Stardust

maharaniii_

399K 41.2K 6.2K

#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan... Еще

SATU - Reza
DUA - Naya
TIGA - Reza
EMPAT - Naya
LIMA - Reza
ENAM - Naya
TUJUH - Reza
DELAPAN - Naya
SEMBILAN - Reza
SEPULUH - Naya
DUA BELAS - Naya
TIGA BELAS - Reza
EMPAT BELAS - Naya
LIMA BELAS - Reza
ENAM BELAS - Naya
TUJUH BELAS - Reza
DELAPAN BELAS - Naya
SEMBILAN BELAS - Reza
DUA PULUH - Naya
DUA PULUH SATU - Reza
DUA PULUH DUA - Naya
DUA PULUH TIGA - Reza
Long Time No See
DUA PULUH EMPAT - Naya
DUAPULUH LIMA - Reza
DUA PULUH ENAM - Naya
DUA PULUH TUJUH - Reza
DUA PULUH DELAPAN - Naya
DUA PULUH SEMBILAN - Reza
TIGA PULUH - Naya
TIGA PULUH SATU - Reza
TIGA PULUH DUA - Naya
TIGA PULUH TIGA - Reza
[EPILOG]

SEBELAS - Reza

11.7K 1.3K 312
maharaniii_

Jam dinding yang menempel di kamar rawat inap Bunda Ria masih terus berdetak ke arah kanan. Waktu menunjukkan pukul setengah dua pagi. Dan sialnya, hari ini Reza masih tidak bisa memejamkan mata. Sementara itu, di sofa sudah ada Naya yang tertidur pulas sejak dua jam yang lalu.

Anak lelaki itu bergeming. Menatap jalanan depan rumah sakit yang sudah lenggang malam ini. Tirai jendela sengaja ia singkap dengan tangan kiri sementara tangan kanannya sibuk menyisir rambut dengan jemari sebelum akhirnya ia menghela napas.

Akhir-akhir ini, semua terasa berat untuk Reza. Banyak hal yang menyita perhatian dan pikirannya. Apalagi soal kemarin sore selepas latihan futsal. Saat itu, ponselnya yang ia letakkan di tepi tempat tidur menyala. Sebuah nama terpampang dari pemberitahuan panggilan masuk.

Papa.

Reza diam di tempat. Sungguh saat itu ia tidak tahu apakah ia harus mengangkat panggilan itu atau tidak? Tapi akhirnya, rasa tidak pedulinya pada sang ayah lah yang mengalah. Laki-laki itu memutuskan mengangkat panggilan dari ayahnya.

"Mau sampai kapan kamu begini sama Papa?" Pertanyaan itu masih terekam jelas di ingatan Reza. Anak lelaki yang masih memakai jersey futsalnya masih terdiam untuk menanti ucapan Papa Rio selanjutnya.

"Cepat atau lambat, papa akan ke Indonesia untuk menjemput kamu."

"Aku mau tinggal sendiri. Kalau papa balik ke sini dan mau tinggal di rumah, aku yang keluar." Papa Rio diam. Ia tidak pernah menyangka bahwa keputusannya untuk meninggalkan istrinya dan Reza betul-betul membekaskan luka di hati jagoan kecilnya.

"Mau sampai kapan kita begini?" tanya Papa Rio kemudian.

"Aku capek, Pa. Mau mandi." Reza berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Papa belum selesai." Reza menghela napas, ia berulang kali menelan ludahnya sendiri. "Papa mau kamu lanjutkan kuliahmu di sini."

Reza mengangguk reflek. "Nggak janji."

"Reza–"

"Reza?" tepukan pada bahunya membuat Reza sontak membuka kelopak matanya. Perlahan ia lihat kembali pemandangan jalanan depan rumah sakit sebelum akhirnya ia menoleh dan mendapati Naya sudah berdiri di sampingnya sambil mengusap mata. "Tidur, peleh!"

