Roommate ✅

By erinsarchive

303K 36.3K 3.8K

Rumah milik seorang pensiunan militer dijadikan rumah tinggal. Berisi 12 manusia yang selalu silih berganti... More

Penghuni Rumah Biru
Chapter 1: Attention
Chapter 2: Sunday
Chapter 3: Why You Dont Know, While Other Knew?
Chapter 4: If They Had Instagram
Chapter 5: Stupid Decision
Chapter 6: I Like Me Better
Chapter 7: Perfect VS Girls Front
Chapter 8: Fool For You
Chapter 9 - Everything
Chapter 10 : If They Had Instagram (2)
Chapter 11: Complicated
Chapter 12: I Wish
Chapter 13: I Miss You
Chapter 14: If They Had Instagram (3)
Chapter 15: Behind The Instagram (1)
Chapter 16: Behind The Instagram (2)
Chapter 17 : Change
Chapter 18: Bittersweet
Chapter 19: Damn, I Love You
Chapter 21: The Truth
Chapter 22: The Date
Chapter 23: Begin
Chapter 24: The Party
Chapter 25: Girls Night Out
Chapter 26: Stranger Things
Chapter 27: Problem
Chapter 28: in a Group Chat
Chapter 29: Turn Back Time
Chapter 30 : Somebody Special
Chapter 31 - If They Had Instagram (4)
Chapter 32 : If They Had Instagram (5)
chapter 33: Not Today
chapter 34: in a group chat (2)
Chapter 35: Keluarga Bahagia Min
Chapter 36: Let Me
Chapter 37 : I Cant Fall in Love Without You
Chapter 38: Serendipity
Chapter 39: The Truth Untold
Chapter 40: Inferior Complex
Chapter 41: Sweet Day
Chapter 42 - More Than Stars
Chapter 43 : Andante
Chapter 44: Broken Heart
Chapter 45 : Can't You See Me?
Chapter 46 : Stuck with you
Chapter 47 : Falling
Chapter 48: At My Worst
Chapter 49: Like Water
Chapter 50: if they had instagram (6)

Chapter 20: Wasn't Expecting That

5K 730 92
By erinsarchive

Jungkook melihat arlojinya, dan menautkan alis saat mendengar Yerim belum ada di rumah. Dia mencoba menelpon, dan tidak di jawab, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 22.35. Kemana dia? 

Saat Jungkook memasukkan handphonenya ke sakunya, tiba-tiba handphone itu bergetar.

Kim Yerim, nama itu muncul di display penelpon. Tanpa babibu, Jungkook segera mengangkat telponnya.  "HEI KID, KAMU--halo?" Berjeda karena orang diseberang bukanlah Yerim. "Di mana dia sekarang?" Jungkook mengingat ingat nama tempatnya sebelum akhirnya menutup telpon, dan mengucapkan terima kasih pada yang menelpon. 

*** 

"Aku tidak mau pulang!" 

Yerim mabuk, dan ini pertama kali Jungkook lihat Yerim seperti ini. Apa karena dia baru satu tahun di rumah biru? Apa sebelumnya Yerim pernah seperti ini.

"Jungkook oppa, aku mau sama Jungkook oppa saja." Yerim berkata sambil memeluk pinggang Jungkook

What? Kalau Yerim sekarang tidak mabuk, mungkin dia akan senang. Namun nyatanya, tidak. Yerim sedang mabuk, dan bayangkan kalau si kecil ini bangun dan melihat dirinya bersama? Bisa-bisa dia dibunuh. 

Tadi bartender di bar itu, berkata Yerim ada di bar dari sore, sekitar jam 3 dan tidak melakukan apa-apa selain minum. Jungkook khawatir, ginjal Yerim akan rusak besok saat dia bangun. 

"Oppa, oppa kan sayang aku, yah, jangan pulang yah." 

"Kim Yerim, Seulgi Noona mengkhawatirkanmu."

"Khawatir?" dan Yerim tertawa keras, banyak orang yang melihatnya aneh. Sementara Jungkook hanya menghela napas. "Kalau dia khawatir, dia tidak akan meninggalkan aku sendiri."

"Dia tidak meninggalkan kamu Yerim,"

"Semua orang sama saja. Aku memang tidak pantas di cintai. Ayahku membuangku, lalu sekarang Seulgi Eonni dan Jimin oppa." Yerim kembali tertawa. "Kenapa semua orang membenciku oppa? Kenapa?"

"Aku tidak."

"Hm, memang hanya oppa yang menyukaiku. Bagaimana kalau kita menikah saja?"

Sekali lagi, kalau Yerim tidak mabuk, mungkin dia akan suka dengan kata-kata Yerim. Sayangnya, pasti besok Yerim akan lupa. Karena pemabuk, pasti akan seperti itu. 

"Kita menikah di altar, lalu punya dua anak, atau tiga? Laki-laki dua, dan perempuan satu." Ucap Yerim lalu kembali tertawa. "Oppa, gendong aku. Kakiku patah. Aku tidak bisa jalan."

Jungkook menghela napas, dan tiba-tiba berjongkok. "Naiklah."

Yerim menggeleng, "Bridal style. Kan kita menikah. Tan Tan Taran... Tan tan taraan" Yerim menyanyi dalam mabuknya. 

Jungkook kembali menghela napas, dan menggendong Yerim dalam bridal style. Yerim hanya tertawa dalam pelukan Jungkook, tetapi tidak dalam tiga menit berikutnya. Yerim menangis. "Kenapa cuma oppa yang peduli?" Ucapnya sambil menangis. "Kenapa cuma oppa yang sayang aku? Kenapa Seulgi eonni dan Jimin oppa tidak?" lalu dia kembali menangis. "Aku tidak mau ke rumah itu,"

dan Jungkook hanya bisa menghela napas. Dia berdoa agar besok pagi, Yerim tidak membunuhnya, karena membawanya ke hotel terdekat.

*** 

Yerim mengerjapkan matanya, dan melihat langit-langit yang berbeda dari kamarnya. Ia melihat ke kanan dan ke kiri. Di mana ini? Kenapa dia b--Yerim tiba-tiba merasa perutnya sakit. Ia berdiri dari kasurnya, dan terkejut saat melihat ada yang tertidur di sofa. Dia ingin membangunkan, tetapi perutnya memaksanya untuk mengeluarkan semua isi perutnya. Ia berlari ke toilet, yang ada di ruangan itu. 

Cukup lama Yerim di kamar mandi, dan dia memutuskan untuk sekalian mandi. Menyuci rambutnya, dan menyikat giginya. Menggunakan handuk hotel, semacam bathrobe untuk membalut badannya, karena bajunya bau alkohol. Apa yang terjadi padanya semalam, kenapa dia bisa ada di hotel? Dia ingat dia di bar, tapi dia tidak ingat kalau ada Jungkook, iya yang sedang tertidur di sofa adalah Jungkook. 

Ingin dia membangunkan dan bertanya, tapi dia menahannya. Dia lebih memilih untuk mengambil selimut di kasurnya, dan menyelimuti Jungkook. Tidak lama, sampai Jungkook tiba-tiba bangun dan melihat Yerim menyelimutinya

"Kamu tidak papa Yerim? Pusing? Mau ku belikan--" Jungkook baru sadar Yerim menggunakan bathrobe dan menoleh ke arah lain. 

"Kenapa aku bisa ada di sini oppa?" Oppa. Apa ini tanda dari Tuhan kalau Yerim memang mulai memanggilnya oppa?  "Apa yang terjadi padaku?"

"Kamu tidak ingat?" Tanya Jungkook dan Yerim mengangguk. 

