Miss Trouble vs Mr Genius (En...

By AllyParker8

159K 10.5K 1.4K

Damar pasti sudah gila. Tidak. Kakaknya yang pasti sudah gila. Ah, tidak. Lebih tepatnya, kakak-kakaknya. Pri... More

Intro
Bab 1 - Gadis Pembuat Masalah
Bab 3 - Terseret dalam Masalah
Bab 4 - Tenggelam dalam Masalah
Bab 5 - Misi Menyebalkan
Bab 6 - Gadis yang Terlalu Mengesalkan
Bab 7 - Lagi, Hukuman
Bab 8 - Clean After the Trouble
Bab 9 - Enough!
Bab 10 - Guilty
Bab 11 - Truth Behind
Bab 12 - To Hold You
Bab 13 - Dear, Heart
Bab 14 - Denial
Bab 15 - Getting Away
Bab 16 - Worried to Death
Bab 17 - Realize
Bab 18 - Because of You
Bab 19 - A Better Life
Bab 20 - Dream

Bab 2 - Janji yang Terlanjur Terucap

7.7K 546 27
By AllyParker8


Gadis itu lebih dari sekedar masalah. Psycho, jelas. Gara-gara kejadian saat jam pelajaran kedua tadi, Damar kini menjadi pusat perhatian murid-murid seangkatannya. Ia bisa merasakan tatapan murid-murid kelas dua belas mengikutinya saat ia melewati koridor menuju kantin.

Bahkan di kantin pun, ia bisa melihat murid-murid kelas dua belas saling berbisik saat ia lewat. Setelah membeli minuman kaleng, Damar memutuskan untuk kembali ke kelas. Namun, di depan kantin, langkahnya terhalang serombongan murid-murid kelas sebelas.

Anna dan gengnya.

Damar sudah akan pergi begitu saja ketika Anna merebut minuman kaleng di tangannya, lalu gadis itu menggeser badan menutup jalannya. Damar menatap Anna tajam. Apa lagi yang gadis ini inginkan?

Sungguh, jika bukan karena Dhika, saat ini Damar pasti sudah balas mempermalukan Anna.

"Kamu mau apa lagi?" tanya Damar dingin. Ia menatap tepat ke mata Anna.

"Ngeliat kamu," balas Anna enteng. "Sejak terakhir kita ketemu, udah satu setengah jam. Siapa tau kamu kangen."

Damar mendengus takjub. Gadis ini pasti sudah gila. Lebih dari apa pun, Damar tak ingin melihatnya lagi.

"Oke," ucap Anna tiba-tiba. "Karena kita udah ketemu, dan kamu udah cukup liat aku, kamu bisa pergi."

Damar mengerutkan kening, bingung sekaligus curiga, ketika Anna memindahkan kembali kaleng minumnya, lalu menepi memberi jalan. Meski begitu, Damar tak bertanya dan melangkah pergi sebelum gadis itu berubah pikiran.

Barulah ketika tiba di kelas dan membuka minuman kalengnya, Damar mendapat jawaban. Cipratan soda dari minuman kalengnya mengotori putih kemeja seragam Damar. Mengumpat kesal, Damar bangkit dari duduknya dan membuang kaleng minuman itu.

Harusnya Damar tahu, jika Anna memberikan sesuatu padanya, itu pastilah masalah. Tidak ada yang lain. Damar akan mengingat-ingat itu.

***

Dari kantin, Anna sengaja mampir ke kelas Damar hanya untuk memastikan seragam laki-laki itu kotor terkena noda cola. Ia bahkan masuk ke kelas Damar dan menghampiri tempat Damar duduk sembari membaca buku entah apa.

"Ketemu lagi, Alien Jenius," ucap Anna dengan nada meledek.

"Kamu udah liat sendiri seragamku kotor, jadi sekarang, kamu bisa pergi aja, nggak?" usir Damar bahkan tanpa menatap Anna. Pandangan laki-laki itu masih tertuju pada buku ... pelajaran?

