Iris [SUDAH TERSEDIA DI TOKO...

By beliawritingmarathon

8.5M 771K 141K

Bagi Iris, Rangga adalah dunianya. Sementara bagi Rangga, Iris adalah semestanya. Keduanya jatuh cinta dengan... More

Prolog
01 | Iris Sayang Rangga 1 2 3
02 | Toilet dan Mimpi Buruk
03 | Eyang dan Kinan
04 | Selamat Malam, Rangga
05 | Namanya Rangga Dewantara
06 | Tuan Putri
07 | Kelinci Patah Hati
08 | Kita Akan Selalu Sama
09 | Mimpi Buruk Paling Panjang
10 | Yang Terbuang
11 | Go-Cinta
12 | Aku Kelinci Malang
13 | Bendera Perang
14 | Sebuah Tantangan
15 | Beauty and The Beast
16 | Tentang Sepasang Mimpi
18 | Pelaku Sebenarnya
19 | Teru-Teru Rangga
20 | Mengenai Kata Sempurna
21 | Aku Rangganya Iris
22 | Alasan Jatuh Cinta
23 | Kenangan Kembang Api
24 | Jalan Pintas
25 | Ulang Tahun Eyang
26 | Tentang Pilihan
27 | Dua Bayangan di Cermin
28 | Pentas Seni
29 | Happy Birthday, Iris
30 | Maaf Sebenar-Benarnya Maaf
31 | Menuju 01 Januari
32 | Menuju Pukul 00.00
33 | Tepat Tengah Malam
34 | Di Ujung Keletihan
35 | Syarat Jatuh Cinta
36 | Berhenti Jatuh Cinta
37 | Iris Harus Tahu
38 | Dalam Pelukan Bunda
39 | Sampai Ketemu Nanti Malam
40 | Satu Malam Terakhir
Epilog
Ada yang Mau Novel Gratis?
Pengumuman Testimoni IRIS
Special Order

17 | Rangga Dewantara VS Nicholas Saputra

160K 16.9K 3K
By beliawritingmarathon

Biasanya Kinan hanya datang ke Jakarta sehari-dua hari, namun kali ini berbeda. Sudah seminggu Kinan menginap di rumah Rangga, dan hari ini Iris harus berhadapan lagi dengannya di meja makan keluarga Rangga.

Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya mereka makan bersama. Tapi entah kenapa, kali ini Iris terus merasa gelisah. Matanya terus mengekori gesture Rangga dan Kinan dengan perasaan was-was.

"Iris, kok tumben nggal dimakan sambalan atinya? Biasanya kamu paling semangat." Suara bunda membuyarkan lamunan cewek itu. Iris melirik ke arah piringnya, lalu tersenyum kecil.

"Enak kok Bunda, Iris cuma lagi agak nggak enak badan aja," katanya lirih, berusaha agar Rangga tidak mendengar kalimatanya.

Sejak hari dimana ia dan Ares bertengkar, Iris merasa tubuhnya kurang fit. Mungkin efek dietnya baru muncul. Iris merasa mudah lelah, sakit perut sampai mual.

Sebenarya, rencana dietnya sama sekali tidak berjalan mulus. Sesekali Iris harus menyuap setengah porsi nasi dan sepotong daging untuk meyakinkan Ares dan Rangga bahwa ia sudah tidak lagi berdiet.

Sebagai gantinya, Iris menambah jam olahraganya. Setiap sore Iris menambah jumlah putaran larinya. Tak ada batas maksimal. Ia hanya berlari hingga lututnya gemetar dan matanya berkunang-kunang.

"Kamu sakit, Ris? Mau bunda antar ke dokter?" tanya bunda tampak khawatir. Tapi Iris buru-buru menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah, bunda, kayaknya cuma karena lagi kebanyakan tugas aja."

