Roommate ✅

By erinsarchive

303K 36.3K 3.8K

Rumah milik seorang pensiunan militer dijadikan rumah tinggal. Berisi 12 manusia yang selalu silih berganti... More

Penghuni Rumah Biru
Chapter 1: Attention
Chapter 2: Sunday
Chapter 3: Why You Dont Know, While Other Knew?
Chapter 4: If They Had Instagram
Chapter 5: Stupid Decision
Chapter 6: I Like Me Better
Chapter 7: Perfect VS Girls Front
Chapter 8: Fool For You
Chapter 9 - Everything
Chapter 10 : If They Had Instagram (2)
Chapter 11: Complicated
Chapter 12: I Wish
Chapter 13: I Miss You
Chapter 14: If They Had Instagram (3)
Chapter 15: Behind The Instagram (1)
Chapter 16: Behind The Instagram (2)
Chapter 17 : Change
Chapter 19: Damn, I Love You
Chapter 20: Wasn't Expecting That
Chapter 21: The Truth
Chapter 22: The Date
Chapter 23: Begin
Chapter 24: The Party
Chapter 25: Girls Night Out
Chapter 26: Stranger Things
Chapter 27: Problem
Chapter 28: in a Group Chat
Chapter 29: Turn Back Time
Chapter 30 : Somebody Special
Chapter 31 - If They Had Instagram (4)
Chapter 32 : If They Had Instagram (5)
chapter 33: Not Today
chapter 34: in a group chat (2)
Chapter 35: Keluarga Bahagia Min
Chapter 36: Let Me
Chapter 37 : I Cant Fall in Love Without You
Chapter 38: Serendipity
Chapter 39: The Truth Untold
Chapter 40: Inferior Complex
Chapter 41: Sweet Day
Chapter 42 - More Than Stars
Chapter 43 : Andante
Chapter 44: Broken Heart
Chapter 45 : Can't You See Me?
Chapter 46 : Stuck with you
Chapter 47 : Falling
Chapter 48: At My Worst
Chapter 49: Like Water
Chapter 50: if they had instagram (6)

Chapter 18: Bittersweet

5.2K 761 114
By erinsarchive

Jimin memperhatikan apa yang sedang digendong Seulgi setelah beberapa menit membuka pintu. Iya, baru saja Seulgi keluar untuk membuka pintu karena ada yang memencet bel. Dan hwala, Jimin hanya bisa mengerjabkan mata saat melihat Seulgi menggendong bayi di pelukannya.

"Hallo, Jiwon." Yerim melambaikan tangannya bermain dengan si bayi, saat turun dari tangga. Iya, dia habis mandi di kamar mandi lantai 2 seperti biasa. "Tetangga sebelah nitip lagi ya?"

"Nitip lagi?" Jimin membeo, tidak paham.

Yerim mengangguk seraya masuk ke ruang makan dan duduk di sebelah Namjoon. "Akhir-akhir ini tetangga sebelah sering nitip anaknya ke sini. Aku dan Seungwan eonni sering sekali menjaga dia." 

"Tetangga sebelah kerja sebagai apa?" Tanya Namjoon. Ah, iya. Namjoon dan Jennie pulang tadi malam. Penerbangan terakhir, sehingga saat mereka sampai rumah tidak ada yang bisa bertanya, layaknya para paparazi yang bertanya tentang hubungan para artis. 

Yerim bergumam, "Apoteker. Apotek dekat pintu masuk stasiun 8. Istrinya sedang pulang ke kampung katanya, mengurusi ibunya yang sakit. Jadi mereka minta tolong kita," 

Jimin dan Namjoon mengangguk paham. Jimin melirik dengan ekor matanya. Pemandangan ini baru bagi mata Jimin. Seulgi menggendong bayi, dan bermain dengannya di pelukannya. Alangkah menyenangkannya kalau anak bayi itu adalah anak mereka. Jimin tidak sabar untuk mempunyai keluarga sendiri. Soon as possible. Tinggal di rumah sendiri, dengan memelihara satu kucing dan satu anjing, punya dua anak laki-laki yang akan melindungi ibunya sampai tua--

"Tapi siapa yang mau menjaga dia? Bukannya semua bekerja?" Tanya Namjoon menghancurkan Jimin yang sedang berkhayal. Kenapa semua orang di rumah ini suka sekali menghancurkan kesenangannya? Kemarin Yoongi dan sekarang Namjoon.