Reza tidak menyahut apa-apa. Tapi bibirnya melengkung melukis senyuman. Kemudian ia membalikkan badan, menghadap ke arah Naya sebelum tanpa aba-aba membenamkan tubuh perempuan yang masih berusaha mengumpulkan nyawa ke dalam pelukannya.

"Za?" kata Naya nyaris tak terdengar. Mata perempuan itu tanpa sadar menyipit dan entah sejak kapan, Naya seolah mendapat sengatan listrik yang membuat kesadarannya langsung kembali secara utuh saat lengan Reza melingkari tubuhnya. "Kenapa?"

Yang ditanya masih bungkam. Tidak mengatakan barang sepatah kata yang bisa membuat Naya paham dengan apa yang salah malam ini? Sehingga Reza yang ia tahu begitu kuat terlihat sangat lemah dan kecil saat mendekapnya. "Gue gemes sama lo."

Tangan Naya melingkari pinggang Reza. Ucapan Reza sudah terdengar sejak dua detik yang lalu. Tapi Naya sedang tidak ingin diajak bercanda. Lagipula, anak perempuan itu tidak yakin bahwa apa yang dikatakan Reza padanya adalah apa yang memang ingin ia katakan dan sedang dirasakan sahabatnya.

"Hey," ucap Naya pelan seraya melepas pelukannya dan menyentuh kedua bahu Reza penuh penekanan. "Gue nggak tau lo kenapa, dan gue nggak akan pernah maksa lo buat cerita apa-apa, at least, sampe lo sendiri yang mau berbagi sama gue. Tapi, gue cuma mau ngingetin satu hal sama lo, Novreza Syafar Alfalah. Whenever and wherever you need a shoulder to cry on, you can hit me up. And I swear, I'll be there."

***

Seperti rutinitas dihari Rabu, kelas XII IPS-1 mendapatkan jadwal mata pelajaran Matematika di jam ke lima dan enam. Tapi, khusus untuk hari ini, Naya memutuskan tidak mengikuti mata pelajaran yang diampuh oleh Pak Yunus. Alasannya sederhana, karena hari ini Naya terlalu malas untuk duduk memerhatikan dan lebih ingin membaringkan tubuhnya diranjang UKS dengan alasan klasik andalannya, yaitu sakit.

Anak perempuan itu memandang langit-langit UKS sembari menerka apa yang membuat Reza begitu terlihat berbeda semalam. Apa yang membuat pikiran anak lelaki yang sudah dikenal Naya sejak kecil sekalut itu?

Naya sendiri semakin tidak tahu, siapa pemenang dari taruhan yang ia buat sendiri bersama Reza? Karena semakin hari, Septian rasanya semakin menjauh dan yang membuat Naya tidak habis pikir adalah mengapa ia bersikap biasa saja seolah tanpa perlu merasa tersakiti?

"Meninggal lo, ya?!" Suara anak lelaki bersamaan dengan pintu UKS putri yang terbuka membuat Naya reflek mendudukkan tubuhnya dengan punggung menyandar pada tembok. "Gue chat daritadi nggak dibales," sambungnya seraya menuntup pintu kembali.

"Apaan?" tanya Naya santai begitu melihat Reza berjalan ke arahnya. Lelaki itu diam, tapi matanya tidak bisa melepas padangan dari wajah Naya barang sedikit. Sampai ia uduk di tepi tempat tidur UKS.

Reza lalu mengulurkan tangannya, dan menempelkan punggung tangan itu ke dahi Naya dengan mata menyipit, "sakit apaan lo?"

"Hah?"

"Halah, nggak panas, nggak apa juga," balas Reza tanpa menghiraukan Naya yang masih kebingungan. "Boong lu, ya?"

"Hehehe,"

Reza mau tidak mau ikut tersenyum sebelum ia menurunkan tangannya dari dahi Naya dan merogoh saku celananya, "nih!"

"Buat gue?" tanya Naya dengan pandangan yang terpaku pada botol susu warna hijau. "Nggak buat Sekar?"

