Miss Trouble vs Mr Genius (En...

By AllyParker8

159K 10.5K 1.4K

Damar pasti sudah gila. Tidak. Kakaknya yang pasti sudah gila. Ah, tidak. Lebih tepatnya, kakak-kakaknya. Pri... More

Intro
Bab 1 - Gadis Pembuat Masalah
Bab 2 - Janji yang Terlanjur Terucap
Bab 3 - Terseret dalam Masalah
Bab 4 - Tenggelam dalam Masalah
Bab 5 - Misi Menyebalkan
Bab 6 - Gadis yang Terlalu Mengesalkan
Bab 7 - Lagi, Hukuman
Bab 8 - Clean After the Trouble
Bab 9 - Enough!
Bab 10 - Guilty
Bab 11 - Truth Behind
Bab 12 - To Hold You
Bab 13 - Dear, Heart
Bab 14 - Denial
Bab 15 - Getting Away
Bab 17 - Realize
Bab 18 - Because of You
Bab 19 - A Better Life
Bab 20 - Dream

Bab 16 - Worried to Death

5.5K 456 64
By AllyParker8

"Siapa, Ra?" tanya Dhika pada Dera yang membaca pesan di ponselnya dengan kening berkerut dalam.

"Anna. Dia bilang kalau dia ngantuk dan nggak jadi ke sini." Dera menatap Dhika bingung. "Padahal tadi dia katanya mau tanya ke Damar tentang tugas sekolah."

"Dia bilang gitu soalnya ada kamu," Dhika membalas.

Dera mengerutkan kening. "Tapi aku beneran liat dia nyiapin bukunya tadi."

Dhika mendesah berat. "Kamu tau dia, Ra. Dia tuh ..."

"Kak Dhika yang nggak tau Anna," Damar memotong kalimat Dhika.

Semua yang ada di meja makan menatapnya. Damar mendesah berat. Sudah basah, berenang saja sekalian.

"Banyak hal yang nggak dia omongin ke Kak Dhika. Banyak hal yang Kak Dhika nggak tau tentang dia," ungkap Damar. "Kakak juga pasti nggak tau kan, kalau Anna nggak bisa naik sepeda?"

Dhika tampak terkejut.

"Itu ... beneran, Mar?" tanya Ryan tak percaya.

Damar mengangguk. "Makanya, beberapa hari ini, Damar ngajarin dia belajar naik sepeda tiap sore di lapangan komplek."

"Aku sama sekali nggak tau ..." gumam Dhika muram.

"Kenapa kamu nggak ngomong ini sejak awal, Mar?" tegur Prita.

Damar mendecak kesal. "Anna sendiri aja malu buat ngomong itu, gimana bisa Damar ngomong itu. Kalau sampai Anna tau, dia bakal ngamuk ke Damar, kali."

"Jadi, kamu nyimpen semua rahasianya Anna, itu buat Anna?" sebut Arman.

Damar mengernyit, tak terlalu suka mendengar itu. Mengalihkan pembicaraan, Damar berkata,

"Karena Anna nggak datang, kita nggak perlu nungguin dia lagi, kan?"

"Damar sensi banget sih, kalau ngomongin tentang Anna," ucap Arman geli. "Inget apa yang Kak Arman bilang tadi, Mar."

Damar ingin sekali menghapus ingatannya tentang apa yang diucapkan Arman tadi, tapi tidak bisa. Sial, memang.

***

"Kamu ... beneran minta dianter Kakak?" Dhika menatapnya tak percaya.

"Tapi jangan sampai depan sekolah. Turunin Anna agak jauh dari sekolah," ia memberi syarat.

"Kenapa?" tanya Dhika.

"Karena Anna nggak mau temen-temen Anna tau Kakak." Lebih tepatnya, ia tak ingin teman-temannya tahu jika Dhika meninggalkan Anna.

Ketika melihat Dhika hanya tersenyum menanggapinya, Anna mendadak merasa canggung.

"Kamu juga nggak mau temen-temenmu tau Kak Dera?" Dera angkat bicara.

Anna mendesah berat. "Mereka juga nge-fans berat sama Kak Dera. Mereka pasti bakal heboh kalau tau." Anna lantas teringat acara meet and greet-nya, lalu melanjutkan,

"Ntar pas Anna ke acara meet and greet Kak Dera, Kak Dera pura-pura nggak kenal Anna, ya? Nanti temen-temen Anna juga ke sana."

Sama seperti Dhika, Dera lantas tersenyum dan menjawab,

"Kalau itu yang kamu mau, Kak Dera bakal ngelakuin itu."

Anna menggigit bibir. Tidak. Ia ingin memamerkan Dera pada teman-temannya, hanya saja ...

"Ayo berangkat, Ann," ajak Dhika kemudian.