Jungkook hanya tersenyum. "Kamu keringkan rambutmu, dan aku akan pergi membelikanmu baju, dan makanan. Tunggulah." Jungkook bangun dari tempatnya, menyingkirkan selimutnya, tetapi dia berhenti di tempatnya karena Yerim memegang tangan Jungkook. "Kenapa?" Tanya Jungkook, dan Yerim menatap mata Jungkook dalam-dalam.

"Aku tidak mau ditinggal."

Sial. Kim Yerim dalam balutan bathrobe, rambutnya basah, badannya bau sabun, dan kalimatnya aku tidak mau ditinggal. Jungkook yang masih laki-laki sejati, harus bisa menahan semua godaan ini. Berdua saja di ruangan hotel bersama Yerim, merupakan hal yang tidak baik. Berikanlah Jungkook kekuatan, ya Tuhan

"Aku, aku butuh kamar mandi." Lalu Jungkook pergi ke kamar mandi. 

Ia menarik napas, dan menghela napas secara perlahan. Jeon Jungkook, yang kuat nak, yang kuat. ucapnya pada dirinya sendiri. Ia merogoh handphonenya, dan meminta ijin pada Namjoon untuk membolos hari ini. Meminta Namjoon agar menyelesaikan tugas Jungkook, seperti waktu itu. 

*** 

"Ha! Mentang-mentang sekarang sudah berpacaran dengan Yerim." Namjoon berkata gusar sambil melihat handphonenya. Jennie hanya tertawa, saat membaca pesan Jungkook. "Bisa-bisanya dia bolos kerja."

"Anggap saja balas budi," Jawab Hoseok, "Kamu jumat kemarin kan juga begitu." diikuti tawa Eunbi. 

"Sudah mulai menghabiskan waktu di luar ya, anak muda." Ucap Taehyung, sementara Jimin dan Seulgi hanya tersenyum. 

Seulgi dan Jimin tahu apa yang terjadi. Jungkook semalam memberi pesan singkat tentang Yerim yang tidak mau pulang ke rumah, sehingga Jungkook mau tidak mau harus membawa Yerim ke hotel terdekat. Sooyoung juga tahu, karena Jungkook literally mengirim pesan ke pada tiga orang sekaligus. Bahkan sekarang, Sooyoung mendapat pesan tentang tolong ambilkan baju Yerim dan bajuku, aku ada di hotel G, kamar XX. 

Masalah ini harus segera selesai, sehingga dia tidak harus menyimpan rahasia begini. 

"Taehyung," Sooyoung berkata singkat. "Aku harus berangkat duluan. Nanti pulangnya, saja ya yang kita bareng." Ijin Sooyoung. 

"Kenapa?" 

"Aku--" dan Sooyoung menghela napas. "--aku harus mengantar baju untuk pasangan baru." Ucap Sooyoung dan suara Yoongi terdengar mengesalkan.

"Manusia-manusia itu, apa mereka tidak bisa tidak merepotkan?" Gerutu Yoongi, dan Taehyung setuju.

"Tidak papa. Hotel mereka dekat dengan kantorku."

"Aku temani. Tidak papa." Ujar Taehyung lalu berdiri dari tempatnya.

*** 

Seulgi menghela napasnya saat dalam perjalanan menuju rumah sakit, di antar Jimin tentunya. "Ini salahku. Harusnya kemarin, aku tidak memberitahunya." 

Sebelum berangkat kerja kemarin, Seulgi memang sempat memberi tahu Yerim mengenai Jimin dan dirinya yang sudah membeli rumah, di dekat rumah sakit Yonsei. Sedikit lebih jauh dari tempat kerja masing-masing, tetapi halaman, rumah, lingkungan, semua cocok di sana. Sedikit jauh tidak apa-apa, asalkan bisa ditinggali selamanya. Seulgi juga bilang pada Yerim bahwa dia bisa tinggal bersama mereka, tetapi Yerim bilang tidak usah. Namun, lihat apa yang terjadi. Yerim menolak pulang. 

