Roommate ✅

By erinsarchive

303K 36.3K 3.8K

Rumah milik seorang pensiunan militer dijadikan rumah tinggal. Berisi 12 manusia yang selalu silih berganti... More

Penghuni Rumah Biru
Chapter 1: Attention
Chapter 2: Sunday
Chapter 3: Why You Dont Know, While Other Knew?
Chapter 4: If They Had Instagram
Chapter 5: Stupid Decision
Chapter 6: I Like Me Better
Chapter 7: Perfect VS Girls Front
Chapter 8: Fool For You
Chapter 9 - Everything
Chapter 10 : If They Had Instagram (2)
Chapter 11: Complicated
Chapter 12: I Wish
Chapter 13: I Miss You
Chapter 14: If They Had Instagram (3)
Chapter 15: Behind The Instagram (1)
Chapter 16: Behind The Instagram (2)
Chapter 17 : Change
Chapter 18: Bittersweet
Chapter 19: Damn, I Love You
Chapter 20: Wasn't Expecting That
Chapter 21: The Truth
Chapter 22: The Date
Chapter 23: Begin
Chapter 24: The Party
Chapter 25: Girls Night Out
Chapter 26: Stranger Things
Chapter 27: Problem
Chapter 28: in a Group Chat
Chapter 29: Turn Back Time
Chapter 30 : Somebody Special
Chapter 31 - If They Had Instagram (4)
Chapter 32 : If They Had Instagram (5)
chapter 33: Not Today
chapter 34: in a group chat (2)
Chapter 35: Keluarga Bahagia Min
Chapter 36: Let Me
Chapter 37 : I Cant Fall in Love Without You
Chapter 39: The Truth Untold
Chapter 40: Inferior Complex
Chapter 41: Sweet Day
Chapter 42 - More Than Stars
Chapter 43 : Andante
Chapter 44: Broken Heart
Chapter 45 : Can't You See Me?
Chapter 46 : Stuck with you
Chapter 47 : Falling
Chapter 48: At My Worst
Chapter 49: Like Water
Chapter 50: if they had instagram (6)

Chapter 38: Serendipity

5K 647 58
By erinsarchive

Sebagai penghuni baru rumah biru, Mark hanya bisa memiringkan kepala saat melihat Jimin dan Seulgi tidur di sofa berpelukan. Mencoba tidak memikirkan, dia berjalan ke kamar mandi dan menemukan kamar mandi semua tertutup. Jam masih menunjukkan pukul 6 btw. Mark mengetuk pintu masing-masing kamar mandi dan semua ada jawaban di dalamnya. 

Pertanyaan Mark "Mereka bertiga yang masuk kamar mandi ini ngelihat Jimin sama Seulgi nggak ya?

Mark akhirnya memutuskan ke lantai bawah, dan menemukan kamar mandi lantai bawah juga tertutup. Mark melakukan hal yang sama, mengetuk pintu kamar mandi dan mendapatkan jawaban dari isinya. 

Mark membuat note di kepalanya untuk mengatur jam berapa dia bangun untuk lari ke kamar mandi. 

"Selamat pagi Mark." Yerim keluar dari kamarnya dengan rambut setengah acak-acakan.

"Pagi juga Yerim, kamar mandi memang selalu penuh ya?"

Yerim mengangguk, "makanya aku kalau mandi di kamar mandi atas." Katanya sambil lalu ke dapur. "Pagi Yoongi oppa." Ucap Yerim sambil memasuki ruang makan.

Mark mengikuti dari belakang dan menemukan Yoongi sedang berdiri ruang makan, mengolesi rotinya dengan butter. 

Yoongi hanya mengangguk sebagai jawaban salam Yerim, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya, mengigit rotinya dan berjalan menuju pintu. "Aku terlambat, salam untuk Seungwan." Kata Yoongi.

"Lho Yoongi," Suara itu terdengar membuat Mark keluar ruang makan. Pintu kamar mandi terbuka dan Seungwan ada di depan pintu kamar mandi. Mark segera berlari, dan memasuki kamar mandi membuat Seungwan kaget, tetapi tidak ambil pusing karena dia lebih memilih menghampiri Yoongi yang masih menjaga rotinya di mulutnya agar tidak jatuh, plus menggunakan sepatunya dan masih memegang tasnya di tangan lain. "Sini ku bantu, bawa tas."

