Diantara Rinai Dosa (Sudah te...

Von NonyVinna

121K 7.3K 330

Arinda koma selama empat bulan dan saat terbangun dari komanya, ternyata ia sedang mengandung. Ini bukan beri... Mehr

Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Dinatara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Dinatara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa
Diantara Rinai Dosa

Diantara Rinai Dosa

4.6K 319 8
Von NonyVinna

Kedua Mata Arinda membesar ketika membuka laci meja kerjanya, seekor kecoa dengan santai naik ke lengannya. Sontak ia menjerit dan nyaris terjengkang dari kursinya.

"Kecoaaaa!!!" Arinda menyibak tangannya agar si kecoa pergi. Kecoa itu melompat dari tangan Arinda.

"Mana ...mana???" Desi yang duduk dekat Arinda ikut panik, ia mengecek bagian bawah meja.

Karyawan yang lain karena kaget dan penasaran lansung mendekati Arinda. Dan suasana pun jadi ramai.

"Ada apa?" Rony muncul diantara kerumunan.

"Di laci ada kecoa!" tunjuk Arinda ke arah laci. Ia tampak pucat dan tubuhnya gemetar.

Rony mengecek ke dalam laci Arinda. Kecoa sedang santai di atas tumpukan map. Tanpa ragu dan jijik, Rony menangkap kecoa itu lalu membawanya pergi dari hadapan Arinda.

Umar ke luar dari ruangannya, karena suara gaduh para karyawannya cukup mengganggunya. Dilihatnya para karyawan nya tengah merubung di meja kerja Arinda.

"Minum dulu deh." Desi menyodorkan sebotol air mineral milikbya kepada Arinda.

"Makasih,Des...." Arinda menerima air mineral itu.

Jantungnya berdebar-debar tidak karuan. Seketika ia teringat kembali dengan peristiwa terlarang antara dia dan Dony. Ia menggigit bibirnya.

"Kamu phobia ya?" tanya salah satu karyawan wanita.

"Iya, phobia akut. Kalo sudah lihat kecoa bisa histeris bahkan pernah pingsan." ujar Arinda sambil menegak air mineral hingga habis separuh botol.

"Ada apa ini?" suara Umar mengejutkan mereka. Semua menoleh ke arah Umar. Lalu satu persatu dari mereka berjalan kembali ke meja kerja mereka masing-masing.

Umar memandang Arinda yang tampak ketakutan. Lelaki itu mendekati meja kerja Arinda.

"Arinda takut kecoa pak." sahut Desi.

Umar nenaikkan sedikit alisnya. Arinda menunduk tak berani menatap bosnya.

" Maaf pak, saya yang bikin ribut. Saya phobia dengan kecoa." ujar Arinda dengan suara pelan.

" Cuma kecoa?" Umar masih menatap Arinda, kini lebih tajam.

Arinda mengangguk.

"Ck, lebay!"

Komentar Umar membuat hati Arinda mencelos.

"Kembali kerja, jangan buat kegaduhan lagi!"

Umar pun pergi, kembali ke ruangannya.

"Galak ih..." komentar Desi."Tapi tetap aja seksi...." ucapnya sambil senyun- senyum genit. Teman- teman yang mendengarnya, langsung menahan tawa.

Arinda diam saja.

------------------

Ponsel Umar bergetar, ia ambil kotak kecil segi empat itu dari atas meja kerja. Pesan WA dari Lisa. Umar menghempaskan nafasnya. Lalu membaca pesan dari Lisa.

'Hai mas Umar.'

'Hai.' balasnya dengan malas.

'Aku mau ajakin mas Umar makan siang bareng.'

Umar mengerenyitkan keningnya.

'Maaf gak bisa. Lain  kali aja ya.'

' Oh...oke.'

Umar menaruh ponselnya kembali ke atas meja kerjanya.

" Agresif." gumamnya. Dan kembali ke layar komputernya.

-------------------

Seperti biasa, selepas shalat zuhur semua karyawan makan bersama di lantai bawah. Satu ruangan yang cukup luas disulap seperti kantin. Duduk lesehan dengan meja- meja pendek di hadapan mereka.

Semua asyik menikmati makan siang sambil mengobrol. Arinda hari itu, lebih banyak diam. Rona ketakutan masih tampak di wajahnya. Gara-gara seekor kecoa membuat ia jadi sedikit pusing. Ia paksa menjejalkan makanan ke mulutnya.

