Senja Bersimbah Darah

By liviaandriyani

675 82 10

Antara aku, kamu, dia dan masa lalu. Aku yang mencintainya, kamu yang membenci ku, dan dia yang amat mengasih... More

Prolog
Dari Mata
Moment
Lebih Indah
Bersama Mu
Rahasia Cinta
Inikah Cinta?
Rasa Ini
The Way You Look At Me
Not Enough
Takut
Cahaya Hati
Takdir
Pertemuan Singkat
Ku Milik Mu
Hujan 1
Hujan 2
Bukti
How Long
Akhirnya Ku Menemukanmu
Kasmaran
Yo Te Voy Amar 1

Titip Rindu Buat Ayah

122 9 7
By liviaandriyani

Bagian 1
TITIP RINDU BUAT AYAH

"Hijabnya anak perempuan, sesungguhnya adalah hijab bagi ayahnya dari api neraka"
- Akleema Qotrunadda -

~-✒-~

Seorang wanita paru baya masih setia duduk di depan mesin dan selembar kain. Tanpa disadarinya seorang gadis muda tengah menatapnya penuh haru. Betapa beruntung ia memiliki Ibu yang begitu sempurna. Ibu yang mengutamakan putra-putrinya katimbang kebahagiaannya.

Sudah dua tahun berlalu, ayahnya meninggal akibat kecelakaan tabrak lari. Perbuatan orang tak bertanggungjawab yang telah merampas kebahagiaannya. Membuat ibunya menjanda, menyebabkan dia dan adik-adiknya menjadi yatim.

Bila mengingat kejadian itu dia seperti ingin mengamuk, mencari pelaku itu dan menuntut keadilan seadil-adilnya.
"Pa, seandainya aku tau siapa pelakunya, aku akan menuntutnya" desahnya di antara nafas yang kini sesak

Dari ruang kerja ibunya, dia beranjak menuju ruang keluarga. Di sana foto keluarga mereka terpampang besar-besar. Raut wajah semuanya bahagia, dan harus dia ingat, itulah kebahagian terakhirnya diantara keluarga yang masih utuh.

Pandangannya beralih pada foto yang diambil sebelas tahun yang lalu, foto ketika usianya baru menginjak tujuh tahun dan hari dimana adik-adiknya lahir ke dunia. Ya! Adiknya kembar laki-laki, mereka tampan dan sehat.

Namanya Sayyid Akma Syauqi dan Saadad Atma Syauqi, saat itu si kembar sedang di aqiqah. Dan sejak saat itu, dia berjanji tidak akan manja lagi dan turut membantu orangtuanya menjaga Sayyid dan Saadad.

Dia tersenyum mengingatnya, sekarang janji itu telah ia tepati, jika ibunya lembur ialah yang selalu mengurus kedua adiknya. Sekarang dia sudah naik kelas XII, sekitar 9 bulan lagi, usianya akan genap delapan belah tahun.

"Iffa" panggilan itu menginterupsi gadis yang masih mematung menatap wajah teduh almarhum ayahnya

"Iya Ma?" Dia tersenyum

"Tolong antar ini ke tempat bu Hj Naimah ya?"

Gadis itu mengangguk, meraih kantung plastik putih susu yang disodorkan ibunya. Lantas mencium punggung tangan ibunya dan berlalu menuju sepedanya untuk menuju kediaman Hj Naimah.

•••

Gadis kecil itu tertidur lelap, dikedua sisi tubuhnya, ada dua orang yang sangat dicintainya. Mereka lah sebab dirinya hadir di dunia. Ayah dan Ibunya. Ketika gadis kecil itu tertidur, pasangan suami istri itu saling menatap dan tersenyum.

Mereka bernama Edward Aydin Mustafeed dan Akleema Qotrunadda. Akhir-akhir ini Nadda sering terganggu dengan pertanyaan gadis kecilnya perihal kapan dia akan diberi adik? Sudah lama menikah tapi sampai sekarang anak baru satu.

Pria itu mengulurkan tangannya, menyentuh pipi istrinya lembut.
"Terimakasih Nadda, kamu sudah ikhlas menjadi ibu untuk anakku" katanya

"Jangan katakan terimakasih dalam pernikahan mas, itu kewajiban ku" balas Nadda

"Aku benar-benar beruntung memiliki kamu"

Tangan Aydin hendak menjauh, namun buru-buru Nadda mencegah "mas, usap lagi. Aku suka mas menyentuh pipi ku" rengeknya malu-malu

Seketika Aydin terkekeh, ia kembali mengusap pipi halus istrinya "Apa perlu lebih?" Godanya

"Eummmm" Nadda sok berpikir

"Tidak usah memikirkan gengsi. Aku akan menyentuh lebih jika kita sudah pindah kamar"

Nadda merona dibuatnya, pria itu bangkit dan menarik tangan istrinya. Nadda menahan "sebentar mas"

"Apa lagi?"

