"Cinta akan datang bagi siapa saja yang di kehendaki-Nya, tak ada yang tahu kapan dan dimana cinta itu muncul. Kita tak bisa memprediksinya namun kita bisa merasakan keberadaannya"
❄❄❄
Seorang gadis berusia lima belas tahun dengan rambut coklat panjang yang di kuncir kuda itu tengah berjalan membawa nampan berisikan makanan pesanan pelanggan. Gadis itu bekerja paruh waktu di sebuah Café di daerah bilangan Jakarta.
Maura Carissa. Gadis berambut coklat panjang sebatas punggung, kulit putih dengan manik matanya yang berwarna coklat hazel. Masih terbilang cukup muda untuk gadis seusianya yang kini tengah duduk di bangku sekolah X SMA. Keterbatasan biaya membuatnya mau tak mau harus bekerja untuk membantu bunda nya memenuhi kebutuhan mereka. Ia tidak ingin jika bundanya terus bekerja untuk membiayai kehidupan mereka.
Maura bahkan tak sempat mengisi waktunya untuk sekedar nongkrong atau berbelanja ke Mall seperti anak remaja lainnya. Yang ia lakukan adalah bekerja dan menjaga bundanya. Maura juga tak sempat mengerjakan tugas sekolah di rumah nya. Tapi walaupun begitu, ia mempunyai sahabat yang selalu membantunya di sekolah.
Sebenarnya Maura masih memiliki seorang Ayah, Samuel Hendra Rahardian. Tetapi ayahnya tidak pernah perduli dengannya juga bundanya. Ayah nya hampir tidak pernah pulang ke rumah. Sekalinya pulang, ayahnya pasti akan memukul bunda nya atau pun dirinya tanpa alasan yang jelas. Ayahnya memang memiliki sifat pemarah. Senggol dikit pukul, salah bicara sedikit, pukul. Itulah ayahnya. Tapi Maura tetap menyayanginya. Karena kedua orang tua nya adalah sesuatu hal yang berharga untuknya. Memiliki mereka berdua saja sudah cukup. Bagi nya, kehadiran mereka sangat lah berarti. Mereka adalah penyemangat nya, mereka adalah bagian dari hidup nya dan mereka harta berharganya. Maura tidak bisa membayangkan jika ia tidak mempunyai keduanya di hidupnya.
"Satu burger keju dan lemon teanya, selamat menikmati" ucapnya pada pelanggan kemudian berbalik hendak kembali ke dapur. Langkah nya seketika terhenti ketika mata hazel nya tidak sengaja menangkap sosok ayah nya bersama wanita lain duduk di sudut Café. Wanita yang mengenakan baju merah ketat serta make up tebal itu tengah bergelayut manja dengan ayahnya.
Dadanya bergemuruh kencang saat melihat ayahnya tertawa lepas bersama wanita itu. Terlebih keduanya saling berpelukan. Selama ini ayahnya tak pernah menunjukkan senyum atau sikap ramahnya pada bunda atau pun diri nya. Jangankan senyum, melihat bunda dan ayahnya akur sehari pun saja ia tidak pernah. Setiap kali ayahnya pulang, ada saja keributan terjadi. Lalu berujung dirinya atau pun bundanya yang berakhir dengan tubuh penuh memar akibat pukulan ayahnya. Tapi hari ini, ia melihat ayah nya tertawa lepas dengan wanita lain.
Hendak melangkah menghampiri ayahnya, tapi baru beberapa melangkah, ia pun terhenti saat melihat kedatangan seorang gadis seusianya menghampiri meja yang di tempati ayahnya. Terlihat gadis itu tersenyum pada ayahnya juga wanita yang duduk di sebelah ayahnya.
"Hai ayah"
Tubuh Maura seketika membeku mendengar kalimat yang gadis itu utarakan pada ayahnya. Seperti ada sesuatu yang menghantam hatinya. Jelas Maura sangat syok mendengarnya.
"A-ayah?"
Ayah nya-Samuel berdiri menyambut gadis itu dengan sebuah pelukan lalu di susul dengan sebuah kecupan singkat di keningnya. Sungguh, Maura yang melihat itu pun merasa iri karena ayahnya memperlakukan gadis itu dengan lembut dan hangat. Tidak seperti dirinya yang selalu mendapat pukulan dan bentakan kebencian. Ayahnya terlihat nampak sangat menyayangi gadis itu.
Pandangan Maura mulai memburam karena adanya cairan bening yang menumpuk di kedua matanya. Sebisa mungkin ia tahan untuk tidak menangis.
