He is My Husband (Completed)

By edeniacullens

1.2M 36.9K 951

18+ NO PLAGIAT, PLEASE !!!! Kisah Helena dan Nathan yang bertemu kembali setelah Nathan meninggalkan Helena... More

1. Bad Purpose Ever
2. Shock to meet him, again.
3. About Nathan
4. Better Propose
5. Upset
6. Help me, Nathan
7. Poor Helena
8. After married with you
9. London
10. Just the way you are
11. First day, Worst day
12. Hungry?
14. Best Surprise
15. Forgive me
16. Truth
17. Damn Max!!!
18. Pain
19. Bangkit
20. Different
21. Wanita Ular
22. Lelaki brengsek
23. Fact
24. Find you
25. Damn, Max!! 2
26. End
Add part
Extra
Spoiler

13. Tears

32K 1.2K 56
By edeniacullens

"Lapar ditengah malam?"

Helena meminum air nya dengan cepat, dan melihat Nathan berjalan lalu duduk dihadapannya. Nathan memakai kaos putih tipis yang sialnya membuatnya begitu seksi apalagi dimalam hari seperti ini. Whatt?!!! Apa yang baru saja kau pikirkan, Helen??!!! Batin Helena.

"Kau membuatku kaget. Bisakah kau bersuara senormal mungkin? Jantungku terasa mau copot ketika kau muncul."

Nathan terkekeh. Lalu melipat kedua tangannya didada sambil menatap Helena lekat yang sedang menghabiskan makanannya.

"Apa?" tanya Helena risih karena terus ditatap oleh Nathan.

"Kau seperti orang kelaparan. Apa kau tidak makan?"

"Enak saja! Tadi aku memang sudah makan malam dirumah Kate. Aku hanya.." Helena bingung sendiri dengan perkataannya.

Nathan mengangkat sebelah alisnya yang selalu mampu membuat pikiran Helena buyar.

"Aku hanya lapar. Jadi, aku memutuskan untuk makan sesuatu sebelum kembali tidur."

"Hanya lapar?"

"Ya, dan aku kebetulan sedang ingin makan makaroni. Jadi, aku membuatnya sekarang." Lanjut Helena sambil menghabiskan sup nya.

Nathan tertawa membuat Helena merasa aneh dan waspada secara bersamaan. Ia sama sekali tidak tahu apa maksud tawa lelaki di hadapannya ini.

Apa makanan ini sampah? Tapi, sepertinya tidak mungkin sampah ditaruh di kulkas. Apa ini makanan basi? Tidak, Helena tidak merasa jika makanan ini ada tanda-tanda basi. Lalu apa?

"Kenapa kau tertawa?"

Nathan menutup mulutnya untuk menahan tawanya. Helena semakin jengkel dan merasa sudah tidak nafsu lagi melanjutkan makanannya.

"Sudah berapa lama ya, semenjak kita melakukan itu?"

"A-apa??" Tanya Helena bingung.

Helena menaruh mangkuknya ke wastafel dan mengelap mejanya.

"Apa maksudmu?" Tanya Helena lagi.

"Apa kau ngidam?"

Helena melotot. "Kau gila?!!!! Anak siapa yang ku kandung, bodoh??!!!"

Nathan terkejut mendengar makian Helena tapi ia terdiam.

"Apa?!! Bukan berarti aku ingin makan sesuatu ditengah malam lalu kau menganggapku hamil!! " Helena melangkahkan kakinya menuju tangga.

"Dengar ya!! Kita baru melakukan nya sekali dan itupun kau memakai pengaman dan aku meminum.." Helena menghentikan langkahnya saat ia baru sadar apa yang ia ucapkan.

Helena menoleh kebelakang dan melihat Nathan tersenyum devil kearahnya. Sial dia terpancing!

"Apa yang aku katakan tadi?! Arrgghh lupakan! Tapi,yang perlu kau tahu, aku tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun jadi tidak mungkin aku hamil." Helena berlari menuju tangga kamar mereka.

