Kecurigaan

1K 132 6
                                    

Veranda tergelak saat membuka pintu rumah. Mendapati Ryan yang tengah menggenggam sebuah pisau dan Aaron yang tengah terkapar dengan luka sayat ditangannya.

"Tenang." bisik Naomi pelan kemudian meraih sebuah ponsel dari saku celananya untuk mengambil gambar yang bisa ia jadikan bukti. Setelah itu ia menghubungi kantor polisi.

"Kak Ryan!" bentak Veranda keras lalu berjalan cepat menghampiri Ryan. Dengan tenaga penuh ia memukul wajah Ryan hingga tubuhnya terhuyung beberapa langkah kebelakang. Tak berhenti sampai disitu, ia menebas keras tangan Ryan agar pisau yang berada dalam genggaman pemuda itu terlepas begitu saja.

"Ve, beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Tadi,"

Belum sempat Ryan melanjutkan ucapannya, Veranda mundur satu langkah dan langsung melayangkan kakinya memukul tepat didepan wajah Ryan sampai akhirnya pemuda itu terjatuh di lantai. Emosi Veranda sudah sangat besar saat ini, ia menarik tubuh Ryan yang tergeletak lalu membantingkannya ketembok. Satu tangannya menahan tubuh Ryan, sedangkan tangan lainnya digunakan untuk memukul wajah Ryan berkali-kali.

"Aku bantu." Ucap Naomi mengangkat tubuh Aron lalu menuntunnya untuk duduk dikursi. Sekilas ia melihat kearah Veranda yang masih belum berhenti memukul Ryan. Ia hanya menghela napas kasar berusaha memahami apa yang tengah Veranda rasakan saat ini.

"Aaargh," ringis Aron memegangi lengannya sendiri yang terasa sangat perih.

Naomi kembali menatap Aron lalu menjatuhkan pandangannya pada lengan Aron yang semakin banyak mengeluarkan darah. "Apa yang dia lakukan?"

"Di-dia tiba-tiba muncul dan hendak menusukku dengan pisau. Aku berusaha menghindar hingga pisau itu mengenai lenganku."

"Tunggu disini." Naomi bangkit lalu berdiri menghampiri Veranda. Sejenak ia melihat wajah Ryan yang sudah tidak beraturan dengan wajah dipenuhi darah.

"Cukup." Ucap Naomi tetapi Veranda seolah menulikan telinganya hingga apa yang ia katakan tidak masuk kedalam indra pendengaran Veranda. Naomi mengembuskan napas berat lalu merangkul pinggang Veranda dari belakang dan menariknya mundur beberapa langkah menjauhi Ryan. Sempat Veranda memberontak tetapi tenaganya tidak cukup kuat dari Naomi

"CUKUP!" bentak Naomi menghempaskan tubuh Veranda disamping Aron.

"Kenapa?!" tanya Veranda berdiri dari tempat duduknya kemudian mendorong kasar bahu Naomi, "apa aku tidak boleh marah melihat adikku dilukai dengan sengaja seperti ini? Dia pasti pembunuh semua keluarga ku! Dia pembunuh! Aku harus menghabisinya!"

Naomi meremas wajahnya frustasi kemudian menahan tangan Veranda yang sepertinya hendak memukul Ryan. Dengan kasar ia mendorong tubuh Veranda dikursi, "Aku bilang cukup! Tidak lama lagi polisi akan kesini! Kita serahkan semuanya pada pihak yang berwajib."

Setengah jam berlalu. Polisi sudah membawa Ryan untuk ditindak lanjuti. Sedangkan Naomi memutuskan tetap berdiam diri di rumah Veranda. Ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Veranda.

Naomi berjalan masuk ke ruang keluarga mendapati Veranda yang tengah terisak. Sementara Aron sudah masuk ke dalam kamar setelah lukanya diobati oleh Veranda. Naomi duduk disamping Veranda lalu menarik kedua tangan Veranda yang sebelumnya menutupi wajah.

"Kenapa menangis?" tanya Naomi seraya menghapus lembut air mata dipipi Veranda. Lalu, ia menggenggam kedua tangan Veranda berusaha untuk sedikit menenangkannya.

"Aku tidak percaya, Ryan tega melakukan ini semua. Orang yang selama ini dianggap anak oleh kedua orang tua ku, ternyata pembunuh."

"Kita masih tidak punya bukti untuk itu, Ryan hanya akan di hukum karena berusaha mencelakai Aron."

Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang