Rachel (SELESAI)

Von embunsemu

155K 7.4K 1.3K

[Jangan lupa follow dulu yaa] Ketika bibir susah berkata, ada hati yang senantiasa bicara. Cinta bukan melulu... Mehr

Prolog
Kertas I
Kertas II
Kertas III
Kertas IV
Kertas V
Kertas VI
Kertas VII
Kertas VIII
Kertas IX
Kertas XXI
Kertas XXII
Kertas XXIII
Kertas XXIV
Kertas XXV
Kertas XXVI
Kertas XXVII
Kertas XXVIII
Kertas XXIX
Kertas XXX
Kertas XXXI
Kertas XXXII
Kertas XXXIII
Kertas XXXIV
Kertas XXXVI
Epilog
🍃sebagai pengganti🍃
Pengumuman!

Kertas XXXV

2.7K 187 40
Von embunsemu

Walau mendengar setengah sadar, Karevan ingat betul bagaimana ucapan Aldi. Ia benar-benar tidak mengerti maksud dari perkataan mantan kekasih adiknya tersebut.

Karevan meringis tatkala luka di wajahnya tersentuh alkohol. Ia coba menghindarkan tangan Michelle, namun Michelle malah melotot ke arahnya. Karevan hanya bisa pasrah sambil menyenderkan punggung di sofa rumah Michelle.

"Lagian, kenapa lo nggak lawan dia aja sih, Kak?!"

"Nggak tahu. Gue kayak ngerasa pantes aja dapetin itu dari dia."

"Bilang aja nggak bisa nonjok," cibir Michelle. "Laki-laki apaan lo?!"

Karevan terkejut mendengar penuturan gadis di sampingnya ini, tapi ia berusaha menguasai diri.

"Biarin dulu. Gue mau balikin baskom ke dapur sekalian buatin lo teh hangat," kata Michelle yang cuma bisa Karevan angguki karna masih terlampau shock.

Dipijatkan bagian pipi yang terasa kram seraya mengedarkan pandangan pada dinding rumah Michelle, yang meski berulang ia kunjungi, tak membuat mata bosan.

Pikiran Karevan mulai berkelana, ia menyambungkan segala perkataan Aldi serta peristiwa-peristiwa yang akhir-akhir ini terjadi. Ya, Karevan mengakui kalau ucapan kapten basket itu memporak-porandakan kepalanya.

Karevan mengusap wajah kasar, matanya seketika memaku pada benda di atas nakas. Dengan dahi berkerut, di dekatinya benda tersebut.

"Ini 'kan obat sakit kepala," sambil mengangkat bungkus kapsul yang terbuka setengah. "Tapi inikan tempat obat yang dikonsumsi Michelle buat leukimia."

Karevan menatap ke arah dapur meski tak dilihatnya figur Michelle dari sana. Kemudian ia beralih menatap kedua barang yang berada dalam genggaman. Ini benar-benar aneh hingga membuat dugaan-dugaan dalam benak Karevan naik ke level yang lebih tinggi. Perasaan Karevan jadi tidak enak. Dipandangi terus kedua benda tersebut sampai tak lama ia terlonjak kaget. "Ada yang nggak beres!"

Michelle datang dengan senyum sehangat teh di tangannya. Ketika gadis itu menyodorkan minuman itu, segera Karevan menepisnya hingga pecah ke lantai dengan bunyi keras. Michelle melotot dengan wajah merah padam yang kentara. "Apa-apaan sih, lo?! Gue bikinnya susah, bodoh! Hargain dikit kenapa, sih?!"

Karevan menggeleng pelan, benar-benar tidak menyangka. "Sepertinya Michelle yang asli adalah dengan sifat yang ini, bukan dengan sifat yang dari kemarin dibuat-buat. Lo memang kasar!"

Michelle langsung gelagapan. "Eh, ng-nggak kok, Kak. Tadi tuh, refleks. Iya, bener. G-gue nggak gitu kok orangnya."

