Tuan Kim dan Sang Pelacur

由 VanadiumZoe

75.8K 11.2K 4.1K

Kim Seok Jin mendapat kiriman hadiah dari rekan bisnisnya di Macau, Seraphina, seorang Pelacur paling cantik... 更多

UNGKAPAN-KATA
PROLOG
LIE
1
2
3
CERULEAN
1
2
3
4
5
6
7
8
WINTER SCENT
1
2
3
5
6
7
8
9
10
11
BLOSSOM TEARS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
FOREVER RAIN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
PEACH
1
2
3
4
5
UNGKAPAN-RASA

4

954 184 48
由 VanadiumZoe

👑 🦊 👑

🍁🍁🍁

Gaung yang menggema di ruang konfrensi pers itu terdengar seperti degungan lebah. Para fotografer duduk berjejer depan meja panjang yang dijaga pria-pria besar bertampang keras, kamera mereka siap siaga, menunggu pengumuman penting dari seorang chaebol yang diduga telah menghianati istrinya hanya demi seorang pelacur.

Selama satu bulan terakhir stasiun-stasiun televisi sudah mengabarkan berita tersebut, kini Seokjin akan memperjelas semua rumor itu dengan mengadakan pengumuman resmi.

"Tuan Kim, semua sudah siap." Jimin muncul di ambang pintu, melaporkan keadaan di luar kepada Seokjin.

Seokjin duduk tenang di kursinya, sementara Sera duduk di sebelah Seokjin dengan tidak nyaman. Sera masih tidak menduga Seokjin mengumumkan hubungan terlarang ini secara terbuka, meski pun dia tahu sejak awal memang itu lah niat Seokjin memperkerjakannya.

Tetap saja ini terlalu mendadak. Oh, Kim Seok Jin memang tidak bisa ditebak, pria dingin itu melakukan banyak hal sekehendak hatinya.

"Kau hanya boleh tersenyum, mengerti?" kata Seokjin pada Sera, yang entah bagaimana caranya terdengar mengerikan di telinga gadis itu.

Seokjin mengatakannya tanpa ekspresi apa pun di wajahnya yang jumawa, dingin dan nada suaranya terlalu rendah. Seolah-olah Seokjin akan membunuhnya, bila dia banyak tingkah di jumpa pers nanti.

"Ba-baik," jawab Sera, merasa tenggoroknya tersekat.

Seokjin berdiri dari kursinya, seraya mengancingkan jas. Dia menggenggam jemari Sera, menariknya ke pintu keluar tapi dilangkah ke tujuh dia berhenti, mengamati Sera yang tampak agak pucat.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Seokjin, mencoba lebih lembut pada gadis itu, jarinya mengusap pipi Sera yang pias. "Kita hanya jumpa pers, tidak ada yang perlu kau takutkan."

"Ya, tapi ini terlalu mendadak—" kalimat Sera terputus, tiba-tiba Seokjin memeluknya, menepuk bahunya tiga kali sembari berkata....

"Aku mengandalmu, Seraphina, jadi tolong permudah segalanya." Seokjin melonggarkan pelukan. "Jangan jauh-jauh dariku, ini hanya sebentar, oke?"

Sera mengangguk, mengeratkan genggamannya di balik ruas jemari Seokjin yang mengait di jari-jari kecilnya. Dia menarik napas panjang, mengikuti langkah Seokjin sembari berharap Seokjin melakukan pengumuman itu dengan cepat.

Semburan bunyi klik-klik dan blitz yang menyilaukan serentak menyembur tak kala mereka melewati pintu dan berdiri depan meja.

Sera mengerjap-ngerjap menghalau sinar yang membuat segalanya jadi putih, dia melirik Seokjin yang tampak tidak terganggu sama sekali. Sera menyembunyikan setengah wajah di lengan Seokjin, merasakan kalau Seokjin mengeratkan genggaman tangan sebelum berujar kepada para reporter yang sibuk mengabadikan mereka.