"Oh, nggak mau? Yaudah!"

Naya langsung menyambar tangan Reza yang bergerak kembali memasukkan minuman itu ke dalam saku, "eh! Mauuuu!"

"Lo ngapain disini?" tanya Reza seraya menatap lawan bicaranya yang mulai sibuk menancapkan sedotan bening ke tutup botol warna hijau itu dan bersiap minum. "Bukannya dikelas belajar, malah disini santai-santai. Udah mau UN juga."

Naya masih sibuk menyedot susu rasa melon favoritnya sebelum ia mengernyitkan alis dan membalas ucapan Reza, "Lo lama-lama kayak Ibu-Ibu PKK komplek kita, ya?"

"Ya lagian bolos,"

"Ya lo juga ngapain ke sini nyamper gue? Bukannya dikelas."

"Yaaa– nggak apa-apa lah! Suka-suka gue."

Naya diam, sibuk memasukkan sedotannya kedalam mulut lagi, sampai ia merasa harus menanyakan beberapa hal pada Reza. Mata gadis itu menatap wajah teman lelakinya dari arah samping sampai Naya mungkin lupa mengedipkan mata.

"Apaan?" tanya Reza sambil membalas tatapan Naya datar.

"Apanya yang apaan?"

"Lah?" Ada jeda. "Elu ngapain ngeliatin gue mulu?"

Naya reflek mengalihkan tatapannya ke arah jendela UKS putri sambil menggeleng, "enggak!"

"Halah," cengir Reza menggoda. "Terpesona lo ya ngeliatin gue?"

"Najis."

"Halaaaaah," balas Reza seraya berusaha menatap wajah Naya yang bersemu merah. Anak lelaki itu sampai rela membungkukkan sedikit tubuhnya dan menolehkan kepala, tapi Naya masih pura-pura memalingkan wajah.

"Gue nggak ngeliatin juga!" bantahnya lagi, "Tuh tadi di bibir lo ada upil!"

"Mana?" tangan Reza sontak mengusap bibirnya dan berusaha mencari benda yang dimaksud Naya walaupun hasilnya tentu saja tidak ada. "Nggak ada juga."

"Ih ada tadi!"

"Manaaaaa?"

"Ya mana gue tau, jatoh kali!"

"Halaaaah,"

Naya langsung mendorong tubuh Reza walaupun tidak kuat sampai anak lelaki itu bergeser beberapa senti dari posisinya duduk, "Udah sono lo ke kelas, nanti ketauan guru diomelin kalo lo masuk-masuk UKS putri!"

"Biarin," sahut Reza kemudian, lalu tangannya dengan sekali percobaan langsung menangkup tangan Naya dan menggenggamnya, "gue mau nanya nih!"

"Ya nanya aja."

"Lo abis lulus ini mau kuliah dimana?"

"Kepo."

Reza berdecak malas, lalu ia menarik tangan Naya, "serius juga gue!"

"Emangnya kenapa?"

Reza terdiam, matanya menatap wajah Naya dengan pandangan datar yang tidak terbaca, "ya enggak sih. Nanya aja."

"Udah ah ga jelas lo."

"Jangan kuliah jauh-jauh ya, Nay?" sahut Reza tanpa mengindahkan perkataan Naya barusan. Yang diajak bicara langsung beku. Ia tidak lagi menarik tangannya dari genggaman Reza. Tidak ada yang bersuara selain dengan tatapan mata. "Ya?"

Naya tidak menjawab apa-apa selain dengan anggukan kepala dan senyuman tipis. Tapi dua detik setelahnya, Reza membalas apa yang menjadi jawaban Naya dengan bibir yang merekah sempurna dan uluran tangan untuk mengacak ujung kepala perempuan itu.

"Gue nggak mau jauh dari lo masa," kata Reza jujur tanpa melepas genggaman tangannya dari perempuan yang berusia dua tahun di atasnya.

"Kenapa?"

