Mahasiswa 1/2 Abadi (KOMEDI...

By dono_salimz

35.2K 4.1K 215

Setiap kampus punya cerita dan cinta? Ya, ini adalah kisah gue, Dono Salim, biasa dipanggil Dono. Kisah maha... More

Mau Jadi Apa? #part 1
Mau Jadi Apa? #part 2
Mau Jadi Apa? #part3
Mau Jadi Apa? #part4
Mau Jadi Apa? #part5
Moving On... #part1
Moving On... #part2
Moving On... #part4
Moving On... #part5
Anak Kost Kudu Strong #part1
Anak Kost Kudu Strong #part2
Anak Kost Kudu Strong #part3
Anak Kost Kudu Strong #part4
Anak Kost Kudu Strong #part5
Tipe-Tipe (katanya) Mahasiswa #part1
Tipe-Tipe (katanya) Mahasiswa #part2
Tipe-Tipe (katanya) Mahasiswa #part3
Tipe-Tipe (katanya) Mahasiswa #part4
Tipe-Tipe (katanya) Mahasiswa #part5
Barbie Tomboy #part 1
Barbie Tomboy #part2
Barbie Tomboy #part3
Barbie Tomboy #part4
Barbie Tomboy #part5
TOLONG DIBACA, GUYS...
Jesen dan Suling Sakti (part 1)
Jesen dan Suling Sakti (part 2)
Jesen dan Suling Sakti (part 3)
Jesen dan Suling Sakti (part 4)

Moving On... #part3

1K 160 0
By dono_salimz

Saat tengah asyik membereskan buku dan alat tulis dari atas meja, tiba-tiba saja, terdengar suara cowok yang sangat lembut dari belakang gue. Ya, lembut mirip gulali genjot di pasar malem.

"Eh, Dono! Gak nyangka, ternyata kita sekelas lagi, yak," ujarnya sambil menepuk pundak gue dengan halus.

"Err~ Iya nih, sekelas lagi kita," jawab gue sambil menengok ke arahnya.

"Masih inget sama gue, kan? Hehe,"

"Iya inget kok, kamu Dino, kan?" ujar gue bertanya balik, "Ngomong-ngomong, itu rambut kenapa?" sambung gue lagi, berusaha mengomentari rambutnya yang kini berubah menjadi berwarna ungu tua, mirip kayak terong yang udah kematengan.

"Kenapa? Keren yak? Gue udah mirip Lee Min Hoo, gak? Hehehee," ujarnya dengan tertawa sok manis, sambil menutup mulut dengan salah satu tangannya.

"....." Gue berusaha mencari tali rafia dan mencoba gantung diri di kelas, setelah mendengarkan kalimat terakhir dari Dino.

Jujur, gue agak sedikit risih melihat penampilan Dino yang agak berbeda dari sebelumnya. Meskipun, sebelumnya dia juga sudah pernah cerita ke gue, kalau dia adalah seorang pencinta Boyband K-Pop, gitu. Mengingat, pertama gue bukanlah orang yang mengerti tentang K-Pop sama sekali. Kedua, karena gue masih merasa geli, melihat seorang cowok suka dengan K-Pop. Sebenarnya sah-sah saja, cowok atau cewek mengidolai suatu grup band musik tertentu, mau dari dalam maupun luar Negeri. Tapi, bagi gue penampilan Dino sudah di luar batas wajar. Mungkin, bagi dia, mengenakan kaos v-neck, kemudian rambut dicat warna-warni, selalu memakai masker penutup mulut, dan memakai bedak tabur sekilo di wajah, merupakan hal yang keren. Tapi bagi gue, justru gue merasa kasihan sama dia. Rasanya kalau ada waktu, gue mau ajak dia untuk nonton Mario Teguh, biar dia bisa secepatnya tobat dan menemukan jati diri. Meskipun, secara penampilan Dino sangat aneh, tapi sejauh ini menurut gue, dia orang yang baik dan ramah.

Ketika tengah bersiap untuk meninggalkan kelas, tiba-tiba saja Dosen kelas gue, kembali menyampaikan sebuah pengumuman di depan kelas.

"Berhubung, kita sekelas nanti akan ada banyak materi yang difotokopi dan dibagikan melalui e-mail, saya minta 1 orang untuk menjadi ketua kelas di kelas ini, ya!" ujar Pak Dosen di depan kelas.