Nathan terkekeh geli, ia bangkit dari duduknya. Sesaat hatinya menghangat karena memikirkan perkataan Helena tadi, apa itu artinya Helena tidak melirik lelaki manapun? Dan dari perkataan Helena tadi, sepertinya Helena adalah wanita yang memiliki harga diri tinggi didepannya. Nathan menjadi semakin tertarik. Berbeda saat dengan Cassey, mereka bahkan terbiasa melakukannya saat bertemu. Tapi, ia merasa mulai bosan dengan kegiatan hubungannya yang hanya berputar disekitar ranjang untuk saling memuaskan.

Nathan mematikan lampu dapur dan memutuskan untuk tidur menyusul Helena yang sudah duluan tertidur. Nathan memeluk Helena dari belakang, ia sadar sekarang. Ia mulai membutuhkan Helena, setidaknya untuk tidur nyenyaknya.

-------
"Honey, kau tahu kan kita jarang bertemu belakangan ini. Kenapa kau jarang menelponku? "

Nathan menghembuskan napas kasar. Ia tidak menyangka sekarang ia keberatan dengan sikap manja Cassey. Tidak seperti Helena, ia merasa tidak dibatasi. Helena selalu membiarkan dirinya bebas dan menelponnya hanya di setiap jam makan saja, karena Helena mengerti akan kesibukannya. Harusnya Cassey lebih mengerti itu bukan?

"Honey, aku mau kamu menemaniku belanja sore ini."

"Tidak bisa, Cassey. Aku ada janji untuk menjemput Helena sore ini." Ia memang berjanji untuk makan malam bersama dengan Helena hari ini dan Helena menyetujui.
Sudah 3 bulan ini, hari-hari mereka selalu diisi dengan kebersamaan. Ia bahkan mulai merasa hidupnya berwarna semenjak Helena ada disisinya. Helena bukan tipe orang yang menuntut akan hal sepele, wanita itu selalu memberi pengertian dan meminta dirinya untuk memberinya pengertian juga. Semenjak itu, selain Helena yang selalu menelpon di jam makan, pasti Nathan menelpon Helena di jam senggang nya atau sekedar mengirim pesan. Bahkan setiap sabtu malam mereka akan pergi makan malam diluar.

"Ini hari jumat, Nathan! Kau memiliki hari lain bersama gadis sial itu."

"Cassey, aku sudah memiliki janji duluan dengannya. Harusnya kau paham itu. "

Cassey mendecih kesal dan keluar ruangan tanpa pamit.

"Dasar gadis sialan! Dia sudah mulai mengganggu hubunganku dengan Nathan. Aku harus menemuinya!" Cassey masuk kedalam mobil mewahnya dan bergegas menuju ke kampus dimana Helena berada, tentu saja waktu itu Nathan memberitahunya.

-------
Helena tertawa melihat Kate dan Jay selalu bertengkar. Mereka sedang duduk ditaman favorite mereka.

"Hei, Jalang!!"

Helena, Kate dan Jay menghentikan candaan mereka saat mendengar suara wanita yang terdengar kasar untuk diarea kampus.

"Siapa kau? Kasar sekali!" Ucap Kate.

Cassey tersenyum jijik.

"Cassey??" Helena bangkit dari duduknya diikuti Jay yang mulai merasa aura tidak enak walau ia belum tahu pasti siapa wanita yang sangat cantik bak model namun kasar itu.

"Wow.. Kau lupa dengan sebutan depannya. Nyonya, Nyonya Cassey. "

"What??" Kate merasa wanita ini sedang melucu. Sangat menjijikan.

"Baiklah, Helena. Kurasa kau sudah mulai mengganggu hubunganku. Jadi, jika kau memiliki rasa sedikit terima kasih dan tahu diri. Maka, kau harus meninggalkan Nathan sekarang juga. "

"A-apa maksudmu?" Helena merasa terkejut dengan ucapan Cassey.