Seulgi menjawab "Aku dan Jimin tidak bekerja. Aku dan Jimin mengambil jadwal libur. Aku mau mencari rumah."

dan jawaban Seulgi membuat Yerim memainkan matanya, kaget. "Kenapa harus cari rumah?" 

"Family, Kim Yerim?" Jimin berkata, dan Yerim mengangguk dengan senyum teraneh yang pernah Seulgi lihat. 

"Oh Yerim. Jimin, atau kita tidak usah mencari ru--"

"Jangan Eonni. Tidak papa. Eonni kan memang mau menikah, masa masih tinggal sama kita." Yerim tersenyum sedikit lebih lebar. "Cari rumah yang ada halamannya, supaya nanti anak-anaknya Eonni sama Oppa bisa main di halaman."

Jimin tersenyum sambil melihat Yerim. "Yer, jangan khawatir. Kami nggak meninggalkan kamu. Kamu bisa tinggal sama kami kalau kamu mau."

"Terus dengar kalian malam-malam dan--"

"KIM--Yerim!" Seulgi hampir berseru kalau lupa dia sedang menggendong bayi yang asik mengisap dotnya. 

"Oh!" Suara Jennie terdengar dari ruangan lain, sebelum akhirnya terlihat batang hidungnya memasuki ruang makan. "Halo, ganteng siapa namanya?" Tanya Jennie sambil mengambil tangan si bayi dan mengoyang-goyangkan tangannya. "Eonni, dia boleh aku gendong nggak?" 

Tanpa mengatakan apa-apa, Seulgi menyerahkan Jiwon ke Jennie, dan membiarkannya menggendongnya. Namjoon, tanpa sadar menutup bibirnya rapat-rapat saat melihat Jennie mendekatkan hidungnya ke hidung bayi tersebut, dan mengosok-gosokkan hidungnya ke hidung bayi, dan si bayi tertawa. Sial. Namjoon lemah melihat pemandangan di depannya. Peduli setan Jennie mau menolaknya atau bagaimana, malam ini dia harus melamar Jennie. Dia tidak sabar melihat Jennie memperlakukan anak mereka seperti itu nanti. 

"Namanya siapa sih? Gemes." Ujar Jennie, tapi matanya menatap Namjoon yang tiba-tiba tersenyum. 

"Jiwon." Namjoon menjawab, dan Jennie mengangguk. "Anak tetangga sebelah," lanjut Namjoon lagi, lalu mengambil gelas di sebelahnya dan meminumnya.

"Joonie, nanti kita buat anak yang kayak gini juga ya."

dan air yang diminum Namjoon menyembur tepat mengenai muka Jimin yang duduk berseberangan dengan Namjoon. 

"Jimin--" Seulgi yang khawatir langsung mengambil tisu di meja makan, dan mengelap muka Jimin. Sementara Yerim tertawa keras, diikuti tawa si kecil Jiwon, yang entah kenapa ikut tertawa. 

Jennie sendiri berangsur ke arah Namjoon dan menepuk pundak sang pacar, dengan tangan yang tidak menggendong Jiwon. "Kamu nggak papa?" Tanya Jennie dan Namjoon mengangguk walaupun tetap terbatuk. 

"Jimin, maaf."

"Bersyukurlah aku belum mandi."

Yerim tetap tertawa. Jungkook, Seungwan, dan Yoongi menghampiri yang lain di ruang makan. Melihat apa yang terjadi, kenapa Yerim tertawa. 

"Ada apa?" Tanya Jungkook sementara Yerim menggeleng sambil tetap tertawa. 

Seungwan yang bingung, mendaratkan matanya ke bayi yang digendong Jennie dengan satu tangan. "Jennie, berikan Jiwon padaku." 

Jennie dengan panik memberikan Jiwon pada Seungwan, dan setelahnya menepuk-nepuk pundak Namjoon. 

Yoongi di sisi lain terkejut melihat betapa cekatannya Seungwan saat menggendong bayi tersebut. Satu lagi yang harus di checklist dari Seungwan. Dia benar-benar calon istri yang--tunggu apa dia bilang calon istri? Bahkan perasaannya saja belum di balas.

