The Boy With A Fake Smile

Galing kay indahmuladiatin

27.5M 1.5M 223K

#1 in Teenfiction # 1 in Fiksiremaja #1 in Fiksi #1 in Love (SELESAI) FOLLOW DULU SEBELUM BACA Dia Kenneth Al... Higit pa

Prolog
BAB 1 - The Unlucky Day
BAB 2 - I'm Not Alone
BAB 3 - Changed
BAB 5 - Who Is He?
BAB 6 - The Mysterious Guy
BAB 7 - Bad Rumors
BAB 8 - Beautiful Rain
BAB 9 - Where Is He?
BAB 10 - Worried
BAB 11 - Annoying Holiday
BAB 12 - Jealous (?)
BAB 13 - Beach With The Star
BAB 14 - Refrain
BAB 15 - She is Elyza
BAB 16 - Kenneth Aldebaran
BAB 17 - He's Mine
BAB 18 - Like a Star
BAB 19 - Sad Moment
BAB 20 - The Angel
BAB 21 - I Hate You
GIVEAWAY NADW!!!
BAB 22 - Sick
BAB 23 - The Secret
BAB 24 - Fake Smile
BUKAN UPDATE
BAB 25 - Give up? It's Not Me
BAB 26 - An Answer
BAB 27 - Become Better
BAB 28 - Commotion
BAB 29 - In Hospital
BAB 30 - Good Moment
BAB 31 - Gita's Secret
BAB 32 - The Winner
OA LINE TBWAFS
BAB 33 - New Idol
BAB 34 - Anger
BAB 35 - Do you Remember Me?
BAB 36 - Say Sorry
BAB 37 - No One Understands
BAB 38 - I Don't Wanna Go
BAB 39 - Stay With Me, Please
BAB 40 - Haunted by Guilt
BAB 41 - Still Waiting
BAB 42 - Missing You
BAB 43 - Little do you Know
BAB 44 - Happy Graduation
BAB 45 - See You
Pengumuman
BAB 46 - I'm Okay
BAB 47 - Emergency Time
BAB 48 - Indecision
BAB 49 - Pulse
Giveaway!!!
BAB 50 - The Wedding
Picture & Pengumuman
PENGUMUMAN
CERITA BARU
Q n A (1)
Attention
INFO GRUP INPLAYERS
JOINT GRUP INPLAYERS
He Always be the Legend
He Always be the Legend (2)
Spoiler Layout
Anatomi, Fisiologi, dan Si Mata Biru
PRE ORDER TBWAFS

BAB 4 - The Star

596K 36.1K 4.9K
Galing kay indahmuladiatin

Halohaaaa

Hehe update lagi karna mumpum ide lagi lancar di cerita ini 😂😂😂

Okay.. happy reading guys! hope you like this chapter 😘😍

🍬🍬🍬

"Mampus gue Mbel! pasti nilai ulangan gue jelek-jelek," rengek Caramel. Dia baru saja melewati pekan ulangan harian tiga dan karena seminggu tidak masuk jadi banyak pelajaran yang dia tinggalkan.

"Yaa terima nasib aja," jawab Bella yang sudah percaya diri kalau nilainya pasti di atas KKM pada ulangan ini.

Caramel cemberut kesal, bisa diamuk kalau sampai bunda melihat nilainya. Yah dia harus siap dengan semua hukuman yang mungkin dia dapat. Anggap ini bonus dari kesialan-kesialan beruntunnya.

Karena malam ini malam minggu. Caramel memilih untuk pergi dengan Raka. Untung dia memiliki abang yang mau disusahkan seperti Raka.

"Sayang tolong ambilin dompet Bunda dulu dong, di lemari kamar yaa," suruh bunda yang sibuk menonton televisi dengan ayah.

"Siap," jawabnya. "Bang Raka keluar duluan aja."

Caramel membuka lemari besar itu. Dia membuka laci tempat biasanya bunda meletakan dompet. Saat mengangkat dompet itu dia menemukan foto yang sudah mulai menguning di beberapa sisinya. Ini foto lama tapi sepertinya dia tidak pernah lihat.

Keningnya berkerut dalam melihat anak perempuan dan laki-laki yang duduk berdampingan. Matanya terfokus pada anak laki-laki yang sibuk memegang mobilan.

"Ehh matanya biru? bunda enggak pernah cerita gue punya adek sepupu bule." Senyumnya mengembang. "Adek ganteng, hehe anak gue cakep begitu bakal gue jadiin boy band."

"Non dipanggil Nyonya, katanya Den Raka udah nunggu," ucap salah satu pekerja di rumah ini.

Caramel menoleh, dia hampir lupa. Foto itu kembali diletakan di laci sebelum dia menutup kembali laci dan lemari itu.

"Nih Nda, Kara berangkat yaa," pamitnya sembari mengecup pipi ayah dan bunda.

Malam ini Caramel bersenang-senang dengan ice cream favoritnya. Raka mengajaknya berkeliling ke tempat yang menjual makanan-makanan kesukaannya.

