All I Ask.. ✔

WRstories tarafından

203K 16.9K 791

"Jika cinta sudah menyatu, maka takdir lah yang memisahkan" - All I Ask - Iqbaal Dhiafakhri - (Namakamu) Adre... Daha Fazla

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19 - End
Extra Part I
Extra Part III

Extra Part II

7.7K 711 27
WRstories tarafından

"Ayaahhhhh!" Rama menghampiri sang ayah yang baru saja pulang dari kantor, dengan sigap Iqbaal menggendong Rama dan membawanya menuju ruang tengah, di mana (Namakamu) berada.

(Namakamu) mencium tangan Iqbaal kemudian mengambil alih jas yang sudah dilepas oleh Iqbaal.

"Mau langsung mandi?" tanya (Namakamu).

Iqbaal menggeleng, "Aku mau ngobrol dulu sama Rama," ucap Iqbaal kemudian mendudukkan Rama di sebelahnya.

"Gimana sekolahnya, Ram? Rama gak nakal kan?" tanya Iqbaal dengan lembut. (Namakamu) ikut terduduk di samping kanan Rama. Mendengarkan perbincangan mereka.

Rama menatap kearah Iqbaal kemudian menggeleng, "Enggak, kok. Tadi Rama banyak ngobrol sama temen-temen,"

"Ngobrolin apa?"

"Katanya mereka punya adik, Rama mau punya adik, Yah."

Sontak (Namakamu) melotot mendengar ucapan polos Rama sementara Iqbaal tertawa renyah. Pandangan Iqbaal beralih pada (Namakamu). Menatap wajah istrinya dengan menyeringai. (Namakamu) memutar bola matanya melihat tatapan Iqbaal.

"Apa yang bikin Rama kepingin punya adik?" tanya (Namakamu).

"Temen-temen Rama bilang, kalo punya adik itu jadi rame. Kita bisa main sama adik. Rama bosen sendirian terus. Di sini Rama gak ada temen." jawab Rama

Iqbaal mencium puncak kepala Rama dengan sayang kemudian mengalihkan pandangannya kearah (Namakamu) dengan alis yang ia naikkan sebelah, "Gimana? Bersedia ngasih adik buat Rama?" tanya Iqbaal.

(Namakamu) melotot mendengar pertanyaan Iqbaal. Pipinya serasa memanas. Dengan segera ia meninggalkan keduanya menuju kamar dengan alasan ingin menaruh jas Iqbaal yang belum sempat ia taruh di dalam kamar.

Iqbaal terkekeh melihat kelakuan (Namakamu) yang terlihat salah tingkah karena ulahnya. Pandangannya beralih kearah Rama kemudian mencium pipi putranya itu, "Nanti ayah usahain buat kasih kamu adik, yaa. Tapi sabar. Karena bikin adik itu prosesnya gak sebentar, agak lama." ucap Iqbaal. Rama mengangguk polos membuat Iqbaal terkekeh melihatnya.

**

Iqbaal memasuki kamarnya. Terlihat (Namakamu) yang kini tengah merapihkan pakaian yang baru selesai disetrika agar segera dimasukkan ke dalam lemari. Khusus untuk ini, (Namakamu) tidak pernah menyuruh asisten rumah tangga yang melakukannya.

(Namakamu) melirik sekilas kearah Iqbaal kemudian kembali pada aktivitasnya, "Kamu mandi, gih. Nanti keburu sore." suruh (Namakamu) tanpa mengalihkan pandangannya kearah Iqbaal. Perempuan itu masih sibuk dengan aktivitasnya.

Iqbaal tersenyum kecil kemudian berjalan memasuki kamar mandi tanpa berbicara apapun. (Namakamu) menatap punggung Iqbaal dengan lesu.

Ia menghembuskan nafasnya kemudian segera menyelesaikan tugasnya, karena setelah itu ia harus membuat makanan untuk makan malam keluarga kecilnya itu. Tapi sebelumnya, dia menyempatkan diri membuatkan teh hangat untuk Iqbaal, supaya setelah Iqbaal selesai mandi, laki-laki itu merasa kembali hangat karena teh buatannya.

20 menit kemudian, akhirnya Iqbaal selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggantung di lehernya. Sesekali ia mengeringkan rambut yang masih basah menggunakan handuk tersebut. Tatapannya beralih ke penjuru kamar, kemana (Namakamu)? Pikirnya.