"Aku ingin memberikan ciuman selamat malam dulu untuk putri kita"

"Ah iya hampir lupa"

"Mas sih nggak sabaran"

Aydin terkekeh, kemudian mereka sama-sama mencium kening anaknya sebagai tanda sayang sebelum mereka membiarkan gadis kecil itu tidur sendirian.

Nadda tersenyum, terkenang masa lalunya yang indah. Saat dulu hidupnya hanya ingin diabadikan bagi suami dan putrinya. Setiap sepertiga malam yang terakhir, perempuan itu menitipkan rindu pada Rabb nya untuk sang kekasih.

Kekasih halalnya yang kini sudah tenang di akhirat. Kekasih halalnya yang sampai sekarang tetap menepati ruang hatinya. Dulu saat orang yang disayanginya meninggalkannya satu persatu, pria itu datang, mengubah hidupnya.

Aydin melindunginya yang sebatang kara dengan menikahinya. Kemudian menjadikannya ibu paling bahagia karena memiliki Lathifa. Ya, putri kecilnya itu bernama Asheeqa Lathifa Alwafa. Kemudian menyusul dua pangeran kembarnya.

"Sungguh mas, tidak ada pria yang bisa menggantikan mu, aku tidak bisa melabuhkan perasaan seperti dulu aku melabuhkan cinta padamu. Semuanya terasa sulit karena kenangan bahagia bersama mu masih menghantui ku"

Perempuan itu mengusap kaca yang menyimpan rapi foto pernikahannya, suaminya itu tengah tersenyum manis dengan binar mata bahagia. Sejenak ia membiarkan airmata menetes perlahan saat rindu menyesakkan dadanya.

Masih berbalut mukenah ia memeluk bingkai foto itu, kapan kiranya rindu ini akan berhenti membuatnya menangis sehabis sholat malam?
"Mas aku rindu..." lirihnya diantara airmata yang mengalir deras

Paginya, Lathifa sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Gadis itu menuntun dua pangeran kecilnya menuju meja makan. Nadda sudah menyiapkan sarapan juga bekal bagi mereka. Satu-satu anaknya memberikan ciuman selamat pagi.

"Wah udah cantik dan ganteng-ganteng, sarapan geh, hari senin ngga boleh lemes di sekolah" peringat Nadda

"Siap captain!" Seru ketiganya riang

Selesai sarapan, Nadda mengantar langsung kedua putranya, sedangkan Lathifa, gadis itu lebih memilih berangkat sendiri dengan mengendarai motor matic kesayangannya. Motor itu hadiah dari Ayahnya saat usianya telah genap 17 tahun.

Meski bukan ayahnya langsung yang menghadiahkan, tapi dari cerita ibunya, sang ayah telah merencanakan hadiah itu bahkan saat Lathifa masih berusia 15 tahun. Tidak ada yang tahukan sampai kapan usia seseorang?

Tidak ingin terjebak rindu pada sang Ayah, gadis itu segera menstater motornya. Suasana sekolah agak sepi karena siswa siswi sudah diam di kelas. Hujan tiba-tiba mengguyur menjelang upacara bendera, dan terpaksa upacara tidak di laksanakan.

Jam pertama senin pagi adalah Pendidikan Agama Islam, dia duduk bersama Saras, dibelakangnya ada Dheaa yang duduk sebangku dengan Arsyi. Di sebelah deretan bangkunya, ada Nizzar yang duduk sendirian paling depan, dan dibarisan kedua ada Wilda dan Anggita.

Tepat pukul 07.00 bu Maryam-guru PAI-masuk mengucap salam dan menyapa seperti biasa, setelah sebelumnya menyuruh anak didiknya berdoa.
"Baiklah Bab baru hari ini adalah tentang Fikih Munaqahat..."

Penjelasan demi penjelasan disampaikan, anak-anak itu tak banyak merespon karena sebagian dari mereka ada yang sibuk diam-diam bermain handphone, ada yang mengantuk, bahkan sudah tertidur.

Saat pertanyaan 'apa ada yang ingin ditanyakan?' Terlontar dari bibir bu Maryam, anak didiknya kompak berseru 'tidak!' Mereka terlihat sumringah saat jam PAI telah habis dan tiba saatnya istirahat pertama.