"Huaaa Abang!! Kara kenyang," kekehnya.

Raka tersenyum dan mengusap kepala adiknya itu. "Yaudah sekarang kita pulang."

🍬🍬🍬

Di minggu yang cerah ini Caramel memilih untuk tetap di rumah. Dia menyusul bunda yang sedang sibuk membuat kue dengan tante Putri.

Caramel hanya bertopang dagu melihat bunda sedang heboh bicara dengan tante Putri. Sepertinya ini bukan acara membuat kue bersama tapi acara gosip bersama. Bicara lebih banyak daripada kerjanya.

"Aunty Puput, Samudra sama Benua mana sih? kok nggak diajak?" tanya Caramel. Samudra dan Benua adalah nama anak-anak tante Putri. Aneh atau mungkin unik bagi Caramel.

"Sam sama Ben main sama Papanya dong sayang," jawab tante Putri.

"Ohh, tumben Aunty Rain nggak gabung," ucap Caramel.

Bunda tersenyum sumringah. "Lagi liburan sama Uncle Fatar dia biarin aja."

Caramel bertopang dagu dengan wajah kesal. Hari ini ayah pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Rafan dan Arkan pergi bermain basket.

"Jadi cuma Kara yang nganggur di rumah selama hari minggu?" protesnya dengan kesal.

"Hemm tau gitu Kara ikut Ayah aja tadi ke kantor. Ohh iyaa Ndaa, kemaren Kara nemu foto di laci, anak kecil perempuan sama laki-laki. Mereka siapa sih?? Kara punya adek sepupu yang selucu itu tapi nggak tau," ocehnya.

"Yang mana?" tanya bunda.

"Itu loh, yang perempuan rambutnya cokelat, yang laki-laki matanya biru," jelas Caramel.

Bukannya menjawab, bunda justru bertatapan dengan tante Putri.

"Sembarangan! kamu sama mereka itu tuaan mereka." Bunda meletakan mangkuk yang sejak tadi dipegang. "Hemm kabar Lyza sama Ken gimana yaa?"

"Iyaa, si Gavyn lama banget nggak ngirim foto mereka ke lo yaa. Gue juga penasaran," jawab tante Putri.

"Hello, nggak ada yang mau jelasin mereka siapa?" protes Caramel.

"Elyza Valeria Tiffani sama Ken.. Ken apasih Fi?" tanya tante Putri lagi.

"Kenneth Aldebaran Soller," jelas bunda dengan wajah bangga.

"Lagian nama kok bikin lidah kesleo," sungut tante Putri.

Caramel hanya bisa bertopang dagu, menyimak obrolan itu dan berharap ada orang yang bersedia dengan senang hati menjelaskan agar kebingungannya ini berkurang. Siapa Elyza siapa Kenneth. Dua nama itu asing di telinganya.

"Haha dasar! Kenneth itu bahasa skotladia artinya tampan bisa berarti raja pertama juga, itu nama bagus! lidah lo aja yang bermasalah," ledek bunda. Caramel sudah terbiasa dengan perdebatan antar bunda dan sahabat bunda ini.

Bunda akhirnya menoleh pada Caramel. "Tau nggak kenapa nama tengah Kara itu Starla?"

"Karena Bunda suka bintang?" tanya Caramel dengan ragu.

Bunda menggelengkan kepala dengan senyum menerawang. "Karena Bunda punya sahabat terbaik, namanya Aunty Stella yang artinya bintang. Dulu dia bantu Bunda ngurus Bang Raka, jadi dia udah seperti mommy untuk Abang Raka. Nah Stella ini ibunya Kak Lyza dan Abang Ken."

Caremel berohh ria. "Terus sekarang Aunty Stella dimana?"

"Di tempat yang sama dengan Kak Irish dan Aunty Kinan, Aunty Stella meninggal saat melahirkan Abang Ken," jelas bunda.

Cerita itu menyedihkan. Caramel tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Kenneth yang ditinggal sejak lahir. Membayangkannya saja dia tidak berani.

"Kara tau arti Aldebaran nama tengahnya Abang Ken itu apa?" tanya bunda.

Caramel menggelengkan kepalanya.

Wajah bunda mendekat, telunjuknya menjawil hidung Caramel. "Bintang."

Caramel melebarkan matanya. "Bintang? nama Abang Ken sama dong sama Kara?"

Bunda terkekeh dan mengangguk. "Yapp bener," jawabnya.

Caramel tersenyum. "Tapi kasian yaa Ndaa, baru lahir udah ditinggal ibunya," ucapnya.

"Yaa, karna itu dari bayi Ken sering diajak kemari kebetulan dia seumuran sama Abang kembarmu itu. Dia udah Bunda anggap anak sendiri, sayang Uncle Gavyn membawa dia ke London," keluh bunda.

Bel rumah berbunyi. Caramel segera bangkit untuk membuka pintu. Saat pintu itu terbuka, wajahnya langsung kaget melihat perempuan yang datang dengan Raka.

Caramel langsung mendekati Raka. "Abang," panggilnya.

