Private Secretary

By knight_lady27

1M 28.7K 1.2K

Michelle Kane adalah seorang sekretaris berkualifikasi di pagi hari dan seorang penari telanjang di malamnya... More

Synopsis
Chapter 1 : The Virgin Stripper
Chapter 2 : The Agreement
Chapter 3 : Hopeless
Chapter 4 : Mess Up
Chapter 5 : Broken
Chapter 6 : Topless
Chapter 8 : Trapped
Chapter 9 : Not Yours
Chapter 10 : A Fool, a Liar
Chapter 11 : The One Who Stays
Chapter 12 : Personally Grinded
Chapter 13 : Cinderella

Chapter 7 : Misunderstand

81.7K 2.2K 113
By knight_lady27

Chapter 7

Misunderstand

Pandanganku terus terpaku di jalanan yang kulihat melalui lapisan kaca mobil yang agak gelap. Dan akhirnya suasana yang familiar menyelimuti pandanganku. Pepohonan hias dan juga taman yang terletak di mansion megah milik keluarga Weston.

Mobil akhirnya berhenti dan aku pun bersiap-siap untuk turun. Aku berniat untuk melepaskan sabuk pengaman yang tadi dikenakan oleh Shane padaku. Tapi, tangannya mencekal tanganku yang sudah mendarat di atas tanganku. Kewaspadaanku sudah mulai meningkat.

Cklek....

Suara sabuk pengaman yang terlepas memecahkan keheningan. Melihat itu aku segera melepaskan tangan Shane dan beranjak pergi.

Baru saja aku akan membuka pintu, pergelangan tanganku sudah digenggam erat oleh tangan Shane. "Jangan." ucapku sambil menekankan nada suaraku.

Aku menatap tajam mata Shane yang juga sedang menatapku. Membuatku kalah. Ia mendekatkan wajahnya padaku. "Apa yang kau lakukan dengan Vincent?" tanya Shane tanpa melepaskan pandangannya dariku.

"Apa yang kau lakukan dengan Ross?" balasku kembali dengan nada menantang.

"Jangan memulai ini, Ms. Kane. Aku ingin menjaga semuanya tetap professional."

"Oh ya? Professional? Seingat saya, Mr. Weston, anda-lah yang memulai semua ini. Memulai perjanjian konyol ini, memulai kehancuranku, memulai perkelahi--" Ia segera menutup bibirku dengan telapak tangannya.

Aku menatap Shane dengan tatapan membunuh yang ia balas dengan tatapan licik yang tidak dapat kuartikan. "Kau sangat mengganggu." Ia melepaskan tangannya dari bibirku. Aku mendengus kesal dan melepaskan tanganku secara paksa dari Shane.

"Kau tahu apa, aku sangat lelah dengan semua permainanmu." sahutku dengan tajam.

Aku menumpahkan sebuah tatapan penuh kebencian murni pada Shane sebelum akhirnya membuka pintu mobil. "Dan kau tahu, aku pasti akan mencari cara untuk keluar dari permainan konyolmu ini." Aku keluar dari mobil sambil menghentakkan setiap langkahku dengan keras.

Tiba-tiba, dua lengan melingkari tubuhku, membuat langkahku terhenti. Tubuhku kini sedang bersandar pada sesuatu yang lebar dan hangat. Kesalahan. Tubuhku kini sedang bersandar pada tubuh Shane yang lebih tinggi dan lebih lebar dariku.

"Nona Kane, aku tahu aku salah jadi aku ingin kau melupakan kesalahanku di klub tadi."

"Dan berikan aku satu alasan. Kenapa aku harus melupakan kesalahanmu?" ucapku dengan tajam.

Ia menunduk dan mengecup kecil pundakku. Memberikan sebuah sensasi yang tidak pernah kurasakan. Tapi, untuk harga diriku, aku memutuskan untuk tetap diam. Tidak tahu harus mengatakan apa. Apakah aku harus mengejeknya karena telah bersifat kekanak-kanakan? Atau---

"Apakah kau akan memaafkan ku, Michelle Kane?" bisik Shane di leherku. Aku menahan mulutku agar tetap diam.