Tanpa tendeng aling-aling Yoongi memberikan tasnya ke Seungwan dan menggunakan sepatunya dengan cepat. 

"Maaf ya aku tidak bangun pagi untuk memasakkanmu sarapan." kata Seungwan.

Yoongi menggeleng setelah dia selesai menggunakan sepatunya, menggambil tasnya dari Seungwan dan memegang rotinya dengan tangan yang lain, hanya untuk mengatakan "Nggak papa, kamu capek juga pasti semalam. Aku berangkat dulu ya," dan satu kecupan di pipi diberikan Yoongi sebelum keluar rumah. 

Seungwan membeku di depan pintu. Begitu juga dengan Eunbi, Sooyoung dan Yerim yang melihat adegan tersebut. Eunbi keluar kamar mandi saat kata-kata maaf aku tidak bangun pagi, dan Sooyoung keluar saat mendengan nggak papa, kamu capek juga semalam, sementara Yerim melihat semenjak Mark masuk kamar mandi. 

Saat Seungwan membalikkan badannya dengan tangan di pipinya, ketiga gadis yang menonton itu melihat Seungwan dengan tatapan menggoda.

"Jadi Eonni, kenapa semalam capek?" Goda Sooyoung.

"Gimana rasanya di cium Yoongi oppa, Eonni?" Kali ini giliran Eunbi menggoda sementara Yerim tertawa.

"Sudah-sudah, urus urusan masing-masing." Seru Seungwan sebelum berlari ke kamarnya sementara semua tertawa melihat reaksi seungwan. 

*** 

Saat Jimin membuka mata dan melihat Seulgi ada di pelukannya, rasanya ini hanya mimpi. Mimpi kalau Seulgi sudah menjadi istrinya, dan sekarang mereka tinggal di rumah baru. Sayangnya, ini bukan rumah baru melainkan rumah biru. Jimin ingin sekali membangunkan Seulgi, tapi sekarang masih jam.... Jimin mendongak dan melihat Jam menunjukkan pukul setengah 7.

"Matilah." Umpatnya. Dia belum mandi, dan dia harus sudah berangkat jam 7. Jimin berusaha mengangkat Seulgi untuk memindahkannya di kasurnya, agar dia tidak kaget saat bangun nanti tertidur di sofa. 

Pintu kamar mandi terbuka, dan Jungkook menyerngit saat melihat Jimin mengangkat Seulgi. "Mau di bawa kemana anak orang?" 

"Dibawa turun, kemarin dia nggak bisa tidur di kamarnya."

"Lho, kenapa?" tanya Jungkook mengikuti Jimin dari belakang. 

"Nanti juga tahu." Kata Jimin sambil berjalan menuju tangga, sebelum akhirnya menuruni tangga. 

Yerim, yang berpapasan dengan Jimin yang menggendong Seulgi di tangga, mengerutkan dahi. "Kenapa Seulgi Eonni ada di lantai atas?" Yerim akhirnya berjalan mundur karena ruang tangga yang tidak terlalu besar. 

"Kata Jimin Hyung, dia tidak bisa tidur di kamarnya." Jawab Jungkook. 

Yerim kemudian melirik ke arah ruang makan, tetapi lirikannya terganggu karena Jimin meminta tolong Yerim untuk membuka pintu kamar Seulgi. Beberapa menit kemudian, Jimin keluar kamar, dan berlari ke lantai atas untuk mandi.  

"Siapa yang tahu kenapa Seulgi Noona tidur di atas? Sepertinya tidur di sofa ruang tengah lantai atas." Tanya Jungkook sebelum akhirnya duduk di kursi. Yerim yang tadinya mau mandi, akhirnya mengurungkan niatnya hanya untuk memberi kode bahwa seseorang yang berambut blonde di ruangan itu yang tahu. "Seungwan noona?" tanya Jungkook lagi, dan Seungwan hanya menggeleng.

