Stardust

Por maharaniii_

399K 41.2K 6.2K

#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan... Más

SATU - Reza
DUA - Naya
TIGA - Reza
EMPAT - Naya
LIMA - Reza
ENAM - Naya
TUJUH - Reza
DELAPAN - Naya
SEMBILAN - Reza
SEPULUH - Naya
SEBELAS - Reza
DUA BELAS - Naya
TIGA BELAS - Reza
EMPAT BELAS - Naya
LIMA BELAS - Reza
ENAM BELAS - Naya
TUJUH BELAS - Reza
DELAPAN BELAS - Naya
SEMBILAN BELAS - Reza
DUA PULUH - Naya
DUA PULUH DUA - Naya
DUA PULUH TIGA - Reza
Long Time No See
DUA PULUH EMPAT - Naya
DUAPULUH LIMA - Reza
DUA PULUH ENAM - Naya
DUA PULUH TUJUH - Reza
DUA PULUH DELAPAN - Naya
DUA PULUH SEMBILAN - Reza
TIGA PULUH - Naya
TIGA PULUH SATU - Reza
TIGA PULUH DUA - Naya
TIGA PULUH TIGA - Reza
[EPILOG]

DUA PULUH SATU - Reza

11.1K 1.2K 110
Por maharaniii_

Media: James Arthur - Can I Be Him

***

"Belajar, belajar, belajar!" suruh Pak Yunus dua kali lipat lebih tegas terhadap murid perempuan berambut panjang yang berdiri di hadapannya dengan selembar kertas hasil ulangan harian di tangan kanan. "Kenapa cuma dipelajaran saya nilai kamu selalu merah?"

Naya menunduk. Menatap ujung sepatu adidas warna putih miliknya yang sejajar. "Naya, kamu ini sudah kelas dua belas. Ujian Nasional tinggal menghitung bulan. Kamu nggak akan lama lagi belajar di SMA ini. Jadi tolong, kamu perbaiki nilai matematika kamu. Entah itu kamu belajar dan tanya-tanya sama teman, entah belajar sendiri. Pokoknya tingkatkan, ya?"

"Iya, Pak."

"Kamu ikut bimbel?" tanya Pak Yunus, suaranya melunak daripada beberapa puluh detik yang lalu. Naya mengangguk. "Bagus, minta jam tambahan pelajaran matematika."

"Iya," Naya mengangguk. "Nanti saya minta, Pak."

"Pak–" Suara yang familiar di telinga Naya membuat perempuan itu mengadahkan kepala dan menoleh ke arah kiri. "Oh– lagi ada urusan, ya, Pak? Yaudah saya–"

"Ooh, enggak, Mas Nigel, ini cuma ngasih arahan sama siswa." Pak Yunus mencegah kepergian Nigel dari hadapannya. "Ada apa?"

Nigel mentap Naya sekilas, lalu ia menyunggingkan senyum ramah. "Ini, hasil ulangan harian anak kelas sepuluh A tadi pagi." Tangan kanan lelaki berkemeja biru laut itu menyerahkan setumpuk kertas hvs kepada Pak Yunus.

"Iya. Nanti saya sendiri yang koreksi." Pak Yunus tersenyum. "Naya?"

"Iya, Pak?"

Pak Yunus menepuk bahu Nigel dua kali, "Ini kakak PPL pengajar mata pelajaran matematika. Kalau kamu ada yang kurang ngerti sama pelajaran saya, kamu bisa tanya-tanya sama kakak yang ini."

"Ooh–" Naya menjilat bibirnya sebagai reflek sebelum kemudian mengangguk pasrah. "Iya, Pak," sambungnya disusul senyuman canggung.

"Pak Yunus," panggilan lain datang dari arah ruang guru. Bu Rustina datang tergopoh-gopoh menghampiri Pak Yunus yang juga sedang menatapnya. Seperti ada sesuatu yang akan ia sampaikan dan keadaannya sangat tiba-tiba. "Ada tamu."

"Tamu darimana?" Pak Yunus otomatis memutar posisi berdirinya.

"Dari kantor dinas."

"Ooh," Pak Yunus menganggukkan kepala. "Ya sudah mari kita temui." Pria berkacamata itu kemudian menoleh lagi ke arah Nigel, "Saya tinggal duluan, Mas Nigel?" katanya pamit.

