Alrine (End)

By Thelunatica

111K 8.1K 328

[PART MASIH LENGKAP] Rating : 15+ Genre : Mystery/Thriller, Teen Fiction. Alrine adalah seorang gadis berumu... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3 - Sierra
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8 - Flashback
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12 - Sierra
Chapter 13
Chapter 14 - Flashback
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17 - Sierra
Chapter 18
Chapter 19 - Sierra
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27 - Sierra
Chapter 28
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44 -END-
Extra Part
Sequel is Out!
Buku ketiga!
Segera Terbit

Chapter 29

1.9K 147 14
By Thelunatica

Typo dan kesalahan eyd bertebaran!

Enjoy!

Author POV

"Istri Alm. Ferron sudah menerima kematian anak dan suaminya, tapi surat laporan sekaligus ancaman terus masuk. Ada yang mengetahui kasus ini dan mengancam akan menyebarkan semuanya termasuk identitas Alrine didepan publik."

Seorang pria menggebrak meja didekatnya, sontak saja beberapa orang disitu terjengkang kaget.

"Simpan rapat-rapat kasus ini. Kalau sampai tersebar, saya akan menghapus nama keluarganya." ucap pria itu. Membuat geram yang mendengar ucapannya.

Seorang wanita berdiri dari kursinya.

"Kak Richard! Dia anakmu! Aku tak peduli jika nanti nama baik keluarga kita menjadi buruk. Alrine lebih berharga dibanding segalanya!"

"Anak itu pembunuh! Entah itu sengaja atau tidak sengaja, dia akan terus berbuat hal yang merugikan!" Richard, papa Alrine, menggertak Reyna adiknya. Sedangkan Andina istrinya terduduk lemas sambil terisak.

Reyna terdiam mendengar gertakan kakak tertuanya, ia juga kehilangan akal untuk keponakannya.

"Satu cara," ucap Bryant yang sedari tadi berpikir. Seluruh pasang mata di ruangan itu tertuju padanya, "Alrine untuk sementara waktu harus di sembunyikan, tidak boleh di indonesia. Dan selama disembunyikan, saya dan dokter Reyna akan berusaha menyembuhkannya, tetapi terapi itu membutuhkan waktu yang cukup lama."

Roland, adik kedua Richard mengangkat suara, "biarlah Alrine sembunyi sekaligus tinggal di Copenhagen, rumahku, di sana dia pasti aman dijaga sepupu-sepupunya." Vanka, istrinya, mengangguk setuju disampingnya. Reyna, Reza, Arya, Andina, Bryant dan Richard ikut menyetujui. Mereka sedang berbincang di ruangan Richard yang terdapat di rumah sakit tempat di rawatnya Alrine.

"Saya akan mengungkap siapa pengancam itu, dan membela Alrine. Karena Alrine sama sekali tidak bersalah." ucap Reza bersungguh-sungguh.

"Terima kasih, dokter Reza. Saya percaya kepada anda." Arya berterima kasih, lalu keluar dari ruangan itu di ikuti yang lainnya.

Tersisa Andina dan Richard di ruangan itu.

Andina hanya diam dikursinya dengan bahu yang bergetar. Richard yang melihat istrinya tertekan, merasa bersalah. Namun sayang, ego-nya terus menang melawan hatinya.

"Maaf..." lirih Richard sambil menyandarkan kepala istrinya ke bahunya. Tetapi Andina menolak.

"Minta maaflah pada anakmu!" balas Andina dengan nada dingin, "anakmu sudah sangat tertekan dengan masalahnya, dan kamu malah menambah tekanannya! Apa gunanya kamu sebagai papanya?! Kadang aku sedih melihat dia dekat dengan Arya, kenapa harus pria lain yang ia anggap ayahnya? Bukan kamu!" Air mata Andina berjatuhan banyak, "ingat saat sebelum dia lahir? Kakak-kakaknya sudah lahir dengan selamat, dia terancam tidak dapat diselamatkan. Tetapi Tuhan mengizinkannya untuk lahir. Dan kamu berjanji akan menjaganya karena dia adalah kasih karunia dari Tuhan, bahkan dulu Alrian dan Alreni sering mengadu padaku kalau mereka iri kamu lebih dekat dengan Alrine daripada bersama mereka."