"Belakangan, Nathan selalu menolak dan menghindariku. Dan itu penyebabnya adalah kau yang mulai mengaturnya. Kau tahu kan jika Nathan mencintaiku? Aku diam saja saat ia membantumu.."

"Stop it, now, Cassey!!" Potong Helena.

"Dengar! Aku diam saja saat Nathan membantu keluargamu dengan menikahimu tapi sekarang kau mulai mengganggu hubungan kami. Kau tahu? Kau melebihi batasmu, Helena! Kau adalah jalang tidak tahu diri! Sudah berapa kali kau tidur dengannya?!! Aku pastikan bekasmu tidak akan bersisa ditubuhnya.!"

"What???!!!" Helena terkejut dengan ucapan menjijikan Cassey. Ia tidak menyangka, model berpendidikan sepertinya akan berkata rendah seperti itu.

"Nathan? Bukankah dia suami Helena? Lalu siapa kau?" Tanya Jay.

Cassey melipat kedua tangannya meremehkan Helena. "Aku Cassey, tunangan Nathan."

"Tapi dia istrinya." Ucap Kate membuat Cassey tersentak kaget. Memang, Helena sudah menceritakan pernikahannya pada kedua temannya dan meminta mereka untuk merahasiakannya karena waktu itu, Kate melihat cincin Helena yang bertuliskan nama Nathan dan tanggal pernikahan mereka.

"Dengar! Teman kalian ini hanya memanfaatkan tunanganku untuk perusahaan orang tuanya...." Cassey menunjuk-nunjuk wajah Helena.

Helena bahkan sudah tidak bisa menahan airmatanya lagi. Semua perkataan Cassey memang benar, ia memang mengganggu hubungan mereka. Tapi, jika memang mau di ungkit, bukankah Nathan lebih dulu berhubungan dengannya, baru Cassey? Bahkan Nathan belum memutuskannya waktu itu. Jadi siapa yang mengganggu sebenarnya?

Kate menghampiri Helena yang terlihat tegar walau airmata sudah membanjiri pipinya.

".... Kalian harus tahu, jika Nathan itu mencintaiku." Ucap Cassey menyelesaikan ceritanya.

Jay hanya diam santai. "Lalu kenapa ia menolakmu jika memang ia mencintaimu dan lebih memilih bersama Helena?"

Cassey terkejut. Ia semakin emosi dan marah, tentu membuat Jay senang melihat wajah Cassey sekarang.

"Damn!! Lihatlah Jalang! Aku tidak akan diam begitu saja setelah ini!" Cassey meninggalkan taman itu dan berjalan ke arah mobil mewahnya.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Kate sambil membimbing Helena duduk di kursi. Ia bisa melihat Helena tertekan sekarang.

"Jangan takut, dia hanya kadal bagiku. Ancamannya hanya ancaman biasa."

Helena hanya terisak tanpa mendengar perkataan sahabatnya. Ia tahu jika Kate dan Jay pasti penasaran dengan perkataan Cassey dan pernikahan apa yang sebenarnya ia jalani. Tapi, Kate dan Jay sangat sabar, dan mencoba menenangkan Helena.

Helena berpikir, apa begitu sakit yang dirasakan Cassey? Ia membayangkan dirinya diposisi Cassey, maka ia pun akan melakukan hal yang sama pada gadis itu.  Helena seperti 'SUDAH DIKASIH HATI, MEMINTA JANTUNG.' Mungkin itu lebih pantas untuknya.

"Aku.. Tenang saja. Aku baik-baik saja. Terima kasih." Ucap Helena sambil mengambil tas dan bukunya lalu pergi meninggalkan Kate dan Jay yang menatap iba pada Helena.

Helena menaruh buku di lokernya dan menghembuskan napasnya kasar. Padahal ia ada janji makan malam dengan Nathan sore ini, tapi ia merasa ini berlebihan untuk jalang sepertinya. Ya, jalang. Mengingat sudah lebih dari satu kali ia ditiduri oleh Nathan, padahal pernikahan mereka hanya karena Nathan membantu perusahaan keluarganya. Bukankah itu kelakuan jalang? Tidur dengan pria demi uang?