"Nggak tau," Cowok itu menggeleng lemah. Kepalanya yang menunduk lalu terangkat sampai Naya bisa menatap lawan bicaranya. "Gue cuma nggak mau aja."

Perempuan yang hari ini memakai sepatu warna putih itu tidak membalas ucapan Reza sama sekali selain dengan senyuman tulus di dua sudut bibirnya. Naya lalu menghela napas untuk menetralkan degup jantungnya sendiri sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berkata. "Are you okay?"

Reza langsung melempar pandangannya ke arah lain, sebelum ia mengangguk ragu, "ya, I am."

"Za," Naya menghela napas lagi. Kemudian ia menatap lawan bicaranya dalam-dalam.

Reza masih belum menoleh, tapi anak lelaki itu terkekeh dengan kepala yang menunduk. Entah apapun yang akan dikatakan Reza setelah ini, tapi Naya tahu, sahabatnya sedang dalam masalah dan Naya tidak ingin Reza merasa sendiri.

"Kenapa?" ulang perempuan itu sekali lagi.

"Kemarin papa telepon."

"Terus? Bilang apa aja?"

Reza mengangkat bahu, "katanya dalam waktu dekat mau balik ke Indonesia."

"Oh ya?" Pandangan Naya berubah, menunjukkan semangat walaupun tidak terlalu kentara. "Bagus dong?"

"Buat apa?" tanya Reza datar. "Buat apa dia dateng lagi? Kenapa baru sekarang? Dulu dulu dia kemana pas nyokap sakit sampe akhirnya meninggal?" Naya tidak merespon apa-apa selain menatap Reza tanpa berkedip sama sekali. Dadanya sesak dan napasnya sudah ia tahan sejak Reza memulai ceritanya beberapa puluh detik yang lalu.

"Gue nggak mau ketemu dia, Nay." Lelaki itu menatap Naya lebih lekat lagi. "Gue nggak butuh dia."

"Za," Naya reflek menggigit bibir bawahnya sebagai penyalur sesak yang merayap dan memenuhi rongga dada. "Sebesar apapun salahnya, dia tetep bokap lo dan lo nggak bisa merubah apapun. Sebenci apapun lo sama bokap lo, gue masih percaya kalo lo punya tempat buat bokap lo di hati lo."

Reza lalu tersenyum, entah untuk tujuan membenarkan ucapan Naya atau menyemangati diri sendiri. "Tadinya gue nggak mau lo tau apa-apa. Gue nggak mau lo ikut sibuk mikirin masalah gue. Karena tiap hari juga lo udah sibuk mikirin gue kan?"

"Serius ih!" Naya mengernyitkan alis matanya sambil menepuk lengan Reza.

Lelaki itu lalu terkekeh saat melihat ekspresi Naya yang kesal. "Yaudah lah, nggak usah dipikirin." Reza lalu meraih pergelangan tangan Naya lagi. "Yang penting ada lo dan orang tua lo yang rasanya udah kayak orang tua gue sendiri. Asal ada kalian aja disini, gue udah seneng."

Naya tersenyum lalu ia membalas genggaman tangan Reza, "gue sayang sama lo masa."

"Yaelah, Juleha!" Lelaki itu langsung mengalungi leher Naya dengan lengannya. "Gue apa lagi! Sayang banget sama lo gue mah! Jangan ditanya lagi!"

"REZA SUMPAH YA KETEK LO!" kata Naya memberontak agar dilepaskan. Sebetulnya, ketiak Reza tidak bau sama sekali. Tidak seperti ketiak Budi atau Irvan yang bau saat hari menjelang siang. reza selalu harum dan Naya sendiri tidak mengerti apa yang membuat anak lelaki itu tidak pernah mengecewakan untuk dipeluk.

"Udah ah, mau cabut gue," kata Reza sembari melepas rangkulannya pada leher Naya.