"Dono aja, Pak, soalnya dia pakai Batik sendiri hari ini, paling cocok jadi ketua kelas," celetuk seorang Mahasiswa dari bagian belakang, berusaha mencari cara agar gue menjadi ketua kelas. "Iya Pak, SETUJU!" Beberapa Mahasiswa lainnya, ikut menimpali kalimat tersebut dan mendukung gue untuk menjadi ketua kelas.

"Dono kamu jadi ketua kelas di kelas ini, ya?" tanya Pak Dosen sambil mendekat ke arah tempat duduk gue.

"Saya jadi ketua kelas, Pak? Tapi, saya belum pernah jadi ketua kelas sebelumnya, Pak," tanya gue dengan penuh keraguan.

"Gapapa, kamu cuma bantu kasih informasi ke teman-teman kamu aja, kalau misalkan ada dosen yang gak masuk, dosen mau kirim materi, atau informasi terkait dengan ujian kalian nanti. Cuma gitu saja kok tugasnya."

Menjadi ketua kelas? Seumur-umur, gue belum pernah menjadi ketua kelas sama sekali dari SD hingga SMA. Bagi gue, sejak dulu, menjadi ketua kelas merupakan pekerjaan yang menyeramkan, karena setiap harinya kita harus berani berbicara di depan kelas. Jujur, sejak dulu gue memang merupakan tipe pelajar yang sangat pendiam dan tidak terlalu aktif di kelas. Bahkan, saking diamnya gue, tidak sedikit teman kelas yang mengira kalau gue sedang kerasukan arwah penunggu sekolah yakni, Pocong Bisu.

Berbekal kalimat, bahwa menjadi ketua kelas itu gampang, gue pun memulai tugas pertama sebagai ketua kelas yakni, membentuk grup kelas di BBM. Pada masa ini, BBM alias BlackBerry Messenger memang menjadi sosial media yang paling digandrungi untuk berkomunikasi oleh anak muda. Dengan memberanikan diri, gue pun mencoba berdiri di depan kelas untuk meminta PIN BBM dari teman-teman sekelas gue. Tidak butuh waktu lama, akhirnya gue berhasil mendapatkan selembar kertas berisikan seluruh PIN BBM dari teman sekelas gue. Kini, grup kelas di BBM pun sudah jadi dan siap diramaikan.

Di kelas YJ ini, sebenarnya gue juga sekelas dengan Icha, tapi dia sudah punya teman baru sekarang dan gue gak enak buat mengganggu dia. Merasa kesepian, gue pun berusaha untuk mencari teman baru. Sambil melihat-melihat ke sekeliling, gue menemukan beberapa sosok orang yang menurut gue unik dan menarik kalau dijadikan teman. Pandangan gue tertuju ke arah 4 orang pria yang tengah duduk dalam 1 kelompok, namun mereka sibuk dengan gadget mereka masing-masing.

"Heh, maaf ganggu, kenalin nama aku, Dono." Ujar gue memperkenalkan diri, yang seketika langsung membuyarkan pandangan 4 orang pria sekaligus dari layar Handphone-nya masing-masing.

"Oh iya, Don, salam kenal, nama gue, Adit," ujar seorang pria berkaca mata dengan tubuh agak tinggi dan kumis yang agak lebat, mirip Om Indro Warkop saat muda.

"Kenalin, kalo gue, Gilang," saut seorang pria bekulit cokelat dengan mata agak sipit dengan rambut belah pinggir dan sedikit tipis di bagian sampingnya. Mirip, kayak jalur kutu buat balapan sepatu roda.

"Kalo gue Gabriel, Don," ujar seorang bertubuh kurus dan cukup tinggi, dengan rambut poni ke samping. Wajahnya bersih mirip seperti bule dan terbilang lebih tampan dari gue, kurang lebih sih, kayak Steven William, gitu.

"Nah, kalo nama gue Arief Yunaezra, Don, tapi lo bisa panggil gue, Ezra." Kata seorang pria agak cungkring dengan mengenakan kacamata, lengkap dengan rambutnya yang kribo mirip kayak brokoli berjalan.

Setelah beberapa saat mengobrol, gue merasa menemukan kecocokan dengan 4 orang ini. Menurut gue, mereka tipe Mahasiswa yang baik, punya selera humor tinggi, dan gak suka macem-macem. Bisa dibilang, mereka anak rumahan semua dan gak suka nongkrong di luar, gitu. Kurang lebih sih, sama kayak gue yang memang tipe anak rumahan dan lebih senang habisin waktu buat tiduran di kamar, sambil stalking mantan gebetan di Facebook. Gue bukan cowok gagal move on, tapi gue hanya ingin tau kabarnya saja. Ya, hanya itu saja.

