Petrichor [END]

By evi_ratna89

80K 4.9K 76

(Sudah Terbit cetak maupun Google Books) Tidak mudah untuk menjadi kekasih dari seorang laki - laki yang hidu... More

Masquarade Mask
Secret Love
Time Will Tell What's Hiding behind The Stone
I Meet Him
Letting Go and Moving On
That's Really Matter for Me
Rain Is A Love That Sky Sends To Earth
Better to See You Smile
Hurt to Know that You're not Fighting to Keep Me
I'll Do Anything For You
There's No Turning Back
What's Left Unsaid Says it All
A Baggage Called Memories
Let Your Body Wet
Universe has Another Story For You
Terjebak Nostalgia
Silence usually answers
Walking in a Maze
I Don't Wanna Lose You
Surprise Me, Again?
Aneurysm
What's Meant to be Happened, Just Be It
I Have Wronged You
I Should Know It in The First Place
I Choose You
The Invisible Red Thread
Marriage
Buat yang Mau Beli Buku

Hugging A Cactus

2.5K 174 2
By evi_ratna89

Sometimes a hug is the answer, even when the question is not known."

-Unknown-

Anna.

Mataku melirik jam tangan Nathan yang menunjukkan pukul 7.30 pagi saat mobil yang ia kendarai berhenti di perusahaan tempat aku bekerja. Ya, perusahaan milik Harrys. Matanya masih saja menatapku seolah mempertanyakan keputusanku saat ini pergi ke kantor. Sejak kemarin, ia bersikeras untuk mengantarku hingga ke dalam kantor, namun aku memintanya untuk berhenti di parkiran saja. Aku menepuk pelan punggung tangan Nathan dan mencoba tersenyum, "Aku baik – baik saja Nate. Dan semuanya akan baik – baik saja."

Aku melihatnya tersenyum meski aku tahu itu dipaksakan.

"Apa perlu aku mengantarmu ke dalam?" Ia masih saja menawariku hal yang sama. Matanya mengatakan ia benar - benar serius dengan ucapannya.

"Nate, terimakasih atas semua bantuanmu, tetapi ijinkan aku untuk menyelesaikannya sendiri kali ini." Aku menolak tawarannya dengan halus. Jauh di dalam dadaku, aku merasakan debaran yang sangat cepat membayangkan apa yang akan terjadi saat aku bertemu dengan Harrys nanti. Namun, aku tidak ingin melibatkan Nathan dalam masalahku.

"Baiklah. Aku jemput jam berapa Ann?" Tanya Nathan sebelum aku berjalan turun dari mobil.

"Nanti kita ketemu di cafe mu yaa." Aku tersenyum pada Nathan. Dan ia balas menatapku dengan sebuah tatapan yang dalam dan penuh makna. Aku bisa melihat kekhawatiran dari matanya. Aku bisa merasakan perhatiannya yang begitu besar dari tatapannya. Namun sungguh Nathan, ijinkan aku untuk menyelesaikannya sendiri kali ini.

Aku berjalan turun dari dalam mobil Nathan. Setiap langkah yang aku jejak menuju lantai 25, aku selalu berdoa di dalam hatiku untuk mendapatkan kekuatan untuk berhadapan dengan Harrys. Sungguh, aku tidak ingin terlihat rapuh di depan matanya. Aku ingin menunjukkan padanya bahwa aku akan baik - baik saja tanpanya nanti, meski sejujurnya, aku belum yakin untuk itu. Cintaku pada Harrys sudah terlalu dalam. Banyak hal yang telah aku lalui bersamanya dan semuanya tidak mudah terhapus begitu saja.