Richard menunduk mengingat masa-masa sebelum kejadian saat itu. Ia sangat dekat dengan Alrine karena sifat dan gen-nya banyak menurun pada anak bungsunya itunya. Alrine pemberani, tidak mau kalah, pintar, sama sepertinya. Saat Alrine lahir ia berjanji kepada Tuhan dan Andina akan selalu menjaga dan membahagiakan anak bungsunya, karena Tuhan telah memberi mukjizat padanya. Tetapi ia malah mengingkari janjinya, ia menjauhi dan membuat anaknya makin tertekan. Richard menyesal, ia terlalu dibutakan dengan hartanya. Ia bodoh. Ia tak punya hati.

Richard berdiri tiba-tiba dan berjalan ke luar ruangannya meninggalkan Andina. Andina pun bingung apa yang dilakukan suaminya. Ia memilih mengekori suaminya yang ternyata menuju kamar rawat Alrine.

Pintu kamar itu di buka Richard, didalam kamar rawat Alrine sangat ramai. Terdapat Alrine, Alreni, dan Ben yang sedang tertawa, Alrian yang beradu panco dengan Elliot, anak dari Roland, Jericho -anak Roland juga- yang menjadi wasit. Mereka semua terdiam karena melihat wajah tak bersahabat milik Richard.

Richard berjalan menuju Alrine dengan mata terus menatap anaknya.

Alrine menunduk, ia pasti akan di serang kata-kata menyakitkan dari papanya.

Tanpa di sangkanya, Richard memeluknya. Alrine terkejut bukan main. Sudah hampir 5 tahun ia tidak pernah dipeluk papanya. Jangankan meminta pelukan, berpamitan saja ia tidak di jawab.

"Maafkan papa, nak. Papa bodoh, papa terlalu memikirkan pekerjaan papa dibandingkan kamu." Mata Richard berair, ia begitu menyesal.

Alrine terdiam tak bergeming, ia merindukan aroma parfum papanya dan dada bidang yang selalu menjadi sandarannya dulu.

"Alrine sangat bahagia, papa memperhatikan Rin lagi. Rin tidak pernah marah papa mendiami Rin, karena Rin sadar, Rin cuma jadi perusak nama baik keluarga. Rin minta maaf, pah."

Richard menggeleng, "kamu tak perlu meminta maaf. Karena kamu tidak bersalah." Richard melepas pelukannya dan memegang kedua pipi Alrine seperti yang dulu biasa ia lakukan, "papa akan menebus semua waktu denganmu yang papa buang begitu saja, apa boleh?"

Alrine mengangguk lalu mengecup pipi kanan Richard, sama seperti dulu, "boleh banget, papa!"

Semua yang melihat adegan ayah dan anak itu tersenyum haru. Andina menangis terharu. Richardnya yang dulu telah kembali.

_÷_

Alrine POV

"Rin, udah siap belom?" tanya Ren diluar kamar mandi.

"Sebentar!" seruku dari kamar mandi di kamar rawatku. Hari ini sudah hari ke 5 sejak aku sadar. Dan hari ini pula kebebasanku akan diperjuangkan.

Aku menatap tubuhku yang sudah berpakaian. Kemeja putih dan jeans hitam menjadi pakaianku.

Terjadi beberapa perubahan yang menonjol ditubuhku, mulai dari rambutnya yang sudah mencapai pinggang seperti Ren, kantung di mataku tebal, dan badanku kurus.

Aku menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Rasa gugup mulai menyerangku. Aku
membuka pintu kamar mandi.

Melihat Ren sedang memainkan ponselnya.

"Lama banget didalam, ngapain?" tanya Ren.

Aku menggeleng, "nggak ada apa-apa kok," jawabku, "yang lain pada kemana?"

"Mereka udah dilantai bawah, ayo!" Alreni menyimpan ponselnya ke dalam tasnya, aku pun mengangguk dan berjalan mengekorinya.

"Eh bentar!" Ren berhenti tiba-tiba, membuat aku mengaduh karena menabraknya.

"Kenapa?"

Ren mengeluarkan sebuah hoodie berwarna hitam dari tasnya dan menyodorkannya padaku.