"Ooh," Nigel mengangguk. "Silakan, Pak."

"Saya juga duluan, Kak," tambah Naya dengan senyuman tipis di sudut bibirnya. Lalu dua detik setelah Pak Yunus berjalan ke arah ruangan kepala sekolah, Naya juga berbalik badan untuk menuju ke kelas dua belas IPS satu.

Perempuan itu berjalan dengan mata yang mengarah pada kertas berisi jawaban dengan nilai empat di sudut kanan atas dan sengaja ditulis dengan tinta warna merah. Naya lalu menghela napas. Entah apa yang salah pada dirinya. Sejak sekolah dasar, perempuan itu membenci segala sesuatu yang berbau hitungan.

Naya berani bersumpah, di pelajaran yang lain, nilainya di atas rata-rata. Tapi khusus pada pelajaran matematika, Naya nol besar.

"Naya," seseorang yang memanggilnya dari arah belakang membuat Naya menoleh dan mendapati Nigel sudah berjalan cepat untuk berusaha menyamakan langkah. "Hei?"

"Hai, kak," balas Naya malas. Tapi walaupun ia sedang dalam mood yang tidak bagus, perempuan itu tetap saja berusaha untuk tersenyum.

Tapi Nigel bukan orang bodoh yang tidak berpengalaman perlihal membaca kondisi hati seorang perempuan. Lelaki itu lalu tersenyum simpul, "Udah, jangan dipikirin."

"Apa?"

"Coba liat hasil ulangan lo," pinta Nigel tanpa menjawab pertanyaan Naya lebih dahulu. Cewek itu lalu menyerahkan kertas yang ia bawa sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. "Ooh, limit, interval tertentu, sama matriks?"

Naya mengangguk. Malas. Bukan malas pada Nigel. Tapi malas pada pembahasan yang selalu membawanya pada pelajaran serba angka dan aljabar itu.

"Ini mah gampang kalo lo tau konsep dasarnya," kata Nigel lagi. "Gue bisa bantu kalo lo mau."

"Umm..." Naya menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Tenang aja, bimbel sama gue gratis kok khusus buat lo aja tapi," ledek Nigel. Dan mendengar hal itu, Naya reflek ikut terkekeh kecil.

Tangannya kemudian menggaruk pipinya yang tiba-tiba gatal, "Bukan, Kak. Gue takut– ngerepotin," sahut Naya. Sebetulnya takut merepotkan adalah 30% dari alasan yang ia punya. Sedangkan 70% yang lain adalah karena Naya tahu kekasihnya tidak suka sama sekali pada Nigel.

"Ngerepotin dari mana?" Nigel menggeleng. "Kalo gue repot, gue nggak bakal nawarin lo begini. Tapi ya terserah, gue cuma mau membantu. Lagian tadi kata Pak Yunus, lo boleh nanya ke gue kalo mau."

Naya mengangguk. Ah, mungkin sebaiknya ia berpikir jauh dulu ke depan karena ini menyangkut nasibnya di Ujian Nasional dan tes masuk perguruan tinggi negeri nanti. Reza pasti bisa mengerti karena jika Naya mau pun, ini murni karena ia ingin belajar. Bukan karena ada tujuan lain. "Yaudah, boleh deh."

"Serius?" tanya Nigel dua kali lipat lebih ceria.

"Serius apanya?"

"E–" Nigel menggaruk bagian belakang kepalanya. "Kita mulai besok aja gimana belajarnya?"

"Iya, gak apa-apa." Naya mengangguk setuju.

"Gue minta LINE lo aja deh, jadi gampang kalo mau ngabarin?"

"Nayaudiva, itu ID nya, Kak," kata Naya tanpa perlu berpikir dua kali lagi. "REZA!" panggil perempuan itu secara tiba-tiba saat melihat cowok dengan bando hitam di atas kepala itu sedang tertawa bersama Pamor. Nigel ikut-ikut menatap ke arah yang sama dan langkahnya melemas saat Naya berjalan dua kali lebih semangat dari sebelumnya.

Reza sendiri diam di tempat. Tidak lagi tertawa. Gelaknya lenyap saat melihat Naya berjalan beriringan dengan Nigel yang sibuk dengan ponsel di tangan kanan.

"Ih, gue cariin daritadi si bege," kata Naya saat jaraknya dengan Reza sudah dekat.

