Invalidite [Completed]

By Faradisme

30M 2.5M 509K

(Sudah diterbitkan - Tersedia di toko buku) #1 in Romance, 10 Januari 2018 Dewa Pradipta adalah 'dewa' dari s... More

Invalidite | 1
Invalidite | 2
Invalidite | 3
Invalidite | 4
Invalidite | 5
Invalidite | 6
Invalidite | 7
Invalidite | 8
Invalidite | 9
Intermède
Invalidite | 10
Intermède
Invalidite | 12
Invalidite | 13
Invalidite | 14
Invalidite | 15
Invalidite | 16
Invalidite | 17
Invalidite | 18
Invalidite | 19
Invalidite | 20
Invalidite | 21
Intermède
Invalidite | 22
Invalidite | 23
Invalidite | 24
Invalidite | 25
Invalidite | 26
Invalidite | 27
Invalidite | 28
Invalidite | 29
Invalidite | 30
Invalidite | 31
Invalidite | 32
Invalidite | 33
Invalidite | 34
Invalidite | 35
Invalidite | 36
Invalidite | 37
Intermède
Invalidite | 38
Invalidite | 39
Invalidite | 39 (Repost)
Invalidite | 40
Invalidite | 41
Invalidite | 42
Invalidite | 43
Invalidite | 44
Intermède
Invalidite | 45
Invalidite | 46
Invalidite | 47
Invalidite | 48
Invalidite | 49
Invalidite | 50
Invalidite | 51
Invalidite | 52
Invalidite | 53
Intermède (PENTING)
Invalidite | 54
Intermède
Invalidite | 55
Intermède : INFO PENERBITAN & VOTE COVER
PO NOVEL INVALIDITE SUDAH DIBUKA!
KENAPA MAU-MAUNYA BELI INVALIDITE?
INVALIDITE : DIFILMKAN
INVALIDITE SEGERA TAYANG

Invalidite | 11

476K 40.4K 4K
By Faradisme

Semuanya diciptakan dalam keadaan sempurna. Jika ada yang berbeda, itu artinya kamu istimewa.

- Pelita Senja -

"Selamat pagi," sapaan ringan itu ia lontarkan ketika Pelita memasuki kelas. Dan seperti biasa sapaannya tidak pernah berbalas.

Meski tidak ada yang menjawab, namun cewek itu tetap menebar senyum cerianya. Setelah mendapat kursi terdepan, ia juga memberi sapaan yang sama untuk orang yang duduk di sebelahnya.

Cewek yang ia kenal dengan nama Sandra itu hanya meliriknya sesaat sebelum menggeser kursi menjauhi Pelita.

"San, kenapa jauhan, deh?" Pelita mencium aroma tubuhnya. "Aku udah mandi kok tadi pagi, suer."

"Gausah sok akrab lo. Kalo bukan karena mata gue minus, gue juga gak mau duduk sebelahan sama lo."

"Kamu belum periksa buat ganti kacamata? Nanti minusnya nambah lho,"

Sandra tidak menjawab. Ia memangku tangan dan kembali sibuk membaca bukunya. Pertanda tidak ingin mengobrol.

Pelita mengangkat kedua bahu lalu membuka ponsel flip berwarna merah hitam miliknya. Ia mengetik sebuah pesan.

Pelita
Inget ya, Wa. Jangan bolos kelas lagi. Kamu udah janji kemaren.

Dosen aksitektur sudah masuk ke dalam kelasnya. Pelita buru-buru memasukkan ponsel namun teringat sesuatu. Ia lalu mengetik lagi dengan cepat di bawah meja.

Pelita
Semangat belajarnya :)

Setelah itu ia memasukkan ponsel ke dalam tas dan menggantinya dengan buku. Beberapa mahasiswa yang terlambat masuk bergegas mencari tempat duduk, tapi tidak ada yang tertarik duduk di kursi depan, bersebelahan dengan Pelita.

Masih riuh suasana kelas karena dosen masih menyambungkan laptopnya dengan TV Plasma, ketika tiba-tiba saja keheningan tercipta.