"Tetapi syukurlah Yerim punya Jungkook, jadi ada orang yang bisa menjaganya walaupun dia marah pada kita." 

Seulgi sama sekali tidak merasa baikan mendengar kata-kata Jimin. Dia hanya melihat jendela dan memikrikan masalahnya sendiri.

"Seulgi noona, aku tahu kamu khawatir. Nanti saat Yerim pulang, kita bicarakan baik-baik dengannya. Jangan khawatir. Yerim baik-baik saja. Percaya pada Jungkook. Jungkook anak baik." 

"Aku tahu, tapi--" Seulgi menoleh, "--Yerim sudah seperti anakku sendiri, maksudku adikku sendiri. Dia sedih seperti ini karena merasa ditinggalkan." 

"Kita tinggal membuatnya merasa tidak ditinggalkan. Kita akan selalu ada untuk Yerim. Kita keluarganya, jangan khawatir. Kita akan bicarakan ini baik-baik dengan Yerim." 

*** 

Taehyung menggelengkan kepalanya saat memasuki ruang hotel Jungkook dan Yerim. Selimut diatas sofa yang berantakan, wow. Liar. Begitu pikir Taehyung. Apalagi saat melihat rambut Yerim yang basah. Bahkan dia saja belum melakukan apa-apa dengan Sooyoung. Dasar magnae liar.

"Ku bawakan baju dan makanan." Ucap Taehyung sambil meletakkan plastik di meja, mengabaikan Yerim yang melihat Jungkook, yang mengangkat bahunya.

Sooyoung yang masuk terakhir, hanya memeluk Yerim, erat. "Pasti berat untukmu." bisik Sooyoung dan membuat Yerim membelalakkan matanya. Kaget, kenapa Sooyoung bisa tahu.

"Aku memaafkan kalian, tapi setelah check out nanti, kalian harus segera pulang. Tidak boleh ada ronde selanjutnya. Apa kalian tidak merasa bersalah pada calon suami istri ini? Kami bahkan belum melakukan apa--aw!" Taehyung menoleh dan melihat Sooyoung menatapnya kesal. Nampaknya tadi Sooyounglah yang memukul punggungnya. 

"Calon suami istri?" Yerim membeo. 

"Iya, kami akan menikah." Jawab Taehyung, dan membuat Sooyoung menghela napas.

"Masih lama, aku saja masih belum punya cincin." Potong Sooyoung, membuat Yerim percaya ucapannya. 

"Tidak selama itu, mungkin bulan maret tahun depan? Kalau cincin saja ya Sooyoung, aku bisa membelinya hari ini juga. Aku memang editor buku, tapi aku punya tabungan dan gaji." Ujar Taehyung mantap.

"Ah, begitu." Yerim mengangguk, sementara Sooyoung menggeleng. 

"Dia itu bohong, tidak begitu kok Yerim. Kita masih lama menikahnya. Kami masih mau tinggal di rumah biru,"

"Tidak tinggal di rumah biru juga tidak papa." Sooyoung dan Jungkook bisa mendengar suara Yerim yang memelan seraya berkata. Mengajak Taehyung ke sini, memang ide buruk. 

"Ayo kita berangkat ke kantor," Usir Sooyoung. "Baju dan semuanya ada di tas itu. Di plastik ada bubur. Perutmu pasti tidak enak--"

"Kenapa tidak enak? Yerim hamil?"

"Taehyung!" Sooyoung berseru. "Kami permisi dulu, makanlah. Kamu juga Jungkook," Lalu Sooyoung menarik Taehyung keluar dari ruang hotel, meninggalkan Jungkook dan Yerim berdua.

*** 

Yerim mengganti bajunya, begitu pula dengan Jungkook, yang mandi dan berganti baju. Yerim menyetel televisi, sambil memakan bubur yang dibawa Sooyoung. Saat Jungkook keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk, dia bisa melihat Yerim menepuk sofa untuk menyuruhnya duduk di sebelahnya.

