66 That time when we're together and that time that will be spent together.
"So, gimana?"
Aku sedikit sulit untuk bernafas jadi aku berniat menarik diriku dari cekikannya tapi dia malah menangkap bahuku. Bilang kalau dia tak ingin menunggu lagi dan ingin mendengar apapun jawabanku, sekarang, di jam 4 pagi.
Tak berhasil lepas aku membuka ikatan didagu dan menurunkan topi jaket yang kupakai. Meski ini subuh, aku kepanasan.
"kamu gak cocok ngomong kayak gini."
"kayak gimana?"
"sok puitis." Kecamku.
Dia tersenyum. "cowok bisa bikin puisi kalo kepepet."
Aku melipat kedua tanganku didada dan memandangnya. "sebegitunya suka aku?"
Apapun, aku tak menyangka dia akan mengangguk.
"aneh kan memang. Orang normal kayak aku suka sama cewek kayak kamu. Tapi suka benaran ini. Cukup suka sampe pengen dijadiin pacar." Oke, dia tak mungkin tak menghinaku bahkan disaat seperti ini.
"yakin? Aku masih meme yang sama. Yang bakal sering jual mahal, marah gak jelas, ngajak berantem tanpa sebab, suka seenaknya sendiri, ngomongnya suka gak dipikir dan makannya banyak."
"ya aku tahu dan masih pengen jadiin kamu pacar."
"aku Cuma punya penampilan fisik doang tapi dalemnya busuk."
"oke, dari awal kamu emang gak pernah sok baik juga. Gak papa, aku masih suka. Aku udah lihat hampir semua buruknya kamu sejak pertama ketemu sampe sekarang. Percaya gak Me, kamu banyak berubah habis berhasil move on dan mulai suka sama aku."
Dia hampir kehilangan nyawa karena kalimat terakhirnya.
Dia pikir dia sesempurna itu. Aku melotot kesal tapi dia mendengus tertawa.
"siapa bilang aku suka kamu?"
"emangnya gak suka?"
Aku ingin menjawab kemudian jadi teringat hal lain. Mumpung ini waktu yang tepat sepertinya untuk jujur. Aku juga sudah tidak punya harga diri untuk dijaga.
"kamu tetap bakal ninggalin aku main futsal, hima, mobil-mobilan, foto-fotoan?" Dia sakit hati saat kusebut mobil-mobilan. Tapi mau tak mau, aku benar menyebutnya begitu.
"mungkin." Jawabnya setelah berpikir sebentar. "aku gak bisa ninggalin itu tapi tetap pengen jadi pacar kamu."
Jujur, aku terkejut. Aku terkejut ada orang yang bisa lebih egois dari pada diriku di bumi ini. Dia malah tertawa saat aku bertanya apa dia serius.
"serius. Aku gak suka bohong Me." Dia memintaku tak usah pasang wajah terkejut. Aku tanya harus pasang wajah apa, dia bilang, wajah bahagia karena dapat pacar yang gak suka bikin janji palsu. Saking absurdnya, aku hampir jatuh dari ayunan dan dia malah makin ngakak.
Dia kembali menangkap tanganku.
"aku suka kamu bukan karena apa. Aku Cuma suka. Aku suka kamu kayak gini. Aku suka ngabisin waktu sama kamu. Siapa coba orang yang sejak kenal berantemnya lebih banyak dari pada akur? Ini bagus buat melatih mental. Aku merasa jadi orang yang lebih sabar sejak kenal kamu."
Lihat? Dia selalu berhasil memancing emosiku. Sekarang aku sudah berdiri dengan tangan terlipat. Berusaha membunuhnya lewat pandanganku tapi yang kupandangi malah mengayunkan ayunan dengan tenang. Tersenyum sok manis.
Dia pasti punya banyak nyawa.
"kamu pasti mikir cara buat bunuh aku kan?" dia bisa baca pikiran sekarang? "gak, aku mulai pintar ngartiin pandangan kamu. tapi rata-rata artinya sama sih. Kamu tuh mandang aku kalau bukan suka, ya marah."
Ya tuhan. Dosa apa akuuuu....
"jadi, udah satu visi misi ini ya?"
Egoku menolak menjawab pertanyaannya tapi dia tertawa. Membentang tangannya sambil melihatku. Alisku terangkat. Apa maunya?
"karena udah resmi, kamu boleh peluk aku sekarang."
Aku meninggalkannya. Menjauh. Berniat kembali kedalam. Tapi dari dalam rumah tiba-tiba terdengar jeritan sangat barbar. Begituuu barbar meski aku bisa mendengar teriakan minta tolong diantaranya.
Garra menarikku dari pinggir kolam tepat disaat segerombolan orang muncul dan yang berteriak minta tolong adalah si dokter. Dia dibopong oleh anak cowok yang terlihat gila. Sementara para cewek menyusul dengan hape yang standby merekam apapun yang sudah dan akan terjadi.