Ia menegakkan tubuhnya yang agak membungkuk untuk berbisik padaku tadi. Ia melepaskan pelukannya. Ketika kurasa sudah terlepas, aku bermaksud untuk segera melarikan diri tapi, aku dicegat oleh kedua tangannya lagi yang langsung mengurung tubuhku kembali.

Ia mendekatkan bibirnya di dekat daun telingaku, membuatku dapat merasakan nafasnya yang menyapuku. "Dan, aku ingin kau menjauhi Vincent." bisiknya lalu melepaskanku dan beranjak pergi.

Aku ingin mengejarnya dan menuntut penjelasan dari pernyataan yang ia keluarkan tadi. Tapi, entah kenapa pandanganku tiba-tiba pandanganku mengabur dan menggelap.

-

-

-

Aku dapat mencium wangi kayu manis dan citrus di dekat wajahku. Aku mendekat dan melingkarkan tangan dan kakiku lebih erat lagi pada bantal keras yang ada di sampingku. Aku merasakan hembusan aroma mint yang menyapu wajahku.

Ada yang ganjil dengan bantalku.

Aku membuka mataku secara perlahan untuk melihat apa yang tengah kupeluk. Aku mengerjapkan kelopak mataku beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatanku.

Pencahayaan yang redup membantuku untuk menyesuaikan diri dengan cepat. Hal pertama yang kulihat adalah wajah Shane.

Nafasku tertahan dengan seketika. Kelopak matanya membungkus mata biru intens miliknya dengan tenang. Ia tidak memakai baju. Aku sedang tidur bersama Shane?

Panik.

Aku segera melihat ke arah tubuhku. Berpakaian. Aku melihat ke arah Shane. Untunglah ia masih mengenakan celananya.

Dengan seketika, gelombang kelegaan langsung menyapuku. Tapi, aku masih belum bisa begitu tenang. Aku harus keluar dari sini.

Tidak ingin membangunkannya, secara perlahan, aku melepaskan dekapan konyolku padanya. Dimulai dari kakiku yang melingkari pinggangnya yang tidak terbalut pakaian, hingga lenganku yang memeluknya seakan hidupku bergantung padanya.

Perlahan, aku melepaskan diri dari Shane dan aku berhasil. Kini aku harus menjauh dari ranjangnya. Baru saja aku membalikkan tubuhku untuk beranjak pergi, dua lengan yang kekar melingkari tubuhku dan menarikku ke arah Shane.

"Pagi, sekretaris." racau Shane yang sedang memelukku tanpa membuka matanya.

"Lepaskan aku." Aku meronta dan berakhir dengan dekapan Shane semakin erat melingkariku. Ia menghirup rambutku.

"Kau wangi sekali, sekretaris." bisiknya di sela rambutku.

Aku melepaskan tangannya dari tubuhku dengan paksa. Lalu, langsung melepaskan diriku darinya dan berdiri di tepi tempat tidurnya. Mengambil jarak yang diperlukan. Ia masih terbaring dan menutup matanya dengan tenang. Tapi aku tahu bahwa ia sedang berpura-pura.

"Hentikan itu. Dan katakan, bagaimana aku bisa berada di sini?"

"Aku sendiri bertanya-tanya tentang itu. Kau tiba-tiba saja pingsan." jawabnya dengan mata tertutup.

Pikiranku pun melayang, memikirkan alasan bagaimana aku bisa pingsan. Dan akhirnya aku menemukannya, aku yang menderita hipotensi, belum makan sedikitpun kemarin dan aku bekerja keras.

Aku mengerutu dalam diam, lalu mengambil salah satu bantal dan melemparinya dengan itu tepat di wajahnya.

"Berhentilah berpura-pura mati. Bangun dan segera-lah bersiap-siap untuk bekerja, Mr. Weston." Ujung bibirnya terangkat dan membentuk sebuah senyum.

"Bukankah suatu ucapan terima kasih akan sangat menyenangkan." sindirnya.

Aku memutar bola mataku dalam kekesalan. "Terima kasih, dan sekarang bangun, Tuan Weston."

"Baiklah, sekreataris." Ia membuka kelopak matanya. Melihat ke arahku dengan mata birunya.