Raka tersenyum tipis, dia mengusap kepala Caramel. "Adikku," ucapnya memperkenalkan Caramel.

Perempuan itu tersenyum ramah. "Hey aku Chika temennya Kaka."

"Kaka?" tanya Caramel.

Chika terkekeh, dia menunjuk Raka. "Aku panggil dia Kaka dari dulu," jelasnya.

Caramel manatap takjub abangnya yang memasang tampang kesal. Raka itu jarang sekali menampakan ekspresinya. Abangnya itu terlalu dingin. Ekspresi yang ditunjukan juga terlalu minim.

"Bunda.. ada temennya Abang nih dateng," teriak Caramel. "Ayoo Kak duduk sini sama Kara," ajaknya sembari menarik lengan Chika.

"Temen Abang apa temen kamu?" tanya bunda yang datang dari dapur.

Chika menoleh, dia tersenyum dan bangkit menghampiri Fian. "Siang Tante, masih ingat Chika?"

Bunda berpikir sejenak sebelum senyum sumringahnya muncul. "Chika yaa ampun sayang, terakhir ketemu pas kelulusan SMA Raka yaa," ucap bunda sembari memeluk Chika.

"Hehe iya Tante, udah lama yaa," jawabnya.

"Ketemu sama Raka dimana sayang?" tanya bunda dengan antusias.

"Ehh emm, di-"

"Bunda, Raka ingin bicara serius dengan Bunda dan Chika. Raka tunggu di kamar," ucap Raka sembari berlalu melewati semuanya.

Caramel ternganga, dia menatap bunda dengan pandangan bertanya. Masalahnya adalah ini pertama kali bagi abangnya itu membawa perempuan ke rumah. Dan tadi, Raka bilang ingin bicara serius.

"Chika naik ke atas dulu yaa, Tante nyusul nanti," ucap bunda. Chika menganggukan kepala dan pergi menyusul Raka.

"Ahhhh sayang, kayanya Abang kamu mau menikah deh," ucap bunda.

Caramel mengangguk, dia juga berpikir begitu. "Cantik Ndaa, pacarnya Abang yaa?"

"Setau Bunda sih bukan, yaudah Bunda naik dulu yaa," jawab bunda. Wajah senangnya terlihat sekali.

"Sipp Ndaa, selamat ngobrol sama calon menantu," ucap Caramel sembari tertawa geli.

Caramel langsung menceritakan pada tante Putri dan sekarang mereka sedang bergosip heboh tentang Raka yang untuk pertama kali mengajak seorang gadis ke rumah. Mereka sama-sama beransumsi kalau perempuan itu adalah calon istri Raka.

"Apa sih heboh amat?" tanya Rafan yang datang dengan menenteng tas ranselnya. Masih dengan pakaian basket sekolah, dia duduk di samping Caramel.

Di belakang Arkan menyusul, dia meminum minuman Caramel dengan santai tanpa meminta izin.

"Hemm nih yaa Bang, di atas di kamarnya Bang Raka lagi ada calon istrinya Abang yang lagi ngobrol sama Bunda," jawab Carel dengan antusias.

Arkan terbatuk, dia menoleh pada adiknya. "Bang Raka?? calon istri? lo serius?"

Caramel mengangguk dengan senyum geli, sudah pasti semuanya kaget. "Lo mau liat nggak?"

"Kamu ngarang ya? mana mungkin Abang tiba-tiba bawa calon istri?" tanya Rafan dengan wajah tidak yakin.

"Ihh Abang nggak percayaan, Bang Raka itu diem-diem so sweet banget tau!" jawabnya. "Ayoo Bang Ar kita liat calonnya Bang Raka," ajak Caramel.

Arkan mengangguk, mereka berjalan menaiki anak tangga. Rafan yang jadi ikut penasaran akhirnya mengikuti adik-adiknya juga.

Pintu kamar Raka masih terbuka, mereka mengintip dari ambang pintu. "Tuhh Bang liat!" ucap Caramel.

"Ckk kepala lo awas! ganggu pandangan gue!" ucap Arkan sembari menoyor kepala Caramel. "Wihh cakep amat, Bang Raka pinter juga milihnya," gumamnya.

"Yaa iya lah, emangnya lo! kambing dibedakin juga lo mau!" kekeh Caramel.

Rafan menyipitkan matanya. "Kayanya udah deket sama Bunda," gumamnya.

Dehaman Raka membuat tiga orang yang membungkuk itu langsung menegak. Cengiran ketiga adiknya membuat Raka hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Ngapain kalian ngintip begitu?" tanya Raka.

"Mau liat calon istri Abang dong," jawab Arkan.

Raka mengerutkan keningnya. "Jangan ngawur! sudah sana main saja," usirnya.

Caramel mengerucutkan bibirnya. "Emangnya kita anak kecil?" protesnya. "Bang, kapan Kara bisa main sama Kak Chika?"

Raka memutar bola matanya. "Nanti, sekarang pergi dulu, Kak Chika harus istirahat," ucapnya.