Sooyoung kembali menatap Seungwan dengan tatapan menggoda, "Oh, kayaknya aku tahu kenapa. Kita kayaknya mau punya adek baru Kook."

dan Seungwan yang sedang meminum tehnya menyemburkan tehnya. 

"Ha? Siapa yang mau jadi adek kita? Yerim? aku incest dong kalau Yerim jadi adek kita."

Eunbi yang mendengarkan perkataan Jungkook hanya tertawa. Terlalu polos, terlalu polos.

"Bi, kamu kenapa tertawa? Kenapa tidak ada yang mau memberitahuku? Yerim, kamu tahu?"

Yerim menggeleng, "Aku mau mandi." tapi Jungkook bisa melihat senyum keluar dari mulut Yerim. Lebih tepatnya dia menahan senyum. 

"Fine, tapi aku nggak mau kalau adikku Yerim." 

"No, bukan Yerim." Goda Sooyoung lagi.

"Aku tidak melakukan apa-apa." Bela Seungwan. 

"Aku tidak bilang apa-apa, Eonni." tetapi Eunbi tertawa, sementara Seungwan mengembungkan pipi kesal. 

*** 

Hoseok berjalan bolak balik di lantai atas, sebelum memutuskan untuk turun. Pesan dari Eunbi datang sejak 10 menit yang lalu, hanya saja dia tidak kunjung turun. Panik. Hoseok benar-benar panik. Apa yang akan mereka bicarakan? Bagaimana jika setelah berbicara mereka malah tambah bingung dengan perasaan masing-masing. 

Mengambil napas panjang, Hoseok akhirnya menuruni tangga. Melihat Eunbi yang duduk di sofa ruang tengah. Ia berjalan menuju Eunbi sebelum akhirnya duduk di sebelah Eunbi.

"Apa yang mau kamu bicarakan, Eunbi?" Tanya Hoseok. Pura-pura tenang. 

Eunbi berdeham sebelum mulai bicara, "Tentang kita oppa."

"Memang diantara kita ada apa?" Jawab Hoseok pilon.

Sementara itu Eunbi hanya bisa mengatupkan bibirnya. Mungkin beginilah rasanya jadi Hoseok dulu. Menyukai seseorang yang tidak menyukai mereka. "Kita kan dulu berteman, lalu kita tidak berteman lagi. Karena, ya oppa tahu." Ujar Eunbi berpura-pura  tegar.

"Kita masih berteman, Eunbi." Kata Hoseok. Lalu hening. Awkward lebih tepatnya. Hoseok benar-benar tidak tahu mau berbicara apa "Sial, aku tidak bisa melakukan ini."

Dahi Eunbi berkerut, apa yang tidak bisa Hoseok lakukan. 

"Eunbi,--" Hoseok berhenti berbicara, hanya untuk menatap mata Eunbi, "aku ingin jujur kepadamu." 

Eunbi ingin sekali berharap bahwa kata jujur itu adalah tentang Hoseok yang masih menyukainya. Tentang Hoseok yang menyesal berpacaran dengan Lisa. 

".....selama ini hanya berpura-pura pacaran dengan Lisa." Eunbi menyergit, merasa salah dengar. Siapa yang pura-pura pacaran?  "Aku melakukan itu agar kita bisa berteman lagi. Aku lakukan itu agar kamu bisa bercerita lagi denganku, agar kamu merasa nyaman di dekatku lagi." 

Eunbi menatap Hoseok tidak percaya. Apa yang baru saja di dengarnya? Jadi selama ini dia cemburu pada orang yang bukan pacar Hoseok? 