Ia membangkitkan dirinya dan duduk. Merenggangkan tubuhnya. Kesalahan. Tubuhnya yang belum dibalut pakaian. "Dan segera pakai bajumu." tegasku tajam sambil mengalihkan pandanganku ke lantai. Aku dapat merasakan bahwa ia telah mengembalikan pandangannya ke arahku.

"Apakah kau suka dengan apa yang kau lihat sekarang, nona Kane?" ucap Shane sambil mengedipkan matanya padaku. Kurasakan wajahku berubah menjadi merah padam. Menutupi rasa maluku, aku mengambil salah satu bantal yang terletak di dekatku dan melempari Shane dengannya.

"Hey, hentikan!" Ia menangkap bantal tersebut dan melempariku kembali. Aku segera mengambil bantal lainnya dan melemparinya kembali. Ia melakukan hal yang sama denganku. Dengan semangat yang membara, aku berdiri di atas tempat tidur Shane dan menghujaninya dengan pukulan bantal.

Ia bergerak menjauh dan malah jatuh dari tempat tidurnya yang setinggi pinggang. Kupikir, ia akan meringis kesakitan. Tapi, suara kesakitan itu tidak juga terdengar.

Apakah ia jatuh tepat di kepalanya dan mati?

Terkejut dengan pikiranku sendiri. Aku bergerak mendekat ke arah tepian tempat tidur, tempat Shane jatuh tadi.

Dengan pelan dan sambil berharap ia tidak mati, aku melihat ke arah bawah dan menemukan, lantai yang kosong. Rasa panik langsung menerjangku. "Mr. Weston?" tanyaku pada udara kosong. Berharap ia akan keluar secara ajaib dan mengatakan bahwa ini semua hanya-lah candaan.

Aku berbalik ke arah belakang.

"Boo!"

"Waaahhhh!" Aku berteriak kaget. Aku segera menenangkan diriku dan menstabilkan kembali nafasku yang habis karena tersentak. Aku menatap Shane dengan ketidakpercayaan. Nafasku kembali berjalan teratur.

Hanya ada keheningan.

Tapi, bukan keheningan yang mengganggu melainkan keheningan yang damai. Aku menatap sepasang kolam biru sapphire yang menatap kembali ke mata ku.

"Kau memiliki mata yang indah." ucapku tanpa sadar.Ia tidak mengatakan apa-apa, tetapi, hanya terus menatapku. Wajahnya mendekat. Tapi, aku tidak tahu. Otakku tidak dapat merespon. Aku tidak merasa hal yang kulakukan ini salah.

Hal selanjutnya yang kutahu. Kami telah berciuman. Dan, tidak seperti biasanya, aku merespon Shane dengan menicumnya kembali. Manis.

Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Tapi, aku yakin, aku telah membuang semua logika ku karena aku sedang mencium Shane Weston yang menghancurkan hidupku.

Tanpa sadar, kedua lenganku melingkari leher Shane. Menariknya lebih dekat lagi kepadaku.

Tiba-tiba, dering lagu ponselku berbunyi. Menyentakkan kami berdua. Kami memandang satu sama lain dengan pandangan 'Apa yang baru saja kulakukan tadi?'

Shane segera bangkit dan beranjak dari tempat tidur. Dengan cepat ia mengambil kemeja yang terletak di kursi dekat tempat tidurnya dan meninggalkan ruangan ini.

Tersadar dalam kenyataan, aku segera merangkak ke tepi tempat tidaur, dan mengambil ponselku yang terletak di atas nakas di sampingnya. Dengan tangan yang masih membeku karena kejadian tadi, aku menekan tombol jawab tanpa melihat ke arah layar.

"Hello?"

"Michelle Dorothya Winona Kane, bagaimana bisa kau tidak menghubungi ataupun memberikan kabar pada ibu mu sendiri selama satu minggu ini?!" Mom meraung melalui speaker ponselku. Aku menjauhkan telingaku dari ponsel guna melindungiku dari ketulian.

Setelah kurasa aman, aku mendekatkan kembali telingaku. "Maafkan aku, Mom. Bagaimana dengan kabarmu? Apakah kau sehat?"