Ketiganya mengangguk dan pergi dengan berbisik-bisik. "Tuhh kan apa gue bilang, liat kan perhatiannya Bang Raka sama Kak Chika?" tanya Caramel.

Arkan mengangguk setuju. "Harus diadain sukuran nih!" usulnya.

Rafan mengangguk. "Yahh sebentar lagi kalau Bang Raka menikah pasti dia pindah ke rumah baru sama istrinya."

🍬🍬🍬

"SERIUS LO?!" teriak Bella dengan heboh seperti biasa. Caramel heran, pita suara Bella itu terbuat dari apa.

"Serius! cantik lagi. Kayanya sebentar lagi Bang Raka nikah deh, ehh tapi gue belom siap ditinggal Bang Raka, sekarang aja dia pindah ke apartemennya sendiri," keluh Caramel.

Bella menganggukan kepalanya. Dia juga tahu kalau Caramel sangat dekat dengan Raka. "Ohh iya gue lupa, Minggu depan Bang Dirga tunangan. Lo dateng yaa."

"Gue nggak diundang Bell?" tanya Rahmat.

Saat ini mereka memang sedang duduk di deretan kursi belakang. Mereka malas duduk di depan karena ada Dera yang seperti dikatakan oleh Bella, sedang menikmati kepopulerannya. Ibarat katanya, Derra berhasil mendepak posisi Caramel.

"Ini acara tunangan Abang gue Mat. Kalo acara gue sendiri sih satu kelas gue undang ehh kecuali satu, gue nggak mau ada benalu yang lupa sama pohonnya," ucap Bella dengan suara keras. Caramel menahan senyumnya. Bella itu emeng tidak takut mati.

Deni yang sedang duduk di meja sampai tertawa kencang karena sindiran itu. "Senggol bacok Bell!! kalo gue ketemu benalu yang begitu sih udeh gue libat sampe ke biji-bijinya!" Deni diam sejenak dengan wajah pura-pura berpikir. "Ehh benalu punya biji nggak si?"

Caramel tertawa sampai perutnya sakit. Dasar Deni. Celetukannya tidak pernah habis. Anak-anak cowok kelas ini memang tidak terpengaruh dengan gosip itu. Mereka kenal Caramel orang yang seperti apa.

Caramel mengajak Bella pergi ke perpustakaan. Ada buku yang harus mereka pinjam untuk tugas harian perkelompok nanti. "Mbel acara tunangan Bang Dirga hari apa?"

"Malem minggu," jawab Bella.

"Aduh! kenapa bisa bareng sih!" keluhnya.

Bella mengernyitkan dahi. "Bareng apa sih?"

"Itu loh acara ulang tahun pernikahan ayah sama bunda juga malem minggu. Ini gue lagi ngerencanain kejutan sama sahabat-sahabatnya bunda," jelas Caramel.

"Yahh kenapa bareng sih? gue juga mau ke acara lo," keluh Bella. Karena sejak lama mereka bersahabat jadi Bella sudah tidak asing dengan seluruh keluarga Caramel. "Gue kangen sama Om Karel."

"Hehh sembarangan!" omel Caramel.

"Hehe abis bokap lo tuh yaa ganteng banget! hot daddy! gue jamin pembagian rapot nanti pasti kaya yang kemaren-kemaren rame!! gara-gara bokap lo doang," kekeh Bella.

Caramel cemberut kesal, iya biasanya akan begitu. Ayahnya akan menjadi pusat perhatian dimanapun dia berada. Ayah memang pria yang tampan meski sudah sudah kepala empat.

Mereka tiba di perpustakaan yang hening. Lebih hening daripada taman belakang sekolah. Tidak ada anak-anak yang mau kemari kalau tidak penting-penting banget.

"Ehh lo aja deh yang masuk!" suruh Bella.

"Loh terus lo mau di sini aja kaya patung selamat datang?" tanya Caramel.

Bella meringis kecil. "Daripada di dalem, ntar gue dimakan sama tireks."

"Sembarangan! lo kira ni perpus jaman purba!" damprat Caramel.

Bella menunjuk tumpukan buku di rak-rak yang tertata rapi. "Liat aja tuh! udah kaya prasasti nggak pernah disentuh. Gue yakin pas lo buka tu buku pasti ada sarang laba-labanya."

Bola mata Caramel berputar, jengah. Itu hiperbolis tapi ada benarnya. Hanya orang-orang tertentu yang akan datang ke perpustakaan. Jika bukan karena Bayu mungkin dia juga sama seperti Bella. Malas masuk ke tempat ini.

"Loh Caramel, tumben ke sini nggak bareng Bayu. Mau nyusul dia ya?" tanya bu Tia. Untung guru ini tidak pernah update tentang gosip yang sedang panas di sekolah.

"Ohh hehe nggak Bu. Aku mau pinjem buku buat tugas," jawab Caramel.

"Oh yaudah silahkan, temennya nggak mau masuk?" tanya bu Tia lagi.

"Ehh nggak Bu, saya lagi nunggu temen. Katanya nanti mau nyusul," jawab Bella cepat. Dia tidak ingin disuruh masuk.