Hoseok melanjutkan "Tapi saat aku berpura-pura berpacaran dengannya, aku jadi menyadari bahwa aku menyukai Lisa. Aku bahagia bersamanya, lebih bahagia daripada saat aku di dekatmu." Hoseok berjeda "senyumnya, celotehannya, leluconnya, sikapnya? dia selalu bisa membuat aku takjub." Hoseok kembali berjeda "Aku tahu dulu kamu bercerita tentang Namjoon padaku, karena aku bisa menjaga rahasiamu dan kamu tidak tahu aku menyukaimu. Itu salahku juga karena tidak bilang padamu bahwa aku menyukaimu--"

"Woah woah, sebentar oppa. Ngomongnya cepet banget." Ujar Eunbi menghentikan Hoseok yang terus mengumam tidak jelas. "Jadi biarkan aku me-resume. Jadi oppa sebenarnya tidak pacaran dengan Lisa, hanya berpura-pura agar kita bisa berteman lagi?" Tanya Eunbi yang dijawab dengan anggukan. "Tetapi, semakin lama oppa sadar bahwa Lisa membuatmu bahagia?" Hoseok mengangguk lagi. 

"Lalu maksud oppa memberi tahuku semua ini adalah?" 

"Aku dengar bahwa kamu menyukaiku--" Eunbi ragu-ragu untuk mengangguk atau mengiyakan, dia bisa menduga bahwa akhir cerita ini tidak akan bagus. "Tapi aku tidak suka padamu?" Perkataan barusan keluar dengan nada tanya. "Maksudku, entahlah Eunbi. Aku juga bingung dengan perasaanku." Lalu Hoseok menyenderkan badannya di sofa. 

Eunbi merasa bingung dengan semua informasi yang masuk ke telinganya barusan. Di satu sisi dia senang karena Lisa dan Hoseok tidak benar-benar jadian, tapi dia juga sedih karena Hoseok mulai menyukai Lisa. Bukan hanya itu, kata-kata Hoseok barusan. Dia tidak suka pada Eunbi, membuat hati Eunbi tergores. Mungkin ini rasanya orang yang kita sukai tidak menyukai kita.

Eunbi melihat Hoseok dari sudut matanya. Melihat Hoseok yang frustasi. Hanya karena dia, seorang sunshine bersikap seperti ini. Ini semua salahnya. Sungguh beda sekali ekspresi dari Hoseok saat membicarakan Lisa, dan saat membahas tentang dirinya. 

Kalau Eunbi jahat, maka dia akan membuat Hoseok percaya bahwa sebenarnya Hoseok tidak menyukai Lisa. Dia juga akan bilang bahwa dengannya Hoseok juga bisa bahagia, tapi dia ingat cara Hoseok berkata padanya barusan bahwa bersama Lisa dia lebih bahagia. Bagaimana raut wajah Hoseok yang sumringah, dan sangat bahagia saat membicarakan Lisa. Eunbi bisa membayangkan jika dia dan Hoseok bersama, mungkin mereka akan lebih awkward dari pada Seungwan dan Yoongi. Mereka memulai hubungan dari toxic relationship. Eunbi yang terlalu bergantung pada Hoseok, dan Hoseok yang menerima begitu saja. Namun jika Hoseok dengan Lisa, Eunbi bisa membayangkan hubungan yang menyenangkan. Hoseok yang akan sering tertawa, dan tentu saja lebih bahagia.

"Coba cerita padaku oppa, kita selesaikan masalah kita sama-sama oppa." Jawab Eunbi sambil tersenyum.

Hoseok melihat senyum Eunbi. Masih senyum yang sama yang membuat dirinya menyukai Eunbi, tetapi ada yang berbeda. Kenapa di kepalanya dia membandingkan senyum itu dengan senyum Lisa? Hoseok menghela napas. "Kemarin saat aku membaca kamu mau berbicara pada Yoongi, aku merasa entah sakit hati? kesal? sedih?" 

Eunbi mendengar keraguan dari mulut Hoseok, dan tanpa sadar tersenyum. 

"Aku seperti, you know biasanya kamu selalu berbicara denganku, lalu sekarang kamu bicara dengan Yoongi Hyung? Aku melakukan semua ini pada awalnya agar kamu berbicara denganku, tetapi kenapa kamu tidak juga berbicara padaku? Kamu memang bersikap lebih ramah padaku, tetapi kita tidak lagi berbicara. Maksudku, kita berdua mengobrol. Menceritakan Namjoon-pun, aku tidak masalah."