"Duh, sayang, tugas tuh jangan dipikirin, tuh lihat Rangga, udah kelas tiga aja kalo ditanya ujian kapan dia langsung bilang, 'Dimana aku, siapa aku, ujian itu apa?'," Bunda berdecak kesal. "Heran bunda, tuh anak nggak pernah serius hidupnya."

Pandangan Iris otomatis teralih pada Rangga yang sedang memeriksa isi kulkas. Rangga sedang dalam mode ngambek, karena Bunda memasak sayur bayam. Jadi, alih-alih ikut makan di meja makan, bayi besar itu justru mencari persediaan makanan lainnya.

Biasanya, kalau sudah begini mesti Rindu yang was-was. Stok es krim, kue dan camilannya bisa dijarah oleh adiknya.

"Berani lo sentuh persediaan gue, gue pastiin besok pagi alis lo botak ."

Kan, belum apa-apa sudah terdengar ancaman.

Rangga mencebikkan bibir, menatap Rindu penuh permusuhan. Tapi bukan Rangga namanya jika menuruti apa kata Rindu.

Belum tiga puluh detik Rindu mengancam Rangga, cowok itu sudah menyemburkan minuman dari mulutnya.

"Apaan, nih?!" jerit Rangga seraya menatap horor  ke gelas tinggi di tangannya.

Rindu menoleh, dan saat itu juga tawanya pecah. "Sukurin lo kualat! Itu kiranti gue!"

Kinan tertawa kecil, sementara Iris harus mengulum bibirnya rapat-rapat.

"Kalian tuh, kapan dewasanya," kata eyang sambil menggelengkan kepalanya.

"Makanya udah jangan banyak tingkah, makan sekarang ayo!" Bunda menarik telinga Rangga, memaksanya untuk duduk, di sebelah Iris, di hadapan Kinan.

"Nih, Ga, biar nggak ngambek," Kinan meletakan sepotong perkedel di piring Rangga, lalu tersenyum lembut. Rangga menerimanya tanpa banyak protes.

Jarak Iris dengan Rangga sebenarnya hanya beberapa jengkal, tapi entah kenapa tiba-tiba ia merasa ia dan Rangga kini berada begitu jauh.

"Piye filmmu, nduk? Lancar to?" [Gimana filmmu? Lancar?] tanya eyang pada Kinan setelah meneguk minumannya. Meski menjunjung tinggi nilai kesopanan, eyang tak pernah keberatan soal perbincangan di meja makan. Sebaliknya, justru beliaulah yang seringkali membuka percakapan.

"Alhamdulillah lancar eyang, proses reading sudah selesai, mungkin minggu depan akan shooting hari pertama."

"Lakyo apik to, nduk. Shooting neng Jakarta, to?" [Nah, bagus, shooting di Jakarta kan?]

"Iya eyang, makanya aku lagi cari apartemen yang nyaman."

"Walah, ngapain cari apartemen? Wong eyang wes ngomong karo bapak, ibumu, nek kowe neng kene pas iseh neng Jakarta." [Walah, ngapain cari apartemen? Eyang sudah bilang ke bapak, ibumu, kamu tinggal di sini selama di Jakarta.] Eyang mengalihkan tatapannya pada Rangga. "Kowe sek tugas njagani Kinan yo, Ga! Awas kalau kenapa-napa!" [Kamu yang tugas jagain Kinan ya, Ga! Awas kalo kenapa-napa!]

Mendengar kalimat eyang, Iris merasa genggamannya pada sendok melemah. Lewat ekor mata, ia perhatikan ekspresi Rangga. Rangga tampak tidak terpengaruh, bibirnya masih mencebik karena perkara sayur bayam.

"Terserah eyang, asal bunda nggak masak bayam lagi, Rangga manut."

Iris merapatkan bibirnya. Dosakah ia jika ia kecewa?

"Kayak anak kecil lo," Rindu mencibir.

"Biarin, bilang aja lo sirik soalnya gue jadi anak kesayangan bun——uhuk." Rangga mendadak tersedak.