"Yakin?" Karevan terkekeh miris. "Ini apa?" Diperlihatkan apa yang ada di tangannya. Michelle terpaku. Bangsat, kenapa gue nempatin obat itu sembarangan? Ini gara-gara Audrey sialan, kemarin gue sampai lupa bawa ke kamar! Karevan mengeram saat Michelle hanya diam. "JAWAB GUE INI APA?!"

Bukannya menjawab, Michelle malah menjatuhkan dirinya ke sofa. Cewek itu memegang kepala sambil meringis pelan. Karevan merutuk dalam hati, masih bisa acting!

Karevan lempar obat-obat di tangannya ke lantai. "Udahlah, nggak usah pura-pura lagi di depan gue, Chelle!" Dada Karevan naik turun menahan lonjakan emosi yang direaksikan tubuhnya. "SELAMA INI LO NGGAK BENER-BENER SAKIT, KAN?!"

Michelle tidak menjawab, kepalanya jadi benar-benar sakit untuk kali ini. Michelle tidak bercanda, dunia seperti berputar.

"Selama ini gue terlalu percaya sama lo dan ngelupain Rachel! Bener kata Aldi, lo busuk! Gue nggak nyangka lo lakuin ini ke gue!!!"

Michelle berusaha bangkit, ia mengepalkan tangannya. "JANGAN SALAHIN GUE! SALAHIN CINTA GUE KE LO, REVAN! GUE LAKUIN INI KARNA GUE SAYANG SAMA LO!"

Karevan memijat pangkal hidungnya lelah. "Jangan bilang lo putusin persahabatan dengan Rachel cuma gara-gara gue?"

"Kalau iya, kenapa?" Michelle mendekat. "Dan sekarang, apa yang gue lakukan sudah berbuah hasil. Gue yakin lo sudah jatuh hati ke gue. Iya, 'kan?"

"JANGAN HARAP!"

"Kenapa?" Mata Michelle memanas. "Gue sudah korbanin semuanya buat lo, Karevan! Apa dengan itu lo nggak bisa lirik gue? Gue cinta sama lo, lo ngerti nggak sih?!"

"Lo udah rusak hubungan gue sama Rachel, Michelle!"

"Adek lo sendiri yang ngerusak, bukan gue!" Michelle membela diri.

"Audrey?"

Michelle tertawa. "Dia yang gue buat sebagai dalang. Adik lo bodoh, Revan! Dia yang lakuin semua! LO DAN ADIK LO SAMA-SAMA BODOH!"

Dada Karevan naik turun, ia sedang menahan emosi untuk tidak melukai Michelle. "GUE NYESEL PERNAH KENAL CEWEK KAYAK LO!" Ia melangkah mundur, kemudian pergi dari rumah tersebut. Karevan bersumpah, ia tidak akan lagi menginjakkan kaki di sini.

"KAREVAN!!!" Teriak Michelle murka. Ia terisak dengan tangan mencengkram rambut keras-keras. Segala sesuatu yang berada di dekatnya ia lempar hingga pecah. Michelle kalap. "JANGAN TINGGALIN GUE DEMI CEWEK BODOH KAYAK RACHEL!!!"

🥀

Karevan keluar dari mobilnya dengan tidak santai. Ia berlari menuju pintu rumahnya. Yang pertama kali ia lihat adalah Audi. Ia yakin Audi khawatir, pasalnya raut wajah sang mama langsung berubah ketika menghampiri ia.

"Kak, ini kenapa?"

"Audrey dimana, Ma?" Karevan malah balik bertanya. "Audrey dimana?!"

"Ada di ruang keluarga," jawab Audi setengah bingung. "Wajah kamu kenapa bisa lebam-lebam begini? Kamu berantem sama siapa?"

Bukannya menjawab, Karevan langsung masuk ke dalam rumah. Saat sampai, memang benar Audrey ada di sana. Sedang menggenggam toples kue kering dengan menghadap televisi. Buru-buru Karevan hampiri. "Ikut gue ke kamar, cepet!"

Sebelum sempat menjawab, dan bertanya kenapa wajah sang kakak bisa seperti itu, Audrey telah diseret Karevan menuju lantai atas.

"Drey, ceritain semuanya ke gue!" Perintah Karevan setelah sampai di luar kamar berdampingan mereka.