Semua mata tertuju pada cowok yang baru saja memasuki kelas. Dengan pakaian serba hitam, sepatu boots hitam, dan rambut berantakan, cowok itu berjalan santai tanpa beban dan mengambil tempat duduk paling depan. Di sebelah Pelita.

"Gue kira lo gak bisa melotot," ujar Dewa meluruskan kakinya, seraya menguap.

Bagaimana Dewa berbicara saat ini dengan Pelita menjadi fokus utama seluruh mata di dalam kelas. Hal yang membuat Dewa menoleh ke belakang, dan langsung saja semua orang menunduk ketakutan.

"Ngapain kamu disini?" Pelita menatap sesaat ke arah meja dosen. "Kelasnya gak ketemu? Sini aku anterin."

Pelita menunduk ingin mengambil tongkatnya yang tergeletak memanjang di bawah kursi namun Dewa menahan bahunya. Mendorongnya kembali bersandar.

"Udah diem aja lo."

"Tapi kamu gak ketemu kelasnya, kan?"

Dewa kemudian mengeluarkan ponselnya. Menghadapkan layar ke arah Pelita. "Lo bilang gue harus masuk kelas."

Pelita memperhatikan pesannya di ponsel Dewa lalu mengangguk.

"Yaudah. Gue udah di kelas sekarang."

"Tapi bukan kelas yang ini," Pelita membuka buku catatannya. "Kamu harusnya di gedung A,"

Dewa berdecak. "Bedanya apacoba. Sama-sama kelas ini,"

"Beda mata kuliahnya lah, segala ditanya. Lagian kamu gak ada ngambil kelas ini,"

"Gue maunya di kelas ini. Rubah aja jadwalnya,"

Pelita masih saja menatap Dewa bingung. "Aduh, gimana sih ini. Absen kamu di kelas sana, Wa."

"Pelita, ada masalah?" pertanyaan itu membuat Pelita menatap tegak ke arah depan.

"Ini lho bu, Dewa gak maummhp--," kalimatnya terpotong oleh tangan Dewa yang menutup mulutnya.

"Gak ada apa-apa bu." Sambung Dewa melanjutkan.

Dosen itu lalu kembali memusatkan perhatian ke laptopnya. Pelita menurunkan tangan Dewa dan masih memandangi cowok itu. "Dewa, ini bukan kelas kamu. Biarpun kamu masuk kelas, percuma aja absennya tetep kosong,"

"Gue mau di kelas yang ada lo-nya."

Pelita mengerutkan dahi. "Kenapa?"

"Biar gue gak ngantuk," Dewa lalu menjumput ujung kepang Pelita dan menariknya.

Pelita menggaruk kepalanya karena tarikan Dewa tadi. "Mau aku beliin jamu biar kuat? Biar gak ngantukan lagi."

Dewa membelalak. Kurang nyata kah kalimatnya sehingga cewek itu tidak menyadari maksudnya? Ia menghela napas tidak habis pikir dan memijit pangkal hidungnya.

"Baik, semuanya. Perhatikan-"

Dosen sudah memulai pelajaran. Namun Pelita tampak masih menatap Dewa. Hal itu malah membuatnya sedikit terganggu.

Dewa lalu menangkup puncak kepala Pelita dengan satu tangan dan memutarnya agar menghadap ke depan.

"Jangan liatin gue kayak gitu."

***

Bagian depan rumah panti sudah dihias dengan balon-balon seadanya. Pagar pendek selutut berwarna putih sudah terlilit kertas berkelap-kelip. Meja-meja kecil bertaplak bunga disusun memanjang, menjadi tempat untuk menyusun kue-kue hasil buatan Ibu Marta, pengurus panti.

Semua anak sudah memakai baju terbaik mereka. Meski baju-baju itu didapat dari hasil sumbangan donatur, tapi tidak ada yang mampu menghentikan wajah-wajah ceria itu untuk saling memamerkan penampilannya.