Anna mengangguk. Ia memeluk tas sekolahnya ketika mereka keluar rumah. Anna sedang membalas pesan dari Nindi ketika Dhika melajukan mobil meninggalkan rumah. Saat Anna mendongak, ia mendapati mobil ini menuju rumah Damar. Padahal untuk keluar komplek, mereka bisa lewat jalan lainnya.

Sebelum Anna sempat protes, Dhika sudah menghentikan mobil di depan rumah Damar. Namun, belum sempat Dhika turun, Damar sudah keluar dengan sepedanya. Dhika membuka kaca mobil dan berkata,

"Mar, mau bareng sekalian aja? Anna minta dianter Kak Dhika hari ini."

Anna hampir saja berteriak protes karenanya, tapi menahan diri.

"Damar naik sepeda aja." Anna mendengar suara Damar. "Anna beneran minta dianter? Kenapa?"

Anna menarik keluar headset dari tas dan memasangnya di telinga, menunjukkan jika ia tak ingin diajak bicara. Meski sebenarnya, ia tak menyalakan lagu apa pun dan malah mendengarkan percakapan Damar dengan Dhika.

"Nggak tau, tadi minta dianter Kakak, gitu. Tapi nanti pulangnya sebelum Kak Dhika datang, kamu temenin dia, ya?" pinta Dhika.

Anna melirik hanya untuk melihat Damar mengangguk.

Setelahnya, Dhika pamit lebih dulu pada Damar dan kembali melajukan mobil. Anna diam-diam mendesah lega. Ia menoleh ke belakang dan melihat Damar masih menatap ke mobil Dhika.

Anna merengut.

Dasar menyebalkan.

***

Damar tahu ada yang tidak beres dengan Anna. Jelas gadis ini menghindarinya. Saat jam istirahat pertama, mereka bertemu di kantin dan Anna jelas melihatnya, tapi gadis itu pura-pura tak mengenalnya. Dia bersikap begitu dingin dan melewatinya begitu saja.

Pun ketika mereka berpapasan di koridor atau di halaman, Anna sama sekali tak menatapnya. Ketika jam istirahat kedua, mereka kembali berpapasan di koridor. Kali ini, Damar menangkap lengan Anna, menahannya.

"Kamu kenapa?" tuntut Damar.

Anna tak membalas dan malah berusaha menarik lepas tangannya dari pegangan Damar. Gemas, Damar menarik Anna ke hadapannya. Ia memegangi kedua lengan gadis itu.

"Kamu kenapa, Ann? Kenapa kamu ngehindarin aku?" kesal Damar.

Anna akhirnya menatap Damar. "Aku bosen sama kamu. Dan aku males liat kamu lagi."

Damar berusaha untuk tidak terkejut, tapi gagal. Pegangannya di lengan Anna seketika terlepas. Kenapa Anna mendadak seperti ini?

Namun, Damar bahkan tak bisa menanyakan itu. Ketika melewatinya, Anna menabrak bahunya kasar. Damar berbalik untuk menatap punggung gadis itu menjauh. Ada apa dengannya?

Sepanjang sisa pelajaran, Damar tak bisa berhenti memikirkan kata-kata Anna. Ia bahkan menyerah menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya. Biasanya, dia paling tidak suka menunda mengerjakan tugas hingga berakhir menjadi PR. Namun, kali ini ia tak peduli. Ia benar-benar penasaran, kenapa Anna tiba-tiba bersikap seperti tadi padanya?

Apa karena kemarin Damar membuatnya jatuh? Kemarin sikunya juga sampai terluka. Apa dia semarah itu?

Tak dapat menahan rasa penasarannya, begitu bel pulang berbunyi, Damar menjadi murid pertama yang keluar kelas lebih dulu untuk pergi ke kelas Anna. Namun, ia tak menemukan Anna di kelasnya. Ia bertanya pada salah seorang teman sekelas Anna, dan diberitahu jika Anna baru saja keluar.

Bergegas Damar berlari ke arah lobi untuk mengejar Anna. Namun, sampai di gerbang pun, Damar tak menemukan Anna. Pun tak ada mobil Dhika. Teringat Leni, Damar segera menghubungi ponsel Anna. Apa Leni mencegat gadis itu?

Damar mendesis kesal ketika Anna tak mengangkat ponselnya. Damar kembali menelepon, tapi ponsel gadis itu mati. Damar mengerang frustasi.

Tidak. Mungkin Dhika sudah menjemputnya. Damar berusaha menenangkan diri dan menelepon Dhika.

"Ya, Mar?" jawab Dhika di telepon.

"Kak Dhika sama Anna?" Damar memastikan.

"Nggak tuh, Mar. Tadi Anna bilang dia pulang telat, ada acara gitu. Kak Dhika pikir ada acara di sekolah. Kamu nggak tau?" Dhika terdengar bingung.