"Aku akan menceraikan istriku." Seokjin langsung mengatakannya, tenang dan tanpa beban.

Gerungan lebih riuh terdengar dari orang-orang di depannya, Seokjin menatap Sera yang kian merapat pada lengannya.

"Minggu depan kami menikah."

Pengumuman itu selesai dan Seokjin langsung beranjak pergi. Para bodyguard bergerak cepat mengamankan Seokjin saat para pencari berita itu berkerumun maju, mendesak sang penguasa menjawab pertanyaan.

"Tuan Kim, apakah anda benar-benar serius meninggalkan istri anda hanya demi pelacur rendahan sepertinya?"

Ada rasa perih menelusup pelan-pelan ke dalam hati terdalam Sera, melihat pandangan jijik para reporter terhadapnya, membuat genggamannya pada Seokjin mengendur. Sera sudah imun dengan hinaan seperti itu, bertahun-tahun berlabel pelacur membuatnya bosan akan makian dan cacian.

Namun sejak Seokjin mengatakan kalau sekarang dia bukan lagi seorang pelacur, kalimat wartawan itu berubah seperti ujung mata pisau yang menyayat dirinya. Dia benci punya perasaan manusia seperti itu, harusnya dia tetap mematikan hati seperti yang Beomgyu ajarkan kepadanya.

Sera berhenti melangkah saat Seokjin tiba-tiba menjeda langkah. Monolid manik kelabu Seokjin menukik tajam, memandangi reporter pria yang tampak mulai menyesali ucapannya sendiri. Kemudian, suara berat Seokjin yang sedingin gunung es menguar di antara mereka.

"Berlutut di hadapanku," katanya, rendah dan gelap. "Jika kau masih mau hidup nyaman di negeri ini dan mungkin aku akan memaafkanmu."

"Tu-tuan Kim, sa-saya—" reporter itu kelu, menunduk takut di bawah pandangan Seokjin yang kian beku.

Sera nyaris tidak bernapas sewaktu alas sepatu Seokjin berada di atas kepala sang reporter yang membungkuk ngeri di bawah sana, kegaduhan yang tadi seolah-olah tak terbendung, hilang nyaris tanpa sisa.

"Jangan pernah menghina calon istriku dengan kalimat tidak pantas, kalian mengerti?!" Dia menatap muak pada sang reporter, lalu menendang reporter itu menjauh dari kakinya.

Sera terhenyak tapi tidak sempat bereaksi lebih, Seokjin sudah menariknya, membelah kerumunan di antara para pengawal yang menjaga mereka. Para pengawal itu membuka jalan lebar-lebar, memblokir paparazzi yang berjejer di luar gedung saat ingin mengambil gambar.

Seokjin berjalan tegas dengan langkah tegap menuju mobil metalik yang terparkir di depan gedung, tanpa pernah melihat ke belakang.

"Jimin, pastikan berita pernikahanku ada di tivi nasional," kata Seokjin, setelah duduk di dalam mobilnya. "Aku ingin semua orang tahu tanpa terkecuali," tukasnya.

"Baik, Tuan Kim," jawab Jimin, menunduk sopan sebelum berlalu kembali ke dalam gedung.

Sementara supir pribadi Seokjin, membawa mobil mewah itu menjauh dari gedung dalam kecepatan penuh.

Sera bergeser menjauh dari Seokjin sampai kakinya menyentuh pintu. Sisi gelap yang Seokjin perlihatkan di jumpa pers tadi sedikit banyak mengantarkan kegerian kepadanya, membawa Sera pada kenangan buruk di awal kehidupannya di rumah bordil.

Dulu, saat Beomgyu masih sering menganiaya dia yang membangkang. Dia ingat pundaknya ditato tanpa obat pereda nyeri, Beomgyu hanya menjejalkan sendok kayu ke mulutnya untuk digigit kuat-kuat demi meredam sakit. Kemudian dia dilempar ke dalam kamar gelap sampai sekarat.