Maura menarik napasnya dalam-dalam. Menguatkan dirinya yang nyaris saja menumpahkan air matanya di sini. Ia harus kuat dan memberi mereka pelajaran karena sudah berani merusak dunia nya.
Maura pun meletakkan nampan yang sedari tadi di pegangnya di atas meja lalu berjalan menghampiri mereka. Dan tanpa pikir panjang lagi, Maura langsung menyiramkan kopi pesanan ayahnya ke wajah wanita itu dan meletak kan cangkirnya ke atas meja dengan kasar. Wanita itu syok, apalagi gadis yang seumuran dengannya yang berdiri di hadapannya juga ayahnya yang menyaksikan tindakannya barusan.
"APA-APAAN KAMU?!!" bentak wanita itu. Tak terima dirinya di permalukan seperti ini oleh bocah SMA. Terlebih di tempat umum seperti ini.
"Kenapa? Marah karena make up tebel lo gue rusakin? Dasar pelakor! Gak tau malu lo ya? Apa lo gak tau kalo dia ayah gue?"
"Apa?"
"Dia ayah gue, dia juga masih punya istri! Cari sana laki-laki single yang mau sama lo, jangan godain suami orang, apalagi dia udah berkeluarga, urat malu lo udah putus?"
"CUKUP!" Samuel melerai. Gadis yang seumuran dengannya pun mendekati ibunya.
"Ibu gapapa?"
Maura beralih menatapnya nyalang. "Heh! Tolong bilangin sama nyokap lo, gak usah kegatelan sama bokap gue! Dia masih punya istri! Dan gue sebagai anaknya gak terima lo dan nyokap lo ini godain bokap gue!"
"HENTIKAN!" kata Samuel.
"Ohh,, atau nyokap lo itu sengaja godain bokap gue karena mau ngambil harta bokap gue, iya?"
"SAYA BILANG HENTIKAN!" bentak Samuel. Namun itu tak membuat Maura diam. Maura menoleh, menatap ayahnya garang.
"Seharusnya ayah pulang! Ingat bunda yah di rumah, apalagi Rara yang cepek-capek kerja cuma buat menuhin kebutuhan sehari-hari karena ayah gak mau ngasih kami nafkah! Terus ini yang ayah lakuin di belakang kami?! Ayah tega tau gak?!"
"Pulang kamu!" Samuel pun menarik kasar tangan Maura keluar dari Cafe.
❄❄❄
Sesampainya di rumah, Samuel mendorong Maura hingga gadis itu tersungkur ke lantai.
"APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN?! KAMU SENGAJA MEMPERMALUKAN SAYA DI DEPAN UMUM, HAH?!" bentak Samuel, suaranya menggelegar di ruangan tersebut.
Maura bangkit berdiri. "Kenapa ayah lakuin ini ke bunda?! Apa salah bunda yah?!"
"DIAM!!"
Brak!!
Samuel kembali mendorong tubuh Maura sehingga gadis itu jatuh tersungkur menubruk guci, mengakibatkan guci itu jatuh dan pecah hingga melukai telapak tangannya. Buliran air mata Maura yang sudah tidak kuat lagi di tahannya pun akhirnya jatuh membasahi kedua pipinya. Maura mendongak menatap ayahnya.
"Bunda pasti kecewa kalo tau ayah kayak gini!!" ucapnya yang terdengar kecewa.
"Kenapa yah? Kenapa ayah lakuin ini ke bunda? Ayah gak malu sama diri ayah sendiri?!" bentak Maura yang sudah tidak bisa lagi membendung emosinya. Samuel di buat geram karena mendapat bentakan dari Maura.
"Kurang ajar! Kamu berani membentak ku hah?!" Samuel melepas gespernya kemudian melayangkan pukulan nya pada Maura. Maura melindungi wajah nya dari pukulan ayah nya dengan kedua tanga nya. Lecutan demi lecutan di terima Maura dari ayahnya. Maura hanya bisa terisak, meringis menahan sakit sekaligus perih di sekujur tubuhnya.
"Astaghfirullah! Cukup mas!! Hentikan!" Ivanka datang menghentikan aksi Samuel.
Samuel mendorong tubuh Ivanka hingga terjatuh hingga pungung nya membentur dinding.
"Bunda!" Maura berusaha bangkit menghampiri Ivanka. Tapi saat Maura sampai di depan Ivanka dan hendak menyentuh nya, Samuel menarik Maura menjauh dari sana.
Ivanka menatap Samuel tajam, air mata nya sudah mengalir deras.
"Aku tahu apa yang kamu lakukan di belakang ku" Ivanka terisak, sedangkan Maura berusaha melepaskan genggaman ayahnya.