Caramel mencari buku yang dia butuhkan. "Aduh!!" keluhnya saat kakinya tersandung. Matanya melebar karena ternyata yang menyandung kakinya adalah kaki Bayu.

"Ehh dia tidur?" tanyanya pada diri sendiri. Caramel melambaikan tangan di depan wajah Bayu yang matanya terpejam. "Kenapa dia tidur di sini."

Tangannya tergerak untuk merapikan rambut Bayu yang acak-acakan. Seperti kebaisaannya dulu, dia senang merapikan rambut Bayu dan mengacak-acaknya lagi.

"Aduh gue mikir apa sih?" gumamnya. Kepalanya menggeleng pelan. Itu kenangan dan dia tidak boleh membuka lembaran yang seharusnya sudah tertutup rapat.

"Kara," gumam Bayu.

Caramel mengerjapkan matanya. "Ehh sorry ganggu, tadi gue kesandung." Dia segera bangkit dan pergi meninggalkan perpustakaan. Nanti saja pinjam bukunya yang penting dia harus menghindari Bayu sekarang.

"Ehh lo nggak jadi pinjem buku?" tanya Bella.

"Nanti aja Mbel kalo gue inget," jawabnya masih dengan berjalan cepat.

🍬🍬🍬

Caramel menatap langit malam dari balkon kamarnya. Mungkin seharusnya dia tidak bertemu dengan Bayu untuk beberapa waktu ke depan. Tapi bagaimana, satu sekolah meskipun beda kelas tetap saja kemungkinan untuk sekedar berpapasan itu besar.

"Kara, ini Kak Chika," panggil Chika dari pintu kamar Caramel yang terbuka.

Caramel menoleh, dia tersenyum tipis. "Masuk Kak."

Chika menghampiri Caramel. Mereka sama-sama menatap langit yang berbintang malam ini.

"Kakak pernah suka sama orang tapi dikhianatin?" tanya Caramel.

Chika tersenyum, kepalanya menggeleng pelan. "Bagi Kakak yang terpenting itu bertahan hidup. Kakak nggak mikir yang lain dulu sementara ini."

Kening Caramel berkerut dalam. "Terus Bang Raka?"

"Kaka hanya teman. Dia banyak bantu Kakak," jawab Chika dengan santai.

Caramel terdiam, dia bertopang dagu sembari menerawang. Meski Chika bicara begitu tapi dia tetap yakin ada yang spesial diantara abangnya dengan perempuan ini. Abany yang dia kenal tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain. Jika Raka sampai rela pindah dari rumah untuk menolong Chika bukankah itu aneh.

"Kalau kamu dikhianati, anggap aja seperti enggak semua yang datang ke hati akan bertahan, bisa aja cuma singgah sebentar lalu pergi. Yang sejatinya akan bertahan itu satu, si pemilik. Jika bukan dia berarti pemilik sebenarnya belum datang," ucap Chika.

Caramel tersenyum, decakan kagum keluar dari bibirnya. "Keren Kak, Kara suka kata-kata Kakak," kekehnya.

Chika tertawa dan menepuk bahu Caramel. "Perjalanan kamu masih panjang, masih ada hal-hal lain yang pantas kamu pikirkan."

Caramel menganggukan kepalanya. Dia setuju dengan ucapan Chika. Salah satu yang harus dia pikirkan sekarang adalah kejutan untuk bunda yang sudah direncanakan.

"Kak malem minggu besok ikut aku sama yang lain buat kejutan untuk Bunda yaa?" ajaknya.

Chika mengangguk antusias. "Pasti."

Selama seminggu ini Caramel, tente Rain dan tante Putri sibuk menyiapkan pesta. Tidak mewah karena yang terpenting adalah kesannya.

"Nah Ayah kan nggak pernah romantis, kalau gini pasti Bunda bakal seneng banget," kekeh Caramel. Saat ini dia sedang ada di kantor bersama dengan ayah dan abang-abangnya.

"Apa harus begini?" tanya Raka dengan pandangan geli melihat puisi yang diberikan Caramel untuk ayah bacakan di acara nanti malam.

Rafan tersenyum geli. Melihat saja dia sudah yakin ayahnya tidak akan mau membacakannya meski dipaksa sekalipun. Arkan bahkan merinding membayangkan ayah membacakan itu.

"Sayang, Ayah akan lakukan dengan cara Ayah sendiri," tolak ayah dengan halus.

Caramel menahan senyumnya, dia juga tahu kalau ayah tidak akan mau membaca ini. "Yah nggak ada salahnya usaha, hehe Kara nggak paksa Ayah kok."

Malam ini di rumah hanya ada Caramel karena yang lain mengatakan ada acara masing-masing. Sesuai dengan rencana, Caramel akan mengajak bunda ke tempat yang sudah ditentukan.

"Bunda mau kan temenin Kara ke pestanya Bang Dirga? si Umbel udah ngundang nih Nda," bujuk Caramel melihat tanda-tanda penolakan itu.