Tidak, Seokjin tidak akan melakukan hal sekejam itu kepadanya, selama dia menjadi pelayan yang penurut. Ya, aku hanya perlu bekerja tanpa keluhan—batin Sera, mencoba memupuk keyakinan di antara cemas yang masih betah melingkupi perasaannya.

"Sera—?"

Sera otomatis terkejut dan mengambil ancang-ancang penyelamatan, mengepalkan kedua tangan depan dada, mengawasi Seokjin was-was tapi pria itu justru hanya tertawa geli.

"Hei, kau kenapa? Mau main batu gunting kertas, Reeya senang sekali main itu," ucap Seokjin di antara tawa yang belum reda.

Sikap lunak Seokjin melonggarkan tinjuan kecil yang sempat disiapkan Sera, lalu cemberut melihat Seokjin masih menertawakannya. Ekspresi Seokjin saat ini mengingatkan Sera pada sosok Seokjin di awal pertemuan mereka, saat itu dia tersedak karena mulut Seokjin bau bumbu Jjajangmyeon, pria itu menertawakannya dan melabelinya tidak professional.

"Tuan Kim, pernikahannya benar-benar minggu depan?"

"Kenapa, kau mau pernikahan kita lebih cepat?" Seokjin mengedipkan sebelah matanya, membuat Sera mengernyitkan dahi lalu menyemburkan tawa.

Sera menggeser posisi duduk menjadi lebih dekat dengan Seokjin, saat pria itu menawarkan makan malam di restoran sebelum pulang, tapi Sera menolak karena ingin makan di rumah.

"Baiklah, terserah kau saja," kata Seokjin, mengusap puncak kepala Sera sembari tersenyum hangat.

Betapa mudah Seokjin mengubah suasana gelap di antara mereka, pudar dan mencair dalam hitungan detik. Sekarang Seokjin sibuk mendengarkan beberapa menu yang ditawarkan Sera untuk makan malam, sembari memainkan rambut Sera yang kini pendek sebahu.

"Kepiting—?" Seokjin mengernyit, "memangnya di rumah kita ada kepiting?"

"Ada, aku beli dua hari lalu tapi belum sempat di masak," jawab Sera, melirik Seokjin yang posisi duduknya sudah miring ke arahnya. "Jadi; kepiting, sup kaldu gingseng, kimchi, sosis goreng, telur rebus... mau tambah apa lagi?"

"Lama-lama aku bisa gemuk kalau makan sebanyak itu." Seokjin mengacak-acak rambut Sera, tertawa kecil melihat Sera yang menghindar dengan bibir manyun.

"Tuan Kim, kau itu orang Korea atau bukan sih?" Sera berdecak kesal, rambutnya sudah megar seperti singa karena ulah Seokjin. "Menu makanan orang Korea memang banyak, aku bahkan harus masak lebih banyak ragam makanan saat berkunjung ke rumah Soobin."

"Oh, ya?" Seokjin mengangkat alisnya yang tebal dan rapi. "Aku lupa, sudah lama tidak makan menu Korea sejak ibuku tidak ada."

Jeda. Sera memandangi Seokjin yang tersenyum tipis sebelum meluruskan posisi duduk, lalu tidak ada obrolan lagi sampai mereka tiba di rumah.

Seokjin berlalu begitu saja ke ruang kerjanya di lantai dua, meninggalkan Sera yang hanya mengedikkan bahu tidak peduli. Tuannya memang seperti itu, sesuka hati membolak balik suasana. Sebentar ramah, sebentar dingin. Sebentar banyak bicara, sebentar cosplay jadi batu yang tenggelam di dasar Samudra. Gelap dan tak tersentuh.

Lama-lama Sera terbiasa, mengabaikan Seokjin adalah pilihan tepat supaya pikirannya tidak tercemar. Dia tidak boleh punya pikiran seperti manusia normal agar tetap waras. Setelah semua rencana Seokjin tercapai dia akan resign, Seokjin berjanji mengembalikannya pada Soobin.