"Pake, biar nggak ada yang lihat siapa lo sebenarnya,"

Aku memakai hoodie hitam itu dan menaikkan tudungnya menutupi rambutku.

Ren melihatku dari atas hingga ke bawah, "lo nyeremin!" Entah itu pujian atau ejekan, aku hanya memutar bola mataku.

_÷_

Aku menoleh ke luar, ada banyak awak media di mengerumuni mobil kami. Bagaimana bisa? Bukannya sidang ini di rahasiakan oleh kepolisian?

Aku menoleh kepada papa disampingku. Hanya kami berdua di mobil ini karena mama dan Ren bersama kak Ian yang membawa mobilnya sendiri.

Aku merasa tidak enak kepada papa, berita tentang CEO Janvers Corp menemani pembunuh yang juga buronan di persidangan pasti akan membuat perusahaan papa menjadi sorotan.

"Pah, biar Rin aja yang keluar. Papa nanti aja sampai para awak media pergi." ucapku.

Papa menggeleng, "tak apa, papa akan menemanimu. Kamu turun dulu papa mau parkir mobil."

Dalam hati aku merasa berteriak senang, papa benar-benar berubah. Aku menutupi wajahku dengan rambut dan menaikkan tudung hoodie yang ku turunkan tadi.

Aku membuka pintu mobil lalu turun dari mobil dan menutup pintu itu kembali. Mobil papa sudah pergi ke arah parkiran.

Aku memandang para awak media itu, mereka terlihat ketakutan dan berjalan mundur menjauhiku.

Apa aku terlihat menyeramkan?

Tak sampai satu menit papa datang dan berdiri di sampingku, para awak media yang tadi terdiam kini menyerbu papa dengan banyak pertanyaan.

"Ada hubungan apa anda dengan tersangka?"

"Buronan ini adalah pembunuh, apakah anda tidak takut dibunuh?"

"Apa anda tidak mengkhawatirkan perusahan anda yang akan bangkrut karena ini?"

Papa tidak menanggapi mereka dan menuntunku masuk ke dalam meja hijau itu.

Ruang itu hanya terdapat hakim dan lain sebagainya, termasuk pengacara yang ku tahu adalah pengacara papa.

"Kepada terdakwa, silahkan duduk."

Aku duduk di atas kursi yang di sediakan. Aku menoleh ke belakang, ada seluruh keluargaku juga dokter Bryant dan dokter Reza.

Ku lihat juga ada seorang wanita berpakaian hitam duduk sendirian.

Apa dia istri pak Ferron?

Ia tersadar kalau aku menatapnya kasihan, dia hanya tersenyum padaku.

Aku kembali menghadap ke depan, kuatur nafasku yang tak beraturan karena rasa gugup yang kurasakan.

"Saudari Alrine, tersangka atas pembunuhan kepala polisi bernama Ferron Ryan dan putrinya Arella Ryan. Berdasarkan laporan kesehatan, saudari Alrine memiliki penyakit kejiwaan bernama Alter ego atau Kepribadian ganda. Dan yang telah membunuh kedua korban adalah alter egonya. Apakah itu benar, saudari Alrine?

Aku menjawab tanpa ragu, "Ya benar, Yang Mulia."

Hakim itu mengangguk, "kepada pengacara korban, ada hal yang perlu ditambahkan?"

Kulihat pengacara itu tersenyum sinis ke arahku, "Memang yang membunuh klien, saya adalah kepribadian lain tersangka. Tetapi, tersangka tidak dapat dipenjara dengan waktu yang singkat apa lagi dibebaskan. Itu akan membuat alteregonya berbuat semakin banyak masalah bahkan memakan korban lebih banyak. Terdakwa harus dipenjara seumur hidup kalau perlu di hukum mati!" Ucapan pengacara itu membuatku geram, seenaknya saja ia berucap.

Pengacara papa langsung berdiri dari kursinya, "Keberatan, Yang Mulia. Itu sangat melanggar hak asasi manusia. Apalagi di umur terdakwa yang belum berusia 18 tahun."

"Memang benar, Yang Mulia. Tetapi apakah langkah yang benar jika membebaskan pembunuh berantai berkeliaran?"