Helena menaruh keningnya di laci lokernya dan menangis. Bukan ini yang ia inginkan. Ia memang ingin menikah dengan lelaki impiannya, tapi tidak jika lelaki itu sudah memiliki perempuan lain.

Helena menangis tersedu-sedu lalu melihat ponselnya dan mengecek saldo rekeningnya.

"95 juta. Apa ini cukup untuk membeli tiket ke Indonesia? " Ucap Helena sambil terisak.

Tapi tidak mungkin ia kembali kerumahnya. Helena tidak ingin orangtua nya sedih, ia tidak akan ke Jakarta. Ia akan ke Batam. Itu lebih baik. Ia hanya perlu menyelesaikan masalahnya disini dan menunggu jadwal Sidangnya keluar.

Helena mengusap wajahnya dan berjalan ke arah kelas terakhir hari ini.

Helena mendesah saat melihat ponselnya dan membaca sms dari Nathan yang sudah menunggunya di ujung jalan. Itu permintaan Helena agar tidak menarik perhatian siswa lain.

Ia harus menghindari Nathan sekarang, atau membuat pria itu membencinya sekaligus akan lebih baik untuk dia meninggalkan pria itu nanti.

Helena mematikan ponselnya dan berjalan ditengah kerumunan agar tidak terlihat oleh Nathan. Helena melihat Mobil Nathan di ujung jalan sebelah kiri,tapi ia belok ke arah kanan menuju halte dan keberuntungan ada di pihaknya. Ia menaiki bus yang sedang akan berangkat. Helena duduk sambil menghembuskan napasnya kasar. Ia tidak bisa sedekat ini dengan Nathan, atau ia akan menyakiti dirinya sendiri. Nathan memang suaminya tapi itu tidak berarti Nathan miliknya sepenuhnya.
Lagi-lagi, Helena menangis.

Nathan melihat arlojinya dan melihat ke spion jika gerbang mulai sepi tapi ia belum melihat tanda kedatangan Helena. Nathan mencoba menghubungi Helena.

"Tidak aktif? Ada apa dengan ponselnya?"

Nathan keluar dari mobilnya. Dan memutuskan untuk bertanya pada seseorang.

"Maaf, apa anda mengenal wanita bernama Helena?"

"Ah ya, gadis Asia itu?"

Nathan mengangguk.

"Tadi aku melihatnya menaiki bus. Sepertinya ia terburu-buru."

Nathan mengernyitkan dahinya. "Apa ia sendiri?"

"Ya. Dia berpisah dengan temannya dan berjalan ke arah halte. "

"Thank you."

Nathan berjalan ke arah mobilnya sambil berpikir, apa Helena lupa? Tapi, jelas-jelas tadi wanita itu membaca pesannya.

Nathan memutuskan mencari Helena dan menunggunya di halte dekat apartment, siapa tahu gadis itu memang pulang dan lupa.

--------
Helena menghirup udara malam yang sejuk sambil memejamkan matanya. Setidaknya itu yang bisa membuat pikirannya sedikit tenang. Ia memandang ke depan, gedung berwarna-warni, lampu jalan yang terang, lalu lalang kendaraan. Ia melihat itu semua sambil bertanya-tanya.

Apakah salah satu dari mereka ada yang sedang menangis?
Seperti dirinya?
Tapi, semua terlihat seperti berbahagia.
Apa hanya dia yang sedang sendirian dan merasa sepi di atas jembatan ini?

Helena naik ke salah satu jembatan yang jarang dilalui orang, hanya satu dua orang yang melaluinya. Ada yang sambil berlari kecil/jogging malam, ada yang bersama kekasih mereka, ada yang bermain skateboard. Tidak terlalu ramai tapi sanggup menjadikan tempat ini nyaman bagi Helena. Jujur, ia memang lebih suka sepi daripada ramai. Ia akan lebih merasa sepi dan sendiri jika dirinya berada di tengah keramaian.