Seperti gerak refleks, Iris langsung menyerahkan gelasnya pada Rangga, bersamaan dengan Kinan yang menyodorkan minumannya.

Tanpa menyadari keganjilan tersebut, Rangga menerima gelas dari Kinan, menghabiskannya dalam sekali tenggak.

"Makanya, Ga, kalau marah-marah jangan sambil ngunyah. Keselek kan," bunda mengomel seraya mengusap punggung Rangga.

Iris menarik kembali tangannya, menatap gelas itu sambil tersenyum pahit. Tidak apa-apa, Rangga pasti refleks mengambil gelas yang di depan matanya.

Iya, tidak apa-apa.

°°°

Setelah makan siang, Rindu mengajak Iris untuk menonton DVD di kamarnya, sedangkan Kinan memisahkan diri untuk membantu eyang menyelesaikan rajutannya. Betapa dunia mereka sungguh berbeda. Kinan dengan segala kemampuan keperempuanannya—memasak, merajut, menjahit, modeling, dan sebagainya. Sedangkan Iris dengan segala dunia khayalannya.—Film, novel, fangirl dan sebagainya.

Sebenarnya, DVD itu sudah berkali-kali diputar. Baik Rindu maupun Iris sudah hapal setiap scenenya. Meski ceritanya sederhana, tapi bagi mereka berdua—Iris dan Rindu—film itu sempurna.

Oh, kecuali satu hal, nama tokoh utama laki-lakinya yang membuat mereka—mau tak mau—mengasosiasikannya dengan cowok paling absurd sejagat raya.

Rindu sudah memghempaskan dirinya di sofa, bersebelahan dengan Iris. Sedangkan Rangga masih berdiri di depan pintu kamar Rindu. Tampak tak rela atas invasi Rindu terhadap pacarnya.

"Iyiiis, kamu kan ke sini buat nemenin aku, bukan buat nonton sama nenek sihir," Rangga merenggut sebal. Seminggu ini intensitasnya bertemu Iris berkurang drastis. Selain karena eyangnya yang akhir-akhirnya menugaskan Rangga jadi supir dadakan Kinan, Ares juga sedang sensitif.

Bayangkan saja, Rangga hanya telat mengantar Iris setengah jam, itu cowok udah kayak satpam. Nongkrongin depan pager. Rasanya, mau bikinin pos ronda aja sekalian.

Untung Rangga masih ingat, ia membutuhkan izin Ares untuk segala dunia keper-Iris-annya.

"Cerewet lo," bukan Iris justru Rindu yang berdecak sebal.  "Sana jadi bayinya eyang aja, lupa lo lagi jadi bodyguard putri keraton?" sindir Rindu tajam.

Rindu mungkin satu-satunya anggota keluarga ini yang tidak menyukai Kinan. Ia tahu orang tuanya Kinan pernah berusaha menyelamatkan ayahnya. Tapi bagi Rindu, usaha itu memang sudah kewajiban Om Yudha sebagai seorang dokter.

Rindu tidak suka melihat keluarganya harus berkali-kali menundukan kepala di depan keluarga Kinan. Eyangnya yang terlalu memuja keluarga itu, dan adiknya yang harus terkekang rasa terima kasih.

"Ck, lagian heran gue, kalian tuh udah berapa kali sih nontonin AADC? Ngapain ngeliatin yang dilayar sementara bisa dapet Rangga yang lebih gemes di sini!"

Rindu memutar bola matanya, sedangkan Iris bergidik kesal.

"Geli, Ga."

"Iris aku terluka," Rangga menatap Iris tak percaya. Sebelah tangannya memegangi dada untuk menambah efek dramatis. "Coba sebutin, apa lebihnya dia dari aku?"

"Banyaklah!" Rindu dan Iris berseru kompak.

"Apa?" tantang Rangga tak terima. Sudah di bilang Rangga Dewantara—Dewasa Menawan Tiada Tara tak pernah rela disandingkan dengan Nicholas Saputra—Sayangnya Punya Tampang Rata-Rata.