"Maaf." Ujar Jungkook seraya duduk. "Aku hanya bercerita pada Sooyoung noona, tentang pacaran bohongan dan yah, kamu yang sedang dilema." 

"Tidak apa-apa, aku percaya Sooyoung eonni. Dia belum menceritakannya pada Taehyung oppa sepertinya."

Jungkook mengangguk. 

"Makanlah oppa, masih hangat." 

Oppa lagi. Sungguh diantara kerumitan kehidupan, selalu ada kemanisan yang terjadi. Jungkook bahagia, walaupun tidak di tempatnya.  Jungkook kemudian membuka kotak makanan dalam plastik, dan mengambil sendok yang juga ada di dalam plastik sebelum akhirnya makan. 

"Aku ingat."

"Ingat apa?" tanya Jungkook sambil menyuap sendok ke tiganya.

"Semalam."

dan bubur itu tersembur ke meja. Kalau ada orang yang melihat, dia akan mengira bubur ini adalah-----ya isi sendiri lah. Jungkook mengambil tisu yang ada di nakas sebelah sofa dan mengelap mejanya. Mengelapnya hingga bersih tak bersisa.

"Kenapa oppa tidak memanfaatkannya saja? Aku kan sedang mabuk." Tanya Yerim pada Jungkook yang sibuk membersihkan meja. Tidak menjawab, hingga mejanya bersih. 

Jungkook berdiri dari duduknya, dan membuang tisunya ke tong sampah yang ada di dekat lemari dekat pintu. 

"Oppa, jawab aku."

"Aku bukan orang serendah itu," Jawab Jungkook, lalu duduk di sebelah Yerim lagi. Makan pelan-pelan. Tidak mau bubur itu kembali tersembur dari mulutnya. 

"Oppa kan suka aku."

"Terus kenapa kalau aku suka kamu? Aku lebih memilih tidak menyentuhmu dibanding dibenci olehmu karena memanfaatkan keadaan." 

"Kenapa tidak hamili saja aku, lalu akhirnya kita menikah?"

Jungkook bersumpah, kalau saja dia tidak menelan buburnya barusan mungkin dia akan menyemburkannya lagi. Jungkook terbatuk karena menelan buburnya buru-buru barusan, sebelum akhirnya bangun dan mengambil air minum di nakas di lemari dekat pintu. Meminumnya sambil berdiri, dan membawa botolnya kembali ke sebelah Yerim. Jungkook melihat Yerim dalam-dalam. "Kamu, nggak serius dengan apa yang kamu bicarakan kan?"

"Entahlah. Aku juga tidak tahu." Jawab Yerim lalu kembali menatap televisi. 

Jungkook lalu kehilangan selera makannya. Kim Yerim, manusia pengacak-acak hidup orang.

"Terima kasih." suara Yerim memecah keheningan di kamar hotel selain suara televisi.

"Kenapa?"

"Ada di sampingku, bersamaku, dan maaf, karena memanfaatkanmu."

"Yerim."

"Kemarin oppa bertanya kan, jadi pacarku, begitu. Kalau aku jawab lagi boleh?"

"Tidak. Yerim, kamu hanya sedang bingung. Aku tidak mau kamu menjawab kamu mau jadi pacarku hanya karena kamu merasa bersalah. Aku tidak mau kamu menyukaiku hanya karena kasihan. Aku akan tetap menyukaimu, jangan merasa bersalah." 

"Tapi aku--"

"Tidak Yerim. Jangan di jawab. Aku tahu kamu tidak menyukaiku. Kamu hanya bingung."

dan Yerim hanya menoleh ke arah lain, menghela napas ringan, dan menatap jendela di samping kasur. 

*** 

Yoongi menghabiskan waktu di ruangannya dengan bertangkup tangan. Melihat dinding ruangannya yang berwarna putih. Menunggu jadwal operasi di jam 1 siang nanti. Dia sudah makan siang setelah pemeriksaan berkala para pasien tadi.