*** 

Hoseok dari semalam belum pulang ke rumah. Dia menghabiskan waktu di studio, walaupun setelah kencan dengan Lisa dia sebenarnya bisa pulang ke rumah. Hoseok menghela napas, kenapa kehidupannya sangat sulit sekali. Kenapa susah untuknya mendapatkan orang yang dia sukai? Lisa sendiri sebenarnya, merupakan orang yang supel. Hoseok nyaman berada bersama dengannya walapun mereka tidak punya hubungan apa-apa, tetapi hatinya masih ada bersama Eunbi. Dia juga ingin mempunyai kisah happy ending seperti Jimin, Namjoon dan Taehyung, tetapi ini berbeda karena orang yang disukainya adalah Hwang Eunbi. 

Ting. 

Hoseok membuka handphonenya dan mengerutkan alis saat melihat siapa yang mengiriminya pesan

Eunbi Hwang

Oppa sudah sarapan?

aku ada di depan kantornya oppa.

Apa dia sedang bermimpi? Ini dari Eunbi kan? Atau kemarin dia mengganti nama Lisa menjadi Eunbi? Hoseok dengan cepat berlari ke depan perusahaan, dan melihat Eunbi berdiri di sana. Baju itu terakhir dia lihat kemarin, sebelum dia meninggalkan rumah. Dia ingat Eunbi menggunakan kemeja putih bergaris biru dengan celana jeans biru muda. 

"Eunbi? Sedang apa kamu ke sini?"

"Sedang dalam perjalanan ke rumah biru, dan ya aku membawakanmu sarapan. Sepertinya oppa belum pulang dari kemarin." 

Hoseok hanya mengangguk. "Iya, kamu benar. Kamu juga sepertinya begitu?"

Eunbi tersenyum, "Itu, aku ke rumah Eunbi yang lain. Persiapan pernikahan." Ucapnya. Eunbi menyerahkan apa yang dipegangnya pada Hoseok. "Itu waffle. Masih hangat, segera di makan ya. Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa nanti malam." Ucapnya lalu melambaikan tangan. Meninggalkan Hoseok yang terdiam di depan perusahaan tempatnya bekerja. 

Hoseok melihat isi plastik dan menaikkan alisnya. Dia tahu toko waffle ini, dan waffle ini hanya di jual di pintu stasiun 8, yang otomatis akan lebih dekat jika dia langsung pulang bukannya mampir ke perusahaannya yang 30 menit dari rumah. Oh, Hoseok tidak mau berandai-andai. Dia tidak mau. Dia tidak mau melayang sebelum waktunya. 

*** 

Jam menunjukkan pukul setengah 9, saat Jungkook sedang menggunakan sepatunya. 

"Oppa." 

Jungkook mendongak, dan melihat kepala Yerim di atas kepalanya, tersenyum. Jungkook merengut, bingung, kenapa manusia satu ini memanggilnya Oppa. Apalagi yang dia mau sekarang. 

"Ayo, berangkat bersama."

Jungkook pasti lupa untuk membersihkan telinganya kemarin. Dia pasti sekarang salah dengar. Jungkook hanya berdiri dari tempatnya, dan tiba-tiba membuka pintu meninggalkan Yerim sendiri dibelakangnya, 

"Eyy~ Ayo berangkat bersama." dan Yerim merangkul Jungkook seraya keluar rumah.

WHAT THE HELL?

***

"Ow, mereka berdua jadi lebih dekat." Seulgi berkata seraya bersender pada lengan Jimin. Jimin sendiri hanya tertawa kecil. Bukan, itu bukan tawa untuk Seulgi. Itu tawa untuk bayi yang ada di tangan Jimin. Iya, Jimin lebih memperhatikan Jiwon dibanding dengan Seulgi yang sedang bicara. Tidak papa. ucap Seulgi dalam hati. Itu bisa berarti bahwa Jimin calon ayah yang baik, bahkan tadi saat Jiwon menangis, Jimin bisa membuat Jiwon berhenti menangis, dan yah, dan memberikannya susu formula yang dibuat Seungwan. 

"Dibanding dekat, aku yakin itu tadi hanya pura-pura." Seulgi tidak menyangka bahwa Jimin berbicara padanya. "Maksudku, Yerim tidak pernah memanggil Jungkook dengan sebutan oppa sebelumnya. Aku yakin dia melakukan itu, agar kita tidak khawatir." 

"Khawatir?"

"Tentang rumah. Aku yakin dalam hatinya sekarang dia sedang sedih."