Helena menyesap kopi hangatnya dan mulai merapatkan jaketnya karena musim dingin benar-benar akan tiba sebentar lagi.

"Hhmm.. Ehh, Oh Tuhan. Salju?"

Helena kaget melihat butiran putih turun ke punggung tangannya dan terasa dingin.

"Salju pertama saat suasana bersedih." Ucap Helena tak sadar sambil kembali memandangi keramaian kota.

Harusnya ia merasa bahagia saat musim salju yang ia tunggu hadir, nyatanya tidak. Karena hatinya sudah membeku terlebih dulu sebelum salju itu benar-benar turun membekukan kota London.

-----
"Honey, ayo, kamu kan udah ga sibuk. Aku mau jalan-jalan."

"No, aku bahkan lebih sibuk sekarang."
Klik.

Nathan bingung, ia mencari Helena kemana sekarang? Jam sudah diangka 8 malam tapi wanita itu belum juga kembali. Ia sudah menghubungi Dion dan meminta beberapa anak buahnya mencari wanita itu.

Helena melihat jam jika jam sudah menunjukkan jam 10, ia merasa drop dan kedinginan karena tak terasa jika ia sudah berdiam disini sekitar 4 jam lebih tanpa jaket tebal. Sehingga angin dingin dan salju langsung menerpa tubuhnya. Jaketnya pun tanpa topi, ia merasa kedinginan sekarang. Ia memutuskan turun dan mencari taksi.

"Sial! Aku mulai kedinginan sekarang. Dimana taksi? " Helena menunggu taksi lewat lalu ia menyadari jika ia belum makan apapun tadi sore. Jelas saja jika ia masuk angin apalagi udara dingin disini tidak seperti di Jakarta.

Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya taksi muncul.

Helena menyebutkan nama gedung apartmentnya dan memutuskan untuk memejamkan matanya karena ia mulai menggigil.

"Nona? Nona?"

Helena terbangun dengan bibir yang sudah bergemeletuk.

"Nona sepertinya sakit. Apa saya antar sampai ke pintu apartment Nona? "

Helena mencoba bangun, sial. Kepalanya terasa pusing sekarang.

"No, Thanks. Ini, ambil saja kembaliannya."

Helena keluar dari taksi itu dan menerobos masuk ke lift, hanya ada beberapa orang di lobby, semakin malam memang semakin sepi.

"Ada kabar terbaru?"

"Belum Tuan." Dion menunduk. Nessie pun hanya bisa berdiri diam. Nathan terlihat lelah dan hanya tiduran di sofa. Malam ini salju sudah turun dan terasa sangat dingin.

"Dia bahkan tidak membawa jaket. Dimana dia sekarang?"

Dion dan Nessie hanya bisa diam saja tanpa jawaban.

Tok tok. Tok tok.

Terdengar suara ketukan orang malas mengetuk pintu apartment mereka.

Nathan bangkit dari posisi tidurnya dan duduk. "Siapa itu?"

Nessie berjalan ke arah pintu dan membuka pintu, namun naas, saat pintu terbuka, Nessie ikut terdorong dan berteriak membuat Dion dan Nathan berlari menuju pintu.

"Non. Nonaa..!!"

"Oh, God. "

Nathan langsung menghampiri pintu dan melihat Helena terjatuh pingsan, untung saja Nessie menahan badannya agar Helena tidak langsung menyentuh lantai.

"Helen!!! God!! Apa yang sudah terjadi? Damn!! Semua tubuhnya basah dan dingin. Siapkan air hangat dan panggil dokter, Dion!." Nathan mengangkat tubuh Helena dan berjalan menuju kamar mereka.

Entah kenapa hati Nathan terasa sakit melihat keadaan Helena sekarang.