"Aku baik-baik saja, Michelle. Lisa merawatku dengan baik." jawab Mom. Lisa Tate adalah perwat pribadi yang bekerja dengan kami setelah hampir 3 tahun, ia adalah bagian dari keluarga sekarang.

"Bagaimana dengan Jayden, Jason dan Jessica?" tanyaku menyebutkan ketiga nama adikku.

"Mereka semua baik-baik saja, Michelle. Tapi, kau tentu tahu bagaimana kenakalan Jayden dan Jason." jawab Mom sambil tertawa. Aku ikut tertawa membayangkan kenakalan mereka.

"Apakah akhir pekan nanti kau senggang?" tanya Mom.

"Um, aku tidak tahu Mom." Aku menjawab sambil segera mengambil buku planner ku yang berada di dalam tas.

Setelah mengecek jadwalku, aku memutuskan akan mengambil cuti pada akhir pekan dan menjawab, "Tidak, aku tidak sibuk. Apakah aku boleh mengunjungimu?"

"Tentu kau bisa, Michelle. Apakah kau harus bertanya terlebih dahulu untuk mengunjungi ibumu dan pulang ke rumah?" ucap Mom.

Aku tertawa geli. "Aku hanya bercanda. Tapi, baiklah, aku akan mengunjungimu pada akhir pekan. Dan lagi, jangan lupa untuk memanggang cookies cream untukku." jawabku setengah bercanda.

"Baiklah. Aku akan menutup telpon nya. Aku menyayangimu, dear. Bye"

"Aku menyayangimu juga, mom. Dan, sampai jumpa akhir pekan."

Mom terlebih dahulu menutup telponnya sebelum aku mematikan ponselku. Aku mengalihkan perhatianku ke ruangan tempatku berdiri kini. Dan, kejadian tadi kembali berputar di kepalaku. Aku segera mengambil tasku dan pergi meninggalkan kamar tidur Shane.

-

-

Meskipun aku sedang membuat kopi di dapur kantor untuk Shane Weston, bos-ku. Tapi, pikiran ku terus melayang pada kejadian tadi pagi. Tanpa sadar, tanganku mendarat di bibirku. Apa yang kupikirkan tadi pagi? Kenapa aku menciumnya? Kenapa aku mencium Shane Weston tanpa perlawanan?

Ini memang bukan pertama kalinya ia menciumku, tapi, kenapa kali ini rasanya begitu manis?

"Kau tahu, kau sebaiknya tidak melamun ketika kau seduh membuat kopi?" Seseorang bebisik di telingaku sehingga membuatku terkejut dan kaget. Karena pergerakanku yang tiba-tiba, aku hampir terjatuh dari sepatu hak tinggi yang kukenakan di kaki ku.

Seseorang menopang tubuhku dengan segera. Vincent. "Kau sangat manis ketika terkejut, Michelle Kane." ucapnya sambil tertawa kecil.

Tidak tahu harus berbuat apa, aku berkata, "Selamat pagi, Vincent." ucapku dengan nada yang aneh.

"Apakah kau sibuk akhir pekan nanti?"

"Well, aku berencana untuk pulang ke rumahku di Allentown."

"Oh baiklah." jawabnya dengan nada yang agak kecewa. Tapi, aku berusaha untuk menekan pertanyaan ku padanya agar tidak membatalkan rencana ku untuk pulang ke rumah.

"Jadi apakah aku boleh ikut ke sana, karena sebenarnya, aku akan merasa bosan pada akhir pekan." ujar Vincent dengan ekspressi berbinar-binar yang sulit ditolak. Aku tertawa gugup. Tidak tahu harus mengatakan apa.

"Ayolah, Michelle." pelas Vincent seperti seorang anak yang memelas ibunya untuk membelikannya permen.

"Err, aku tidak tahu."

"Ayolah Nona Kane."

"Aku tidak bisa menjanjikan kesenangan di sana, karena aku tinggal di rumah sempit yang kumuh di pinggir kota, Vincent."

"Tenanglah, Michelle. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dari pada menghabiskan waktu bersamamu." ujar Vincent dengan nada merayu.