Maksa? Bodo amat.

"Dia itu cool," Rindu yang pertama kali menyahut.

"Yaelah, bilang aja gitu. Kaku. Kayak kanebo abis dijemur satu bulan." Apa kerennya sih cowok kaku? Yang ada tuh ceweknya makan hati. Contohnya? Lihat Lavina sama Arsen.

"Dia jago nulis puisi," mata Iris tampak berbinar ketika mengatakannya.

Menulis puisi?

Oke, noted!

Karena Iris yang mengatakannya Rangga tidak akan protes.

"Terus?"

Rindu dan Iris saling pandang sekilas. Seolah sedang bersepakat. Selanjutnya, Rindulah yang menyuarakan isi pikiran mereka.

"Dan yang jelas, nggak najisin kayak lo."

Ouch!

Rangga memegangi dadanya, memasang tampang yang sangat terluka. "Bagi kamu aku najisin, Yis? Na-jis-in?"

"Enggak sih, cuma over bikin geli aja kadang," Iris menyahut datar. Insiden gelas tadi entah kenapa membuatnya kesal dengan Rangga.

"Lagian terima aja sih, Nicholas Saputra memang lebih ganteng daripada lo," sahut Rindu tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar yang mulai memutar film.

"Ganteng apanya? Lo nggak liat rambutnya udah kayak mie ayam tum—pah," Rangga meneguk salivanya sendiri saat Iris dan Rindu kompak menatapnya tajam. Tatapan mereka kini terlihat seperti berhasrat mendorong Rangga ke dalam jurang.

"Sana deh lo, cabut aja daripada bikin emosi!" Rindu menimpuk Rangga dengan bantal.

Rangga masih ingin berkilah, sayang teriakan eyang harus membuatnya berhenti mengganggu mereka.

"Rangga, Kinan mau ke Indomaret. Wes dianter, le!"

Dengan wajah tertekuk, Rangga menyahut. "Iyaaa, eyaaang, Rangga turun sekarang."

Selepas kepergian Rangga, Iris menghela napas berat.

"Dan dia nggak punya mantan yang harus dijagain kayak Kinan," Iris berbisik lirih. Suaranya hanya satu oktaf lebih tinggi dari suara angin, tapi Rindu yang bisa mendengarnya.

Rindu memperhatikan Iris, lalu membagi tatapannya pada ambang pintu yang sudah kosong.

Ia menggelengkan kepalanya.

Ternyata, selain norak, tingkat kepekaan adiknya juga sudah tidak tertolong.

———
A/n:

Hi!

Gimana part 17?

Semoga tetap suka yaaa~

Jangan sebel sama eyang, nanti kualat hahaha.

Btw, terima kasih Dila Naders yang sudah membantuku jadi translator bahasa jawa. Wkwkwkwk.

Aku buta bahasa jawa, jadi harap maklum ya!

Dan maklum juga kalo eyang ngomongnya campur gitu, beliau jawa, tapi udah lama tinggal di jakarta jadi gitu deh.

Ah iya, aku ada rencana mau buat akun roleplayer instagram buat Tasya, Kinan, sama Rindu. Wdyt?

Tapi syaratnya nggak boleh out of character.

Nanti dulu tapi ya, aku bilang dulu sama admin Iris dan admin RPku, soalnya nanti mereka yang bantuin aku ehehehe.

Jangan lupa follow ig mereka ya:

(at) iriskasmira
(at)ranggadeww
(at)arespamungkas
(at)nuskihitz

Mau follow igku juga boleh (at)innayahp ahaha.

Jadi, kalian tim mana:

Saputra?

atau

Dewantara?

(Yang follow ig Rangga x Iris tahu nih, ini Gaga lagi kenapa) wkwk.

See u.

InnayahPutri

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.9M 279K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
5M 268K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
2.5M 251K 60
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 226K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...