"Apa yang terjadi padamu, Sayang?"
"Kenapa bisa begini?"
"Apa ada yang menyakitimu?"

Nathan sangat khawatir, ia terus bertanya pada dirinya sendiri sambil melepas semua pakaian basah yang dipakai Helena. Bibir Helena membiru tetapi dahinya sangat panas.

Nessie datang membawa air hangat dan dengan cekatan membantu Tuannya memilih pakaian hangat dan merapikan baju basah Helena, sementara Nathan mengelap seluruh tubuh Helena dengan wajah khawatirnya. Nessie bahkan bisa melihat betapa khawatirnya Nathan pada Helena.

"Dokter datang, Tuan."

"Diam disitu, Dion. Istriku sedang tidak berpakaian."

Dion yang mengerti pun tidak jadi masuk dan kembali keluar sambil menutup pintu.

Setelah semua selesai, Nathan berkata pada Nessie yang setia berdiri tak jauh dari ranjang mereka.

"Panggil dokter itu sekarang."
Nessie pergi keluar dan sesaat kemudian, dokter wanita masuk ke dalam ruangan itu.

Nathan mempersilahkan dokter itu memeriksa Helena. Ia duduk di sofa yang ada di kamar itu. Dion berdiri didekat pintu, sedangkan Nessie turun kebawah untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum ia pulang.

"Dia demam ringan. Mungkin tadi adalah masa kritisnya, tapi dipastikan besok ia akan mulai pulih. Besok, setelah ia sadar, beri bubur saja dan obat ini." Dokter itu memberi Nathan beberapa obat.

Setelah mengucapkan itu, Dion mengantar dokter itu keluar, Nathan menutup pintu kamarnya. Ia tahu, pasti Dion akan tidur disofa, menginap ditempat ini. Atau pulang, tak apa. Dion pasti akan menutup apartmentnya nanti.

Nathan merasa lega sekaligus sedih melihat keadaan ini. Apa sebenarnya yang terjadi? Pasti Helena mengalami sesuatu yang membuatnya seperti ini. Untung saja tak ada orang jahat yang menghampirinya. Wanita ini memang berbakat untuk membuat khawatir dirinya.

-------
Helena membuka kelopak matanya dan menyadari jika matahari sudah mulai naik. Ia akan terlambat kuliah.

"Oh, tidak!!" Helena bangkit dari tempat tidurnya dan berlari kearah kamar mandi, namun terhenti ketika ia baru saja melewati ranjangnya karena pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan seorang pria yang memakai kaos putih tipis dengan celana selututnya juga handuk di lehernya.

"Sayang!! Kau sudah bangun? Mau kemana??"

Helena terkejut saat panggilan itu yang ia dengar pagi ini dari Nathan.
Nathan menghampiri Helena dengan kerut di dahinya. Ia menjamah kening Helena memang masih sedikit hangat, tapi sepertinya tidak terlalu bermasalah.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Ya. Aku sudah telat Nathan. Aku harus ke kampus."

Nathan malah membawa Helena ke ranjang dan mendudukan wanita itu disana. Helena mengernyit.

"Kau mau kuliah dihari sabtu?"

Damn! Damn you, Helena! Kau melupakan hari apa sekarang! Permalukanlah dirimu, Helena!

"Ah, aku lupa.." Helena tersenyum malu. Helena bahkan bisa melihat senyum manis Nathan, sesaat membuat dia semakin merasa dicintai. Waiittt!! Dicintai?
Oh, ini jelas salah, Helena! Nathan milik Cassey dan kau hanya wanita yang ditolong oleh kekasih Cassey. Kau harus ingat siapa dirimu!.

Helena menghentikan senyumnya dan mencoba mengalihkan tatapannya dari Nathan. Nathan bingung dengan sikap aneh Helena.