"toloooong....!!!" Dan "BYUUUUUUURRRRR!!!"
Dia terhempas kedalam kolam yang dari rupanya saja bisa kutebak kalau itu akan terasa sangat dingin. Tak ada pertolongan, Cuma ada tawa kencang penuh aroma kejahatan yang terdengar. Aku menggigil melihatnya tapi menyempatkan diri merapikan rambut saat kamera diarahkan kepadaku.
"ciyee.. yang akhirnya, benaran jadian." Rocos Putri barbar. Yang lain mengikuti.
Sebelah alisku naik. "siapa?"
Ningrum bertepuk tangan penuh wajah haru. Sebelum mereka menyerbu kesebelah kami dengan lambang pis yang lebay.
"guys, kita jadi saksi pelukan mesra pertama pasangan paling ribet sedunia ini." Bianca menggunakan hapenya sebagai mic. "gimana? Gimana perasaannya bisa diceritakan?"
Siapa pelukan?
"kakak. Sama kak Garra. emang siapa lagi."
Aku menoleh dan semua keriuhan yang sudah mencuri perhatianku itu membuatku lupa kenapa aku tak lagi kedinginan disaat tak lagi berselimut jaket. Saat Garra menarikku, aku malah bersembunyi kedalam pelukannya dan begitulah pose ku sekarang.
Sumpah. Aku kaget.
Aku ingin menyalahkan reflek karena kaget mendengar terikan barbar mereka di subuh hari tapi terdengar sangat klise disaat sumpah, benar itu kenyataannya.
Dengan cepat aku menarik diri dan untungnya anak itu melepasku meski dia malah ikut menggodaku bersama yang lain. Berteriak ciye... ciyee... Sebagian dari diriku ingin marah tapi kemudian, aku mendorong para gadis ke kolam.
Ketidaksiapan membuat mereka tercebur. Bianca bergantung hidup mati dipinggir kolam mencengkram farhan karena dia memegang hape. Aku mengambil hapenya dan mendorong dua orang itu sekaligus.
Putri sudah jauh kesudut. Berusaha mengkodeku kalau dia seksi dokumentasi. Jadi aku menyisakannya dan mengejar yang lain. Tak perduli dia anak futsal atau apa. Aku bukan mendorong. Aku menendang mereka satu persatu.
Ini subuh paling ribut dan dingin yang pernah kulalui.
"kacang chacha mana?"
"kayaknya udah balik. Dia minta balik tadi abis skandal. Diantar sama Piko." Aku, sedikit kasihan padanya. "terus, gimana? Udah boleh minta traktir kalian jadian belum?"
"gak malu ya? Bukannya udah ditraktir terus." Seingatku, kami selalu makan ditanggung Garra. heran apa yang membuat anak itu bisa sebegitu baik hati biarpun kaya.
Putri memberi wajah shock. "lah beda. Momentnya kan beda. Eh, dia nembak gimana? Cerita-cerita."
Aku menyingkirkan hapenya yang masih on. Dia seperti baru ingat, mematikan hapenya dan langsung menggandengku. Mengabaikan pesta lanjutan super dingin di kolam.
"gak ada. Siapa yang jadian?"
"plis deh Me. Semua dunia tahu. Ngapain aja dua jam disana? Ngitung bintang?!" dia langsung emosi begitu tak dijawab. Matanya sangat menggoda hingga pada akhirnya aku tak tahan dan jadi tertawa. Putri malah makin gila dan langsung memukul pundakku bertubi-tubi. Mengucapkan selamat pada masa galauku yang akhirnya berakhir. Masa meranaku juga berakhir. Masa stalking ku juga berakhir.
"gak segitunya juga kaliiii."
"kita lebih tahu Me. Kita yang lihat. Kamu kayak janda anak 5. Super merana. Sampe kita yakin kamu benaran dorong Icha." Ini membuatku teringat. "sorry. Kita tahu kamu gak sebegitu pedulinya sampai benaran ngelabrak dia tapi berdasarkan desperatenya kamu, bisa aja." aku melotot. "ok sorry sorry. Kita bela kamu kok bagaimanapun. Biarpun kamu benaran dorong, kita tetap bakal bela kamu."
Sama sekali tak menghibur.
"udah ya. Pacarannya damai aja. gak usah pake drama-drama lagi. capek." Dengan lantang dia mengucapkannya saat Garra memilih untuk duduk disampingnya. Memandangiku yang ada dihadapannya. "yang langgeng ya Me." Tambahnya padaku.
"gak janji." Sahut Garra. "Belum apa-apa dia udah siap bikin drama kayaknya. Lihat? Matanya udah dendam aja belum juga bikin salah." Aku menginjak kakinya yang selonjoran disebelah kakiku. Tapi dengan kompak, dia dan Putri malah mengghibahku terang-terangan.