Audrey menelan salivahnya susah payah, dia tiba-tiba tercekat. "S-soal, soal apa, Kak?"

"Semuanya!" Serius Karevan. "Gue udah tahu, tapi gue butuh penjelasan lebih!"

Keringat dingin mulai timbul di pelipis Audrey, ia tahu kalau Michelle telah membuka semuanya. "Kak, gue bakal cerita semuanya ke lo. Asal lo jangan marah sama gue, ya? Gue mohon.." Audrey menggenggam tangan Karevan penuh harap. "Jangan benci Audrey setelah ini."

"Ceritain, Drey!"

"Janji?"

"CEPETAN!"

Audrey menghela napas panjang. Ini adalah konsekuensi dari perbuatan yang telah ia lakukan, bagaimanapun juga Audrey harus bertanggung jawab. "Ini semua berawal dari kebodohan gue, Kak. Gue yang terlalu putus asa karna Aldi, waktu itu mau-mau aja dirayu Michelle buat gabung sama dia."

"Michelle coba deketin gue lagi karna sebelumnya Ody sempat ngehindar. Michelle tahu kalau gue nggak suka sama sifatnya. Gue yang bingung dan nggak tahu harus gimana, akhirnya kemakan ucapan dia di saat gue stres karna lihat Didi makin deket aja sama Rachel."

"Gue masih inget betul, Michelle nyuruh gue buat hancurin Rachel. Okay, gue terima waktu itu. Karna gue diiming-iming sama Michelle kalau gue berhasil, dia bakal bantu perbaikin hubungan gue sama Didi. Jadi impas. Berjalanlah rencana busuk kita berdua.."

"Awalnya gue kaget waktu lihat lo mesra-mesraan sama Rachel di gerbang. Gue yang udah dibalut benci langsung narik lo gitu aja. Malemnya, gue chat-chatan sama Michelle. Gue infoin segala sesuatu ke dia. Gue lebih kaget waktu tahu yang jadi cewek lo adalah Rachel, karna selama ini gue ngiranya Michelle."

"Dari situ tanpa mikir lagi, gue bilang ke lo kalau lo harus putusin Rachel. Gue ngejelek-jelekin Rachel ke lo, padahal jelas Rachel cuma jadi korban di sini. Itu semata-mata buat lo bisa berpandangan buruk ke dia, meski awalnya sedikit susah karna lo memang percaya sama dia, tapi gue seneng saat lo tiba-tiba ninggalin meja makan. Itu artinya, gue berhasil."

Audrey menjauhi Karevan untuk menggapai pegangan tangga.

"Kakak masih ingat kejadian di venue? Itu Rachel sama sekali nggak salah, Kak. Audrey ngebalik semuanya. Apa yang Audrey katakan itu yang Rachel alami. Disitu jelas Rachel yang bener dan Audrey yang salah. Bergembira lah gue dan Michelle ketika denger kata break dari mulut lo."

Karevan memenjam, amat-sangat terpukul mendengar penjelasan Audrey.

"Michelle marah ketika tahu rencana Kakak yang bakalan nemuin Rachel akhir-akhir ini. Waktu itu, Michelle ngerayu aku buat nyari temen yang bisa diajak gabung. Nggak sengaja Dion chat aku, berakhirlah dengan situasi dia mau masuk ke rencana kita. Dion nggak tahu masalahnya, dia cuma ngikutin omongan kita karna aku yang minta." Audrey menjeda karna tercekat secara tiba-tiba. "Michelle merencanakan hal konyol lagi. Aku sempat nolak mati-matian karna masih punya hati. Tapi Michelle maksa aku, mau nggak mau aku ngikutin permintaan dia. Sekali lagi, atas dasar Aldi."

"Apa?"

Audrey melipat bibirnya ke dalam sambil menatap sang kakak yang sedang mendengarkan dengan serius. "Masih inget waktu Michelle terakhir kali kemo, 'kan? Waktu Kakak mesra-mesraan di bangku taman sama Michelle, Rachel lihat, Kak. Rachel yang tahu Michelle cinta banget sama Kakak akhirnya milih ngalah. Coba relain lo demi Michelle. Karna bagi Rachel, nggak ada yang lebih penting dari seorang sahabat. Gue yang lihat sendiri kejadian itu sampai netesin air mata, sempet terharu sama cara berfikir Rachel yang kelewat dewasa. Ya, Michelle bilang kalau lo itu sudah jadi milik dia secara resmi."