Ting

Suara handphonenya membuatnya merogoh sakunya dan melihat siapa yang menghubunginya.

Son Seungwan

Oppa, di rumah sakit?

Oppa, di rumah sakit? Oppa, DI RUMAH SAKIT? OPPA? Yoongi mengerjabkan matanya, merasa salah membaca chatnya. Ini pasti bukan son seungwan. Kemarin saja dia memanggilnya anda. 

Ting

Chat masuk lagi

Son Seungwan

sudah makan siang?

Yoongi, mengangguk. Mengiyakan pertanyaan Seungwan. Lupa kalau Seungwan tidak bisa melihatnya mengangguk. 

Ting

Chat lain kembali masuk

Son Seungwan

aku di lobi, dan aku bawakan makanan.

Yoongi tidak tahu kalau dia punya bakat sprint setelah menerima chat tersebut.

*** 

Yoongi bisa berbohong tentang dia yang belum makan siang, dan dia memakan sandwitch yang dibawa Seungwan dengan lahap. Dia melirik jamnya, dan jam menunjukkan pukul 11.58. 

"Kamu sudah pulang kerja?" 

Seungwan menggeleng, "Ada yang ingin ku sampaikan pada oppa, makanya aku ke sini."

Sial. Kenapa aritm--maksudnya kenapa jantungnya harus berdebar kencang sekarang? Kenapa dia harus bersikap seperti anak SMP saat Seungwan memanggilnya oppa?

"Aku ingin mencoba." Jawab Seungwan, membuat Yoongi menyerngitkan dahi.

"Mencoba apa?"

"Menjalin hubungan dengan oppa."

Shit. Yoongi tidak menyangka bahwa Seungwan akan berkata seperti itu padanya.  "I wasnt expecting that." Jawab Yoongi

 Seungwan hanya tersenyum kikuk. "Aku berpikir semalaman, bertanya ke sana kemari, dan memutuskan untuk lebih dekat denganmu dulu, dan mengetahui apakah perasaan ini hanya ketertarikan sejenak, atau aku benar-benar suka padamu. Walaupun ada yang bilang cinta tidak perlu alasan, atau cinta akan berjalan dengan sendirinya, tetapi aku tidak mau kalau misal nanti kita menjalin hubungan yang sebenarnya, lalu hubungan itu kandas di tengah jalan karena aku."

Yoongi tersenyum manis, dan Seungwan baru ini melihat Yoongi tersenyum seperti ini. Kemana saja dia selama ini? "Aku akan mencoba agar hubungan ini tidak kandas ditengah jalan. Ayo saling mengenal satu sama lain. Date? Tomorrow?"

"I wasnt expecting that." dan Seungwan bisa melihat senyum manis Yoongi lagi.

*** 

Hoseok melirik jam tangannya, jam 9. Sudah agak malam, tapi dia berharap bahwa rumah makan yang akan dia kunjungi masih menyisakan sedikit daging untuknya. Seungwan tadi memberi tahu bahwa dia tidak memasak makan malam. Kemana Seungwan yang rajin memasak itu? Hoseok kangen dengan Seungwan yang rajin memasak. Saat Hoseok melihat ke kanan, dia melihat seseorang yang sedang duduk sambil memainkan handphonenya. Hoseok kenal orang itu. Ia menghentikan mobilnya. Membuka kaca mobilnya, dan berseru memanggil nama orang tersebut "Lisa."

"Oh, oppa? Kenapa ada di sini? Arah ke rumah biru kan ke sana." ucap Lisa sambil menunjuk arah lain, dan masih duduk di tempatnya

"Aku mau makan Ddalkgalbi. Kamu mau ikut? Sudah makan?"

Lisa menggeleng. 

"Ayo ikut aku, nanti ku antar pulang. 

