi. Di dalam, Alanza melepaskan semua pakaiannya, ada noda kental di celana dalamnya. Ia merasa harus mendinginkan tubuhnya yang tiba-tiba terasa panas, tapi setelah mandi tubuhnya tak kunjung dingin justru semakin panas. Alanza terduduk di closet, meraba kewanitaannya yang makin berdenyut-denyut.

"Alanza, apa kau masih lama?" tanya Micha yang mengetuk pintunya.

"E, sebentar lagi."

"Bisakah cepat aku merasa harus buang sesuatu." Micha berkata sambil menggigit bibirnya.

Alanza sedikit bingung, pakaiannya yang baru belum diambil dan hanya ada handuk ukuran sedikit kecil dari handuknya yang lain. Alanza memakainya, tapi begitu melihat handuk itu di atas pahanya Ia pun jadi risih dan malu untuk keluar. Micha menggedor lagi dan Alanza keluar bersamaan dengan Micha masuk dan menabrak Alanza. Micha memegangi tubuh Alanza yang akan terjengkang, tangan Micha tak sengaja menyentuh pantat kenyal Alanza sontak gadis itu jadi kaget, justru kekagetannya membuatnya jadi semakin malu, karena handuk itu melorot ke bawah.

Micha menatap lain ke arah Alanza, begitu juga dengan Alanza yang merasakan sesuatu berdenyut dan mengeras di dekat kewanitaannya. Micha memajukan wajahnya, mendekap tubuh Alanza makin erat dan memberanikan diri memulai sesuatu yang berujung lepasnya seluruh hasrat dalam diri. Micha menarik tubuh Alanza ikut dengannya, menuntunnya duduk di pangkuannya dengan kaki terbuka.

"Gigit lidahku, Alanza. Gigit kalau ini terasa sakit," bisik Micha yang menuntun Alanza dengan wajah semerah tomat.

"Aku rasa ini gila, tapi aku tak bisa hilangkan rasa... ouh... sesakk!" pekik Alanza di akhir kata.

Suaranya teredam dengan ciuman, tak hanya itu Ia merealisasikan permintaan Micha, menggigit lidahnya, tapi itu tak berakhir justru timbul sesuatu kegiatan baru yang membuat keduanya saling memekik dan menimbulkan suara keintiman lain. Alanza memekik ketika Micha memegangi pinggangnya dan menggerakkan pinggulnya ke atas, tak hanya itu, Ia mendongak karena gigitan-gigitan gemas dilancarkan Micha pada dadanya.

Continue Reading

You'll Also Like

65.5K 10.1K 51
KUMOHON JANGAN DICOPAS, COPAS SANTET :P :P :P 21 + Yang di bawah umur harap tidak membaca, karena ada bagian tertentu yang ditujukan untuk usia di at...
80.6K 3.1K 66
Judul: POSITIF! Genre: Romantis Komedi Dewasa (18+) Status: Tamat Cerita Pertama dari Seri "Satu Kata" Buat yang belum dewasa, sangat tidak disaranka...
943K 60.2K 43
Menjadi asisten pribadi Rafael Gumilar-manusia setengah singa nggak semudah yang kupikirkan. Setiap hari, aku harus menahan emosi hingga rasanya ingi...
69.6K 3.2K 40
Warning!! Hanya untuk pembaca di atas umur 20 tahun. Mohon Bijak! (21+) Menghadapi pertengkaran di saat malam pertama, bukanlah hal yang diinginkan s...