Umar duduk beberapa meter darinya. Ia sedang makan sambil ngobrol dengan Rony dan karyawan pria lainnya. Posisinya pas menghadap Arinda. Sesekali matanya melirik ke Arinda yang tampak lesu.

"Oh iya, tolong dengarkan semua!" Suara Umar membuat orang-orang berhenti bicara.

"Minggu ini, kita weekend ke pantai. Sebagai bentuk mempererat silaturahim dan kebersamaan para karyawan. Diharapkan semua bisa hadir."

"Horeeee." Desi girang mendengarnya. Begitu juga dengan yang lain.

"Sewain mobil gak, pak? Biar kompakan perginya." tanya Desi.

" iya, kendaraan akan disediakan. Jadi bisa pergi barengan." sahut Umar yang disambut bahagia oleh karyawan nya.

"Dan boleh membawa keluarga." lanjut Umar sembari melirik Arinda yang tampak biasa saja.

"Asyik." celetuk para karyawan,senang.

" Dan yang punya anak silahkan membawa anaknya." Umar menatap Arinda dengan tajam.

Arinda sedikit terganggu dengan ucapan Umar. Seperti ingin menyindirnya. Nafsu makannya semakin melayang jauh. Ia merasa perutnya penuh. Dibalasnya tatapan Umar beberapa detik. Lalu ia berdiri dari duduknya dengan membawa piring makanannya. Ia berjalan ke dapur kantor  yang berseberangan dengan ruang makan.

Arinda membuang sisa makanannya ke plastik sampah.

" Jangan sering-sering buang makanan. Mubazir !"

Arinda  terkejut. Entah sejak kapan Umar berdiri di pintu dapur dengan piring kotor di tangakakinya. Arinda cepat- cepat menyembunyikan keterkejutannya. Ia bergegas menuju wastafel.

"Awas ada kecoa di kaki kamu!" Umar meledek.

Arinda kaget, dan langsung menatap ke arah kakinya. Tidak ada apa-apa. Arinda mendelik.

"Gak lucu." gumamnya kesal. Umar mendengar ucapannya.

"Saya emang lagi gak ngelucu." sahut Umar yang sedikit menyunggingkan senyuman.

Arinda kesal. Ia memutar kran air dan mulai mencuci piringnya.

"Sebegitu takutnya kamu sama kecoa." ledek Umar.

Arinda diam saja.

" Pas ke pantai nanti, ajak saja anak mu. Biar teman- teman tau kamu sudah punya anak."

Arinda tak menyahut. Ia telah selesai mencuci piringnya. Ia matikan kran air.

"Saya sudah selesai. Permisi." Arinda menatap Umar sebentar.  Umar sedikit menggeser tubuhnya agar Arinda bisa lewat. Umar kembali menyunggingkan senyum melihat ekspresi Arinda yang sedikit kesal.

------------------

Weekend pun tiba.

Semua asyik menikmati suara ombak yang terdengar begitu indah. Angin bertiup lembut menyapu wajah dan sedikit mengibarkan jilbab- jilbab yang menjuntai menutupi tubuh para wanita berhijab.

Umar tampak sibuk membuat bara api di tempat pembakaran yang ia bawa dari rumah.

Rony sedang memasang nett untuk bermain voli, dibantu oleh dua karyawan pria.

Beberapa karyawan ada yang sibuk menata tikar. Ada yang sibuk menyiapkan minuman. Ada yang sibuk menyiapkan ayam dan ikan yang siap dibakar.

Arinda sedang menggendong Faruq. Mak Siti tidak bisa ikut karena ada urusan. Jadi sebagai gantinya Lisa yang ikut menemani Arinda.

Arinda mendekati Desi yang bersiap- siap membakar ikan. Tapi masih menunggu Umar yang sedang membuat bara api. Lisa mendekati Umar.

"Hai mas Umar." Lisa menyapa sambil menyipitkan matanya karena asap yang menyebar dari tempat pembakaran.

"Hai Lisa. " Umar tersenyum.