Eunbi mengangguk, tetapi di dalam hatinya dia merasa bahagia. Hoseok cemburu melihatnya bercerita pada orang lain. Namun Eunbi tidak bisa membuat Hoseok bahagia seperti apa yang Lisa lakukan, jadi Eunbi memilih untuk mengalah. 

"Aku rasa, oppa hanya rindu mengobrol denganku." Ujar Eunbi. Menutupi perasaannya. "alasanku tidak lagi berbicara pada oppa karena, ya oppa tahu biasanya aku selalu membicarakan namjoon, lalu sekarang siapa lagi yang harus aku ceritakan? Namjoon sudah milik Jennie." 

Hoseok mengambil waktu untuk berpikir sebelum akhirnya mengangguk. "Lalu?"

"Lalu ku pikir bahwa aku tidak sungguh-sungguh menyukaimu. Maksudku adalah aku rindu mengobrol denganmu. Aku kehilangan sosokmu. Aku tidak menyukaimu seperti itu. Terima kasih karena oppa telah membuatku sadar dengan mengajakku berbicara."

"Apa kamu tidak mau marah padaku karena aku berpura-pura punya pacar? hanya untuk berteman denganmu lagi?" 

Eunbi bergumam,"Aku kaget, tetapi aku tidak marah. Aku kaget karena oppa segitu sukanya sama aku, sampai berpura-pura pacaran dengan Lisa. Tapi itu seperti serendipity."

"Serendipity?"

"Iya, sebuah kebetulan menyenangkan. Kalau oppa tidak berpura-pura berpacaran dengan Lisa, maka bagaimana oppa bisa menemukan kebahagiaan oppa? Bagaimana bisa oppa menemukan bahwa bersama Lisa membuat oppa bahagia dibanding bersamaku?" bagaimana aku tahu bahwa oppa terlihat bahagia jika membicarakan Lisa?  jawab Eunbi, lalu menepuk pundak Hoseok. "Teman?" 

"Teman." Hoseok tersenyum. Lega karena beban dipundaknya terangkat.

*** 

Namjoon merubah pandangannya dari melihat sebuah rumah besar di pinggiran kota Seoul kemudian melihat handphonenya untuk mengecheck alamat. Alamatnya benar, namun, kenapa nama alamat rumah ini Jung? Bukan Kim? Lagi pula rumah ini sangat besar. Lalu kenapa dia harus tinggal di rumah biru kalau punya rumah sebesa--tunggu dulu.

Jangan-jangan nanti dia akan seperti drama picisan korea. Tahukan? Yang-- 

jauhi anak saya. 

kamu butuh uang berapa? yang penting kamu tinggalkan anak saya

Namjoon menggelengkan kepalanya. Dia kebanyakan nongkrong sama anak-anak di ruang tengah untuk nonton drama picisan, jadinya seperti ini. Namjoon berdeham sebelum memencet tombol rumah. Eits, benar juga. Jennie memangnya sudah ada di dalam? Bukankah dia kemarin bilang kalau dia sedang di rumah temannya?

Dia menekan tombol di handphonenya. Tiga kali berdering dan telpon itu terangkat, "Oppa, aku sebentar lagi sampai. Masih di taxi. Macet--

"Siapa kamu?" 

Suara bapak-bapak di belakang Namjoon membuatnya terkesiap dan dengan cepat menoleh. 

"Saya Kim Namjoon, pak."

Alis sang bapak naik satu garis. Pandangannya menelisik. Seperti melihat pencuri yang tertangkap basah sebelum mencuri. 

"Kamu pacar anak perempuan saya? Profiler? Yang kata anak laki-laki saya terkenal?"

Pacar anak perempuan? Ini ayahnya Jennie? Kenapa tidak mirip? 

"Betul pak, sa--"

"Pak, pak. Kapan saya jadi bapakmu?"

"Ma--maaf paman." Namjoon baru tahu kalau bapak mertua yang seram itu memang benar adanya. Untungnya dia sudah menonton drama because its my first time, bisa diterapkan itu trik bertemu mertua,

"Untuk apa kamu di sini? Bukankah saya sudah bilang kalau saya tidak merestui kalian menikah?"

