Our Wedding

By my-onlyhope

193K 7.2K 55

Maaf, telah membawamu pada pernikahan ini. Karena egoku. -Raffa More

1.1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15
16
17
Epilog

14

8.9K 340 0
By my-onlyhope

INES POV

Cermin itu memantulkan bayangan diriku. Aku sudah mengenakan seragam sekolahku. Meskipun kandunganku sudah belum cukup besar, tapi sepertinya akan mudah sekali terlihat kalau diperhatikan. Aku sengaja mengenakan seragam yang cukup longgar di tubuhku. Kubuka seragam dibagian perutku dan mengelus lembut perutku. Meskipun aku merasa sangat takut, tapi ada sebuah kehangatan di dalam hatiku. Ada darah daging Raffa di dalam perutku. Aku tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang ibu tapi aku seolah merasakan ikatan dengan janin yang ada di dalam kandunganku ini.

Pintu kamarku terbuka tiba-tiba, membuatku terkejut dan menutup kembali perutku dengan seragamku. Raffa juga terlihat sangat terkejut karena memergokiku sedang mengelus perutku sendiri. Raffa menghampiriku dan mencium pipiku, "kamu udah baikan? Kalau masih sakit, nggak perlu ke sekolah", bisik Raffa.

"aku mau sekolah"

Raffa merengkuh tubuhku dari belakang, "jangan memikirkan sesuatu yang berat, aku nggak mau kamu dan calon anak kita kenapa-kenapa", bisik Raffa lagi. Aku mengangguk. Aku sudah memutuskan untuk menjaga kandunganku. Aku tidak ingin lagi melihat Raffa seperti waktu itu. Tubuhnya gemetar, wajahnya pucat dan pakaian yang penuh dengan darahku. Aku melihat ketakutan yang amat sangat di mata Raffa. Aku melihat betapa besar rasa cinta Raffa untukku.

Kami pergi ke meja makan, Raffa sudah menyiapkan semua sarapan untuk kami. Dia bahkan menyiapka susu kehamilan untukku dan juga memintaku untuk meminum beberapa vitamin yang diberikan dokter. Tapi belum selesai Raffa menghabiskan makannya, dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan kembali makanan yang ditelannya. Aku bergegas menghampiri Raffa.

"kamu jangan khawatir lagi, sekarang aku tahu aku kenapa", ujar Raffa dengan tenang, dia mengelus lembut perutku, "ini karena anak kita"

Aku malu seketika saat Raffa mengatakan anak kita, ada perasaan haru dan bahagia di sana. Tapi aku masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Raffa.

"kamu baca-baca artikel dong, perempuan kalo hamil itu sering mual dan pusing apalagi kalo pagi hari dan juga ngidam yang aneh-aneh", jelas Raffa padaku.

Aku menggaruk kepalaku masih tidak mengerti, "tapi aku nggak pusing dan mual, itu kan kamu"

Raffa geleng-geleng kepala, "iya, mungkin karena ikatan aku ke bayi kita juga terlalu kuat ditambah pengaruh hormon jadi aku ngerasain kayak begini", sahut Raffa lagi.

Aku melihat Raffa iba, "tapi aku nggak tega lihat kamu begini"

Raffa meraih tanganku dan mengecupnya, "aku baik-baik aja Nes, aku lebih nggak tega kalau kamu yang seperti ini"

"aku juga ngidam", ujar Raffa lagi saat kami di dalam mobil. Aku mengerutkan keningku.

"iya, waktu aku mau buah kiwi, terus kerak telor, sama makan ice cream pagi-pagi", ujar Raffa padaku sambil malu-malu.

Aku pun mentertawakan Raffa, "jadi itu kamu ngidam?"

Raffa tersipu malu, "itu perkiraan aku sih, biasanya kan aku nggak pernah begitu, pengen sesuatu yang aneh-aneh"

*

*

*

*

Raffa membukakan pintu mobil untukku saat kami sampai di sekolah dan bahkan menggenggam erat tanganku, sesuatu yang jarang sekali dilakukan Raffa. Sepertinya Raffa agak memperlakukanku sedikit berbeda hari ini. Raffa juga mengantarkanku ke kelas bukannya berpisah dan masuk ke kelasnya.

Ketika melihat Raisa berhadapan dengan kami, Raffa melepaskan tanganku dan menghampiri Raisa. Raffa mencengkeram bahu Raisa dengan kasar, membuatku sedikit takut pada apa yang dilakukan Raffa. Aku bahkan tidak pernah melihat Raffa semarah dan sekasar itu pada seseorang apalagi perempuan.

"Lo pikir gue nggak bisa kasar sama lo?", geram Raffa pada Raisa.

"Raf", aku berusaha menenangkan Raffa agar tidak menyakiti Raisa.

"selama ini gue diam karena Ines yang minta begitu, tapi kalau lo sampai nyakitin Ines lagi kayak kemarin, gue nggak akan tinggal diam", ancam Raffa pada Raisa. Raisa menciut di hadapan Raffa dan menangis tersedu.

"gue...gue nggak maksud bikin Ines celaka kayak kemarin. Gue tau gue salah, gue minta maaf. Gue takut terjadi sesuatu pada Ines. Gue beneran menyesal. Gue emang mau minta maaf sama lo Nes", katanya sambil terisak. Aku mengangguk dan memaafkannya begitu saja. Awalnya aku ingin marah, tapi aku ingat pada kehamilanku. Aku harus tenang dan tidak boleh terlalu banyak pikiran.