Karevan mengusap wajahnya dengan kasar. Tapi ketika Audrey hendak menjelaskan lagi, ia langsung menatap sang adik dengan lekat.

"Aku pikir semuanya bakalan selesai, Rachel juga udah terang-terangan relain Kak Karev ke Michelle. Tapi semuanya salah, Kak. Salah..." jeda, Audrey menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Hiks.."

"Kenapa, Drey? Jangan berbelit-belit!" Kata Karevan tidak sabar. Dadanya tiba-tiba berdetak kencang.  Perasaannya tidak enak. "Drey!"

Audrey menghela napas, berusaha menahan isakan. "Tanpa aku duga-duga, Michelle ngerencanain sesuatu yang lain sama Dion, di belakang aku."

"Rencana apa?!"

Audrey terisak hebat, rasa bersalah mulai menghampirinya. "R-rachel ditabrak Dion, Kak.."

Karevan terpaku. Kepalanya seperti dihantam batu besar berkali-kali. Rachel kecelakaan dan dirinya tidak tahu? Kekasih seperti apa dirinya ini!

"Aku lihat semua kejadian itu! Aku lihat Rachel yang kepental jauh sampai mendarat di trotoar dengan mengenaskan. Aku tahu detailnya! Aku tahu waktu Didi bawa Rachel yang berdarah-darah ke dalam rumah sakit! Aku nyesel, Kak! Aku ngerasa bersalah. Aku takut.." raungnya pilu. "Hiks.. hiks.."

"Keluar, Drey..."

Audrey sadar bila ia pantas mendapat kemarahan dari Karevan. Ini sudah benar-benar kelewatan, dan ia sadar akan hal itu. "Kak.."

"Gue nggak marah sama lo. Gue nggak bakal benci sama lo. Jadi tolong, lo keluar. Gue pengen sendiri!"

"Tap-tapi--"

"KELUAR!!!"

Terpaksa, dengan langkah penuh gontai, Audrey keluar. Karevan buru-buru mengunci pintu kamarnya. Ia berjalan mendekati ranjang lalu menyenderkan punggungnya ke kepala kasur. Tidak tahu sudah sepecah apa hati Karevan sekarang. Dadanya hanya sesak, sesak yang berkepanjangan tanpa tahu titik temu.

"Maafin aku, Chel," katanya serak seraya menjambak rambut. Sudah tidak dapat dibendung lagi datangnya air mata. Jadi, selama ini gadisnya itu berjuang mati-matian sedangkan dirinya tidak peduli? Ya Tuhan, sudah sedosa apa ia terhadap Rachel? Karevan hanya bisa menyesali. Apa yang telah terjadi tidak dapat dihindari. Hingga ia baru bisa tenang ketika kesadaran diambil alih dunia. Tubuhnya harus beristirahat, seharian ini sudah lelah diforsi kerja.

🥀

A/n : Puanjang bangettt. Gimana perasaan kalian setelah baca chapter ini?

*tadinya mau publish sekalian sampai ending, tapi nggak jadi disimpen aja dulu wkwk🤣

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

5K 714 32
Hubungan persaudaraan Airin memang buruk, Airin yang selalu takut disentuh atau menyentuh seseorang, Kenzo yang membenci Airin karena hampir membunuh...
140K 12.2K 40
[n e w v e r s i o n] Seorang gadis yang trauma akan masalah cintanya yang dulu, dan tidak pernah berani untuk membuka hati lagi. Ia pikir, semua...
98.5K 3.8K 39
[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berh...
71.8K 3.4K 45
Cover by @allifahr_ 📌SidePoetry of DiKejarRasaBaper Story #87 DALAM POETRY (14/12/17) Aluna Diandra. Gadis biasa yang mencintai Ali yang kini duduk...