Yang diajak bicara sontak menyipitkan mata, "Mau kemana lagi? Kelas aja gih!" suruhnya setelah Reza sudah menuruni tempat tidur UKS dan bersiap pergi. Sementara yang disuruh langsung menatap jam di pergelangan tangan kirinya.

"Nih ya, Endang, gue kasih tau, lima menit lagi bel istirahat kedua, kalo gue ke kelas, kayak neneng pea gue, dateng, duduk beberapa detik, berdiri lagi. Kayak lagi ambeien."

"Eh iya, ya?" kata Naya sambil tersenyum. "Terus lo mau kemana?"

"Ke Mushola lah," kata Reza santai. "Adzan. Terus sholat. Emangnya elo."

"Gue sholat anjir dirumah!" balas Naya kesal.

Reza hanya menimpali dengan kekehan karena ia sudah berjalan menjauh dan berhenti selangkah di depan pintu UKS putri sambil memutar kenop.

"Adzan belom bener aja lo," ledek Naya begitu Reza membuka pintu.

"Ngeremehin lagi." Reza lalu menoleh sebelum betul-betul menghilang di balik pintu UKS. "Besok, kalo anak lo lahir gue yang adzanin."

"Idih ngarep."

Setelahnya, Naya masih sibuk tersenyum ditempatnya. Ucapan-ucapan Reza masih terngiang. Bagaimana cara anak lelaki itu bicara, bagaimana mimik wajah dan bibirnya bergerak dan berubah. Bagaimana caranya menatap Naya. Reza begitu berbeda. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh Naya dan itu adalah yang membuat Reza terlihat istimewa.

Dan setelah sekian lama menghabiskan waktu bersama, kenapa baru sekarang Naya menyadari bahwa dirinya sudah jatuh cinta?

Drrrtt

Getaran ponsel yang ia letakkan di saku rok seragam membuat Naya langsung mengambil benda itu dari tempatnya dan melihat apa yang muncul di benda persegi warna putih miliknya.

Sekar Sanjani: Kenapa nggak bilang dari awal? Jangan naif jadi cewek:)

Naya langsung menggeser layar dan memasukkan passcode sebelum membalas pesan dari Sekar.

Naya Audiva: Apaan?

Sekar Sanjani: Masih belaga bego?

Naya Audiva: Lo ngomong apaan dah? Skrg lo dimana? Gue samper, diomongin baik-baik Kar

Sekar Sanjani: Kalo lo juga suka Reza, bilang. Jangan gini.

Sekar Sanjani: Congrats ya Naya. Nusuknya berhasil. Lo jahat asli :)

***

Author Notes:

Part terhancur sepertinya? Typo dimana2 karena emang nggak dicek lagi ehe. Maaf ya kalo nggak ngena:( jatohnya setengah2 gitu ini part mau sedih apa seneng apa cute apa gimana:( wkwk pikiran saya lagi nyabang kemana2 sih. Yha curhat dikit

Oh ya, vote dan komen ya jangan lupa. Komennya yang panjaaaaaaang ehehe. Ya kali ngetik hampir 2500 kata cuma dikomen "next" kan sakit ati wkwk

Mana ni suaranya team NayaReza? SekarReza? NayaSeptian? SarasReza? AlivyaKangAdum?

Sampai ketemu di part DUA BELAS yaaa! Ciaooo

Продолжить чтение

Вам также понравится

Figuran Menjadi Tunangan Protagonis SecretNim

Подростковая литература

1.5M 105K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
quarter past midnight | √ s t a r

Короткий рассказ

53.3K 4.2K 54
[ C O M P L E T E D ] Bukan hanya perihal pertemuan, bagaimana jika waktu juga memimpin kita pada sebuah perpisahan? --- Copyright ©...
Be Yours?! DAMN! R E G I N A

Любовные романы

214K 2.7K 18
If you fall in love with their eyes, you'll be in love, forever. . . . . P.S : Cerita ini diposting pertama kali lewat medsos Facebook dgn user "Re...
MARSELANA kiaa

Подростковая литература

1.6M 38.7K 17
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...