Seulgi menghela napas. "Apa kita batalkan saja mencari rumahnya? Kita tinggal di sini."

"Aku tidak masalah dengan itu. Kita tinggal merombak kamarmu, atau mungkin kamarku untuk menjadi kamar bersama kan? Aku sudah bilang kemarin kan, aku tidak masalah asal aku bersamamu."  Seulgi hanya tersenyum seraya memeluk pinggang Jimin. Seulgi memang tidak salah pilih pasangan. 

*** 

Beberapa langkah dari halaman depan, dan Yerim melepas gandengan tangannya dari Jungkook. Beberapa kali meminta maaf karena menggandeng Jungkook, sebelum akhirnya berjalan dengan pelan. Jungkook tahu ada yang tidak beres. Yerim tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kamu kenapa, Yerim?"

"Tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkan sesuat--hei Jungkook, kamu suka sama aku kan?"

Kaget karena pertanyaan yang tiba-tiba, hal yang Jungkook lakukan hanya mundur dari tempatnya. Mundur dua langkah ke belakang. 

"See.. Aku memang nggak bisa dicintai." Lalu Yerim berjalan sedikit lebih cepat.

Jungkook menaikkan alisnya, dan menahan Yerim yang sedang berjalan hanya untuk melihat Yerim menangis. "Yerim." Jungkook segera menarik Yerim ke pelukannya. Membiarkan si kecil menangis sekerasnya. 

*** 

Seulgi menghela napas, setelah dia menerima telepon dari sang Kakek. Berkata bahwa dia memilihkan beberapa rumah yang bisa dibeli Jimin untuk tinggal nanti setelah menikah, dan rumah itu dapat dilihat sekarang. Walaupun Jimin bisa menolak rumah yang diusulkan, tetapi itu seperti menyatakan keputusan sang kakek bahwa Jimin dan Seulgi harus keluar dari rumah biru. 

"Apa yang harus kita  lakukan pada Yerim?" Tanya Seulgi dan Jimin hanya menghela napas pendek.

*** 

Yerim hari ini memutuskan untuk bolos. Iya, anak muridnya diserahkan pada guru lain untuk sementara. Jungkook, jelas ikut membolos, menagih janji Namjoon karena dia berhutang pada Jungkook jumat kemarin. Jujur, dia khawatir. Si kecil yang selalu bersikap riang dan mengesalkan ini, bersedih, menangis dan Jungkook tidak kuat melihatnya. 

"Yer--"

"Kamu tahu kenapa aku tinggal di rumah itu, dari aku SMA?" Yerim tiba-tiba berbicara. "Ibuku tiada, dan ayahku menikah lagi. Istri barunya membuat ayahku mengusirku dari rumah. Terimakasih aku bertemu Dongwoon harabeoji, dan aku bisa tinggal di kos-kosannya. Gratis." lalu Yerim tersenyum tipis. "Aku bertemu Jimin oppa, Seulgi eonni, mereka sudah seperti orang tuaku--well mungkin saudara kandungku sendiri. Dan sekarang mereka akan meninggalkan rumah biru, dan tinggal di rumah sendiri. Bagaimana dengan aku? Aku akan kembali sendirian."

"Kamu tidak sendirian."

"Mereka mengingatkanku pada ayahku yang tiba-tiba menikah lagi. Meninggalkan aku sendiri."

Jungkook menepuk pundak Yerim, pelan, sambil berkata "Kamu tahu kalau Jimin hyung dan Seulgi noona tidak seperti itu." 

"Tapi dia mereka akan punya keluarga sendiri, dan aku akan sendirian."

"Kamu punya aku." Jungkook kaget dengan apa yang dia ucapkan. "Punya Sooyoung noona, Eunbi, Yoongi hyung, dan penghuni rumah biru lain. Kami tidak akan meninggalkanmu sendirian Yerim. Percaya padaku."

Yerim menoleh dan tersenyum, "Iya, aku percaya pada oppa. Terima kasih." lalu dia menatap kakinya lagi, seperti tadi sebelum dia mulai berbicara

Lalu hening, tidak ada yang berbicara. Jungkook menghembuskan napasnya. Pikirannya lari saat tadi Yerim bertanya, apakah dia suka pada Yerim. Jungkook berpikir, apakah dia harus menanyakannya? Ataukah dia harus berpura-pura cuek? Ah, sial. Nalarnya sebagai polisi tidak membantunya sama sekali dalam urusan percintaan. Kenapa dia tidak bisa mengambil keputusan yang cepat? 