"Sayang, Bunda mau makan malem sama Ayah nanti," tolak bunda.

Caramel memasang wajah sedih. "Jadi Kara pergi sendiri? yang lain sibuk, Bunda juga nggak mau nemenin."

"Ehh jangan nangis dong, oke Bunda temenin," jawab bunda.

Caramel tersenyum penuh arti. "Hehe oke Bunda dandan yang cantik, Kara pilihin bajunya. Kita ini tamu spesialnya si Umbel."

"Umbrella," ralat bunda.

"Yaa ya," jawab Caramel.

Caramel membantu memilihkan dress untuk bundanya. Harus yang paling indah karena malam ini akan menjadi salah satu malam terindah untuk bunda. Senyumnya tidak bisa dia tahan lagi.

Mereka berangkat dengan pak Harjo, sopir yang sudah bekerja di rumah ini selama lima tahun terakhir. Di hotel yang terkenal ini mobil berhenti.

"Wahh untung kita pake baju yang pantes yaa," gumam bunda.

Caramel terkekeh kecil. "Ayo Nda kita turun."

Mereka masuk ke dalam lobby hotel yang sudah ramai. Bunda terlihat bingung saat mengenal orang-orang yang datang kemari. Ini rekan kerjanya di kantor, kenapa bisa datang ke pesta Dirga.

"Bunda, ini kejutan dari ayah dan kami untuk wanita paling cantik di bumi," bisik Caramel.

Bunda baru menyadari saat ayah datang dengan tuxedo hitam sembari membawa bunga yang sudah tante Rain siapkan.

"Selamat hari ulang tahun pernikahan Fi, maaf aku menyebalkan," ucap ayah.

Caramel terkekeh geli melihat cara bicara ayah yang masih kaku.

Ayah mengibaskan lengannya. "Aku tidak bisa pura-pura romantis."

Bunda meneteskan air mata dan langsung memeluk ayah tidak peduli ada banyak mata yang menyaksikan mereka di sana. "Karel!! aku pikir kamu lupa."

Ayah tersenyum dan mengusap kepala bunda. "Mana mungkin?"

Mata Caramel berkaca-kaca melihat kedua orang tuanya. Ayah memang bukan pria humoris nan romantis Tapi, cinta bisa diadu maka Caramel yakin ayahnya yang akan menjadi pemenang dari hati bunda.

Acara berlangsung seru. Caramel bahkan hampir lupa kalau dia harus pergi ke acara Bella. Dia segera menjari Raka untuk minta diantar seperti biasa.

"Yaudah Abang tunggu di luar," jawab Raka tanpa banyak bicara.

Caramel mengabari Bella untuk menunggu di depan sebentar lagi. "Bunda.. Kara mau pergi ke, aduh-" keluh Caramel saat keningnya menabrak punggung seseorang.

Caramel meringis kecil, sembari mengusap keningnya. "Ehh maaf Om, nggak sengaja," ucapnya dengan wajah memerah malu.

"Aduh Bunda udah bilang, kalau jalan jangan sambil mainin hp!" omel bunda.

"Itu menurun dari lo Fi," kekeh tante Rain.

Pria yang tadi dia tabrak tersenyum hangat. "Caramel? si bungsu yang paling cantik?"

Caramel mengerutkan keningnya, dia memperhatikan pria itu dari atas sampai bawah. Sepertinya dia belum pernah bertemu sebelumnya. "Om siapa ya?"

Kepala Caramel diusap. "Kamu sudah lupa, dulu kamu masih bayi saat ada di gendonganku."

Bunda menyubit lengan Caramel. "Salim dulu! anak ini, dia itu Daddy Gavyn."

Mata Caramel membulat, kaget. Mulutnya sedikit terbuka. "Bunda pernah nikah sama Om ini?" tanyanya masih dengan wajah syok.

Tante Rain merangkul bahu Caramel. "Jangan sembarangan! Ayahmu bisa cemburu nanti."

"Mana mungkin," ucap ayah yang baru saja datang dengan om Fatar.

Om Fatar mencibir pelan. "Lo cemburu sama Gavyn dulu."

Om Gavyn tersenyum miring, dia mendekati bunda dan merangkul bahu dengan santai. "Dia tidak cemburu Fi, tinggalkan saja dan menikah denganku."

Ayah melotot kesal, dia memukul lengan om Gavyn yang ada di bahu bunda. Lengannya langsung menarik pinggang bunda agar berdiri di sampingnya. Semuanya kembali tertawa.

Disini yang tidak tahu situasi hanya Caramel. Dia menonton dengan tampang bingung yang terlihat lucu. Baru kali ini dia melihat ekspresi itu di wajah ayah.

"Sayang, Daddy Gavyn ini Ayahnya Kak Lyza dan Abang Ken yang waktu itu kamu tanyain, dia ini udah Bunda anggap kakak sendiri," jelas bunda.

"Ohhh gitu," ucap Caramel. "Pantes aja yaa Abang Ken ganteng, orang Ayahnya juga ganteng banget," ceplos Caramel hingga membuat semuanya terdiam dengan wajah heran.

