Waktu (END)

By iiaMlk

36.2K 2.9K 233

Rahasia apa yang disembunyikan waktu? More

Prolog
Pertemuan Pertama
Senyuman?
Silat
Kebersamaan?
Cinta?
Bahagia
Rencana
Teror Pertama
Kecurigaan
Kecelakaan
Hay
Ada Apa?
Terluka
Mulai Terungkap
Masalah Baru
Naomi...
Kenyataan Sebenarnya
Pilihan Sulit
Kehidupan Baru (END)

Akhir Dari Semuanya

1.1K 113 7
By iiaMlk

Veranda menjatuhkan tubuhnya sendiri dihadapan Ryan lalu menundukan kepala. Tangannya yang masih menggenggam pistol kini bergetar hebat.

"A-aku,"

"Sepertinya kau sudah berhasil membunuh dia." Ryan tersenyum senang memandangi wajah atasannya sendiri yang kini sudah berada di bawah kendalinya.

"Bunuh aku," Veranda menjatuhkan pistol itu, "jangan memaksaku untuk membunuh orang yang sangat aku cintai. Aku mohon. Jika ada yang harus mati diantara kita bertiga, aku rela mati."

Ryan menarik kasar baju Veranda untuk berdiri lalu mencengkeram kuat rahangnya hingga Veranda meringis kesakitan. Dengan kasar ia menampar pipi Veranda kemudian mendorong kasar tubuhnya, "Baik jika itu maumu!" bentaknya seraya mengambil pistol yang langsung ia arahkan pada Veranda.

Veranda yang sudah pasrah oleh semuanya hanya bisa memejamkan mata menerima apapun yang akan Ryan berikan. Sementara itu air mata mulai mengalir deras dipipi, meratapi nasibnya sendiri yang jauh dari kata beruntung.

"Aku sudah kehilangan Mama, Papa dan Kakak ku sendiri. Aku sudah hancur berkali-kali oleh tanganmu itu. Sekarang aku siap jika aku harus hancur untuk yang terakhir kalinya." Kalimat panjang itu akhirnya bisa lolos dari bibir Veranda. Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh diikuti oleh suara erangan kasar. Veranda membuka matanya, mendapati Ryan yang tengah mengusap wajahnya dengan frustasi.

"Aku hanya ingin membalas semua yang sudah orang tuamu lakukan! Mereka mengambil semua aset keluargaku hingga ayahku jatuh sakit dan meninggalkanku untuk selamanya. Ibu menyusul kepergian Ayah karna dia tidak sanggup hidup dengan penderitaan. Ini semua karna keluargamu!"

Veranda tergelak tidak percaya dengan semua yang Ryan ucapkan. Ia baru mengetahui ini sekarang, kedua orang tua bahkan Randy tidak pernah menceritakan semua ini. "Kau tau bagaimana sakitnya ditinggalkan, tapi kenapa kau melakukan hal yang sama pada orang lain?"

Ryan bersandar lemas di didinding mengatur napasnya yang tersenggal karena emosi yang membelenggu hatinya. Ia diam, tidak menjawab pertanyaan yang Veranda berikan.

"Aku akan memberikan setengah dari hartaku dan seluruh perusahaanku. Aku berjanji tidak akan melaporkanmu pada Polisi atas semua yang sudah kau lakukan," ucap Veranda memberikan penawaran berharap semua masalah ini selesai. Ia tidak peduli jika harus kehilangan harta sebanyak itu.

Ryan menggerogoh saku celananya mengambil kunci kecil yang langsung ia lemparkan pada Veranda, "Itu kunci rantai Aron. Aku akan memberimu kesempatan untuk hidup selama beberapa bulan. Ingat, setelahnya mungkin aku akan membunuh Naomi, adikmu dan dirimu sendiri." Ryan menegakan punggungnya kemudian berjalan pergi meninggalkan Veranda. Anggap saja kesempatan yang ia berikan sebagai rasa simpatiknya. Meskipun setelahnya ia akan kembali datang untuk merengut semua kebahagiaan Veranda.

***

"Pelan-pelan," ucap Veranda menuntun Aron yang masih sangat lemas untuk berjalan masuk kedalam kamarnya.

Setelah membaringkan Aron, Veranda berjalan keluar kamar berniat mengambil makan dan minum untuk Aron. Ia masih bisa bersyukur karena Ryan tidak menyakiti Aron, Ryan hanya membuat Aron pingsan dan mengikatnya menggunakan rantai. Aron sendiri tidak mengingat apapun saat ia tanya tadi.