Nathan

Aku menatap punggung Anna yang berjalan semakin menjauh dariku. Aku tetap diam dan tidak juga menjalankan mobil. Mataku tidak beralih dari wanita yang diam - diam dan tanpa pernah aku sadari telah terpaut kuat di hatiku. Hati kecilku mengatakan kalau aku tidak seharusnya membiarkan Anna berjalan sendirian ke dalam, sementara aku tahu persis saat ini aku sedang mempertaruhkan cintaku. Saat Anna masuk ke dalam kantornya, aku tidak yakin apakah dia akan kembali padaku atau justru kembali dalam pelukan kekasihnya sendiri, Harrys?

Tanganku mengacak - acak rambutku sendiri. Rasa frustasi menguasai diriku saat ini. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Sekali lagi, aku menoleh ke arah Anna tadi berjalan. Ia tidak lagi terlihat dan itu membuat rasa frustasiku semakin memuncak.

"Anna, aku mohon kembalilah padaku." Bisikku di dalam hati. Lantas, ku nyalakan mesin mobil dan bergerak menjauh dari tempatku berhenti tadi.

Anna.

Aku berjalan keluar dari lift saat pintu lift terbuka di lantai 30. Hatiku semakin berdebar – debar saat langkah kaki ku semakin mendekati ruangan Harrys. Tadi sebelum kesini, aku sudah lebih dulu menelepon Marisa untuk memastikan Harrys berada di kantor atau tidak.

Mataku melihat Marisa duduk di mejaku dan sedang terpaku di layar komputer. Aku berjalan mendekatinya dan menyapanya, "Hai."

"Anna?" Marisa tersenyum lebar padaku. Sepertinya ia cukup merindukan kehadiranku di kantor ini. Marisa langsung berdiri dan memelukku.

"Kamu baik – baik saja Anna?" tanyanya setelah melepaskan pelukan.

"Ya, aku baik – baik saja, Ca. Bos di dalam?" tanyaku. Mataku terarah pada pintu besar yang berada di seberangku.

"Belum datang. Baru saja dia telepon kalau dia akan terlambat. Tapi dia tahu kalau kamu masuk hari ini, Ann."

Seketika aku kehabisan kata – kata mendengar ucapan Marisa. Aku berharap Harrys tidak tahu kalau aku akan datang ke kantor sampai aku akan menemuinya nanti.

"Aku bereskan barangku dulu yaa Ann." Marisa hendak membereskan barang – barangnya yang sudah tiga hari ini berada di mejaku, saat aku mencegahnya.

"Tidak usah Ca. Meja ini tetap jadi mejamu." Ucapku pelan. Sangat berat sekali untuk mengucapkan hal itu.

"Anna..." Marisa menggantungkan ucapannya. Ia menatapku dengan penuh tanya dan aku tahu apa yang sedang ia tanyakan padaku namun tidak sanggup ia katakan.

Aku balas pertanyaannya dengan anggukan pelan dan senyum tipis. Aku tidak tahu lagi caranya tersenyum lebar saat ini. Aku membalikkan tubuhku saat aku merasakan kedatangan seseorang.

Harrys berjalan pelan dengan mata yang terarah padaku. Matanya tajam dan dalam. Mata itu dulu selalu menenangkanku dan juga membuatku salah tingkah dibuatnya. Mata itu milik seseorang yang sangat aku cintai.

Aku balas menatapnya dan mencoba tersenyum seolah aku ingin menunjukkan kalau aku baik – baik saja setelah apa yang terjadi. Harrys membalas senyumku dengan senyuman khas nya yang selalu membuatku meleleh. Senyuman penuh kharisma itu menjadi magnet tersendiri bagiku. Ia lalu berjalan ke ruangannya dan aku baru bisa menarik nafas dengan dalam. Sejak Harrys berjalan di depanku tadi, aku nyaris tidak bisa bernafas dengan benar sehingga membuat sesak ini semakin terasa.

Marisa masih berdiri di dekatku. Ia ingin menanyakan kenapa, namun ia seolah tidak berani menanyakannya padaku.