*** 

Eunbi tidak bisa lebih kesal lagi pada bosnya, disaat dia mau pulang, dia digeret untuk ikut bersamanya ke butik yang Eunbi tahu harganya mahal, hanya untuk membeli baju untuk datang kondangan. Saat Eunbi menerima bajunya, dan berniat pulang, bosnya kembali menyeretnya untuk ikut makan, di sebuah rumah makan sederhana. Ya, Eunbi kaget kenapa bosnya ini mau makan di rumah makan sederhana, seperti ini. 

"Kamu mau makan apa sekertaris hwang?" 

"Apa saja yang enak, Direktur Moon." jawab Eunbi. 

"Disini enak semua." Suara itu, Eunbi menoleh dan melihat Hoseok bersama pacarnya. "Aku tapi paling suka ddalkgalbinya. Kamu harus coba Lisa, kalau kamu suka makanan pedas sih." 

Eunbi kemudian kembali menatap lurus, melihat bosnya yang asik memilih makanan. "Saya pesan ddalkgalbi 2," 

"Baik, silahkan tunggu 10 menit." 

Eunbi baru tahu rasanya sakit hati. Begini rupanya rasanya. Begini rasanya Hoseok yang ditolak olehnya sebulan yang lalu. Ini konsekuensi. Memang seperti ini rasanya, menyesal. Menyesal atas apa yang dilakukan. Mereka mungkin masih berteman, tetapi Eunbi tahu bahwa semua itu sudah terlambat. 

*** 

Hoseok tidak menyangka Eunbi ada di rumah makan yang sama dengannya. Siapa pria yang ada di depannya itu?

"Aku nggak nyangka, anak chaebol makan disini juga." Suara Lisa membuat Hoseok mendongak. 

"Siapa?" 

"Moon Bin. Anak Chaebol. Anak pemilik perusahaan otomotif Moon. Yang duduk di ujung sama perem--ah sekertarisnya." 

ah, bos tempat Eunbi bekerja rupanya. 

"Kok kamu tahu itu sekertarisnya?"

Lisa mendekatkan diri ke arah Hoseok, "Eonni itu sering masuk koran. Dimana ada direktur Moon, disana pasti ada eonni itu."

"Dia bahkan umurnya di bawahmu, setahun."

"Bagaimana oppa tahu?" 

"Dia tinggal di rumah yang sama denganku."

Lisa kemudian menganggukkan kepala. "Jadi selain ada model Kim, profiler Kim, kini ada juga orang terkenal lain ya. Rumah kalian keren sekali. Aku jadi ingin pindah. Ada kamar kosong?" 

"Ada, dilantai bawah tempat para wanita, sementara lantai atas tempat para pria. Masih bisa menampung 2 orang lagi masing-masing lantai." 

"Nanti aku bilang Jimin oppa, lumayan kan kalau aku bisa kenal orang-orang terkenal. Oppa sendiri, kenapa masih tinggal di rumah biru? Oppa kan kaya, maksudku oppa sering masuk majalah karena jadi koreografer dari lagu-lagu keren idol yang sedang naik daun itu." 

Hoseok tertawa, "Aku tidak suka sendirian. Kemarin, untung saja kamu menelpon mengajakku makan siang. Kalau tidak aku akan bosan." 

Lisa tersenyum "sama-sama." Jawabnya lalu Hoseok tertawa bersama Lisa. 

Kapan Hoseok pernah tertawa seperti ini sebelumnya? Ya, walaupun di rumah birupun dia sering tertawa karena kekonyolan manusia-manusia itu, tetapi ini pertama kali dia merasa lega. Lega karena tidak harus berpura-pura. 

"Lisa."

"Hm?"

"Terima kasih telah hadir di hidupku." 

Hoseok bisa melihat pupil mata Lisa membesar, sebelum akhirnya tersenyum. Manis sekali.

"Sama-sama juga." 

*** 

 Taehyung dan Sooyoung memutuskan makan di kaki lima dekat stasiun 8. Memesan omuk dan tteokpoki. Karena Seungwan tidak memasak, dan mereka sudah dalam perjalanan pulang saat pesan itu masuk. 