Langkah Veranda terhenti ketika melihat Naomi berdiri di ruang keluarga dengan raut wajah cemas. Tubuh yang lebih kecil dari tubuhnya itu kini mulai berlari kecil menghampirinya dan langsung mendekap erat tubuhnya. Veranda mengembuskan napas kasar tanpa membalas pelukan Naomi.

"Kenapa tiba-tiba menghilang?! Aku sudah mengatakan jangan pergi kemana-mana! Tetaplah dibelakangku, Ve! Aku hampir gila mencarimu di hutan!"

Tangan Veranda terangkat berniat untuk membalas pelukan Naomi. Namun diurungkan ketika mengingat Ryan yang mengatakan akan membunuh Naomi. Veranda menggeleng pelan, ia tidak ingin memberikan masalah kepada Naomi untuk kesekian kalinya. Satu detik setelahnya, Veranda mendorong kasar tubuh Naomi. Tatapannya dibuat setajam mungkin, "Menjauh dariku!"

Naomi mengerutkan dahinya bingung melihat sikap Veranda, "Ve, kenapa?"

"Aku tidak ingin melihatmu lagi, Naomi! Pergi!" bentak Veranda tajam. Namun dalam hati, sekuat tenaga ia menahan rasa sakit karena ucapannya sendiri. Apalagi setelah melihat mata Naomi berkaca, ia sudah dengan sengaja menyakiti seseorang yang selama ini selalu berusaha melindunginya.

"Ve, bukankah baru saja kau mengatakan bahwa kau mencintaiku? Lalu kenapa sekarang begini? Aku salah apa?" tanya Naomi beruntun. Tangannya berusaha menggapai tangan 

Veranda namun ditepis dengan kasar. Naomi meringis, merasakan sakit yang tiba-tiba meremas dadanya saat ini.

"Semua itu bohong! Aku hanya membohongimu agar kau mau membantuku menemukan siapa pembunuh itu."

Naomi menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sakit yang semakin bertambah. Dalam satu kedipan, air mata mengalir membasahi pipinya. Ia masih menatap Veranda meski pandangannya kini tersamarkan oleh air matanya sendiri.

"Keluar, Naomi!" teriak Veranda sudah terlalu frustasi, tidak sanggup memandangi wajah Naomi lebih lama lagi. Itu hanya akan menambah rasa sesaknya.

Naomi menarik napas dalam dan dihembuskan perlahan beruaha menetralisir rasa sakit itu, "Baiklah, aku pergi tapi ingat aku akan kembali."

***

Sebulan berlalu

Malam yang semakin dingin menyengat kulit Naomi. Angin malam berhembus menusuk-nusuk kulitnya, tetapi ia tidak peduli. Ia harus segera bertemu dengan Veranda untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting, mungkin lebih tepatnya ia ingin mengetahui apa alasan Veranda menjauhinya. Sebelumnya ia memang tidak tau apa yang membuat Veranda tiba-tiba memutuskan untuk menjauh, disaat ia sudah terbiasa menjalani hari-hari dengan keberadaan Veranda disampingnya. Tentu saja ia merasa sangat kehilangan

"Ve, aku mohon!" teriak Naomi untuk kesekian kalinya meski ia harus ikhlas jika pada akhirnya hanya keheningan yang ia dapatkan karena Veranda masih tidak mau keluar dari rumahnya

Naomi terduduk lemas didepan pintu rumah Veranda, memeluk lututnya sendiri yang ditekuk. Sesekali ia menggosokan kedua tangannya untuk sekedar meminimalisir rasa dingin yang menjalar kesekujur tubuhnya.

Tiba-tiba pintu terbuka. Karena terlalu mendadak, tubuh Naomi langsung terjengkang kebelakang, pandangannya langsung mengunci pada Veranda ketika kedip mulai bergerak.

"Apa yang kau lakukan? Aku sudah mengatakan, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi," ujar Veranda

Segera Naomi bangkit dan berdiri tepat didepan Veranda, ia menggapai tangan kanan Veranda untuk digenggamnya, "Kenapa kau berusaha untuk menjauhi ku? Apa aku melakukan kesalahan?"

Veranda menggeleng, menarik tangannya dari genggaman Naomi lalu bersandar diujung pintu, memandang jauh kedepan

"Aku sudah mengetahui siapa pembunuh kakak ku, jadi untuk apa kita bertemu lagi?"