Apa dia tidak bosan melihat buku pelajaran? Anna saja biasanya sampai mual jika melihat buku pelajaran terlalu lama. Namun, kali ini, untuk pertama kalinya, ia merasa tertarik dengan buku pelajaran.

Begitu buku di mejanya berpindah ke tangan Anna, barulah Damar menatap Anna. Tidak ada tatapan kesal atau jengkel di sana. Hanya datar dan dingin. Seperti biasa. Sama sekali tidak seru. Namun, Anna tidak akan berhenti.

"Ada yang bilang, buat anak-anak jenius, belajar itu menyenangkan. Kayaknya kamu juga gitu, ya?" sebut Anna.

Damar bahkan dulunya lulusan SMP akselerasi, di mana tiga tahun SMP ditempuhnya dalam dua tahun. Pun begitu masuk SMA, dia tak pernah absen meraih juara umum di angkatannya. Benar-benar tidak adil.

Damar tak menjawab, tapi ia mengulurkan tangan.

"Mau ngajak salaman? Atau, minta nomer HP?" cibir Anna, disambut tawa meledek teman-temannya.

"Kembaliin bukuku," ucap Damar datar, dingin.

Anna mengangkat alis, lalu mengangkat buku di tangannya tinggi-tinggi.

"Ambil sendiri kalau bisa," tantanganya.

Mengejutkannya, tiba-tiba Damar berdiri, dan dengan tingginya yang melewati tinggi Anna, dengan mudah ia mengambil buku dari tangan Anna. Bahkan setelahnya, ia mendorong Anna minggir untuk keluar dari bangku.

Anna menatap kesal ke arah punggung laki-laki itu. Ia menatap ke bangku Damar, lalu menyambar ransel hitam yang ada di sana.

"Hei!" Anna berseru seraya mengangkat ransel hitam di tangannya.

Damar berbalik dan tatapannya langsung tertuju ke ransel di tangan Anna.

Anna tersenyum kejam ketika membuka ritsleting ransel dan menumpahkan isinya ke lantai di bawahnya. Menyusul kemudian, ransel itu juga jatuh ke lantai kelas.

"Ayo pergi," Anna mengajak teman-teman gengnya.

Anna sengaja menginjak ransel Damar saat melewatinya. Ia bahkan sempat berhenti di depan Damar, menantang laki-laki itu untuk melawan. Ketika Damar tak mengatakan apa pun, Anna mendecak kesal dan sudah akan berjalan pergi. Namun, dirasakannya Damar menahan lengannya.

"Beresin dulu itu," tuntut Damar, masih dengan nada datar.

Well, Anna tak pernah tahu, mengharapkan kekesalan seseorang bisa semenyenangkan ini.

"Nggak sudi!" tolak Anna sembari mengempas pegangan Damar.

Berikutnya, Damar menatap Anna tajam, tapi ia tak mengatakan apa pun. Mengejutkan Anna, detik berikutnya laki-laki itu meninggalkan Anna dan kembali ke bangkunya. Dalam diam, ia membereskan buku-bukunya yang berserakan di lantai kelas.

"Wah ... aku jadi merinding sendiri, Ann," ucap Nindi di sebelahnya. "Udah kayak gitu, dia masih tenang aja. Dia manusia apa bukan, sih?"

"Psikopat, mungkin," sambar Marina. "Udah aku bilang, orang kayak gitu yang paling bahaya. Kamu harus ati-ati sama dia, Ann."

Anna menyipitkan mata. Kenapa Damar bereaksi seperti ini? Kenapa ia tak membalas Anna, pun tak berusaha melakukan apa pun?

"Ayo pergi," akhirnya Anna berkata. Ia sempat melihat Damar kembali duduk di kursinya sebelum meninggalkan kelas Damar.

"Ann, jangan-jangan, tuh cowok naksir sama kamu." Ucapan mengerikan Nindi itu membuat Anna melotot seketika.

"Gila kamu, ya?" serang Anna.

"Ck, seriusan, deh. Kalian juga kan, liat sendiri. Dia nggak pernah ngebales kita, nggak pernah ngelawan juga, setiap kali kita gangguin dia," sebut Nindi. "Ah, dia juga nggak pernah ngelaporin kita ke guru. Itu berarti, dia ngelindungin Anna, kan?"