Bunda tersenyum penuh arti. "Kamu pernah liat Abang Ken yang sekarang? kok bilang kalau dia ganteng?"

Caramel menggelengkan kepalanya. "Belum, tapi kebayang aja sih gantengnya kayak gimana, yahh siapa tau entar Abang Ken naksir sama Kara haha si Bayu kalah jauh deh!!"

Tante Rain ternganga dan tertawa geli. "Ini kamu ceritanya nyatain perasaan? di depan kamu lagi ada ayahnya cowok itu loh Ra," ucapnya geli.

Caramel melebarkan matanya, wajahnya langsung memanas. "Ohh iya lupa, aduh Bundaaa Kara malu!!" rengeknya sembari mendekati bunda.

Om Gavyn yang sejak tadi bengong langsung tertawa. "Yaa ya nanti pasti disampaikan."

"Jangan Om! ehh Kara panggil apa nih?" tanya Caramel.

Om Gavyn mensejajarkan pandangannya pada Caramel. Senyumnya hangat menenangkan. "Apapun yang bisa membuat Kara nyaman."

Caramel balas tersenyum, kepalanya mengangguk antusias. "Daddy Gavyn!!" panggilnya dengan cengiran lebar. "Jangan bilang yaa Dad, Kara malu," ucapnya masih dengan wajah yang bersemu merah.

"Isshh malu-maluin," ucap bunda.

Caramel cemberut kesal, dia melirik jam tangannya. "Ohh iya Bunda Ayah, Kara harus pergi ke rumah Umbel sebentar, nggak apa-apa kan?" tanyanya dengan wajah berharap.

"Yaudah, minta antar Abangmu yaa," ucap bunda sembari mengusap kepala Caramel.

Caramel berhormat ria. "Siap komandan, Bang Raka udah nunggu di depan," jawabnya. Dia menyalami semuanya kecuali om Fatar. "Males salim sama Uncle lah, tangannya bau terasi."

Om Fatar terkekeh dan menjitak kepala Caramel. "Dasar! kamu dan Abangmu itu memang jahil."

Caramel tertawa dan menyalami Om Fatar. "Uncle tersayang, besok Kara booking Bang Rasya yaa?" Dia kembali pada Om Gavyn. "Dad Kara pergi dulu, nanti kita sambung obrolin Bang Ken lagi deh," lanjutnya sebelum berdada ria dan pergi.

🍬🍬🍬

"Nanti minta jemput Bang Rafan atau Bang Arkan ya? Abang ada urusan sebentar," ucap Raka.

Caramel menganggukan kepalanya. Dia mengecup pipi Raka sebelum turun dari mobil. "Dada Abang!"

Bella yang sudah menunggu di depan pintu langsung menghampiri Caramel. "Bang Raka ya?"

"Iyaa, ayo masuk jangan malu-malu," ucap Caramel.

Bella mendengus geli. Karena terlalu sering kemari, Caramel sudah dianggap anak di rumah ini. Mereka langsung menghampiri Dirga yang berdiri di samping tunangannya.

"Selamat yaa Bang Dirga," ucap Caramel.

"Ehh Ra? katanya kamu ada acara juga. Kesini dianter siapa?" tanya Dirga.

"Bang Raka," jawab Caramel sembari menjabat lengan Dirga.

"Ohh makasih ya udah dateng. Ini Selly calon istrinya Abang," ucap Dirga.

"Hey kamu sahabatnya Bella ya? dia sering cerita tentang kamu loh," kekeh Selly.

Caramel tertawa, dia tahu pasti yang diceritakan Bella adalah hal yang aneh tentang dirinya. Lihat saja nanti anak itu.

Selama pesta, Caramel mengelilingi rumah dengan Bella. Seperti biasa, mereka membicarakan masalah apapun yang tidak penting sampai rumah ini mulai sepi.

"Gue balik deh Mbel," pamit Caramel.

"Loh nggak dijemput Ra?" tanya mama Bella.

"Emm Abang Rafan sama Bang Arkan nggak bisa dihubungin Tante. Kara naik taxi aja deh," jawabnya.

Dirga yang baru saja ingin naik ke lantai atas langsung terhenti. "Mau Abang anter? apa mau Mas Wawan aja yang anter?" tanya Dirga sembari menyebutkan sopir keluarga Bella.

"Iyaa tuh biar Bang Dirga yang antar, kalau nggak Kara nginep aja di sini," usul mama Bella.

Caramel tertawa dan menggelengkan kepalanya. Keluarga Bella memang sangat baik padanya. "Kara naik taxi aja."

Bella menemani Caramel sampai luar rumah. "Lo yakin?"

"Yakin lah, yaudah gue balik yaa bye!" pamit Caramel. Dia memang harus berjalan sebentar sampai jalanan besar untuk mendapatkan taxi.