Naomi menatap Veranda tidak percaya, ia menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa mendadak dadanya menyesak mendengar ucapan Veranda.

"Apa kebersamaan kita hanya sebatas itu?" tanya Naomi lirih

Veranda menatap Naomi serius lalu mengangguk pelan, "Ya, apa kau pikir aku mau menganggapmu sebagai temanku?"

Naomi mengerjap beberapa kali mencoba menepis semua rasa sakit dihatinya, ia kembali menggenggam tangan Veranda, "Jangan berusaha membohongiku"

Untuk kedua kalinya Veranda menepis kasar tangan Naomi, tatapannya sudah sedikit tajam, "Tidak, Naomi! Mengertilah, aku tidak ingin menemuimu lagi"

Veranda mendelik tajam lalu mundur satu langkah, dengan keras ia membanting pintu tanpa menyadari bahwa sebelum pintu itu ditutup, ada satu tangan yang berusaha menghalanginya. 

"Aaaargh" teriak Naomi merasakan sakit di keempat jarinya

Mata Veranda terbelalak, ia membuka pintu dan langsung menggenggam tangan Naomi, "Maaf, aku tidak tau. Maafkan aku." Veranda terlihat panik mengusap lembut tangan Naomi sambil sesekali ditiup untuk meredakan rasa sakit itu. Ia menuntun Naomi untuk duduk dikursi ruang tamunya

Lima menit berlalu, Naomi tidak melepas pandangannya dari Veranda yang masih mengusap lembut tangannya. Ia meringis kesakitan merasakan tiupan Veranda yang sebenarnya membuat rasa perih itu bertambah tapi dengan sekuat tenaga ia harus menahannya. Jika tidak ia yakin Veranda akan melepas genggamannya.

"Menjauhlah dariku, aku mohon," ucap Veranda masih menatap tangan Naomi, menyembunyikan matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Beri aku alasan." Naomi menarik tangannya kemudian mengangkat dagu Veranda agar menatap kearahnya, ia bisa melihat mata Veranda berkaca-kaca dan pada saat itu juga ia menyadari bahwa Veranda sedang menyembunyikan sesuatu, "aku butuh penjelasan."

"Dia tidak akan membiarkanku hidup, aku hanya takut dia akan menyakitimu. Naomi, aku mohon." Veranda memejamkan matanya beberapa detik membiarkan semua airmata yang sedari tadi ia tahan, keluar membentuk patahan-patahan kecil dipipinya, patahan yang menunjukan betapa ia sedang berusaha menahan rasa sakit, patahan yang seolah menjadi lambang dari penderitaannya selama ini.

Sepasang tangan Naomi terangkat menghapus airmata dipipi Veranda, "Selama ada aku, dia tidak akan bisa membunuhmu, kematianmu hanya bisa menjadi angan-angan untuk dia."

Veranda menggeleng kuat, "Aku tidak memikirkan kematianku tapi kamu Naomi, dia akan membunuhmu"

Naomi mengembuskan napas berat lalu bersandar, memandang lelah kebawah lantai, "Jika seseorang siap menjalani hidup, dia juga harus siap menghadapi kematiannya"

"Aku hanya merasa takut"

Kembali Naomi menatap Veranda, ia menghela napas sebelum akhirnya menggenggam kedua tangan Veranda untuk menguatkannya, "Ketakutan hanya bersemayam pada diri seseorang yang lemah, ketakutan hanya boleh dirasakan oleh seseorang yang berada dalam lingkaran kesalahan. Kenapa kita harus takut?"

"Ketakutan itu manusiawi, apa aku tidak boleh merasakan takut? Sedangkan aku adalah seorang manusia."

"Aku tidak akan membiarkan rasa takut itu melemahkanmu."

"Kenapa? Bukankah tujuan kita dari awal hanya ingin mengetahui siapa pembunuh kakak ku, aku sudah mengetahuinya."

Naomi melepaskan genggamannya, lalu menundukan sedikit wajahnya tidak tau apa yang harus ia katakan. Gadis itu benar, untuk apa ia berada disini? Mengemis sebuah kebersamaan, sementara ia tau Veranda sudah menjauhinya seolah tidak ingin bertemu dengannya

Dirasa tidak ada jawaban, Veranda bangkit mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam. Namun baru beberapa langkah, ia merasakan sepasang tangan melingkar diperutnya

Naomi menyandarkan pipi dipunggung Veranda. Ia menghela napas lalu berbisik lembut, "Jangan menjauh aku mohon."