Kalau Namjoon bukan profiler, maka dia akan berpikir bapak ini hanya bercanda. Nyatanya, memang dari raut muka, garis wajah, dan gerak gerik dapat dipastikan memang Ayah Jennie tidak merestui mereka. Memang apa salah Namjoon? 

Ah! Dia tahu dia kurang tampan. Mungkin karena itu. Benar juga, Namjoon ingat kalau Jennie berkata bahwa orang tuanya tidak mau dia menikah dengan polisi. Lalu apakah dia harus berhenti menjadi polisi, agar orang tua Jennie bisa menerimanya? Apa namjoon sudah harus pensiun dini dan menjadi tenaga pengajar saja?

"Kenapa kamu diam saja?" Tegur ayah Jennie. 

Namjoon dengan segera menggeleng, "Apakah saya boleh bertanya kenapa saya tidak boleh menikah dengan anak bapak? eh anak paman." 

Ayah Jennie hanya diam, memandang Namjoon dari kepala hingga sepatu Namjoon, lalu berkata "Bagaimana kalau saya bilang saya adalah mafia?"

Mata Namjoon hanya mengerjab kaget. Mafia? Jadi dia selama ini berpacaran dengan putri mafia? Kenapa dia tidak tahu? Namjoon melirik rumah di depannya kemudian menatap wajah sang calon ayah mertua yang masih terlihat serius. 

Oh, Namjoon melihat gurat senyum tipis di mulut sang ayah mertua. Bercanda? Berbohong? Kenapa?

"Ayah!" Suara seruan itu membuat Namjoon menoleh. Jennie mendekati mereka berdua dengan peluh yang masih menetes. Sepertinya dia berlari dari jalan raya hingga ke sini. Namjoon melihat handphonenya yang berada di tangannya, layarnya sudah mati. Dia lupa kalau tadi sedang menelpon Jennie. "Jangan menganggu Namjoon!" Kata Jennie 

"Kenapa kamu tidak bilang padanya bahwa Ayah adalah mafia?" 

Jennie berhenti berjalan. Melihat Namjoon yang terlihat biasa saja, lalu melihat ayahnya lagi. "Kami ingin meminta ijin tentang pernikahan kami."

Raut wajah ayahnya berubah. Tadi nada bercanda masih bisa terdengar saat sang ayah bertanya tentang kenapa Jennie tidak memberi tahu bahwa ayahnya adalah mafia, tetapi raut wajah sang ayah kini berubah menjadi serius. Lebih serius daripada saat sang calon ayah mertua berkata padanya bahwa dia tidak merestui mereka.

"Kim Jennie, berapa kali ayah harus bilang padamu?"

"Kita bicarakan di dalam." Ujar Jennie, dan Namjoon bisa melihat ayah Jennie hanya bisa menghela napas sebelum masuk ke dalam rumah. 

*** 

Namjoon takjub melihat isi rumah Jennie. Masih bertanya kenapa Jennie lebih memilih tinggal di rumah biru dibandingkan di rumahnya sendiri yang lebih seru? 

Saat Namjoon duduk di sebelah Jennie, dia bisa melihat seorang perempuan paruh baya yang Namjoon yakin adalah ibu dari Jennie berjalan dari dalam menuju tempat Namjoon duduk. Sementara ada seorang laki-laki yang kira-kira seumuran dengannya, atau mungkin lebih tua Namjoon tidak bisa menebak, berbicara pada Jennie, mengabaikannya yang sedang duduk "Aku mengambil cuti liburku hari ini Jennie, jadi aku harap kamu membicarakan sesuatu yang penting."

Namjoon ingin sekali menaikkan alisnya saat mendengar cara orang ini berbicara. Bernada sombong, Namjoon tidak suka mendengar ada orang yang bernada seperti itu berbicara dengan Jennie.

"Siapa pria ini?" Sang ibu bersuara, seraya duduk di sofa di depan Jennie dan Namjoon. Laki-laki yang bernada sombong tadi segera melihat wajah Namjoon.