Lalu mereka saling mengobrol. Dari mobil hitam milik Umar, mami sedang berbicara dengan seseorang lewat ponselnya sambil memperhatikan Umar dan Lisa.
Selesai berbincang di telepon, mami menyapa para karyawan dan keluarga mereka yang ikut. Semua membalas sapaan mami dengan hangat.

Lalu ia mendekati Desi dan Arinda.

"Wah, ini lucu sekali." Mami menyapa Faruq yang tersenyum dalam gendongan ibunya." Siapa namanya sayang?" ia menyentuh pipi Faruq yang tampak gemil.

"Faruq." sahut Arinda dan tersenyum kepada wanita berkerudung merah itu.

"Ibunya pak Umar, ya?" tanya Desi.

"Iya betul." sahut mami.

"Ihhhh, masih cantik dan langsing." Celetuk Desi kagum melihat penampilan maminya Umar yang langsing dan kulit yang terawat.

"Alhamdulillah." mami tersipu.

"Tante bagi rahasianya dong, gimana biar sehat dan tetap langsing." Desi masih memandangi mami Umar.

Arinda tersenyum. Umar yang sayup- sayup mendengar perkataan Desi juga tersenyum. Lucu.

" Saya ini masih 23 tahun. Tapi lihat tante body saya...." Desi menegakkan tubuhnya yang subur. Membuat mami tertawa.

" Hei sini, ikut oma yuk!" Mami kembali mengajak Faruq bicara. Bayi berusia sembilan bulan itu tertawa memperlihatkan dua gigi bawahnya yang baru tumbuh.

"Boleh saya gendong?" Mami menatap Arinda.

"Oh ya, boleh. Tapi...gak ngerepotin bu?"

Arinda menyodorkan Faruq ke arah mami.

"Ah gak, saya suka anak-anak." Mami menyambut Faruq dan menggendongnya."Biar sama oma ya, di sini ada asap." Mami mencium pipi Faruq dengan gemas. Faruq tampak nyaman. Ia tak menangis berpindah gendongan.

"Ganteng ya." ujar mami.

"Seganteng ayahnya." Suara Lisa mengejutkan Arinda.

"Saya Lisa tante, sahabatnya Arinda." Lisa melirik ke arah Arinda yang berdiri di sampingnya.

"Oh ya, saya Rina. Maminya Umar." Sahut mami.

"Kamu namanya, Arinda?" Mami menatap Arinda.

"Iya ibu, saya Arinda." angguk Arinda.

"Mana ayahnya Faruq?" tanya mami." Apa tidak ikut?"

Arinda tertunduk. Diam.

"Sudah meninggal tante." Sahut Lisa.

"Ohhhh....maaf ya," mami kembali menatap Arinda.

Arinda hanya tersenyum.

"Gak pa-pa ya, Faruq sama tante?"

"Iya," angguk Arinda.

"Des, itu bara sudah jadi." Umar muncul di samping Arinda.

"Oke sip!" Desi bergegas ke pembakaran dengan membawa kotak plastik  besar berisi ikan yang telah dilumuri bumbu.

"Lihat Umar, mami sudah punya cucu." canda mami sambil menimang Faruq. Membuat Umar tertawa. Sementara Arinda mendadak pipinya menghangat.

"Kamu cepetan makanya nikah." ujar mami.

Lisa melirik ke arah Umar.

"Ngomongin nikah lagi." keluh Umar.

"Pak, sudah siap tanding!" teriak Rony yang berdiri di bawah tiang nett voli. Umar menoleh dan mengangguk.

"Mi, aku main voli dulu."

Umar meninggalkan mami, Arinda dan Lisa. Lalu bergabung dengan karyawan pria.

Matahari pagi semakin memanas. Tubuh atletis Umar yang terbalut kaos biru tampak berkeringat. Sesekali tawanya pecah diantara suara- suara karyawan nya dan deru suara ombak.

Arinda dan Desi membakar ikan. Sesekali Arinda memperhatikan Umar yang begitu cair dengan anak buahnya, seakan tak ada jarak diantara mereka.

Lisa dan mami Umar pun tampak akrab mengobrol di bawah pohon yang melambai sambil bermain dengan Faruq yang merangkak di atas tikar. Tampak Lisa juga sesekali memperhatikan Umar dari kejauhan.

Arinda mengipasi ikan yang sedang dibakar. Sedang kan Desi sibuk mengolesi ikan-ikan di atas pembakaran dengan bumbu yang melahirkan aroma sedap.