Sera memilih ganti baju lalu berkutat di dapur. Seokjin makan malam jam tujuh, itu berarti sisa waktunya menyiapkan hidangan tinggal dua jam lima belas menit.

🍁🍁🍁

Di ruang kerja Seokjin menghubungi seseorang, sementara tangannya yang bebas mencoret beberapa nama di layar tablet. Jeon Jung Kook adalah salah satu nama yang dia coret, bertepatan sambungan telepon itu tersambung. Suara petugas lelaki menyapanya, setelah menanyakan nama dan maksudnya menelepon barulah Seokjin disambungkan kepada orang yang dituju.

"Mr. Presiden, maaf kalau saya mengganggu waktumu."

"Oh, Kim Seok Jin, apa kabar?"

Sapaan Jeon Jeha di seberang terdengar ramah, tidak sia-sia dia mengenal Jeha dan seluruh keluarganya semenjak ayahnya masih hidup. Kawan lama ayahnya itu masih mengingat dia dengan baik. Basa-basi pertama berjalan lancar, sebelum Seokjin berkata dalam intonasi yang lebih lambat tapi mendatangkan hawa dingin di antara keduanya.

"Putramu mengusik calon istriku, tetapi aku memaafkannya karena rasa hormatku kepada Anda, Mr. Presiden."

"Kau punya hati yang besar seperti ayahmu, aku akan bicarakan ini dengan Jungkook."

"Namanya Seraphina, siapa tahu Jungkook lupa." Seokjin mengambil jeda, menunggu reaksi Jeha, dia melanjutkan ketika tidak ada tanggapan. "Tindak pelecehan yang pernah dilakukan Jungkook—maaf, Mr. Presiden, anda pasti sudah tahu 'kan, tentang masalah yang sedang saya bicarakan ini?"

"Tidak, memangnya apa yang terjadi?—Pelecehan? Seokjin, kau pasti tahu kalau tuduhan ini bisa jadi pencemaran nama baik?"

"Sayangnya ini bukan tuduhan, Anda bisa memastikannya dengan Jungkook."

Ada jeda ganjil di antara mereka untuk tiga detik, sebelum Jeha berujar dingin.

"Apa yang kau inginkan, Kim Seokjin?"

"Aku senang Paman cepat tanggap," Seokjin tersenyum penuh kemenangan, "tidak banyak, aku hanya ingin Jungkook menjauh dari calon istriku."

"Tentu saja, Jungkook akan melakukannya."

"Baik, terima kasih, Mr. Presiden. Semoga harimu menyenangkan, selamat sore."

"Seokjin, tunggu...."

"Ya, Mr. Presiden?"

"Kau bisa membawa calon istrimu ke pesta ulang tahunku nanti, aku ingin melihatnya."

"Dengan senang hati, Sera pasti senang dia diundang langsung oleh Presiden."

Ada tawa yang dibuat-buat menguar di antara mereka, Seokjin buru-buru mengucapkan salam perpisahan dan mengakhiri sambungan. Seringai Seokjin terulas jahat dan licik, dia bersiul sembari melepas dasi yang sudah melilit longgar di lehernya.

Tinggal selangkah lagi, pikirnya.

Setelah ini orang-orang yang berpikir dia tidak pantas naik jabatan karena menjadi suami yang menduakan istrinya, akan bungkam dan mengakui bahwa; tidak ada kandidat yang lebih pantas darinya untuk menduduki posisi ketua grup.

Seokjin melepas kemeja dan hanya menyisakan singlet tipis, menimang turun ke dapur dengan setelan singlet dan celana selutut. Tetapi dia memutuskan memakai kaos putih lengan pendek, lalu turun ke dapur di mana Sera tengah berjuang memotong kepiting.

"Kehabisan tenaga?" tanya Seokjin, nadanya penuh ejekan.