"A-aku akan turun ke bawah." Helena berjalan cepat kearah pintu. Ia takut jika ia berlama-lama bersama Nathan, maka ia akan semakin sakit menyadari jika Nathan memang bukanlah miliknya.
Nathan sendiri yang bilang jika ia mencintai Cassey, begitu pula Cassey. Jadi, siapa lah Helena yang hanya orang kesepian dengan perasaannya sendiri ditengah perasaan cinta orang lain?

Nessie melihat Helena bersikap tidak seperti biasanya, begitu pendiam. Biasanya sapaan selamat pagi atau basa-basi, pasti akan keluar dari mulut Nona nya ini.

"Nona mau sarapan? Bubur?"

"Tidak. Aku ingin roti ini saja."

Helena sarapan dalam diam, membuat aura dapur ikut terasa aneh. Nessie hanya bisa terdiam.
Nathan datang dan duduk dekat kursi Helena.

"Nessie, mana bubur untuk Helena? Kata dokter, ia harus makan bubur pagi ini."
Tanya Nathan saat melihat Helena hanya makan roti dalam diam.

"Maaf Tuan, tapi Nona ingin roti katanya."

"Helen, kau harus makan bubur."

"Tidak apa-apa. Aku sedang ingin makan roti." Ucap Helena tanpa menatap Nathan, ia takut itu akan menambah perasaan terlarang yang sudah berkembang dihatinya. Ia harus bisa mematikan perasaan itu.

"Helen, kau masih belum sehat. Kau harus makan bubur."

"Aku hanya ingin makan ini. "

"Helen.."

Helena menaruh sisa roti ke piringnya dengan kasar. Ia harus mengenyahkan pikiran yang sedang bersarang dikepalanya saat ini. Ia tidak mau perhatian dari Nathan, itu akan membuat nya semakin berharap. Helena bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju tangga.

Nathan hanya mengusap wajahnya kasar. Ia bingung akan sikap Helena, bukankah selama ini ia baik-baik saja dengan Helena? Apa yang membuatnya seperti ini? Sungguh, Helena sangat mampu membuat hatinya terombang-ambing saat ini.

Helena berjalan ke arah balkon dan menikmati indahnya salju yang hanya sedikit turun, namun matahari masih bisa memancarkan sinarnya dengan terang.

Helena berpikir, apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa menghindari Nathan terus menerus apalagi dengan mereka tinggal satu atap.

Helena tertawa pedih, disaat dirinya mulai merasa bahagia, kenyataan pahit malah datang jika kebahagiaan itu bukanlah miliknya. Helena memandang ke arah matahari, cerah. Ingin sekali ia bisa merasakan hangatnya kebahagiaan seperti hangatnya sinar matahari itu.
Setetes airmata jatuh di pipi Helena dan dengan cepat ia mengusapnya. Lalu, Helena memandang kebawah. Ia bisa melihat lalu lalang kendaraan yang sibuk dengan dunianya sendiri.

Entah kenapa ada perasaan ia ingin merasakan dirinya terjatuh dari ketinggian, menerpa angin dan merasa tenang selamanya.

Helena tersenyum akan pemikiran bodohnya, apa ia baru saja berpikir untuk bunuh diri? Ah, tentu saja tidak! Ia hanya ingin merasa bebas tanpa pikiran. Mungkin sedikit refreshing.

"Apa kau baik-baik saja?"

Helena kaget mendengar suara yang begitu ia rindukan sekarang. Ia menoleh sedikit ke belakangnya, dari sudut matanya ia bisa melihat Nathan mendekat dan ikut menaruh tangannya terlipat di pembatas balkon.

"Disini dingin.."

Helena mengangguk. Sedingin hatiku, hati ini mulai kedinginan saat mengetahui jika hati ini tidak memiliki sang matahari yang mampu menghangatkannya kembali.

"Helen.."

"Hhmmm.."

"Apa ada sesuatu yang terjadi?"

Helena menatap kearah depan. Terdiam, lalu sesaat kemudian tersenyum lalu menggeleng. "Tidak ada apa-apa."

"Kau tahu, aku bahkan bisa melihat jika kau sedang berbohong."