Desi menyadari ada ketidak harmonisan antara gerakan Arinda memegang kipas dan kedua matanya. Desi tersenyum menggoda Arinda yang tertangkap basah memperhatikan Umar.

"Nahhhh, ketahuan ya. Hayooo...merhatiin pak bos, yaaa..."

"Ng-nggak," Arinda menyadari sikapnya, ia jadi terlihat salah tingkah.

Desi mencibir, kemudian tertawa. Arinda jadi malu.

"Aku ambil nampan dulu ya, ikannya sudah mau mateng. Awas gosong. Dikipas yang bener, hahaha.." Desi pergi sambil tertawa.

"Break, haus!" teriak Rony.

Semua pun berhenti bermain voli dan pergi mengamvil minum. Umar mendatangi Arinda yang mengipasi ikan-ikan di pembakaran.

" Gimana, sudah mateng?" suara Umar membuat Arinda kaget dan salah tingkah.

"Su-sudah, pak. Desi lagi ambil nampan." jawab Arinda.

Umar melihat ada air mineral di dekat pembakaran. Lalu ia tanpa permisi mengambil air mineral yang berisi air setengah botol saja. Ia berjongkok dan meneguk air tersebut sampai habis.

"Pak...i-itu bekas minum saya." ujar Arinda.

Umar tampak cuek.

"Gak pa-pa, saya haus." sahut Umar." Maaf ya, saya habisin."Umar menaruh botol kosong itu ke tempat tadi ia mengambilnya.

"Hayooo, lagi ngapain?" Desi muncul dengan mengagetkan.

Desi senyum- senyum memperhatikan Umar dan Arinda. Ia mengangkat ikan-ikan yang sudah matang dan menaruhnya di nampan.

"Lanjut, pak!" teriak Rony.

"Oke." sahut Umar.

Lalu pergi untuk bermain voli lagi.

-----------------

Selepas shalat zuhur dan makan siang. Mereka pun berbenah, membereskan seluruh perkakas dan barang-barang yang mereka bawa.

Faruq tertidur dipangkuan mami Umar.
Arinda menghampiri mami Umar yang duduk di jok depan mobil dengan pintu terbuka.

"Maaf tante, Faruq ketiduran,ya. Sini biar sama saya!"

"Gak pa-pa, kamu bantu teman-teman aja.  Tante lagi menikmati menggendong bayi. Jadi keingat ngurus Umar selagi bayi." wanita itu tersenyum.

Arinda jadi tak enak hati. Karena sepanjang di situ, maminya Umar yang menjaga Faruq. Sekarang malah tertidur dipangkuan wanita paruh baya yang anggun itu.

Umar datang."Sudah beres, yuk pulang!" Umar melihat Faruq tertidur dipangkuan maminya.

"Arinda ikut mobil kita aja,ya. Biar tante bisa berlama-lama dengan Faruq." ujar wanita itu penuh harap.

Umar menangkap secercah kebahagiaan di raut wajah sang ibu.

"Kamu tadi ke sini ikut siapa?" Umar bertanya kepada Arinda.

"Ikut mobil yang dibawa Heri,pak."

"Ya sudah, kamu sama Lisa ikut saya."

Arinda mengangguk setuju. Ia lalu memberitahu Lisa  mereka pulang dengan Umar. Lisa tentu saja senang.

Dalam perjalanan, Mami banyak mengobrol dengan Lisa. Arinda hanya sesekali saja menyahut jika ditanya sesuatu oleh mami Umar.

Umar pun tak banyak bicara. Sementara Faruq tetap pulas dalam pangkuan hangat mami.

Sesekali Umar memperhatikan Arinda yang duduk di jok belakang bersama Lisa dari kaca mobil. Arinda menyadari kalau Umar kerap memperhatikannya.Dan pada akhirnya kedua mata mereka saling bertemu di dalam kaca.

-----------------

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

149K 9.3K 25
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
947K 21.7K 50
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
Cafuné Von REDUYERM

Aktuelle Literatur

123K 11.1K 36
(n.) running your fingers through the hair of someone you love Ayyara pernah memiliki harapan besar pada Arkavian. Laki-laki yang ia pilih untuk menj...
88.7K 475 5
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).