"Gue baru kelar ngerjain tugas."

Nigel yang masih ada di sebelah Naya mau tidak mau tersenyum ke arah Reza yang sedaritadi sibuk menatap tidak suka kearahnya.

"Hallo, Reza?" sapanya berusaha seramah mungkin.

"Hallo, hallo, lo kira lagi telponan?"

"Reza!" kata Naya memperingatkan sambil menepuk lengan cowok itu. "Galak amat sih!"

"Bercanda," kata Reza terpaksa kemudian. "Yaudah kita makan yuk, Nay?" sambungnya sambil menarik tangan Naya dan menggandengnya tanpa beban.

Nigel menelan ludah, kemudian ia memasukkan ponsel yang ia pegang ke dalam saku celana. "Saya permisi dulu. Mau ke kamar mandi."

"Ooh, iya." Naya mengangguk. "Makasih, Kak!" Nigel tersenyum sebelum melanjutkan langkah ke arah kamar mandi laki-laki di ujung koridor.

"Mau coli tuh pasti," sambung Reza dengan suara pelan. Tapi cubitan di lengannya membuat ia tahu bahwa Naya masih bisa mendengar.

"Reza!"

"Apa lagi ya allaaaaaah,"

"Cabul banget sih!"

***

Reza memerhatikan perempuan yang sedang menyantap mi ayam di hadapannya dengan sepasang sumpit. Reza sendiri sibuk mengigiti ujung sedotan seraya menautkan kedua jemari tangannya.

"Tadi ngapain?"

"Apa?" Naya menatap anak lelaki di depannya. Mulutnya berhenti mengunyah dan dahinya berkerut saat Reza menghela napas. "Ngapain apanya?"

"Sama si Nigel."

Naya mengunyah mi ayamnya lagi sebelum akhirnya ia telan. "Nggak ngapa-ngapain. Ngobrol abis itu– eh, iya! Gue mau bilang sama lo, kalo mulai besok, gue minta tolong gitu ke kak Nigel buat–"

"Hah? Minta tolong apa?"

Naya mengerucutkan bibirnya. "Tadi gue dipanggil Pak Yunus gitu deh, soalnya nilai matematika gue jeblok lagi. Terus ya, ada kak Nigel. Terus Pak Yunus bilang katanya gue disuruh nanya-nanya ke kak Nigel aja kalo soal matematika."

"Terus?"

"Yaaa gue sih iya-iya aja. Terus Bu Rustina kan dateng tuh, ngasih tau kalo Pak Yunus dapet tamu gitu, deh."

"Terus?"

"Terus gue langsung balik ke kelas, eh tapi kak Nigel nyusulin, terus bilang gitu kalo dia mau ngebantuin. Jadi mulai besok kita belajar bareng," Tangan Naya sibuk menggulung mi ayamnya pada sumpit. Lalu menyuapkan ke dalam mulut.

"Terus?"

"Apaan sih lo?" Naya mencubit lengan Reza bercanda. "Terus terus mulu," detik setelahnya, bibir perempuan itu melengkung menggoda, "Cemburu yaaaaa?"

"Idih." Reza terkekeh. Seleranya untuk bicara panjang lebar pada Naya tiba-tiba menghilang perlahan-lahan. Ia sebetulnya tidak suka sama sekali ceweknya itu berurusan dengan lelaki bernama Nigel. Apalagi sejak pertemuan pertama Reza dan Nigel yang terbilang tidak baik. "Beneran?" tanya Reza tiba-tiba diluar kontrol dirinya.

"Beneran gimana?"

"Mau belajar sama Nigel?"

"Iya." Naya mengangguk. "Kenapa sih?"

Reza mengedipkan mata dua kali. Wajahnya melemas, sebetulnya, cowok itu bisa saja egois dan melarang Naya untuk belajar bersama Nigel. Tapi Reza bukan orang yang seperti itu. Dia mencoba memahami bahwa itu masuk dalam daftar kebutuhan sekolah Naya. Dan menyaksikan Naya menjadi yang terbaik adalah satu dari sekian banyak hal yang ingin di lihat Reza. "Yaudah, nggak apa-apa."

"Bohong!" kata Naya ketus. Bibirnya mengerucut dan alis matanya menyernyit.