"Ya udah, Damar cari dia dulu. Ntar Damar kabari kalau udah ketemu dia," tutup Damar.

Setelah mematikan ponselnya, Damar segera mencari Anna di setiap sudut sekolah. Sampai sekolah nyaris kosong, Damar masih terus mencari Anna, mengecek untuk kedua kalinya ke setiap ruangan. Berpikiran Anna mungkin sudah pulang lebih dulu, Damar mengayuh sepedanya pulang. Namun, rumah Anna juga masih kosong.

Damar mengayuh sepedanya secepat mungkin, nyaris bertabrakan dengan motor, ketika kembali ke sekolah. Tiba di sekolah pun, ia langsung mencari Anna di seluruh sekolah, tapi lagi-lagi nihil. Damar lantas menggunakan sepedanya untuk mencari Anna di sekitar sekolah. Pertama, di jalan samping sekolah tempat dulu Anna ribut dengan Leni.

Lalu, ke jalan belakang sekolah. Damar melanjutkan pencarian di jalan sekitar sekolah, lalu ke jalan lain, tapi ia tak menemukan tanda kehadiran Anna. Saat jam menunjukkan pukul tiga sore, ponsel Damar berdering.

"Halo?" Damar mengangkat telepon.

"Halo, Mar. Ini Kak Dhika. Kakak lagi dalam perjalanan ke sekolahmu, Anna bilang acaranya udah selesai dan minta dijemput sekarang."

Mendengar kabar dari Dhika, Damar segera mengakhiri telepon dan mengayuh sepeda sekencang mungkin ke arah sekolah. Di gerbang sekolah, Damar akhirnya melihat Anna. Damar menjatuhkan sepedanya begitu saja di depan gerbang dan menghampiri gadis itu.

"Kamu dari mana tadi?" tuntut Damar.

Alih-alih menjawab, Anna malah melengos kasar.

"Jawab aku, Ann!" bentak Damar. "Kamu tadi berantem lagi sama Leni?" Damar lantas mengecek lengan Anna. Tak ada luka selain plester yang menutupi sikunya. Itu pun luka kemarin sore.

"Kamu ngapain, sih?" Anna menarik tangannya kesal.

Damar mengecek Anna dari atas ke bawah. Rambutnya tidak acak-acakan, seragamnya juga baik-baik saja. Sepatunya masih lengkap. Syukurlah.

"Kenapa kamu tadi nggak angkat teleponnya?" Damar menatap Anna kesal.

"Males," balas Anna pendek.

Damar menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. Anna baik-baik saja, itu yang terpenting.

"Apa kamu tau, aku dari tadi nyariin kamu? Aku muter-muter sekolah, bolak-balik dari rumah ke sekolah, muterin jalan di sekitar sekolah, tapi kamu nggak ada. Kamu, tuh ..." Damar menahan kalimatnya, kembali menarik napas dalam dan menenangkan diri.

Di depannya, Damar melihat keterkejutan Anna. Jelas dia tak tahu masalah apa yang telah dia berikan pada Damar bahkan hanya dengan menghilang seperti itu.

"Kamu ... ngelakuin itu karena Kak Dhika, kan?" ucap gadis itu.

Damar mengerutkan kening.

"Lagian, kamu sendiri yang bilang kalau kamu nggak bisa lagi jagain aku di sekolah. Harusnya, kamu nggak perlu sok jadi pahlawan lagi! Dan kamu juga bilang, kamu nyaris gila harus ngeberesin semua masalahku. Emangnya aku pernah minta kamu ngeberesin semua masalahku?! Kamu sendiri yang sok jadi pahlawan dan ikut campur urusanku!"

Kata-kata Anna yang penuh kemarahan itu mengejutkan Damar.

"Tadi malem, kamu ..."

"Iya, aku denger, kenapa?!" tantang Anna.

Damar mendengus pelan. "Kamu tuh emang punya hobi nguping, ya?"

Anna mengumpat kasar. "Nggak usah ngalihin pembicaraan. Aku udah tau apa yang sebenernya kamu pikirin tentang aku. Jadi, aku turutin maumu. Mulai sekarang, kamu nggak perlu lagi repot-repot ikut campur masalahku. Lagian, aku bakal pulang ke rumah Ayah."

Damar mengernyit. Ketika tersadar Anna sudah meninggalkannya, Damar mengejar gadis itu. Anna menepis tangan Damar dengan kasar ketika Damar berusaha menahannya. Anna melanjutkan langkah ke arah mobil yang berhenti tak jauh dari sekolah. Damar mengenali mobil Dhika. Kenapa juga Dhika memarkir mobilnya di sana?

Damar menahan pintu mobil Dhika ketika Anna hendak masuk. Dhika yang heran lantas turun dari mobil.

"Kalian berantem?" tanyanya santai.

Damar menatap Dhika kesal. "Kenapa Kak Dhika berhenti di sini dan bukannya di depan sekolah?"