"Aku ke pantri dulu menyiapkan kopi." Marisa menunjuk ke arah pantri yang berada di sisi kiri lift. Sebenarnya tempat itu terlalu mewah untuk disebut pantri kantor karena tempatnya sangat luas dan perabotannya juga kelas satu. Itu adalah dapur khusus untuk CEO. Dan ya, kopi adalah kebiasaan Harrys setiap pagi sebelum ia melakukan aktivitas kantornya. Sebelumnya, aku selalu menyiapkannya untuk Harrys entah itu di apartemen ataupun di kantor, jika Harrys tidak pulang ke apartemen. Mungkin, sejak tiga hari yang lalu, Marisa menggantikan tugasku.

Rasanya cukup menyayat mengetahui tugasku menyiapkan kopi untuk Harrys telah digantikan orang lain. Bagiku, hal sekecil apapun, jika itu tentang Harrys , maka hal itu adalah sesuatu yang berarti untukku.

Saat Marisa sudah pergi meninggalkanku sendiri, aku mulai membereskan barang – barangku yang masih tersimpan di laci. Aku meraih kardus yang aku simpan di bawah meja dan mulai memasukkan beberapa barang seperti, foto kedua orang tuaku yang terpasang di meja, satu set peralatan tulisku yang dulu aku beli saat bersama Harrys di Singapore, buku – buku harian yang mencatat kegiatan sehari – hariku, berkas – berkas pribadi di laci, hardisk eksternal dan beberapa benda lainnya. Tidak banyak yang aku bawa sehingga kardus berukuran 30x30x30cm pun cukup menampungnya.

Marisa melewatiku setelah ia mengantarkan kopi ke ruangan Harrys. Ia mengatakan padaku kalau ia akan turun sebentar ke lantai 20 untuk menyiapkan meeting. Dan sekarang di lantai ini, hanya ada aku dan Harrys saja seperti biasanya. Ya di lantai ini hanya ada ruangan CEO saja karena Harrys menginginkan privasi. Itu yang ia katakan padaku dulu.

10 menit berlalu dan aku masih duduk di kursiku. Tanganku menggenggam amplop putih. Aku sedang menyiapkan sejuta kata – kata yang akan aku ucapkan pada Harrys nanti saat menyerahkan amplop ini.

Harrys.

Hatiku berdegup sangat kencang saat mendengar dari Marisa kalau Anna akan datang ke kantor pagi ini. Dengan serta merta, aku meminta driverku untuk mempercepat laju kendaraan. Seluruh sistem di tubuhku mengatakan padaku kalau aku harus segera berada di kantor saat ini. Aku merasakan kehadiran Anna di kantor meski aku masih sejauh 6 km dari kantor.

Di dalam hati aku terus menyebut nama Anna. Kaki ku terus bergetar setiap kali nama itu disebut, sementara tanganku tidak berhenti mengetuk – ngetuk kaca mobil. Rasanya benar – benar tidak sabar untuk melihat Anna.

Aku berjalan setengah berlari saat turun dari mobil. Tanganku dengan serta merta menekan tombol lift khusus agar aku bisa langsung ke lantai 30 tanpa berhenti. Bagiku, setiap detik yang berlalu sangat berharga. Saat pintu lift terbuka dan aku berjalan keluar, detak jantungku seolah berhenti saat melihat Anna sudah berdiri di tempatnya. Ia tampak sangat cantik dengan setelan warna abu – abu dan stiletto hitam yang tidak pernah lepas dari kaki nya. Ia membiarkan rambutnya tergerai bebas. Namun aku menangkap matanya yang tampak bengkak meski ia berusaha menutupinya dengan make – up. Anna, maafkan aku telah membuatmu menangis, ucapku dalam hati.

Aku memberanikan diri untuk menatapnya dan tersenyum padanya, meskipun rasa bersalah merayapiku saat pertama kali aku melihatnya. Saat aku melihatnya membalas senyumku, hatiku berteriak betapa aku sangat merindukan senyumanmu itu Anna. Rasanya aku ingin menghentikan waktu detik ini juga sehingga aku bisa selamanya menatap senyumnya itu. Anna, aku tahu betapa berdosanya aku pada dirimu tetapi aku benar – benar sangat mencintaimu.