"Kepitingnya terlalu keras," jawab Sera tanpa melihat Seokjin, masih sibuk menekan gunting kuat-kuat tapi tidak berhasil.

"Sejak kapan kepiting lembek? Kecuali kau masak gurita atau cumi-cumi."

Seokjin mengambil alih gunting dari tangan Sera tapi gadis itu berkelit, meminta Seokjin menunggu di meja makan seperti biasanya.

"Biar aku saja yang menyelesaikannya, Tuan, silahkan tunggu di meja."

Seokjin bergeming, menatap Sera lurus-lurus sampai gadis itu akhirnya menyerahkan alat pemotong kepadanya.

"Memangnya bi—"

Belum selesai Sera bicara, empat kepiting sudah Seokjin potong masing-masing menjadi tiga bagian. Dia meminta Sera memaikannya apron dan menyiapkan penggorengan dan spatula, sementara dia membersihkan kepiting di bawah guyuran air keran.

"Kau mau masak?" tanya Sera, bingung melihat Seokjin yang sudah memegang spatula.

"Hhmm...."

"Memang bisa?—"

Sera mengambil jeda, lalu buru-buru memaikan apron saat Seokjin memicing ke arahnya. Monolid Seokjin memberi kesan menyeramkan jika pandangannya dibuat rendah, Sera masih mau hidup panjang, jadi dia memilih bergeser saat Seokjin sudah di depan kompor.

Sera membiarkan Seokjin mengolah kepiting sementara dia membuat sup ayah, merebus telur dan menyiapkan kimchi. Dia selesai lebih dulu ketimbang Seokjin, lalu menunggu di dekat wastafel sembari memerhatikan tuannya yang sedang masak.

Sera baru menyadari jika pria yang sedang masak terlihat keren. Dengan punggung lebar, otot lengan yang terlihat terlalu menarik saat menggenggam gagang pengorengan, belum lagi keringat tipis-tipis di wajah Seokjin yang terpahat nyaris tanpa cela.

Oh, astaga, kenapa Seokjin terlihat menggoda?—gumam Sera, mengerjap-ngerjap saat Seokjin tiba-tiba berbalik melihatnya.

"Sudah lapar?"

"Hah?! A-apa?"

Seokjin mendengus di antara tawa kecil, menjadikan sosoknya semakin sulit terlukiskan. Antara terlampau tampan, seksi, dan menarik, melebur jadi satu. Sera harus pandai-pandai menjaga situasi kalau tidak mau mabuk kepayang, dia sampai memukul kepalanya sendiri saat bayangan di kamar hotel di Beijing tempo hari muncul tiba-tiba, memenuhi pikirannya.

Seokjin menyodorkan sesendok masakannya pada Sera, meminta gadis itu mencicipi rasa.

"Lumayan?" tanya Seokjin. "Apa terlalu buruk?"

"Enak," jawab Sera terus terang, karena masakan Seokjin memang enak.

"Oke." Seokjin mengaduk masakan itu sekali lalu mematikan kompor.

"Wah, ternyata selain tampan, kaya raya, kau juga mengoda dengan masakan seenak ini. Ada ya, manusia sesempurna itu?" Sera terkikik geli, saat Seokjin mendaratkan ujung spatula di atas kepalanya.

"Rayuanmu kuno, tidak mempan."

"Apa dulu istrimu jatuh hati karena masakanmu?"

"Ini pertama kalinya aku masak, tolong siapkan piringnya," ujar Seokjin, "lagi pula Jiyeon tidak suka masakan Korea, dia juga vegetarian."

"Pantas istrimu cantik sekali."

"Ya, dia memang cantik." Seokjin tersenyum sembari melepas apron.

"Sudah tahu cantik dan kau mencintainya, kenapa malah memilih berpisah? Aneh sekali," gumam Sera, sembari membawa kepiting yang sudah matang ke meja.