"Profiler itu bu. Orang yang mau dikenalkan Jennie." Suara sang laki-laki tiba-tiba datar. Namjoon bisa melihat wajah menelisik dari laki-laki di depannya. Dia bisa melihat laki-laki ini sedang menilainya dari ujung kaki hingga kepala. 

"Dia mau membicarakan pernikahannya dengan pria ini." Sang ayah kemudian duduk di sebelah sang ibu.

Raut wajah tiga orang di depan Namjoon terlihat tegang dan serius. Namjoon melirik Jennie yang terlihat cemas, takut, tapi Namjoon bisa melihat Jennie mencoba memasang wajah datar seakan tidak takut. Namjoon kemudian mengamit tangan Jennie yang diletakkan di sofa. Mengenggamnya erat, mengambil perhatian Jennie yang cemas, kemudian tersenyum sambil menatap mata Jennie. Seakan bilang bahwa Jennie tidak sendirian.

"Perkenalkan, nama saya Kim Namjoon. Saya kemari ingin meminta anak bapak, maksud saya paman dan bibi, Kim Jennie, untuk menjadi istri saya." Ucap Namjoon sok tenang. Padahal dalam hati jantungnya berdegup kencang. 

"Skinship di depan mata saya, dan masih berani memperkenalkan nama?" Ucap calon ayah mertua, tetapi Namjoon tidak melepaskan pegangan tangannya, begitu juga dengan Jennie. 

"Kalian sudah ngapain aja sih, kok buru-buru mau menikah?" Sang laki-laki yang masih belum diketahui namanya ini, mengeluarkan pernyataan menyebalkan. 

Jennie meremas tangan Namjoon membuat Namjoon mengeluarkan raut muka aneh. "Oppa hentikan!" Tegur Jennie.. 

"Ibu sudah bilang Jennie, kami tidak merestui pernikahanmu. Dia polisi. Terkenal." 

"Aku juga terkenal." Jennie berseru. 

"That's why!" Calon ibu mertua berseru. "Kamu bisa cari yang lain, asal bukan polisi, dan tidak terkenal."

"Dulu aku dan Tae--" Jennie berhenti berbicara, "dia juga tidak terkenal. Dia bukan siapa-siapa, dan kalian juga tidak mengijinkanku dengannya."

Namjoon menangkap nada pembicaraan Jennie, siapa Tae yang dia sebutkan? Taehyung? Tidak mungkin. Kenapa dia tidak mau menyebut nama orang itu? 

"Aku ingin menjalin hubungan serius dengannya, dan kalian masih melarangku juga. Aku sudah dewasa." 

"Kamu masih anak-anak Jennie!" Mendengar suara orang yang dipanggil Oppa ini membuat Namjoon mengalihkan perhatiannya. Sejak kapan 32 tahun masih anak-anak?

"Keputusan kami sudah final Jennie, sekali tidak, tetap tidak." Calon Ayah mertua berkata lagi, dan membuat Jennie meremas tangan Namjoon lebih keras lagi. 

Namjoon melihat situasi sebelum akhirnya berbicara "Apa saya boleh tahu alasannya? Alasan kenapa saya tidak boleh menikahi anak dari bibi dan paman?"

Namjoon memperhatikan perubahan raut wajah dari ketiga orang di depannya. Sang oppa  sudah jelas tidak menyukainya, karena wajah menilai itu tetap ada di wajahnya setiap kali namjoon berbicara, sementara calon ibu mertua melihatnya kaget. Calon ayah mertua? jangan harap ada senyum. Malah sepertinya semakin marah. 

"Kalau saya bilang alasannya, apa kamu akan meninggalkan anak saya?"

"Tentu saja tidak, paman. Saya mencintai anak paman de--"

"Kamu tahu apa tentang cinta?" Sang oppa  kini yang berbicara. Memotong ucapan namjoon. "Kamu tahu apa tentang Jennie?" 

"Jennie adalah perem--"

"Aku tidak meminta pendapatmu."