"Kakak Peri," panggil seorang anak laki-laki yang menarik-narik ujung bajunya. Ia meminta tolong Pelita merapikan dasi kupu-kupu kebesaran di lehernya.

Pelita dengam senang hati membantu. Tino, anak yang kehilangan fungsi tangan kanannya itu mengucapkan terima kasih lalu kembali berkumpul dengan anak yang lain.

Pelita sudah menunggu hari ini tiba. Ia sangat bersemangat sampai tidak bisa tidur tadi malam. Semuanya sudah diatur sedemikian rupa, mulai dari pintu masuk yang dibuat Gilvy dari triplek, sampai backdrop yang bertuliskan 'Selamat datang di Rumah Pelita Kasih."

"Pelita," sapuan lembut terasa di bahunya. "Kamu sudah makan?"

"Sudah, Bu."

Bu Marta tersenyum hangat. "Jangan terlalu khawatir. Kamu jadi sampe gelisah gini,"

"Hehe keliatan ya, bu?" Tangannya memang sudah berkeringat meremas tongkat sedari tadi

"Kita sudah mencoba semampu kita, sayang. Sekarang giliran Tuhan. Dia pasti lagi nyiapin bantuan untuk kita semua,"

"Iya, bu. Semoga dengan ini kita bisa narik banyak donatur. Jadi panti ini gak perlu ditutup."

"Pasti." Ucap Bu Marta yakin dengan senyum hangat keibuannya.

Keyakinan Pelita pun seperti terisi kembali 100%. Ia lupa jika mereka semua yang disini tidak sendirian. Masih ada Tuhan, tangan terbaik menuliskan jalan.

Anak-anak panti sudah berdiri di tempatnya masing-masing.

Ada Aldi, anak yang memakai tongkat sama sepertinya berdiri di belakang meja, bertugas menjaga kue yang akan dijual.

Misa, anak perempuan dengan satu mata kiri yang berbinar, membawa keranjang berisi lolipop dan berdiri di depan pintu masuk.

Tino, memegang keranjang yang sama dengan satu tangan. Sesekali ia menurunkan keranjang untuk menggaruk kepalanya.

Lalu Geo. Anak itu berjongkok di depan pagar sembari menopang dagu.

Semuanya menunggu.

Berharap akan ada orang yang datang. Akan ada yang tertarik mengunjungi panti mereka. Akan ada yang tergerak ingin membantu. Tidak, bahkan hanya dengan melihat-lihat saja pun dirasa cukup.

Tapi sudah setengah jam berlalu, tidak ada satu pengunjung pun yang masuk melewati pagar. Tangan Pelita semakin berkeringat. Ia memandang semua wajah penuh harap di sekitarnya.

Apakah aku gagal?

Tapi Pelita tidak boleh gagal. Ia tidak bisa membayangkan jika panti ditutup. Bagaimana dengan anak-anak ini nantinya? Dimana mereka tinggal?

Gilvy, yang sedari tadi berdiri di belakang Pelita mengenal ketegangan di tubuh cewek itu. Ia merogoh saku, berniat menghubungi sekretaris ayahnya ketika suara klakson berbunyi nyaring. Berasal dari dua buah Van putih yang kemudian berhenti di halaman. Ada sepuluh orang keluar dari sana, dua diantaranya membuat Pelita tercengang.

"Halo semua! Apakabar?!" Sapa Gerka dengan tangan terbuka.

"Pestanya belum mulai? Bagus kalo gitu karena pesta gak bisa mulai tanpa ada gue," kali ini Rendi yang menyapa dengan begitu percaya diri.

Anak-anak panti rupanya sedikit terkejut akan rombongan yang datang. Mereka mundur beberapa langkah menuju Bu Marta.

"Oh, hai Pel. Gue butuh space disini ya." Kata Gerka. Rendi membuka bagasi belakang. Orang-orang berpakaian seragam hitam tadi kemudian menurunkan berbagai macam foto dan mulai menyusun di sudut yang kosong.

Dalam beberapa jam, Pelita sudah mendapati foto dalam berbagai macam bentuk figura tergantung pada seutas tali tambang. Membentuk lingkaran seperti galeri seni. Bahkan ada yang terlilit rapi di beberapa batang pohon.