"Terkadang di pernikahan cinta saja tidak cukup," Seokjin sudah duduk berhadapan dengan Sera di meja makan, "dan aku lebih suka kau tidak membahasnya, mengerti?"

"Baiklah, cuma iseng saja kok. Lagi pula aku tidak peduli dengan masalahmu, terpenting kau benar-benar membayarku dan setelah semuanya selesai, aku bisa pulang ke Beijing."

"Aku tidak pernah mengingkari ucapanku, kupastikan kau kembali ke keluargamu."

Keduanya makan dengan tenang, hanya sesekali terdengar suara Sera sewaktu menawarkan air minum atau lauk. Seokjin tidak terbiasa makan sambil bicara, jadi dia hanya mengangguk atau menggeleng di sepanjang Sera berbicara kepadanya.

Hidup Seokjin selalu tenang dan tertata, sementara Sera selalu berisik dan banyak tingkah. Seokjin terpaksa menurunkan sedikit standar hidup agar tidak naik darah, melihat Sera yang sekarang malah asik bercerita tentang keluarganya selagi mulutnya penuh makanan.

Ada perasaan hangat saat menyadari Sera punya orang-orang yang menyayanginya, Seokjin tahu betul betapa buruknya hidup Seraphina selama berada di rumah bordil.

"Tuan Kim, aku sudah mendaftar di kelas balet yang sama dengan Reeya dan diterima di kelas adult tingkat dua. Mereka bilang aku sudah punya basic yang bagus, lesnya setiap hari senin sampai kamis dari jam tiga sore sampai enam. Tidak apa-apa, 'kan?"

"Hhmm..." jawab Seokjin sambil mengangguk singkat, dia melihat Sera sibuk dengan daging kepiting.

Sera terkejut saat Seokjin memberikan isi kepiting ke piringnya, "terima kasih," katanya, lalu lanjut makan lagi.

"Hari sabtu nanti, kita akan ke pesta ulang tahun presiden." Seokjin sudah selesai makan, dia menggeser piringnya ke sisi kanan.

"Ulang tahun siapa?"

"Presiden Republik Korea, beliau mengundangmu secara langsung." Seringai tipis terlukis di ujung bibir Seokjin, melihat Sera terperangah dengan mulut ternganga.

"Bagaimana bisa?"

"Sera, apa yang tidak bisa kulakukan?" Senyum Seokjin merekah lebih lebar, ibu jarinya mengusap dagu Sera dari sisa saus yang tertinggal sembari berkata.

"Bersiaplah, kita akan mengejutkan semua tamu undangan di pesta itu. Kau akan bertemu banyak orang yang mungkin selama ini ... merindukanmu."

Mata kanan Seokjin berkedip selagi mengucapkan kata rindu, dia berlalu dari meja makan tanpa menghiraukan kebingungan Sera yang masih duduk di belakang sana.

[]

👑 🐻 👑

🍁🍁🍁

Note:

Adegan awal itu adalah adegan di prolog ya, tapi saya tulis dari pov karakter yang berbeda, takutnya ada yang bingung. 

Klo Prolog dari sudut pandang Seokjin, kalau di sini saya tulis dari sudut pandang Sera.

Makasih banyak untuk semua vote dan komennya, sampai jumpa hari Kamis.


Sincerely,
👑 Zoe 

继续阅读

You'll Also Like

129K 8.9K 18
Hani adalah siswi pindahan di Min Guk High School. Suatu hari ia bertemu dengan Min Yoongi, namja playboy, baddas, bossy, dan pervert. Baru satu hari...
6.4M 145K 57
Punya alur campuran dan pasti ketagihan jika membaca ini. So Setiap part akan ada misteri. Dan ini akan berlanjut sampai tangan Author Lelah. + "Sorr...
43.3K 3.8K 64
(COMPLETE) Saat Kim Yoojung menganggap Min Yoongi seluruh hidupnya, tapi pria itu malah menganggap wanitanya sebagai pelengkap kesuksesannya saja. C...
785K 80K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...