Aku bangkit meninggalkan mereka dan menyusul arah si dokter yang sekarang sudah naik dan sedang mengobrol berdua Jedi di sisi lain kolam berbungkus handuk. Dia terlihat akan mati kedinginan. Sungguh jahat yang mereka lakukan. Anak ini harus berangkat pagi ini dan dia tidak terlihat bisa kemanapun dalam waktu dekat.
Aku akan sangat merindukan dokter ini.
"jangan nangis." Ucapnya.
***
"Hai." Namanya Arga. Dia satu kelompok KKN denganku. Kami akan upacara pelepasan hari ini dan habis ini akan langsung berangkat ke lokasi masing-masing. Jujur, ini setengah 8 pagi tapi semua cairan didalam tubuhku sudah menguap. Sampai kapan mereka bakal menjemur kami disini?
Dia baru datang dan datang bersama teh botol berembun. Apapun agama yang kuanut rasanya aku ingin menyembah teh botol itu sekarang.
"ya ampun. Makasih. Aku udah hampir jadi cumi kering kayaknya. Mana yang lain?" Arga menjawab tapi sepenuhnya fokusku pada resapan manis dan dingin dari teh yang masuk dari kerongkongan dan menyebar hingga ke jari kaki.
Anak itu tertawa. "tumben pagi bener datang?"
"iya kan? Aku pengen bunuh orang yang bikin aku mesti datang pagi bener."
Orang itu sekarang berdiri diseberangku. Sedang melihatku dengan sebelah alisnya naik. Entah bagaimana, aku bisa membaca gerakan alisnya itu sebagai tuduhan aku sedang menggoda siapa.
Aku membalasnya dengan gerakan yang sama. Dia sedang ngobrol riang bersama kacang ercis disaat mereka jelas bukan satu kelompok. Entah dia yang menghampiri atau si Ercis, yang pasti, mereka sedang berceritera seperti satu orang tidak habis nembak dan satu orang habis nolak. Dan aku, satu orang yang mungkin akan jadi satu orang yang melempar dengan teh botol.
Arga bercerita tentang isi tasnya. Entah itu lucu atau tidak, karena dia tertawa, aku ikut tertawa. Mataku sibuk pada hape. Pada anak kosanku yang sibuk memposting foto di grup. Kami berada ditempat yang sama. Demi tuhan, untuk apa mereka mempostingnya.
Sekarang mereka sedang mencariku karena ingin foto ceremonial sebelum kami akan berpisah selama 2 bulan.
Silaunya matahari membuatku kesusahan untuk melihat layar hape. Tanpa pikir panjang, aku menarik lengan Arga agar dia berdiri didepanku. Melindungiku yang sedang memaki Vina. Baru beberapa detik rasanya saat topi terbalik yang kupakai dilepas seseorang. Membuatku mendongak dan mendapati Garra. Dia memasang lagi topiku dengan posisi yang benar. menarikku kesebelahnya.
a. Dia posesif.
b. Atau b, dia ingin aku berdiri dibalik bayangannya agar tak kepanasan.
c. Iya, aku mencoba memandang beberapa hal dengan cara yang berbeda akhir-akhir ini.
"Hai Ga." Dia menyapa Arga yang seperti aku, kaget anak ini tiba-tiba muncul.
"Hei." Dia melihat kami sebentar. "pacar nih?" tanyanya.
Aku menggeleng tapi Garra tertawa. Lalu menanyakan kegiatan club mobil kemarin. Meski terlihat santai, jelas sekali alasan kemunculannya. Dengan kesal aku putar badan, mencari anak kosan. Aku masih marah pada postingan menyebalkannya.
Dia memposting fotoku yang tercemplung di rawa saat di Raja Ampat. Aku yang tak terlihat seperti makhluk hidup dan dia dengan teganya mengcaption itu dengan, that one moment when you knew you like her.
Aku sudah berniat untuk mencacah tangannya dan dia bilang, dia masih punya begitu banyak koleksi fotoku yang lebih mengerikan. Anak kosanku bilang itu sweet tapi aku bilang itu creepy. Well, sepertinya kami akan menghabiskan banyak waktu kedepan dengan kegiatan yang sangat beragam. Dan aku mungkin tak akan bosan. Dan aku juga mungkin, sedikit terlalu bersemangat untuk memulainya.
"Mee bareng!" panggilnya dan aku menolak menengok.
***
THE END.
***
akhirnya selesai...
maaf kalau kurang begitu bagus. maklum, penulis amatir. hihi
senang bisa nyelesaiin ini. pada akhirnya.
jangan lupa di vote dan komen ya guys...
see you on my next project!
bye bye!