"Seungwan noona, semenjak kita pergi jumat lalu, jadi berubah ya."

"Apa aku bilang, semenjak kita tinggal kita tidak tahu apa-apa. Apa setelah menikah kita tinggal di sana saja ya? Jadi kita masih tahu apa yang terjadi di sana."

"Privasi Sooyoung." Ucap Taehyung memutar mata. 

Sooyoung menyeringai, "Alah, bilang saja kamu pasti mau yang porno-porno kan, makanya nggak mau tinggal di situ lagi."

"Sama istri sendiri, wajar lah. Lagi pula, ingat tidak kemarin saat kita pelukan di lantai dua. Yoongi hyung bilang kita PDA,--" Taehyung mau melanjutkan apa yang akan dibicarakan sebelum dipotong Sooyoung. 

"Wajarlah PDA, kan kita di publik."

"Makanya kalau di rumah sendiri kan kita bebas mau ngapain aja." dan Taehyung mengedipkan mata kanannya, sementara Sooyoung menggelengkan kepalanya, bertanya pada dirinya sendiri kenapa dia bisa suka pada Taehyung. 

Taehyung hanya tertawa melihat ekspresi Sooyoung, sebelum meminum air yang ada di mejanya. "Sooyoung ah,"

"Ada apa?"

"Masalah tadi pagi."

"Tadi pagi?" Beo Sooyoung. 

Taehyung mengangguk, "Kamu bilang pada Yerim bahwa kita masih lama menikah, dan masih mau tinggal di rumah biru--" 

Sooyoung menelan ludahnya sendiri, mendengarkan kata selanjutnya yang akan di ucapkan Taehyung. 

"--padahal biasanya, kamu dengan bangga menceritakan apapun pada Yerim, tapi tadi pagi berbeda. Raut wajah Yerim juga begitu. Apa alasanmu itu ada hubungannya dengan Yerim?" 

Sooyoung tidak bisa menjawab. 

"Kamu juga bilang kemarin akan membicarakan ini dengan Jungkook dulu, jadi pasti ada hubungannya dengan Yerim, karena Jungkook pacar Yerim."

Sooyoung mengigit bibir bawahnya, sebelum tersenyum tipis. 

"Kamu tidak memberi tahuku apa-apa, aku yang menebak sendiri, jadi jangan merasa bersalah. Nanti akan ku bicarakan dengan Jungkook." 

"Bukan begitu oppa, masalahnya lebih rumit." Ucap Sooyoung, sebelum akhirnya dia menghela napas. 

"Aku juga bisa di andalkan park sooyoung, kamu bisa percaya padaku." 

"Aku percaya. Siapa yang tidak percaya." 

Taehyung mengenggam tangan Sooyoung, yang diletakkan di atas meja, dengan erat. Masalah ini harus selesai. Kalau tidak, dia bisa mundur menikahi Sooyoung, dan dia tidak mau itu.

Continue Reading

You'll Also Like

33.7K 2.1K 50
sebuah kisah seorang pilot (hendra) dan psikiater (kalea) yang bertemu di bandara karena bertabrakan saat hendra terburu buru akhirnya dompetnya jatu...
91K 9.5K 38
"Kamu kenal sama dia na?" Tanya seorang rekan Eunha "Nggak" jawab Eunha "Pacar" Jawab lelaki yang sedari tadi mereka bicarakan menimpali. "Idih pacar...
96.1K 13.8K 64
{FANFICTION} Oh Sehun, pria 33 tahun yang hidup dengan masa lalu kelamnya. Menjalani kehidupan baru setelah pernikahannya dengan Park Sooyoung, gadis...
1.4K 99 5
HAIRO [Haibara Amuro] Nama dari karanganku untuk dua manusia fiksi ini. Seperti nama-nama yang lain (Shinshi,CoAi,ShinRan,dan lainnya). Semoga kalian...