Bagi mereka, inilah syurga pelajar dengan jam padat seperti mereka. Tapi sebelum menutup kelas gurunya itu bertanya lagi yang mendapat tanggapan remeh dari siswa XII IPA 1. Bagi anak-anak itu, pertanyaan bu Maryam tidak penting sama sekali.

"Apa salah satu dari kalian belum ada yang mau berhijab?"

"Tidak bu!!!"

"Kenapa?"

"Jilbab ribet"

"Bikin gerah"

"Lagi nggak ngetrend"

"Haihhh dasar anak-anak jaman sekarang. Ya sudah kelas ibu tutup, cukup sekian hari ini. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh"

"Waalaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh"

"Selamat pagi anak-anak" ujar bu Maryam sebelum benar-benar keluar dari kelas itu

"Pagi buuuuuu" sahut beberapa dari mereka, yang lain sudah sibuk sendiri

•••

Malam itu, sebelum aku benar-benar terlelap Mama memasuki kamar ku, seperti biasa dia akan patroli pada jam 10 malam memastikan kami sudah tertidur atau belum. Kebetulan tadi aku baru saja menyelesaikan tugas dari bu Shofa, jadi saat jam menunjukkan pukul sepuluh lima menit, aku masih terjaga.

Mama mengusap kepala seperti biasa, dia tersenyum hangat ketika aku meminta sebuah pelukan sebelum dia meninggalkan kamarku.
"Ma, bu Maryam sering sekali menegur masalah jilbab. Apa dia sedang berencana memperngaruhi anak-anak didiknya?" Aduku

Jujur ya, aku sedikit tersinggung jika sedikit-sedikit dia membahas kapan kami akan berhijab. Apa penampilan tertutup ku masih terlihat tidak sopan sampai harus berkerudung segala?

"Memang kenapa sayang? Kamu keberatan?" Tanyanya lembut seperti biasa

Aku menggeleng

"Kalau tidak keberatan, kapan putri Mama akan berhijab?"

Tadi bu Maryam, sekarang Mama. Apa-apaan sih?
"Belum Ma, jangan. Aku-"

"Iya. Mama tidak akan memaksa. Tapi Mama rasa kamu harus segera memulainya. Karena apa? Jilbab adalah identitas seorang muslimah, dan juga merupakan kewajiban"

"Mama kok jadi ikut-ikutan bu Maryam sih?"

Aku manyun

Perempuan lembut yang masih memelukku itu tersenyum hangat, tangannya membelai kepala ku sayang. Inilah ketenangan yang paling berharga, kasih sayang seorang ibu.

"Mama akan terus berdoa agar Allah segera memberikan hidayah kepada kamu untuk lekas berhijrah" katanya lembut

Aku mendongak untuk menatap wajahnya yang teduh dan menyejukkan. Mama balas memandangi ku

"Seorang anak yang sholeha itu adalah ladang pahala bagi orangtuanya, terlebih setelah orangtuanya sudah menghadap Allah, maka dia akan jadi amal jariah yang tidak akan putus sampai hari akhir" lanjut Mama tenang

Aku terperangah

Sedahsyat itukah? Anak yang sholeha memiliki pahala bagi orangtuanya sama seperti ilmu dan tanah waqaf yang telah di manfaatkan secara tepat? Ah, kapan kiranya aku bisa begitu? Aku jelas ingin jadi ladang pahala bagi orangtua ku. Ingin sekali.

"Begitu ya Ma?"

Mama mengangguk, kemudian kembali berkata "dan hijab, hijabnya seorang anak perempuan juga akan jadi hijab antara ayahnya dari api neraka kelak di akhirat. Apa kamu tega, liat Papa-"

Aku memeluknya erat-erat, tidak sanggup mendengar perkataan lebih lanjut dari bibirnya. Aku tidak akan sampai hati jika Papa terbakar api neraka. Tidak! Mama mengerti perasaan ku, tidak melanjutkan perkataannya tadi, dia melepaskan pelukannya dan menyuruh ku segera tidur.

Pukul sebelas kurang 15 menit Mama menutup pintu kamarku, meninggalkan ku, membiarkan kan ku istirahat malam ini.
"Angin..." aku menggumam "bolehkah kutitip rindu untuk Ayah ku? Sampaikan salam untuknya dan katakan untuk ia bersabar menunggu hijab ku...yang entah kapan"

--🍃🍃🍃--

Temanggung, 6 Januari 2018

Livia

Continue Reading

You'll Also Like

9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
2M 328K 66
Angel's Secret S2⚠️ "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Angel's Secret- •BACK TO GAME•...