"Yer--"

Oh, nampaknya otaknya sudah mulai konslet, kenapa dia harus memanggil Yerim? Bukankah tadi dia sedang berpikir? Ataukah sebenarnya nalarnya sedang bermain, dan menentukan sendiri apa yang harusnya Jungkook lakukan.

"Apa?"

Jungkook melirik, dan melihat Yerim menatapnya ke mata. Sial. Apa seperti ini rasanya tersangka saat diinterview olehnya? Menusuk, tajam, hingga ke jantungnya dan dia merasakan debaran aneh. 

"Jungkook, apaaa!?" Yerim merajuk, karena Jungkook tidak segera berbicara.

"Jadi pacarku, mau?"

*** 

Jimin dan Seulgi +Jiwon tentunya, pergi melihat flat yang disarankan oleh kakek Seulgi terlebih dahulu. Menimbang-nimbang apakah rumah ini, cocok untuk ditinggali berdua.

"Kalau anda punya anak,--" Ucapan sales rumah membuat Seulgi dan Jimin saling lihat. "--seharusnya anda memilih rumah yang memilih banyak kamar. Kalau hanya dua kamar seperti ini, hanya cocok untuk pengantin baru." 

Jimin merapatkan bibirnya, menahan tawa. Sementara Seulgi hanya tersenyum. Pasti sales rumah ini mengira bayi yang digendong Jiwon adalah anak mereka. 

"Sebenarnya, dibanding flat, anda harus mempertimbangkan rumah. Ah! Beberapa blok dari sini, ada rumah yang baru saja di jual. Benar-benar rumah, dengan halaman dan bertingkat dua. Saya lebih menyarankan anda untuk beli rumah tersebut, apalagi bayi anda masih kecil. Saya bisa menghubungkan anda dengan sales rumah tersebut, kalau anda mau." 

Seulgi dan Jimin saling lihat, sebelum akhirnya dua-duanya mengangguk. Jimin sendiri sudah membayangkan untuk tinggal di rumah seperti itu, dibanding tinggal di flat seperti ini. Mungkin karena dia sudah lama tinggal di rumah biru, dengan halaman hijau, ayunan, dan tempat barbeque. Tempat seperti itu, sungguh tempat yang menyenangkan. Jimin juga kadang merasa sedih bahwa dia harus meninggalkan rumah biru. Seper3 hidupnya dihabiskan di sana. 

*** 

Namjoon dan Jennie menghabiskan makan malam bersama, di sebuah cafe kecil dekat stasiun 8. Iya, mereka memutuskan untuk makan malam di luar, bukan merepotkan Seungwan ataupun Yoongi untuk memasak makan malam. 

"Joonie." Panggil Jennie, dan hal yang dilakukan Namjoon hanya menatap mata sang pacar, dan tersenyum. "Tadi pagi--" Oh, pembicaraan ini. Saat tadi dia menyemburkan air ke Jimin. Sungguh dia tidak tahu kenapa dia bisa sebodoh itu.  "kalau kamu tidak mau tidak papa."

dan Namjoon menaikkan alisnya, tidak paham. "Apa maksudmu?"

"Tentang anak. Tentang pernikahaan." Jawab Jennie sambil tersenyum, tapi Namjoon tahu senyum itu hanya menyembunyikan rasa sakit. Itu bukan senyum yang selalu Jennie lakukan saat melihatnya.

"Hei, aku tidak pernah bilang aku tidak mau." Namjoon berusaha menjelaskan, tapi pupil mata Jennie mengarah ke kanan. Jennie sedang berpikir dalam hati. Namjoon merogoh saku bajunya. Iya, dia akan melakukan yang tadi pagi dia katakan. Dia akan melamar Jennie, mau di tolak atau di terima. Namjoon sempat berpikir beberapa hal untuk dikatakan pada Jennie, tapi kalau melihat raut wajah Jennie, mengatakan hal bertele-tele bukan hal yang pas. Namjoon kemudian meletakkan kotak yang diambil dari sakunya, dan meletakkannya di meja cafe. Namjoon juga bisa melihat pupil mata Jennie membesar, kaget dengan apa yang dilihat, sepertinya. "Jennie, aku serius mau menikah denganmu. Kalau kamu mau menikah denganku, ambillah dan pakai. Jika tidak, simpan saja. Sampai kamu mau menikah denganku."