***

Baru beberapa minggu masuk kuliah, tugas terus mengalir tanpa henti. Seperti sore ini, gue sedang berada di sebuah taman tengah kampus dengan dua teman gue untuk mengerjakan tugas kelompok. Mereka berdua adalah Fajar dan Ajeng. Fajar merupakan seorang pria berkaca mata dengan tubuh sangat tinggi dengan rambut ikal panjang dan ia merupakan anak rantau dari Padang. Kalau sedang marah, ia bisa mendadak nari piring pakai Hot Plate. Sedangkan Ajeng, merupakan seorang perempuan manis berkaca mata, tapi dia agak tomboy. Rambutnya sangat lurus, tapi panjangnya hanya sekuping saja, mirip kayak polwan di Bundaran HI.

Kebetulan, mereka adalah sepasang kekasih yang baru saja jadian beberapa hari yang lalu. Ibarat bunga, hubungan mereka itu sedang mekar-mekarnya. Bisa dibilang, mereka sedang kasmaran tingkat dewa, gitu. Dari sudut pandang gue sih, mereka memang cocok banget. Kenapa? Karena mereka memiliki hobi dan kesukaan yang semuanya hampir sama. Bisa dibilang sih, mereka itu sehati. Fajar anak DKV (baca: tukang gambar) dan Ajeng juga, Fajar suka Anime Jepang dan Ajeng juga, bahkan Fajar kencing berdiri dan Ajeng juga.

Sebenarnya, gue kerja kelompok berlima dengan 2 orang lainnya, tapi mereka gak ada kabar dan gak bisa dihubungi sama sekali. Mungkin, mereka sedang diculik sama Green Goblin saat sedang perjalan ke kampus. Kalau begini, gue menjadi gak enak sama Fajar dan Ajeng. Seolah, gue sedang menjadi ulet bulu di hubungan mereka, yang hanya bisa ngeliatin dengan penuh rasa iri sambil gigitin daun jati. Pait!

"Aku udah coba kabarin yang lainnya, tapi gak ada kabar nih," ujar gue sambil mengetik dengan Blackberry kesayangan gue.

"Kamu udah coba chat di grup kelompok BBM kita?" tanya Fajar sambil mendekat ke arah gue.

"WAKA-WAKA-WAKA-WAKA......" Ajeng tiba-tiba tertawa dengan kencangnya, mirip kayak Genderuwo habis makan orok.

"Kenapa ketawa, memang ada yang salah? Reseleting aku gak kebuka kok," tanya gue bingung, sambil mengecek ke arah 'adik' gue.

"Bukan itu, bukan..." kata Ajeng, menghentikan ucapannya. "Tapi, bahasa kalian itu, lohh," lanjut Ajeng lagi kembali.

"Memang kenapa bahasa kita?" tanya Fajar dengan wajah bingung.

"Kalian, kayak pasangan HOMO! WAKA-WAKA-WAKA-WAKA." Ujar Ajeng lagi, kembali diikuti dengan ketawa yang sangat kencang. Namun, kali ini mulutnya mangap lebih lebar lagi, selebar mulut kuda Nil yang habis nelen kulkas 2 pintu.

Gue gak habis pikir, kenapa Ajeng bisa bilang gue dan Fajar kayak pasangan homo, hanya gara-gara mengobrol pakai kata 'aku' dan 'kamu' doang. Memang salahnya di mana? Sebelum gue ke Jakarta, gue memang selalu menggunakan kata 'aku' dan 'kamu' untuk percakapan sehari-hari, bahkan dengan teman cowok sekalipun. Jujur, gue gak setuju, kalau percakapan 'aku-kamu' dengan sesama jenis di Jakarta, kemudian dikatakan sebagai penyuka sesama jenis. Semuanya sih, kembali lagi ke presepsi dan pandangan masing-masing setiap orang. Kalau semua orang cowok ngomong 'aku-kamu' dianggap homo, berarti dulu bapak-bapak tukang pecel di kampung gue itu homo semua dong?

Dengan jumlah anggota seadanya, kita pun melanjutkan tugas kelompok. Kita sepakat untuk membagi tugas menjadi 3 bagian, kemudian dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan nantinya dikumpulkan menjadi 1 bagian utuh. Tak perlu menunggu waktu lama, kerja kelompok pun dimulai. Fajar membantu Ajeng dan sebaliknya, Ajeng pun membantu tugas Fajar, hingga mereka pun selesai duluan secara bersamaan. Sedangkan gue? Gue hanya bisa guling-gulingan di tanah, sambil ngobrol sama semut rang-rang.