"Maka dari itu, pihak keluarga sudah berencana untuk menyembuhkan penyakit alterego tersangka. Tetapi itu membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak disini. Kami jamin, ketika tersangka kembali disini, dia sudah sembuh." Pengacara yang berpihak padaku berucap yakin.

Hakim itu berdiskusi dengan pejabat lainnya. Lumayan lama membuat jantungku semakin berdegup, keringat dingin mulai muncul di wajahku. Aku menoleh ke belakang ada papa yang menyuruhku untuk menarik dan membuang nafas, aku pun mengangguk dan mengikuti instruksinya.

Hakim itu menatapku, "kami telah berdiskusi dan mengambil keputusan. Bahwa terdakwa di izinkan untuk menjalani pengobatannya, jika ia sudah sembuh. Dia bisa dibebaskan. Tetapi jika kepribadiannya berbuat kasus lagi, ia harus dipenjara seumur hidup!" Bunyi ketukan beberapa kali terdengar. Aku menghembuskan nafas lega. Kulihat di belakangku, keluargaku tersenyum lega. Sedangkan pengacara yang tadi melawanku terlihat kesal.

Sidang pun berakhir, sebelum kami keluar. Aku berjalan menghampiri istri pak Ferron, ibu Arella yang baru saja akan pergi.

Ibu itu membalas menatapku. Tatapan yang membuatku bersalah. Aku menurunkan tudung hoodie-ku dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajahku.

Kulihat wajah ibu itu terkejut, aku hanya tersenyum kikuk sebagai balasan.

"Saya bersalah," suaraku melirih lalu aku mengangkat kedua tanganku, "oleh tangan ini, anak dan suami tante meregang nyawa. Dan itu bukan kesengajaan saya, itu terjadi luar kendali. Dari lubuk hati terdalam saya meminta maaf sebesar-besarnya." Aku menunduk, namun sebuah tangan yang mengenggam tanganku membuatku mendongak.

Ibu itu tersenyum tipis, "saya sudah mendengar semua hal ini dari suami saya, awalnya saya merasa tidak terima. Tetapi ambisi suami saya yang ingin membunuh kamu, membuat saya marah padanya. Dokter Reza, sahabatnya menceritakan semua yang dilakukan Ferron padamu. Saya sebagai istrinya meminta maaf atas segala yang almarhum suami saya lakukan kepadamu." Aku hanya terdiam karena tidak tahu ingin berbuat apa.

"Semoga pengobatanmu berhasil, saya tidak akan menuntutmu lagi. Karena suami saya juga bersalah." Ibu itu tersenyum menepuk pundakku pelan kemudian pamit meninggalkanku.

Aku pun berjalan keluar dari persidangan bersama kak Ian yang menungguku sedangkan yang lain telah diluar ruang sidang.

Buk

Saat aku berjalan, seseorang menabrakku dan dapat kurasakan orang itu memasukkan sesuatu di kantung hoodie yang kupakai. Orang itu hanya berlalu tanpa mengucapkan apa-apa.

"Hey! Kalau jalan lihat-lihat!" teriak kak Ian kesal.

Aku merogoh sesuatu yang dimasukkan kedalam kantung hoodie-ku, aku mendapati sebuah kertas bertuliskan;

Bebas hanyalah mimpimu!
Nerakalah tujuanmu!
Penjara akan menjadi kuburanmu!

Aku terdiam membeku karena membaca tulisan itu bertinta merah itu.

Siapa yang menerorku?

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 91.8K 34
Deolina Auristela adalah gadis cantik yang berambisi dekat dengan Adelia, adelia adalah primadona SMA Binar Berlian yang merupakan sekolah swasta Int...
52.2K 2.1K 51
✨RANK✨ #1 Broken #1 Mati #1 Pembunuh #1 parasit #1 badfamily #1 behappy #1 inginbahagia #1 imalone #1 newhopeclub #1 Jalang ✨SPO ILER✨ "ampun kak...
137K 7.6K 45
"Aku, kamu, penuh luka." Arnessa,si gadis cantik dengan rambut ombre sejak lahir. Rambutnya itulah yang membuatnya terlihat istimewa. Arnessa itu ra...
33.6K 4.2K 36
Cek informasi tentang pembelian buku di Instagram penerbit @viruspuitis.id [BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Intinya cerita tenta...