Namjoon harus bertahan agar alisnya tidak naik, atau mengeluarkan raut wajah kesal karena dari tadi pembicaraannya dipotong. Sebenarnya ada apa dengan keluarga ini? Kenapa protek--tunggu. benar juga. Nampaknya keluarga Jennie sangat protektif terhadap Jennie. Alasan kenapa dia tinggal di rumah biru, pasti ada hubungannya dengan ini. Tapi apa alasan Jennie dijaga seperti ini. 

Namjoon memberanikan diri untuk berbicara, "Saya berjanji saya akan menjaga Jennie,"

Sang calon ayah mertua hanya mendengus. Dengusan yang dapat diidentifikasi Namjoon sebagai dengusan karena mendengar sebuah lelucon. 

Namjoon berusaha untuk memikirkan alasan, kenapa kedua orang tua Jennie dan sang oppa  bersikap seperti ini pada Jennie. Dia menempatkan diri jika dia adalah tiga orang di depannya. Dan pikiran Namjoon segera terhubung pada satu hal. Kalau adik perempuannya dilamar oleh orang yang tidak jelas seperti dirinya, tentu saja dia akan pasang benteng tertinggi. Dia tidak akan menerima siapapun mendekati orang paling berharga untuknya.

"Saya memang tidak mengenal Jennie seperti paman, bibi dan hyung, tetapi saya mau berusaha untuk mengenal Jennie lebih baik lagi." ujar Namjoon "Kalau misalnya paman, bibi dan Hyung merasa saya tidak pantas untuk Jennie, saya akan mundur. Tapi kalau saya diberi kesempatan, saya ingin membuktikan bahwa saya pantas untuk Jennie. Saya mau berusaha untuk Jennie."

Sang calon ibu mertua yang dari tadi tidak melakukan apa-apa, kini melipat kedua tangannya di depan dada, "Walaupun kamu melakukan apapun di depan kami, kami tidak akan setuju. Kamu polisi dan kamu terkenal. Itu tidak ada dalam kamus keluarga kami."

"Tapi aku terkenal." Suara Jennie bergetar. "Aku dan Namjoon tidak akan memalukan nama keluarga, aku berjanji." kata Jennie. Tangannya meremas tangan Namjoon, dan Namjoon kemudian menepuk tangan Jennie dengan tangannya yang lain. "Sampai sekarang tidak ada yang tahu bahwa aku anak Jung Jihoon."

Namjoon menelan air liurnya saat sadar apa yang terjadi. Apa benar ayahnya Jennie adalah mafia? Makanya seperti ini? Lalu kenapa dengan Jung Jihoon? Siapa Jung jihoon?

Sang oppa menghela napas, "Kamu begitu menyukai pria ini ya?" 

Jennie mengangguk,

"Kalau begitu, kamu harus menceritakan semuanya ke calonmu itu Jennie. Nampaknya dia tidak tahu apa-apa." ucap sang ayah. Suaranya melembut. 

Namjoon semakin bingung dengan apa yang terjadi.

"Ke kamarmu, dan ceritakan semuanya Jennie. Dari awal. Kalau dia masih mau menerimamu, kami akan pertimbangkan." 

Jennie tiba-tiba melepas pegangan tangannya dari Namjoon. Ia menatap Namjoon takut. Apa sebenarnya yang terjadi? 

Continue Reading

You'll Also Like

231K 21K 58
Hidup adalah pilihan tanpa bisa memilih apa yang telah dipilihkan Tuhan untuk kita. Bertemu dengannya adalah takdirku, dan mencintainya adalah nasibk...
68.9K 1.8K 22
Disini tertuang semua curahan hati dari Baek Seung Jo, Oh Ha Ni dan juga Bek Eun jo. Tetapi disini kebanyakan curahan hati dari Seung Jo karena Seung...
2.8M 362K 58
❝Membully lo, itu cara gue mencintai lo.❝ HIGHEST RANK : # 1 in bully 15/5/2021 # 1 in leetaeyongnct 26/06/2020 # 1 in zera 01/06/2020 # 1 in oc 09/0...
230K 15.4K 28
[FINISHED] Kalo rindu punya sendu, sore punya senja, malam punya bulan. Lantas, dirimu punyaku kan? - Menangkis Rindu by Crazy Rich Ciumbrella.