Bertepatan dengan itu, sebuah mobil muncul dan terparkir di sebelah Van putih. Sosok itu turun dengan kamera tergantung di bahu. Dengan langkah pasti mendekat menuju Pelita.

"Nungguin gue?"

Pelita mengerjap. "Aku pikir gak jadi dateng," sebelum acara tadi ia sudah menelpon namun cowok itu tidak menjawab.

Dewa bersidekap. "Ngapain, Gil? Jadi patung selamat datang?"

"Tunggu," sela Pelita. "Kamu yang bawa semua ini?"

Dewa mengangguk. "Lo gak bisa narik perhatian pake cara bagiin selebaran murahan," ia kemudian mengeluarkan ponsel dan menghadapkan layar ke depan. Logo berwarna silver yang bertuliskan 'The God Of Photograph' bersinar disana. Sama seperti yang tercetak di baju seragam hitam orang-orang tadi.

"Gue udah bikin undangan di situs resmi gue. Ini bakal bikin banyak orang buat dateng kesini."

Pelita tersenyum lebar mendengar hal itu, namun Gilvy mendengus karena menyadari ia kalah cepat. "Lo yakin orang sempet liat undangan dadakan gitu?"

"Lo harus siapin diri buat kaget," balas Dewa.

Tidak seberapa lama sebuah mobil kembali masuk. Orang yang turun dari sana tampak memastikan sesaat sebelum yakin jika alamat yang ditujunya benar. Orang itu berjalan masuk dan Misa langsung berlari menghampiri.

Misa menyodorkan sebatang lolipop ke arah orang itu, tugasnyalah untuk membagikan permen gratis. Mungkin karena merasa terkejut, laki-laki itu tidak langsung mengambil dan malah menatap Misa jengah.

Pelita sudah akan maju, tapi Dewa yang lebih dulu beranjak. Ia berdiri di belakang Misa lalu mengambil sodoran permen itu.

"Ini punya gue," ujar Dewa. "Lo minta aja lagi sama anak ini."

Orang yang mengenali Dewa itu langsung tersenyum sumringah. Dan mengambil sodoran permen Misa.

Selanjutnya, sedikit demi sedikit orang-orang berdatangan hingga sekarang seluruh halaman panti sudah dipadati pengunjung.

Hati Pelita begitu penuh. Semua anak panti sangat senang karena ini pertama kalinya panti asuhan didatangi banyak orang sepeeti ini. Pelita semakin yakin jika panti akan terselamatkan.

Tatapan Pelita kemudian jatuh pada Dewa. Cowok itu tengah bersandar di salah satu bangku dengan permen lolipop di bibir.

Dan Pelita tidak bisa berhenti tersenyum menatapnya.

***
TBC

Aduh, kok jadi sayang Dewa sih 😳

Yeee bisa apdet lagi... Makasih yang udah kasih semangat. Aku civok via online atuatu 😘😙😙

Part ini emosional banget buat aku. Sedih mikirin hal kaya gini beneran ada di luar sana.

Menurut kalian gimana?

Oiya, part ini buat greenteafrappuccino yang ternyata sudah melepas masa jomblonya. 😂😂😂 anjayyy

Senyum kek, bang. Ibadah lho itu 😌

Sini, Ta. Peluk. 😙

Faradita
Penulis amatir yang keukeuh kalo ini lumba-lumba 🐋🐋🐋

Continue Reading

You'll Also Like

8.9M 855K 44
Damian Manuel Regata dan Daniel Manuel Regata, mereka kembar. Namun meskipun begitu, keduanya memiliki sifat yang saling bertolak belakang. Tak han...
10.1K 1.1K 95
Jika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedap...
Destin By Rani

Teen Fiction

7.9M 533K 42
Semua bermula ketika Gavin yang baru kembali ke sekolah tanpa tahu siapa itu gadis bernama Melva terpaksa menembaknya di depan seluruh anak Galaksi...
2.3M 171K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...