Ketika tengah asyik memainkan notebook, gue melihat seseorang yang gue kenal melintas di hadapan kami. Perempuan berkaca mata dengan tubuh agak tambun, serta rambut keriting panjang mirip kayak Indomie setengah matang. Penampilannya pun semakin mencolok dengan kaos biru muda bergambar Doraemon yang ia kenakan. Nama perempuan itu ialah, Sari. Seorang perempuan yang gak biasa, karena ia mengaku sebagai kekasih dari Doraemon. Semua benda yang bernuansa Doraemon dia punya semua, mulai dari; alat tulis, baju, bahkan hingga alat ajaib Doraemon yakni, Pintu ke Mantan Saja. Ya, ini merupakan salah satu alat ajaib Doraemon yang bikin gak bisa move on.

"Hallloooo, kaliannn semuaaaa..." Ujar Sari dengan nada khasnya yang centil dan berisik.

"Bisa gak sih, gusah pake TOA, Sari!" Ajeng mendadak kesal dan langsung memasang kuda-kuda ke arah Sari.

"Iiih, emang kenapa? Kan suara gue seksi," kata Sari lagi.

"Iya, suaramu seksi dan bergelombang, kayak rambutmu itu," kata gue meledek.

"Emang rambut gue, KENAPA?!" kata Sari dengan nada meninggi dan mendadak rambutnya mengeluarkan api. Gue ngeri, dia akan berubah menjadi super saiya.

Bicara soal rambut, gue jadi membayangkan, kalau misalkan rambut Sari bisa dipakai untuk berteduh, mungkin orang 1 RT bisa masuk dan neduh di dalam rambutnya. Sari memang tipe orang yang sangat ramah, tapi dia paling sensiitif kalau disinggung masalah rambut. Terakhir, ada teman yang menyinggung masalah rambutnya, ia langsung ditelan hidup-hidup tanpa dikunyah sama Sari. Maka dari itu, sebelum ditelan sama Sari, gue sudah melindungi diri gue, dengan melilitkan kawat berduri di seluruh tubuh.

"Sari, udah di sini aja temenin aku, biar gak kayak obat nyamuk," ujar gue.

"Lagian sih lo, udah tau mereka pacaran, malah sekelompok sama mereka," kata Sari meledek.

"Kan aku belum punya teman, jadi aku bingung mau sekelompokan sama siapa," ujar gue lagi.

"Kalau bisa sih, jangan cuma nyari teman, tapi pacar. Biar kuliahnya bisa semangat, Don," ujar Fajar menyeletuk.

"Nah iya, bener tuh, Don. Gue setuju banget," kata Sari ikut menimpali ucapan Fajar.

"Pacar? Aku belum siap, hehe. Sudah, sudah, lanjutin kerja kelompok aja dulu." Gue berusaha mengalihkan pembicaraan.

Satu tugas kerja kelompok, akhirnya terselesaikan juga. Setidaknya, sekarang gue bisa sedikit bernapas sejenak, karena tugas lainnya masih menunggu. Menjadi Mahasiswa itu ternyata tidak seenak yang gue bayangkan, karena setiap hari gue harus dikejar oleh deadline tugas.


**Lanjutan cerita ini bisa dibaca di halaman berikutnya, ya! :)

Follow gue di Instagram, Twitter, & Wattpad juga -> @dono_salimz

Jangan lupa juga kasih Comment, Voted, & masukin cerita ini ke Reading List ya, Guys! (^_^)  

Continue Reading

You'll Also Like

394K 23.1K 35
"mungkin ini takdir, hidup bersama malvin" -Haikal Samudra "menjadikanmu sebagai pendamping hidup adalah keputusan yang tepat" -Malvin Abriandra kisa...
28.7K 1.5K 11
BUDIDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!! [bijak dalam berkomentar, tidak menerima hujatan, kalo nggak suka dengan cerita aku, skip aja nggak usah dibaca...
36.9K 3.8K 25
Jungwon mendengar semua orang di sekolah barunya membicarakan betapa buruk dan rendahan nya seorang Park Jongseong.
7.5K 851 10
⚠️❗ WARNING ❗⚠️ cerita bromance / brothership ⛔ gak suka, skip aja, gak usah baca Haechan x nct 127 . Tertanda Sayap Kiri . "Di ujung perjalanan kkn...