"Apakah kau mencoba untuk merayuku?" tanyaku dengan bercanda. Ia tertawa dan mendekatiku. Wajah menunduk untuk dapat mencapai wajahku.

Secara refleks aku mundur ke belakang.

"Baiklah, aku harus pergi. Mr. Weston akan membunuhku jika aku tidak mengantarkan kopinya dengan segera." ucapku dengan segera.

"Aku yakin ia tidak akan sampai membunuhmu, Nona Kane."

Hari ini, aku hampir jatuh dalam pesona dua orang putra keluarga Weston.

-

Aku meletakkan kopi tersebut di atas mejanya. Ia sedang di telpon. Aku berdiri di depan meja nya sambil menunggu perintah selanjutnya dari nya.

Untuk mengalihkan perhatianku dari mendengarkan pembicaraannya, aku menguntaikan jari-jariku.

"Kau akan memberikan malam yang tidak terlupakan untukku?" ucap Shane di telpon. Dengan siapa dia berbicara?

"Baiklah, sampai jumpa." ujar Shane di telpon lagi sebelum akhirnya mematikan telponnya.

"Nona Kane." panggil Shane.

"Ya, Tn. Weston." jawabku.

"Aku ingin kau mempelajari dokumen-dokumen ini lalu, batalkan semua jadwal meeting ku hari ini. Dan, jangan hadang seorang pun wanita yang hendak masuk ke kantorku." Mataku melebar.

Ada apa dengannya?

Bukannya tadi mood-nya terlihat baik?

Tapi, sekarang...

"Tapi, hari ini terdapat pertemuan penting tentang kerja sama Weston Corp. dengan Briggs Industry, Mr. Weston. Anda tidak dapat membatalkan dengan sesuka hati." tentangku.

"Dan sayangnya Nona Kane, aku bisa dan aku akan melakukannya, Nona Kane." jawab Shane menekankan setiap nadanya sambil berdiri dan menatap tajam ke arahku.

"Dan aku tidak suka mengulangi perintahku untuk kedua kalinya. Apakah kau mengerti, Nona Kane?" tanya Shane dengan tegas.

Aku menundukkan kepalaku. Terintimidasi oleh kekuatannya. "Aku mengerti." jawabku dengan lemah.

"Bagus, sekarang laksanakan." ujar Shane. Aku mengangguk dan segera melangkahkan kaki ku keluar dari ruangan Shane.

-

-

Sudah ke-tiga kalinya seorang wanita menanyaiku 'Dimana kantor Shane Weston?' dengan nada angkuh, ke-tiga kalinya aku menunjukkan pada wanita itu di mana letak kantor Shane, ke-tiga kalinya aku mendengar suara desahan tidak pantas yang berasal dari dalam kantor Shane, dan sudah ketiga kalinya, wanita itu keluar dengan tampang yang berantakan dan nafas yang terombang-ambing.

Ugh, masih begitu primitif-kah pola pikirnya? Kupikir Shane adalah seorang pria terhormat.

Yup, bagaimana ia bisa menjadi terhormat jika apa yang ia lakukan pagi ini, masih lebih terhormat dari apa yang ia lakukan padamu?

Terdengar suara ketukan di pintu.

"Masuk." ucapku sambil terus memusatkan perhatianku pada dokumen-dokumen yang harus kupelajari.

"Hello, Kane." Aku mengenali suara itu.

"Ow, Albert. Hey." sapaku. Walaupun ia telah mematahkan hatiku tanpa sadar tapi, aku tahu hal yang terbaik yang dapat kulakukan adalah membuatnya bahagia.

"Sudah jam 12, dan semua staff tempat kau bekerja dulu sedang makan siang. Jadi, apakah kau mau bergabung?"

A.N : Thank you very much for your endless support. And as always, please vote and comment! Love you guys.

Continue Reading

You'll Also Like

418K 7.7K 19
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
296K 24.8K 48
DON'T REPOST MY STORY!!! -S and when i look at you, i know your already become my world- Drax Shana tidak pernah menyesal kabur dari supir pribadiny...
4.9M 181K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
439K 17.8K 34
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...