Malam ini ramai tapi tidak ada taxi lewat. Caramel sudah berjalan jauh sampai kakinya pegal. Harusnya tadi dia minta diantar Dirga saja, tapi itu merepotkan. Matanya melirik jam tangan. Sudah terlalu malam. Abang-abangnya bisa marah besar nanti.

Di jalanan Caramel melihat sekumpulan orang dengan dengan motor besar. Wajah orang-orang itu menyeramkan. Kalau saja dia tahu jalanan lain pasti dia tidak akan mau melewatinya.

Caramel mengatur nafasnya. Kalau bilang permisi pasti mereka tidak akan marah. Lagipula dia cuma ingin numpang lewat. Ragu kakinya melangkah mendekati sekumpulan orang penutup jalan itu.

"Permisi Bang numpang lewat," ucap Caramel. Langkahnya terhenti saat ada siulan di belakangnya. Dia menoleh dengan wajah bingung.

"Wihh ada cewek cantik nyasar, lumayan nih mangsa," kekeh salah satu orang itu.

"Sikat!" lanjut yang lainnya.

Caramel menggeretakan giginya. Dia tidak terima dengan ucapan itu. Memangnya dia perempuan seperti apa. "Maksud lo apa ngomong begitu?!" bentaknya. Kakinya melangkah mendekat sampai akhirnya tersandung dan jatuh menimpa motor yang di parkir paling ujung. "Aduh," keluhnya sembari mengusap siku yang nyeri.

Matanya melebar saat motor itu jatuh menimpa motor di sampingnya dan begitu seterusnya hingga ujung. Seperti domino begitulah motor itu jatuh. Dari suara yang dihasilkan Caramel yakin motor-motor besar yag mahal itu pasti rusak parah.

Caramel hanya bisa meringis ngeri sembari melirik wajah-wajah merah padam di sekitarnya. Habislah dia. Tadinya dia ingin memberi sedikit pelajaran pada cowok yang tadi meneriakinya karena meski begini dia pernah belajar bela diri. Tapi kalau sidah begini, rasanya dia cabut lagi keinginan itu. Sehebat apapun, dia tidak akan bisa melawan sekumpulan orang yang sedang marah ini.

Caramel berdiri canggung. "Ehh hehe maaf Om, enggak sengaja. Motornya rusak ya? emm kayanya harus dibenerin." Kakinya sedikit-sedikit melangkah mundur. Satu-satunya jalan adalah lari meski kakinya akan kalah dengan mesing berderung itu. Matanya terpejam, dia harap ada satu orang yang datang menolongnya. Dalam hati dia meneriaki ayah, Raka dan kedua abangnya.

"Huaaaa Kara takut!" rengeknya. Saat matanya terbuka dia melihat orang-orang itu ketakutan. Dia menoleh ke belakangnya.

Cowok dengan motor dan helm hitam sedang bersedekap dengan gaya santai. Caramel mengerjapkan mata, akhirnya malaikat datang untuk menolongnya.

"Ngapain kita takut? dia sendiri kita ramean. Ayo serang dia!" teriak cowok yang meneriaki Caramel.

"Ck yakin mau lawan gue?" tanya cowok dengan motor hitam itu.

Motor itu meraung kencang, menghampiri Caramel yang masih terlihat bingung. Orang-orang bahkan langsung menyingkir takut ditabrak dengan ganas oleh motor itu.

"Cepet naik!" bisiknya dengan sedikit membentak karena Caramel tetap diam.

Caramel mengerjapkan mata. Saat sedekat itu dia bisa melihat cowok yang menolongnya itu. Karena tertutupi helm jadi hanya matanya yang terlihat. Mata itu biru atau abu-abu. Entah, warna apapun itu yang dia tahu sepasang mata tajam itu sangat indah.

"Cepetan!" suruh cowok itu lagi.

Caramel menganggukan kepala. Dengan bantuan cowok itu dia berhasil naik ke motor. Dalam hitungan detik motor itu melesat dengan cepat sampai rasanya jantung Caramel masih tertinggal.

Malam ini dia selamat, tapi siapa cowok yang sedang memboncengnya ini.

🍬🍬🍬

Eaaa ada yg tau adegan selanjutnyaa 😂😂😂

See you in the next chapter guys 😘😘😍

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

2.8M 177K 34
Nathanial, ketua OSIS yang banyak disukai orang karena sikapnya yang baik. Namun sayangnya, Adisty yang dia cintai tidak menaruh hati padanya. Melain...
5.7M 550K 52
[SUDAH TERBIT DI COCONUTBOOKS, PART TIDAK DIHAPUS] Kebodohan terbesarku adalah membantu dirinya untuk mendapatkan orang yang dia cintai. Dan, kebohon...
24.6M 1.9M 54
[SUDAH TERBIT - sebagian part sudah dihapus] #1 in Teen Fiction [11-02-18] "Karena beku adalah cara gue bertahan" _________ "Kalo si Kutub Es itu nat...
4.3M 259K 28
Pernah membayangkan cowok paling keren di seluruh penjuru sekolah tiba-tiba saja membenci kalian tanpa sebab? Itulah yang dirasakan Syakilla saat Mar...