Ku tutup pintu ruanganku dan mengakhiri semua drama tadi. Aku menghela nafas panjang seraya menyandarkan tubuhku pada pintu. Aku merasa akan roboh saat ini.

Setengah jam telah berlalu begitu saja. Aku masih mengetuk – ngetuk kan pulpen ke mejaku. Aku sedang menunggu Anna untuk memasuki ruanganku. Seharusnya ia sudah masuk untuk melapor padaku setelah tiga hari tidak masuk. Dan aku juga sengaja meminta Marisa untuk menyiapkan meeting di lantai bawah, sehingga aku bisa leluasa untuk berbicara dengan Anna. Namun hingga saat ini, ia tidak juga masuk ke ruanganku. Apa yang sedang kamu lakukan, Anna?

Aku mendengar pintu ruanganku diketuk dan beberapa detik kemudian, Anna berjalan masuk dan semakin mendekatiku. Aku terpaku menatapnya. Caranya berjalan ke arahku, senyumnya dan juga matanya yang menatapku, membuatku merasa kesulitan untuk bernafas. Anna, seandainya aku bisa menjadikanmu istriku.

"Hai." Anna memulai percakapan. Ia memoles bibirnya dengan senyumnya yang cantik.

"Hai."aku membalasnya.

"Kamu sudah baikan?" tanya Anna.

"Justru aku yang seharusnya menanyakan hal itu padamu Anna." Aku sudah tidak sabar untuk mendekatinya dan memeluknya. Aku beranjak dari dudukku dan berjalan mendekatinya. Namun aku mengurungkan niatku untuk memeluknya saat aku melihatnya melangkah mundur di saat aku sudah dekat dengannya. Anna menghindariku. Dan aku tahu persis alasannya.

"Aku baik – baik saja." Jawab Anna. Ia masih mencoba tersenyum meski senyumnya kikuk.

Aku berdeham untuk menetralisir rasa maluku karena merasa ditolak oleh Anna. Aku memundurkan langkahku dan bersandar pada meja. Mataku masih tidak lepas dari sosok Anna yang berdiri hanya 1 meter di depanku.

"Anna..."

"Aku mau menyerahkan ini." Anna buru – buru menyodorkanku amplop putih yang aku tahu persis apa isinya. Semuanya seperti dugaanku sebelumnya, Anna akan mengundurkan diri dari perusahaan ini tepat saat ia sudah siap untuk menemuiku. Bersama Anna selama bertahun – tahun membuatku memahami pola – pola nya.

"Letakkan saja itu di meja. Aku ingin berbicara denganmu." Sahutku. Aku berusaha menekan nada bicaraku sehingga aku tetap terlihat baik – baik saja di depan Anna. Jauh di dalam dada ini, ada sesuatu yang sudah hancur lebur mengetahui beberapa menit dari sekarang wanita di depanku ini akan meninggalkanku. Dan wanita itu adalah wanita pertama yang pernah aku cintai dalam hidupku.

Anna diam dan tidak menjawab.

"Anna, aku tahu kalau aku salah. Aku telah berdosa padamu karena menutupi kenyataan itu. Tetapi, aku punya penjelasan dari semua itu."

"Rasanya sudah cukup jelas bagiku. Dan cincin itu sudah menjelaskan semuanya, Rys." suara Anna mulai terdengar bergetar.

"Anna aku mohon." Aku menegakkan badanku dan ku beranikan diri untuk mendekati Anna yang tertunduk. Perlahan kedua tanganku meraih pundaknya namun ia menepisku sekali lagi.

"Harrys aku mohon padamu. Sudah cukup semuanya. Biarkan aku pergi." Ucapnya dengan mata yang memerah. Suaranya semakin bergetar.

Anna, aku mohon jangan menangis, pintaku di dalam hati.