"Kenapa tidak romantis Joonie?" Jennie tertawa tapi dia tetap mengambil kotak tersebut, lalu membukanya. Namjoon bisa melihat Jennie membuka mulutnya, kaget, dan bergantian melihat cincinnya dan Namjoon. "Ini, wow. Namjoon. Aku." Jennie kemudian menutup kotak cincinnya, dan Namjoon paham, Jennie sepertinya memang tidak mau menikah dengannya. Apa yang dia pikirkan? Padahal dia sudah memikirkan ini sebelumnya. Dia akan berusaha biasa saja, walaupun Jennie tidak memakainya. Dia akan menunggu sampai Jennie mau--well kalau masih suka dengannya. "Joon, ini mahal sekali." Itu hal pertama yang Namjoon dengar. 

"Apa?"

"Aku tidak bisa terima cincin semahal ini, aku mau menikah denganmu, tapi aku tidak bisa terima cincin semahal itu. Aku tidak pantas dapat cincin seperti itu." 

Namjoon pikir telinganya salah dengar, tapi tidak, dia dengar kata aku mau menikah denganmu. Jennie mau menikah dengannya. "Jennie."

"Tidak Namjoon, ayo tukar cincinnya. Aku sama cerobohnya sepertimu. Aku takut aku akan menghilangkan cincinnya, dan cincin itu mahal. Aku tidak pantas da--"

"Hei, kenapa kamu bilang kamu tidak pantas dapat cincin itu? Itu pantas untukmu. Apapun untuk semestaku."

"Ih, gombal." Jennie terkekeh, tapi mukanya kembali serius dalam beberapa detik. "Serius Joon. Besok kita ke tokonya, dan aku akan pilih sendiri. Kita cari cincin couple untuk kita pakai. Ok. Jangan yang ini. Mahal."

Oh, Namjoon sayang sekali dengan Jennie.

*** 

Yoongi tidak pernah se awkward ini. Sungguh. Bahkan duduk hanya berdua dengan Seungwan di ruang tengah tidak pernah se kikuk ini sebelumnya. Ini pasti karena kemarin dia mengatakan rasa sukanya. Oh, kadang dr. Min memang sebodoh itu. 

Mereka berdua menonton acara let's take my refrigerator di televisi. Sebagai orang yang suka memasak, melihat acara memasak ini memang menambah pengetahuan masing-masing. 

Yoongi secara tidak langsung mengutuk para penghuni rumah biru, yang sampai sekarang belum sampai rumah. Kenapa hanya mereka berdua di rumah? dan mana Taehyung dan Sooyoung kenapa sampai hari ini belum pulang? Tidak lupa Hoseok. Eunbi tadi pagi sempat pulang sebelum akhirnya berangkat ke kantor. Oh! iya, Yerim. Biasanya Yerim akan ada di rumah saat dia pulang. Ke mana dia?

"Dr. Min." 

Oh, panggilan itu lagi. Seandainya kemarin dia tidak bersikap seperti anak SMP yang terlalu heboh dengan jantungnya sendiri, pasti Seungwan masih akan memanggilnya oppa, atau bahkan Yoongi ssi.

"Apa anda tidak lapar?" Seungwan bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi

Anda? Mata Yoongi memutar saat mendengar kata-kata yang diucapkan Seungwan. Sejak kapan dia--sebentar. Yoongi akan mencoba trackback ke belakang. Apakah Seungwan pernah memanggilnya anda sebelumnya? 

"Dr. Min lucu juga sih, hanya saja aku kan belum terlalu kenal Dr.Min, jadi aku kalau disuruh memilih jawabanku 2 orang di atas tadi."

"Kamu lari kemari, itu berarti--kamu masih tunangannya?"

"Tidak lagi, aku kabur Dr.Min. Tentu saja pertunangan itu berhenti ditengah jalan, dan aku bukan anak orang tuaku lagi."

"Apa dia Suga yang itu?"

"Tidakkah Dr. Min dengar kalau orang tuanya akan kemari? Dan tidakkah Dr. Min dengar dia kemari untuk bertemu denganku lebih dulu?"

"Dr. Min." 

"Iya?" 

"Apa sabtu minggu depan dokter sibuk?"

"Tidak, kenapa?"

"Mau kah dokter membantuku?"