Namun, bibirnya seketika menyunggingkan senyum setelah melihat secangkir teh yang masih panas. Terlihat dari asap yang masih mengepul keudara. Disaat yang bersamaan, Iqbaal merasakan hidungnya mencium bau harum masakan. Tidak salah lagi, sudah pasti (Namakamu) tengah menyiapkan masakan untuk makan malam. Ingin sekali ia menghampiri istrinya itu, sekedar membantu atau memperhatikan gerak-gerik istrinya ketika tengah memasak. Namun, tugas pekerjaannya terlalu menumpuk hingga akhirnya Iqbaal memilih untuk menuntaskannya dan terduduk di sofa yang terletak di kamarnya. Tak lupa ditemani dengan secangkir teh buatan istrinya.

Tidak masalah jika Iqbaal harus kembali berkutat dengan berkas-berkas atau apapun itu yang menyangkut perusahaan yang tengah ia kelola. Semua ia lakukan demi anak dan istrinya. Agar kebutuhan mereka tercukupi.

**

"Bunda," panggil Rama menghampiri (Namakamu) yang masih sibuk dengan aktivitasnya. (Namakamu) mengalihkan pandangannya dan sedikit terkejut karena adanya Rama di sini.

(Namakamu) mengecilkan kompor yang masih menyala itu kemudan berjongkok di hadapan putranya, "Eh, Rama. Kenapa sayang?" tanya (Namakamu) mengusap puncak kepala Rama dengan sayang.

"Bunda liat deh," Rama tersenyum kemudian menunjukkan kertas polos yang kini sudah terdapat gambar. Gambarnya sedikit tidak jelas, namun (Namakamu) tahu apa maksud dari gambar yang dibuat oleh putranya.

"Rama yang buat?" tanya (Namakamu). Rama mengangguk antusias. (Namakamu) kembali tersenyum seraya menatap Rama dengan bangga.

"Gambarnya bagus, Bunda bangga sama kamu." ucap (Namakamu).

Rama bersorak ria seraya menepuk kedua tangannya, "Ini tuh Rama gambar di sekolah, Bun. Kata ibu guru, Rama harus gambar sebisanya. Yaudah, Rama gambar itu aja." (Namakamu) hanya tersenyum menanggapi ucapan Rama.

"Rama mau kasih tau Ayah, Ayah di mana?"

"Ayah ada di kamar. Tadi sih lagi mandi, tapi, kayaknya udah selesai, deh," ucap (Namakamu) kembali mengelus puncak kepala Rama.

"Yaudah, kamu ke Ayah sana, Bunda mau lanjut masak lagi."

Rama mengangguk dan pergi meninggalkan (Namakamu) menuju tempat di mana ayahnya berada.

(Namakamu) tersenyum kecil melihat Rama yang berlari kecil menuju di mana kamarnya berada. Anak itu, lucu sekali.

**

(Namakamu) memasuki kamarnya setelah ia selesai membuat menu makan malam. Niatnya, ia ingin memanggil Iqbaal untuk segera menuju meja makan. Mereka harus makan malam. Namun, melihat Iqbaal yang kini terduduk di sofa dan berkutat dengan beberapa kertas dan laptopnya membuat (Namakamu) berdecak pinggang dan dengan kesal menghampiri Iqbaal.

"Bisa gak, tunda dulu pekerjaan kamu kalo di rumah?" pinta (Namakamu) membuat Iqbaal mendongakkan kepalanya dan tersenyum manis. Menarik tangan (Namakamu) agar terduduk di sampingnya. (Namakamu) mendengus kemudian menuruti permintaan Iqbaal.

"Kerjaan aku itu terlalu banyak, kalo aku selesaiin semuanya di kantor, pulangnya juga gak akan secepat itu, mau gak mau aku harus bawa tugas-tugas aku ke rumah."

"Kan bisa dilanjut besok."

Iqbaal tersenyum manis, "Tugasnya harus segera diselesaikan, Sayang. Mau gak mau aku harus ngelakuin ini."

"Tapi kan-"

"Udah, aku gapapa kok. Selagi masih bisa aku kerjain, kenapa harus aku tunda." ucap Iqbaal dengan lembut membuat (Namakamu) menghembuskan nafasnya kasar. Yasudahlah, terserah apa yang ingin Iqbaal lakukan. Memang sudah dasarnya Iqbaal itu batu, mau di kasih tau berkali-kali juga tetap aja ngeyel.

"Yaudah, terserah kamu. Sekarang tunda dulu, kita makan malam," ucap (Namakamu). Iqbaal kembali tersenyum kemudian mengangguk. Meninggalkan semua pekerjaanya dan berjalan menuju meja makan.

Di sana sudah terdapat Rama yang tengah menunggu karena seusai menunjukkan hasil karyanya pada Iqbaal, dia kembali menghampiri (Namakamu) yang tengah menyusun lauk-pauk di meja makan. Bahkan langsung mengambil posisi, terduduk di atas kursi meja makan yang biasa ia duduki saat tengah makan bersama sambil menopang dagunya dengan tangan kanannya. Terlihat bahwa anak itu sangat bosan, mungkin karena menunggu ayah dan bundanya yang sangat lama di dalam kamar.