Anna mendengus kasar. "Kamu yakin dia nggak naksir kamu?" cibirnya.

Nindi terkesiap. "Oh ya? Dia naksir aku?" hebohnya.

Wina menggelengkan kepala takjub. "Nin, kamu boleh naksir cowok mana pun di sekolah ini, tapi jangan cowok itu. Nggak ada bedanya ama es tuh cowok."

"Dan, dia sama sekali nggak level ama kita, kalau kamu lupa," tandas Marina.

"Lagian, mana ada cowok yang naksir cewek yang udah gangguin dia? Yang ada kesel setengah mati. Tapi liat aja tuh cowok. Dia sama sekali nggak bereaksi apa-apa," urai Wina.

Oke, sejauh ini, Damar sudah menjadi laki-laki es yang tak selevel dengan mereka di mata teman-temannya. Hal yang paling tidak mungkin dilakukan Damar adalah menyukai Anna dan gengnya. Jadi, apa alasan dia tak pernah berusaha melakukan apa pun setiap kali Anna mengganggunya? Jelas bukan karena dia takut pada Anna atau kekuasaan Anna dan gengnya di sekolah ini. Jadi, apa?

Bertanya langsung pada Damar juga sepertinya ... pilihan yang bodoh. Well, Anna toh bisa mencari tahu sendiri.

***

Damar bahkan tak terkejut ketika melihat Dhika sudah menunggu di depan gerbang sekolah. Ia menghampiri Dhika dan berkata,

"Tadi Damar sempat liat Anna masih ngobrol sama temen-temennya."

Dhika tersenyum dan mengangguk. "Ayo, pulang," ajaknya kemudian.

Damar menahan Dhika. "Kak Dhika ke sini bukannya buat liat Anna, ya?"

Dhika meringis. "Dia nggak suka kan, liat Kak Dhika?"

Damar mendesah berat. "Bentar lagi dia bakal keluar." Damar mengedik ke arah sedan mewah dengan plat yang sudah dihafalnya, yang baru berhenti di depan gerbang. "Dia udah dijemput."

Seperti kata-kata Damar, tak lama kemudian, dilihatnya Anna dan teman-temannya berjalan ke arah gerbang. Anna sempat menghentikan langkah ketika melihat Dhika, tapi kemudian gadis itu melanjutkan langkah dan tak menatap Dhika sama sekali saat melewatinya.

Anna yang sudah dijemput lebih dulu, masuk ke mobil yang menjemputnya. Sopirnya bahkan membukakan pintu untuknya. Berikutnya, satu-persatu teman-temannya juga pergi dengan mobil jemputan masing-masing.

"Apa Anna selalu dijemput kayak gitu? Sama sopir?" tanya Dhika.

Damar mengangguk. "Kadang bareng sama mobil temen-temennya, atau temen-temennya ikut mobil dia kalau mereka ada acara ke mana gitu bareng-bareng."

"Kamu kayaknya tau banget, Mar." Dhika terdengar geli.

"Nggak ada yang nggak tau mereka di sekolah," balas Damar cuek. "Bahkan meski Kak Dhika kecewa, Kakak harus tau kalau di sekolah, Anna ..."

"Suka buat masalah," Dhika menyela. "Kamu udah pernah bilang dulu."

Damar mendesah berat, lagi. Meninggalkan Dhika, lebih dulu ia masuk ke mobil Dhika. Begitu Dhika menyusulnya, Damar berucap,

"Kak Dhika nggak usah khawatir. Sesuai janji Damar dulu, Damar bakal jagain dia. Damar bakal mastiin dia nggak buat masalah."

"Kayak tadi pagi?" balas Dhika geli.

Damar menoleh kaget. "Tadi ... Kak Dhika juga liat?"

Dhika tersenyum. "Makasih ya, Mar. Kak Dhika tau Anna pasti bakal bikin kamu repot, tapi ..."

"Tapi Damar udah terlanjur janji. Jadi Kak Dhika nggak perlu khawatir. Damar orang yang selalu megang janji," tandas Damar.