"Membantu apa?"

"Orang tuaku akan datang dari kanada minggu depan, mau kah dokter menemaniku menjemputnya?"

"Dia tahu aku butuh instrument untuk belajar dan tidur, jadi dia memberikanku. Ini mixtape pertamamu yang dia berikan padaku." 

"Cemburu Wan?" 

"Kalau cemburu kan nggak ada hubungannya sama kamu."

"Oh, Dr. Min nonton drama"

"Dari tiga perempuan itu, tipikalnya Yoongi ssi yang mana?"

"Bukankah oppa juga seperti itu?"

"Ada apa Dr. Min?"

"Ini minumnya Yoongi ssi."

"Dr. Min mau ku temani?"

"Oh, sudah bangun dr.Min? Sudah mendingan?"

"Istirahat dulu saja Dr.Min. Tidak apa-apa. Kasurku available kok."

"Hahahha. Dr.Min bisa saja. Habis sakit masih bisa bercanda,"

"Itu mungkin karena aritmianya masih. Bagaimana kalau aku ambilkan minum? Atau mau obat? Akan ku belikan. Yang penting Dr.Min sembuh."

Dari semua trackback tidak pernah sekalipun Seungwan memanggilnya anda. Tapi hari ini. "Seungwan, apa kamu marah padaku?" tanya Yoongi sambil melihat ke arah Seungwan yang masih menatap televisi tidak menjawab. Yoongi menghela napas lalu melihat ke arah televisi juga. "Aku tidak pernah mendengarmu memanggilku dengan sebutan Anda sebelumnya. Aku minta maaf kalau kamu marah kepadaku. Kalau ini karena pernyataan sukaku kemarin, aku minta maaf." lanjut Yoongi. 

"Aku tidak marah." Jawaban singkat itu sukses membuat Yoongi menoleh, lagi.  "Aku hanya bingung, maaf kalau membuat Dr.Min salah paham." Jawab Seungwan lagi tapi matanya masih melihat televisi. 

"Seung--" Yoongi ingat perkataan Jungkook kemarin tentang jangan sampai Yoongi membawa-bawa masalah dia tahu bahwa Seungwan menyukai dirinya. Karena pride seorang perempuan itu sangat tinggi, tetapi kalau dia tidak membicarakannya, perasaannya juga tidak karuan. Bohong kalau ada orang yang bilang aku tidak butuh jawaban saat dia menyatakan cinta. Tentu saja dia membutuhkan jawaban. Dia butuh kepastian. Dia tidak bisa bergantung seperti ini. 

"Aku belum tahu aku suka pada Dr.Min seperti Dr.Min suka padaku atau tidak." 

Ucapan Seungwan hanya membuat Yoongi semakin bingung. 

"Aku mungkin punya lil interest sama Dr.Min, tetapi setelah apa yang Dr.Min katakan kemarin, aku seperti memikirkan bahwa mungkin aku harus memikirkan ini matang-matang. Seperti sejak kapan aku punya interest ini, atau apa yang membuatku interest. Aku bingung pada perasaanku sendiri." Lanjut Seungwan.

Yoongi hanya mengganggukkan kepala, lalu kembali melihat televisi. Tidak sampai saat dia ingat satu hal. "Apa kamu masih mau aku untuk mengantarkanmu menjemput orang tuamu sabtu besok?"

"Iya, tentu."

dan keadaan kembali awkward seperti semula. 

***

  

Continue Reading

You'll Also Like

96.1K 13.8K 64
{FANFICTION} Oh Sehun, pria 33 tahun yang hidup dengan masa lalu kelamnya. Menjalani kehidupan baru setelah pernikahannya dengan Park Sooyoung, gadis...
230K 15.4K 28
[FINISHED] Kalo rindu punya sendu, sore punya senja, malam punya bulan. Lantas, dirimu punyaku kan? - Menangkis Rindu by Crazy Rich Ciumbrella.
1.4M 159K 60
Kebayang gak kalo seorang Do Kyung Soo jadi suami kamu? 🥀 Start : 1 Mei 2018 Finish : 4 November 2018 🥀 Welcome to Husband Series Exo Version...
68.9K 1.8K 22
Disini tertuang semua curahan hati dari Baek Seung Jo, Oh Ha Ni dan juga Bek Eun jo. Tetapi disini kebanyakan curahan hati dari Seung Jo karena Seung...