"Oke Anna. Kalau kamu ingin pergi, aku akan membiarkanmu pergi, tetapi biarkan aku menjelaskannya. Kalau kamu meragukan penjelasanku, biarkan Kay yang menjelaskan semuanya padamu."

"Tidak perlu, Rys. Semuanya sudah cukup bagiku sekarang. Terima kasih buat semuanya." Ucap Anna sebelum berbalik dan berjalan meninggalkanku.

Anna.

Aku tersentak mendengar ucapan Harrys. Nama Key begitu familiar bagiku sejak melihat cincin yang berada di jari manis Harrys, karena nama itu terukir di dalamnya. Dan sekarang, Harrys ingin aku menemuinya? Ia mungkin sudah gila.

Langkah kakiku berjalan pasti untuk meninggalkannya. Rasa sakit ini sudah berada di titik puncak saat mendengar Harrys menyebut nama istri nya. He chose her instead of me, batinku. Dan itu membuatku semakin merasa sakit.

Sebuah dekapan dari belakang membuatku menghentikan langkahku. Seluruh sakit dan sesak yang tadi menguasai tubuhku mendadak melebur begitu saja saat aku merasakan kehangatan tubuh Harrys melalui pelukannya. Semua itu melebur menjadi airmata yang mengalir deras dari kedua bola mataku.

"Anna, aku mohon beri aku kesempatan sekali saja untuk menjelaskannya. Aku tidak pernah berniat untuk menyakitimu bahkan meninggalkanmu Anna. Dan aku tidak pernah sekalipun dalam lima tahun ini berhenti mencintaimu." Bisik Harrys yang membuat airmataku semakin enggan untuk berhenti mengalir.

Selama beberapa menit, aku membiarkan diriku jatuh ke pelukan Harrys. Setidaknya aku ingin merasakan pelukannya sebelum aku benar – benar meninggalkannya.

Harrys.

Bisa memeluk Anna seperti ini, aku harap aku bisa melakukannya selamanya, batinku saat tanganku melingkari tubuh Anna. Aku bisa merasakan betapa seluruh sistem di tubuhku bersorak gembira ketika aku bisa memeluk Anna, seakan seluruh energi ter – recharge dengan posisi seperti ini. Ya, sejak dulu aku selalu nyaman memeluknya ataupun berada dalam pelukannya. Semuanya terasa hangat dan menenangkan.

"Maafkan aku Anna. Maafkan aku telah mencintaimu seperti ini." Ucapku lirih di telinga Anna, sementara hatiku telah mengutukku karena mengatakan hal itu.

-00-

Nathan.

Setiap jam yang berlalu terasa begitu lama buatku. Berkali – kali aku melirik jam tanganku saat mengerjakan desain. Hatiku tidak tenang. Alasannya adalah karena aku mengkhawatirkan Anna. Sudah beberapa jam berlalu, namun Anna juga tidak mengabariku sedikitpun. Salahkah aku yang terlalu berharap Anna akan menghubungiku? Aku bukan siapa – siapanya.

Satu kotak makan siang ku terbengkalai begitu saja. Aku tidak bernafsu untuk makan. Otakku hanya terfokus pada Anna. Bahkan, kertas gambar di depan mata hanya jadi beberapa garis saja. Padahal seharusnya aku sudah bisa menyelesaikannya. Lantai – lantai di sekitarku penuh dengan kertas yang berserakan. Semua itu adalah kertas – kertas yang aku buang karena aku salah menggambar. Ya Tuhan Anna, aku hampir gila dibuatnya! Aku merutuki diriku sendiri.

Aku meraih handphoneku dan mengetik beberapa kata lalu mengirimnya ke nomor handphone Anna.

Anna, is everything okay? Anytime you need me just call me.

Sent.

-00-

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 53.4K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
6.6M 338K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1M 149K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
113K 5K 11
Sisa-sisa cerita yang tertinggal. Hey, do you miss me? :))