Helena tersenyum.
"Hentikan itu semua. Aku baik-baik saja. Tak perlu tunjukan perhatianmu terlalu berlebihan."

"Aku semakin yakin jika sesuatu sudah terjadi." Ucap Nathan sambil tetap menatap Helena dari samping. Helena tida mau berbalik menatap Nathan. Karena Helena tahu, jika ia menatap pria itu,maka airmatanya akan meluruh.

"Memang. Dan aku tidak akan membiarkan ini semakin menjadi-jadi. Aku harus menghentikan semua ini."

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu, terkadang kita harus menyadari siapa diri kita sebenarnya dan melakukan sesuatu dengan porsinya. Kita tidak berhak meminta lebih atau kompromi. Atau kita akan semakin hina dimata semua makhluk." Ucap Helena sambil menerawang menatap langit.

Nathan terdiam. Ia masih belum mengerti apa maksud perkataan wanita disampingnya itu.

"Mungkin kau belum pernah merasakan dimana saat matahari bersinar tapi sinarnya tidak mampu menghangatkan tubuh kita."

"Aku pernah merasakannya."
Jawaban Nathan membuat Helena terdiam.

"Ya, aku pernah merasakannya. Saat ini. Saat ini, aku melihat matahari bersinar tanpa adanya kehangatan."

Helena menggeleng tersenyum membuat Nathan merasa ia mampu menghibur hati Helena. Tapi, didalam hatinya, Helena semakin sakit. Ia merasa Nathan semakin jauh dalam gapaian nya. Ia tidak sanggup untuk membiarkan semua ini berkembang. Jika ia tidak bisa membuat matahari itu pergi, maka ia yang akan pergi sembunyi dari sinar matahari itu. Apa gunanya jika sinar itu sudah tidak bisa menghangatkannya? Dan Helena baru sadar, sinar itu tidak terasa karena hadirnya salju, si putih pemikat banyak hati nan cantik yang tak lain adalah Cassey.

"Kau benar. Karena salju sudah mengambil alih dan merasa memiliki matahari itu."

"Ya, kau benar. Tapi, semua orang menyukai salju bukan?"

Helena tersenyum miris.

"Apa menurutmu, matahari juga menyukai salju?"

Nathan terdiam seperti berpikir. Helena tidak ingin menatap wajah Nathan, ia tidak kuat setelah jawaban ia Nathan berikan.

"Tentu saja. Matahari tidak perlu lelah menyinari lagi, karena ada yang bersedia menggantikannya walau sesaat. Matahari sangat bersyukur memiliki salju."

"Apa matahari merasa jika ia yang memiliki salju?" Helena bertanya kecil hingga suaranya terdengar getir.

"Kurasa.." Nathan mengangkat bahunya.

Helena tersenyum pahit, berusaha sekuat mungkin untuk menahan airmatanya.
"Aku ke toilet sebentar."

Helena berlari ke kamar mandi dan mengunci kamar mandi. Ia meluapkan perasaan sedihnya dengan menangis pilu. Siapapun yang mendengar, pasti akan merasakan tangis isak menyedihkan itu.

To be continue...

Continue Reading

You'll Also Like

15.6K 848 192
KITAB AL - HIKAM Karya: SYEIKH IBNU ATHAILLAH AS- SAKANDARIY
127K 3.8K 37
[COMPLETED] Mempunyai bos tampan? Menyenangkan bukan? Tetapi, bagaimana jika kalian mempunyai bos tampan yang tiba-tiba mengajakmu kencan? Waw!! Sung...
142K 6.6K 15
Punya pacar yang Alhamdulillah ganteng, smart, dan most wanted sekolah yang hamper 99% siswi disekolah yang ngecces ketika ngeliat dia tapi nauudzub...
25.6M 715K 70
#3 in Romance 060118 | 180118 WARNING : 18+ Harap bijak memilih bacaan --------- Mysha Natasha, seorang general manajer yang nerd, memulai harinya di...