"Kamu bermain di belakang ku selama ini, kamu berengsek mas!" bentak Ivanka, Maura terkejut karena Ivanka sudah mengetahui hal ini. Sedangkan Samuel hanya diam dengan wajah tenangnya, seperti tidak merasa bersalah sama sekali.
"Kau menyakiti ku, apa yang kamu lakukan?! Kenapa? Kenapa kamu melakukan nya?!!" teriak Ivanka.
"Karena aku tidak mencintaimu! Seharus nya kamu sudah tahu hal itu! Kenapa kamu masih bertanya hah?!" bentaknya.
"Ayah!!" bentak Maura karena tidak terima ayahnya membentak ibunya.
"Diam!"
"Ayah jahat!!"
Plak!!
Samuel menampar Maura keras sehingga gadis itu kembali tersungkur ke lantai, darah segar keluar dari sudut bibirnya.
"Jangan sakiti anakku, berengsek!!" Ivanka bangkit memukul dada Samuel berkali-kali, Samuel kembali mendorong tubuh Ivanka hingga keningnya membentur sudut meja.
"Bunda!!" Samuel mencekal tangan Maura kuat saat gadis itu bangkit hendak menghampiri Ivanka.
"Ayah lepasin!! kening bunda berdarah..." Maura menangis melihat Ivanka yang jatuh tersungkur dengan darah yang mengalir di keningnya.
Ivanka berdiri dengan tangan kirinya menyentuh meja kayu untuk menopang tubuh nya sedangkan tangan kanannya memegang pecahan beling berukuran sedang.
"Sam, aku kecewa denganmu, aku sangat mencintaimu tapi kenapa kamu menyakiti ku? Kenapa kamu mengkhianatiku, apa salahku?" tangisan Maura semakin pecah, rasanya ia ingin sekali memeluk bundanya. Tapi apa daya, Maura sudah berusaha mencoba melepaskan cengkraman ayahnya namun tidak bisa, tenaga Samuel terlalu kuat sampai Maura merasakan nyeri di pergelangan tangannya.
"Bunda..." lirih Maura.
"Karena kamu menyetujui perjodohan ini, aku sama sekali tidak ada rasa dengan mu, aku mencintai Jessica bukan kamu!!"
"Cukup ayah!!" teriak Maura frustasi.
"Diam kamu bocah sialan!"
Samuel kembali menatap Ivanka tajam.
"Sekarang kamu sudah tau bukan? Aku harap kamu pergi dari hidupku, Ivanka. Agar aku bisa memulai hidupku dengan Jessica tanpa orang ke tiga" ucap Samuel membuat hati Ivanka semakin terasa sakit, begitu pula dengan Maura yang mendengarnya.
"Ayah! Sadar dengan yang ayah katakan!!"
"AKU BUKAN AYAHMU! ANAK SIALAN!" Maura menatap Samuel dengan tatapan tidak percaya.
"Ayah" lirih Maura.
"DIAM!!"
"Cukup mas!" teriak Ivanka yang masih terisak di hadapannya, bahunya bergetar hebat. Tangan kirinya memegang dadanya yang terasa sakit menyesakkan.
"Baik, jika itu yang kamu inginkan..."
"Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku mencintaimu apa adanya sejak dulu, dan sampai sekarang rasa itu tidak akan pernah berubah sampai kapan pun..."
"Maaf jika selama ini kamu tersiksa karena kehadiran ku, dan aku harap, semoga kamu bahagia bersama nya..."
"Bunda..." panggil Maura lirih. Air matanya semakin mengalir deras.
Ivanka menatap Maura sedih, "Rara sayang, anakku. Belajar yang rajin ya, jadilah gadis yang kuat, gadis bunda yang kuat"
"Maafin bunda karena harus meninggalkanmu"
"Nggak! Jangan tinggalin Rara bun... Kalo bunda pergi Rara sama siapa..?" Ivanka tersenyum lembut menatap anak tersayangnya itu. Air matanya kembali jatuh. Ia berharap semoga Maura baik-baik saja dan suatu saat nanti anak kesayangannya itu bahagia, walaupun tanpa kehadirannya.
'Bunda sayang kamu, nak. Maafin bunda...' batinnya.
"Bunda.." panggil Maura.
"Selamat tinggal sayang" Ivanka lalu menggores tangannya, tepat di nadinya.
"BUNDA!!"
❄❄❄
FOLLOW :
WATTPAD :
@hananayajy_
INSTAGRAM :
- Hananayajy_
- Wattpadhn_
YOUTUBE :
- Hananayajy_