Untuk beberapa detik Veranda terdiam mendengarkan ucapan setengah kaku itu, apa yang harus ia lakukan saat ini? Ia tidak bisa bersama dengan Naomi karena ia tau, nyawa Naomi terancam jika Naomi tetap ada disampingnya namun ia juga tidak bisa menjauh dari Naomi dan membiarkan hati gadis itu tersakiti hanya karena ketakutan yang tengah menyelimuti hatinya.

"Jika dia tidak bisa menjatuhkan jari tanganku, bagaimana mungkin dia bisa membunuhku? Dia tidak akan mampu dan tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk bisa menghancurkanku. Kenapa kau mengkhawatirkan hal itu dengan berusaha menjauhi ku dan mambuat hatiku hancur? Penjahat sebenarnya bukan mereka tapi kamu, Veranda"

Veranda semakin terisak, ia melepaskan rangkulan tangan Naomi diperutnya dan langsung berbalik untuk memeluk Naomi

"Maaf," ucap Veranda menenggelamkan wajahnya dicaruk leher Naomi dan membiarkan semua airmatanya tumpah dalam pelukan Naomi, pelukan yang selalu mampu menghangatkan hatinya, pelukan yang selalu bisa memberikannya kedamaian, pelukan yang menjadi sumber atas semua ketenangannya.

Naomi mengangguk pelan seraya mengusap lembut rambut Veranda. Ia menghela napas lega, merasa sangat tenang melihat satu masalah sudah memutuskan untuk pergi menjauh dari hidupnya.

"Bagaimana jika mereka membunuh kita?" tanya Veranda masih tidak mau melepaskan pelukannya

"Sama seperti waktu, kematian juga tidak akan bisa dihambat. Tapi sebelum kematian itu benar-benar datang, aku akan selalu berusaha melindungimu"

Sebuah suara mendarat ditelinga Naomi, ia memejamkan mata berusaha mengenali suara apa itu. Seperti suara langkah kaki seseorang dari luar, sejurus kemudian ia tersadar ada sesuatu yang tidak beres dan segera melepaskan pelukan Veranda.

Veranda terkesiap menatap Naomi seolah menanyakan ada apa. Naomi menggeleng menggenggam tangan Veranda untuk masuk kedalam rumah namun sepertinya ia terlambat ketika merasakan sebuah batu berukuran sedang menimpa kepala belakangnya

"Mau kemana kalian?" tanya seseorang dari ambang pintu

Naomi dan Veranda berbalik. Melihat orang yang sudah tidak asing lagi, Ryan. Naomi langsung menarik tangan Veranda agar bisa bersembunyi dibalik punggungnya.

"Ada urusan apa?!" tanya Naomi tajam

Tangan Veranda bergetar hebat melihat darah keluar dari kepala Naomi, apa yang baru saja ia takutkan berubah menjadi nyata, tepat dihadapannya.

Ryan memutar sebuah pistol ditangan kanannya, "Drama romantis, tapi sepertinya kalian harus mengucapkan kata perpisahan."

"Aku sudah memberikan setengah dari hartaku! Bahkan perusahaanku! Kenapa kau masih menggangguku?!" tanya Veranda mulai histeris. Rasa takut, sedih dan emosinya seolah berkerja sama untuk melemahkannya, "aku tidak menyangka, orang yang selama ini bersamaku bisa melakukan hal sejahat ini!"

Naomi menatap Veranda lalu menggeleng pelan memberi isyarat agar Veranda tidak berbicara. Ia mengembuskan napas berat lalu kembali menatap tajam pada Ryan, "Keluar!"

Ryan tertawa keras, "Aku tidak akan keluar sebelum melihat salah satu dari kalian mati, masalah ini bukan hanya soal harta tapi juga kepuasan hati." Perlahan Ryan mengangkat pistolnya dan bersiap menekan pelatuk, "Selamat tinggal."

DOOOR DOOOR DOOR

"Naomi!!"

"Veranda!!"

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

408K 33.1K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
24K 2.1K 17
Cukup untuk mencintai dalam diam saja karna untuk memilikimu sepertinya itu tidak mungkin bagi ku. . . Ini cerita tentang G×G/LESBIAN jadi jika tidak...
326K 36K 53
Ara ingin menjadi pelangi dihidup Chika tapi ia lupa memberi warna untuk hidupnya sendiri [Fiksi] 18+ gxg
184K 18.3K 70
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...