Iqbaal terkekeh pelan melihat ekspresi putranya itu. Kemudian mengacak rambut Rama dengan gemas.

"Ih, Ayah sama Bunda lama banget, Rama udah laper tau. Ngapain aja, sih?" ucap Rama ketus membuat (Namakamu) dan Iqbaal tersenyum.

"Kamu gak usah kepo, deh."

"Lagi proses bikin adik, yaa?" tanya Rama polos

(Namakamu) dan Iqbaal sontak membulatkan matanya, keduanya saling pandang. Iqbaal mendapatkan (Namakamu) yang kini menatapnya dengan tatapan menyipit, bibirnya bergerak seolah mengucap, "Dia tau dari mana?"
"Pasti gara-gara kamu, yaa"

Mengapa anak kecil seperti Rama bisa memikirkan hal seperti itu?

Iqbaal menggelengkan kepalanya seraya menatap (Namakamu), "Aku gak tau." desis Iqbaal

"Rama tau dari mana omongan kayak begitu?" tanya (Namakamu) histeris, menatap putranya seakan ingin tahu.

Rama memberikan cengiran khasnya kemudian menunjuk kearah Iqbaal, "Dari Ayah,"

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan tatapan mematikan, "Sumpah deh, aku gak ngomong apa-apa ke Rama." ucap Iqbaal waspada karena melihat tatapan istrinya.

"Ayah bilang, katanya Rama harus sabar buat nunggu, karena proses buat bikin adik itu gak sebentar. Nah, tadi Rama udah nunggu bunda sama ayah lama banget, kan." ucapnya mengatakan apa yang Iqbaal katakan tadi sore membuat Iqbaal menepuk keningnya.

Rama ini kenapa polos sekali? Bisa bisanya anak itu memikirkan hal yang jauh kesana.

(Namakamu) mengepalkan tangannya kemudian meninju lengan Iqbaal dengan kencang membuat Iqbaal meringis, "Apa sih, yaang? Kenapa dipukul?"

(Namakamu) tidak menggubris ucapan Iqbaal, dia langsung terduduk di kursi dan menyiapkan nasi juga lauknya untuk Rama dan Iqbaal.

Mereka bertiga mulai memakan makanannya tanpa ada yang memulai pembicaraan. Rama menatap kearah Ayah dan Bundanya yang kini sama-sama terdiam.

"Ayah, Bunda," panggil Rama membuat keduanya mendangakkan kepalanya dan menatap Rama. Mereka terdiam, menunggu apa yang ingin Rama sampaikan.

"Aku mau kalian cerai."

"HAH?!" Iqbaal memekik secara refleks mendengar ucapan Rama yang kelewat polos itu. Sementara (Namakamu) terbatuk karena tersedak. Buru-buru Iqbaal memberikan air untuk istrinya itu.

Usai minum, (Namakamu) menatap Rama dan Iqbaal secara bergantian. Kenapa Rama bisa bilang kayak gitu? Tau dari mana? Apa Iqbaal yang bilang sebelumnya?

"Apa? kenapa natap aku kayak gitu?" tanya Iqbaal karena melihat (Namakamu) yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kamu gak nyuruh Rama--"

"Yaenggak lah, aku kepikiran juga enggak." sungut Iqbaal membuat (namakamu) bernafas lega.

"Rama? Kenapa Rama ngomong kayak gitu?"

"Ehehe, tadi Rama gak sengaja denger di sekolah,"

Iqbaal dan (Namakamu) menatap Rama yang kini tengah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Iqbaal berdecak kesal. Gini nih, akibatnya punya anak yang pikirannya kelewat polos kayak Rama. Orang ngomong juga bakal diikutin sama dia.

🌠🌠🌠

End

Punya anak sepolos itu rasanya... Menggregetkan wkw

26/08/2017
Revisi
13 agustus 2018

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

601 67 5
Rose vannesya yang awal nya gapernah suka sama cowok sekalipun bahkan gapernah pacaran tiba tiba kedatangan murid baru yaitu mingyu Sebastian yang la...
1.2K 64 7
Kisah rose dan jaehyun yang tak sengaja bertemu rose yang berstatus janda anak 1 dan jaehyun duda 4 anak pun di pertemukan dan akhirnya menikah
1.3K 200 6
Marchella Quinn Warren yang akrab di panggil Lala itu sering di kira pacar dari Adriel seorang siswa pintar nan dingin itu namun pada kenyataannya ia...
1.7K 108 7
kisah dengan lika-liku yang manis dan kadang menyebalkan. Dimana para pemerannya menjalin kasih dengan pasangan masing-masing begitu manis dan romant...