"Anna yang minta. Dia nggak mau temen-temennya tau Kak Dhika, Mar."

Jawaban Dhika itu membuat Damar mendengus tak percaya.

"Di sekolah udah nggak ada orang. Dan nggak ada acara sekolah yang disebutin Anna ke Kak Dhika," tandas Damar.

"Aku nggak bilang ada acara sekolah," Anna protes pada Damar. "Aku ada acara sama temen-temenku! Dan awas, aku mau pulang!"

Damar mendengus kasar, lalu berkata pada Dhika,

"Kak Dhika pulang aja dulu. Nanti Anna pulang bareng Damar."

Dhika menatap mereka bingung dan kaget juga, tapi ia mengangguk.

"Kak!" Anna berseru. "Anna mau pulang ke rumah Ayah!"

Dhika tampak terkejut.

"Dia nggak serius," Damar menenangkan Dhika.

"Jangan sok tau! Aku mau pulang ke rumah Ayah! Aku nggak mau liat kamu lagi!" Anna mendorong Damar, tapi ia tak cukup kuat untuk itu.

Damar lantas mencengkeram pergelangan tangan Anna dan menariknya kembali ke arah sekolah.

"Lepasin aku!" teriak Anna. "Kamu bilang kamu nggak mau jagain aku lagi! Aku juga nggak mau liat kamu lagi!"

"Kamu nggak dengerin sampai selesai!" balas Damar.

"Aku udah cukup dengerin apa yang perlu aku dengerin!" sengit Anna.

"Aku nggak bilang nggak mau, tapi nggak bisa. Aku udah kelas tiga dan aku mau konsen sama sekolah, tapi aku nggak bisa fokus gara-gara harus jagain kamu. Karena itu, aku minta Kak Dhika sendiri buat jagain kamu. Karena dia kakakmu, dan dia harusnya ngelakuin itu sejak awal." Damar menahan bahu Anna dan dilihatnya gadis itu terkejut.

"Seandainya kamu ada di posisiku, apa kamu bakal baik-baik aja abis diseret ke sana-kemari sama masalah? Dihukum, dapat poin, terlibat tawuran, padahal ini tahun terakhirku di sini dan aku harus siap-siap buat ujian." Damar menatap Anna lekat.

"Aku cuma minta waktu buat ngurus sekolahku. Aku pikir, aku bakal baik-baik aja dulu, tapi ... kamu punya pengaruh lebih dari yang aku pikir. Aku bahkan nggak bisa mikir dengan bener, nggak bisa fokus sama pelajaran. Gara-gara kamu. Lihat aja, apa yang barusan kamu lakuin. Ngilang kayak gitu dan bikin aku bingung. Kalau kamu ada di posisiku, apa kamu bakal baik-baik aja?"

Anna mengerjap. "Apa itu berarti ... kamu nggak bakal pergi? Kamu nggak bakal ... ninggalin aku?"

"Aku nyoba, dan aku nggak bisa," Damar mengaku.

"Karena Kak Dhika?" tanya Anna.

Damar memalingkan wajah saat menjawab dengan dusta, "Ya."

Anna toh tak perlu tahu apa tepatnya alasan Damar menjadi segila ini. Damar sendiri tak ingin mengakuinya.

***

Note:

Dear Beloved Readers,

Makasih banget buat dukungan kalian buat cerita ini. Makasih juga udah download ebook-nya dan pesen novelnya. :)

Buat yang udah nggak sabar buat baca cerita ini sampai end, bisa download full version ebook-nya di google play book (link di profil author). Di full version nanti ada ekstra 10 bab termasuk epilog kelima couple dari Just Be You, Marry Me or Be My Wife dan Miss Trouble.

Dan ada cerita baru Author di google play book, judulnya Stalking Mr Boss (5.000). Semoga kalian juga suka.. :)

Sekali lagi, terima kasih banyak atas cinta dan dukungan kalian. :)

Love,

Ally Jane

Continue Reading

You'll Also Like

79.8K 5.1K 17
Dunia Shera seakan jungkir balik tatkala pernikahan yang dirancangnya bersama Wahyu, kekasihnya, kandas. Wahyu tak datang di hari pernikahannya. Hari...
174K 6.6K 28
Arkeila, yang berkeras dipanggil Kei, paling anti dengan hal kecewekan. Bahkan, dia akan menghajar siapa saja yang berani menyebutnya cewek. Dylan...
3.7M 277K 36
Padma Asia Ardento. 27. Chef. "Apa kamu masih mencintainya?" Asia terpaku mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Mbak Manda, seorang konsult...
7.7K 448 23
Bukan pertemuan manis yang awalnya. Namun, juga bukan berarti pahit pada akhirnya. Setiap orang berhak merasakan pahit dan manisnya cinta terlepas da...