Naya memang selucu itu. Beberapa puluh detik yang lalu, ia membuat Reza kehilangan rasa ingin bicaranya, tapi baru saja perempuan itu membuat Reza menjadi gemas. "Manyun sekali lagi gue cium di sini, nggak peduli gue diomelin guru-guru juga!"

"Heh!" Naya reflek melotot. Lalu ia tertawa setelahnya. "Makanya kalo ditanya, jawab yang jujur!"

"Yeh, orang gue udah jujur,"

"Masa?"

"Ya– gue cemburu sih, tapi ya udah lah." Reza meraih gelas es teh nya lagi dan meminumnya lewat sedotan warna hijau.

Naya menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga, lalu melepaskan sumpit yang sedaritadi ia pegang di tangan kanan. "Lagian cemburunya kenapa?"

"Nggak tau." Reza menggeleng. "Tiba-tiba cemburu aja."

"Sayang," Naya meraih tangan Reza yang sedang menggenggam gelas, lalu bibirnya mencipta senyuman simpul. "Aduh, geli kan gue sayang-sayang," sambungnya kemudian.

"Bego lo, dedemit loteng."

"Hahahahaha," Naya tiba-tiba tertawa kencang sampai penjual di kantin menoleh ke arah mereka berdua. "Ih! Lo tuh kenapa sih, lucu tau kalo lagi cemburu gak jelas gini."

"Lo lagi lucu. Ngomong sendiri geli sendiri."

Naya terkekeh lagi, lalu ia mempererat genggaman tangannya, "Nggak perlu sama sekali cemburu sama Kak Nigel." Kepala perempuan itu menggeleng tegas.

"Maunya cemburu, gimana dong?"

"Nggak perlu," ulang Naya. "Dia itu udah punya pacar. Malahan udah tunangan gitu–"

"Lah? Iya?" potong Reza.

"Iyaaaaa, nggak tau kan lo! Makanya jangan suka berprasangka buruk sama orang." Naya lalu menepuk punggung tangan Reza sebelum melepas genggaman tangan mereka. "Mungkin emang cara ngomong sama sifatnya kak Nigel itu humble, orangnya mungkin emang easy going. Jadi kayak gitu ke gue."

"Ya tapi tetep aja,"

"Udah ah, nggak enak ngomongin orang."

Reza tersenyum tipis. Ia berpikir lagi. Dia dan Nigel sama-sama seorang laki-laki. Mungkin memang benar, Nigel sudah memiliki pasangan. Mungkin benar Nigel adalah seorang pria yang pandai bergaul dan ramah. Tapi Reza jelas mengerti.

Caranya menatap Naya berbeda.

"Reza, hp nya nyala-nyala tuh," kata Naya menunjuk saku kemeja seragam Reza dengan dagunya. Cowok itu lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel warna hitam dari sana.

Saras Kirana: Gue butuh banget ngomong sesuatu sama lo

Saras Kirana: Gue harap kalo suatu saat gue minta ketemu berdua, lo nggak keberatan ya Za

"Siapa, Za?"

"Hah?" Reza tergagap. Ia masih sibuk bertanya-tanya mengapa Saras mengirimi pesan semacam itu saat Naya bertanya. "Saras," sahutnya kemudian.

"Saras anak Tante Heni?" Reza mengangguk. "Kenapa dia? Tumben."

"Nggak tau," kata Reza dingin. "Katanya mau ngomong."

"Nagih utang kali."

"Ya kagak lah sinting!"

***

Author Notes:

Pendek ya? Wkwk vote dan komen ;)

Seguir leyendo

También te gustarán

ILLEGIRL Por marcel

Novela Juvenil

83.7K 11.3K 42
"Kenapa lo manggil gue dengan sebutan illegirl?" "You're so cruel, because my heart become dangerous when I saw your smile, and that's a crime. So...
864K 67.4K 35
[Sudah terbit dan bisa didapatkan di Gramedia dan toko buku terdekat atau WA ke nomor : 0857 9702 3488] Aldeo punya mantan namanya Sandria. Sedangkan...
46.7K 7K 20
"gua di sini capek, panas panasan nunggu, situ modus sama cewek cakep di sana" Copyrights© 2017 hakunahood- All Rights Reserved
2M 249K 27
Haylie bukan tipe cewek yang biasa kamu temui. Penyanyi dengan image imut itu nyatanya punya sisi bobrok yang tak ada duanya. Dia dijuluki 'Duta Jone...