"Itu, Kak Dhika juga tau," Dhika membalas.

Damar tersenyum, lalu memasang seat belt.

"Kalau Anna bikin masalah yang keterlaluan, atau bikin kamu terlalu repot, kamu kasih tau Kak Dhika, hm?" pinta Dhika.

Damar menjawab enteng, "Oke."

Puas dengan jawaban Damar, Dhika akhirnya menyalakan mesin mobil dan membawa mereka pergi. Namun di tengah jalan, dari kaca spion, Damar melihat mobil yang sudah dikenalinya.

Gadis itu benar-benar menakjubkan.

***

Anna melihat Dhika menghentikan mobil di depan sebuah rumah berlantai dua dengan cat putih dan pagar hitam. Di halaman rumah itu ada ring basket. Dugaan Anna, ini rumah Damar.

Begitu Dhika melajukan mobil meninggalkan Damar di depan rumah itu, ia tidak meminta sopirnya mengikuti. Alih-alih, ia lekat mengamati Damar yang membuka gerbang hitam dan masuk. Anna mengerutkan kening ketika pintu depan rumah terbuka dan seorang anak kecil berlari menghampiri Damar.

Tak lama, seorang wanita juga keluar dari rumah dan menyambut Damar. Anna seketika teringat cerita teman-temannya tentang kakak Damar. Apa wanita itu kakak Damar? Anna juga mengingat wajah wanita itu. Ia juga ada di acara pernikahan kakaknya.

Anna mengangkat alis heran ketika Damar menggendong anak kecil tadi. Anak itu tergelak riang saat Damar melemparnya ke udara, lalu menangkapnya lagi. Jika anak itu adalah anak dari kakaknya, itu berarti ... keponakannya? Mereka tampaknya dekat.

Ketika melihat Damar berbicara dengan wanita itu, Anna membuka kaca jendela sedikit agar bisa mendengar percakapan mereka. Meski tidak terlalu jelas, tapi Anna masih bisa menangkap inti percakapan mereka.

Damar memanggil wanita itu dengan sebutan Kak Prita. Sementara wanita itu memberitahu Damar jika Aryan, –dugaan Anna, itu adalah nama anak kecil yang masih ada di gendongan Damar– belum tidur siang.

"Kakak mau ke kafe bentar, Mar. Kamu ajak Aryan main dulu, ya? Ntar kalau dia udah puas main dan capek, dia pasti mau diajak tidur siang," kakak Damar berkata. 

"Aryan pasti mau tidur siang kalau sama Damar," balas Damar.

Wanita bernama Prita tadi tersenyum.

"Maaf ya, Kakak tinggal ke kafe lagi. Abis tadi ada masalah di sana," ucap Prita lagi.

"Asal Kak Prita nggak lupa kalau besok Minggu Kakak udah janji ngajak Aryan jalan-jalan," ucap Damar.

Prita tersenyum. "Nggak akan. Kalau Kakak sampai lupa, kamu bakal ngomelin Kakak sepanjang minggu, soalnya."

Damar tersenyum geli. "Bagus deh, kalau Kakak tau."

Laki-laki itu lantas berjalan melewati kakaknya ke arah rumah. Prita juga sudah akan berbalik, ketika ia menoleh ke arah mobil Anna. Buru-buru Anna menutup kaca jendela mobil dan meminta sopir untuk segera pergi dari sana.

***


Continue Reading

You'll Also Like

1M 32.6K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
152K 12.1K 16
Hanya karena kesal dengan mantan gebetan yang tukang ghosting, Sonia dan Bisma pura-pura menjadi sepasang kekasih. Mudah bagi mereka untuk berpura-pu...
93.9K 1.6K 4
[COMPLETE] Gita sadar jika dirinya jauh dari kata sempurna. Tidak seperti kehidupan di negeri dongeng yang penuh kebahagiaan ditemani pelayan setia d...
1.6M 113K 50
[telah dihapus] *** Dualism (n): satu sama lain saling bertentangan atau tidak sejalan. *** Talia dan planning skripsinya yang akan ia tempuh di seme...