"kenapa kamu kayak begitu sama Raisa?", tanyaku tajam pada Raffa, "aku takut lihat kamu marah kayak tadi"

Raffa mengelus bahuku, "Nes, dia yang udah buat kamu celaka kayak kemarin. Kamu nggak tau kan gimana takutnya aku. Aku takut kehilangan kamu Nes"

*

*

*

*

Sebulan berlalu sejak kami mengetahui kehamilanku ini dan masih merahasiakannya dari kedua orangtua kami. Aku bahkan belum ke rumah Mamah lagi karena takut Mamah akan mengetahui kehamilanku ini. Bukan karena aku tidak ingin memberitahu mereka, tapi aku masih merasa belum siap dan masih ada perasaan takut di hatiku. Selama ini aku hanya mengabaikan semua pikiranku itu agar tidak terlalu stress.

"Nes, tas kamu mana?", ujar Raffa membuka pintu kamarku.

Aku meraih tas ranselku yang ternyata sangat berat tapi langsung diraih oleh Raffa, "ini berat, nanti kamu capek. Lagian kenapa semua buku paket kamu masukin ke dalam tas? Bawa yang seperlunya saja", ceramah Raffa padaku. Raffa memang menjadi lebih protektif padaku sejak dia mengetahui kehamilanku ini.

"buku paketnya juga kan perlu Raf", sambarku padanya. Raffa mengambil tasku dan menyampirkannya di bahunya, bertumpukan dengan ransel miliknya.

"kamu baik-baik saja kan?", tanya Raffa untuk kesekian kalinya di pagi ini. Aku mengangguk, meskipun sebenarnya aku merasa agak lelah tapi aku tetap harus masuk ke sekolah. Raffa memeluk tubuhku dari belakang, bisa kurasakan hembusan nafasnya di telingaku dan aku begitu menikmatinya. Aku menyukai aktivitas baru ini yang selalu Raffa lakukan setiap pagi, ketika Raffa memelukku seperti ini.

"aku sayang kamu", ujarnya lembut, "dan juga calon anak kita", dia menurunkan telapan tangannya, dan menyentuh bagian perutku yang kini tertutup oleh sweater longgar milikku. Setiap hari, aku selalu mengenakan sweater seperti ini saat ke sekolah dan aku hanya melepasnya saat berada di dalam kelas. Dian bahkan sampai bingung kenapa tiba-tiba aku jadi hobby mengenakan sweater seperti ini. Sebenarnya, ini hanya untuk menutupi segala ketakutanku saat berada di sekolah.

"Nes", panggilnya lagi.

"hm"

"jantungku berdebar, setiap kali menyentuhnya", katanya lagi sambil menyandarkan kepalanya di bahuku dengan manja.

Setelah beberapa detik, Raffa pun melepaskan pelukannya dariku dan menatapku dengan cemas.

"Nes, sudah empat bulan", katanya. Aku mengerti apa maksud dari perkataannya itu.

"kamu yakin bulan depan mau ikut ujian kenaikan kelas? Aku khawatir kehamilan kamu semakin besar nanti", ujarnya khawatir. Harusnya aku yang khawatir, tapi sepertinya Raffa jauh lebih mengkhawatirkan hal ini dibanding aku.

"semoga aja belum terlalu kelihatan", kataku berusaha menenangkan. Aku memang sudah memikirkannya. Lagipula tanggung sekali kalau aku tidak bisa ikut ujian kenaikan kelas, setelah itu libur kenaikan kelas dan mungkin aku tidak akan masuk sekolah lagi dan mengikuti perkataan Raffa untuk memulai homeschooling sampai aku melahirkan nanti.

"tapi Raf, aku khawatir dengan Dian. Sepertinya dia sudah mulai curiga", kataku pada Raffa. Dian memang satu-satunya teman yang paling dekat denganku, dia juga duduk sebangku denganku. Jadi Dian adalah orang yang paling mengetahui perubahan sekecil apapun dariku.

Raffa mengelus bahuku, "kalau dia bisa menjaga rahasia, mungkin kita bisa memberitahunya. Aku tidak mau kamu terlalu memikirkan hal itu", ujar Raffa memberi solusi dan aku merasa cukup senang. Sejujurnya, berat sekali untukku merahasiakan semua hal ini dari Dian.

Setelah itu kami pergi ke sekolah dan Raffa mengantar dan membawakan ranselku sampai ke kelas seperti biasanya. Aku melepaskan sweaterku dan bersiap untuk mengikuti upacara kenaikan bendera.

"Dian, tolong jaga Ines ya", ujar Raffa sebelum meninggalkanku bersama Dian. Raffa jarang sekali berbicara dengan Dian dan tidak seperti biasanya Raffa meninggalkan pesan seperti itu pada Dian. Dian hanya mengiyakan dan merasa bingung dengan sikap Raffa..

"cowok lo itu nggak lagi kesambet kan?", katanya bingung padaku. Aku hanya tertawa geli melihat reaksi Dian tapi kemudian Dian melirikku curiga, "Nes, lo nggak lagi menyembunyikan apapun kan dari gue?", tanyanya menyelidik.

Aku menutupi kegelisahanku dengan tersenyum seperti biasanya dan menjawab, "nyembunyiin apaan sih Di? Kalau gue nyembunyiin sesuatu juga nanti lo bakal gue kasih tau", kataku lalu langsung menarik tangannya menuju lapangan upacara.

Aku mencolek Dian yang berdiri yang di depanku, "kayaknya gue pusing deh", bisikku padanya. Tubuhku pun sudah terasa lemas dan pandanganku mulai agak kabur. Setelah itu aku tidak sadarkan diri.





RAFFA POV

Seperti biasa, aku selalu mengawasi Ines dari tempatku dan langsung berlari saat Dian menahan tubuh Ines yang tidak sadarkan diri.

"biar gue bawa Ines ke UKS", ujarku pada Dian yang entah kenapa wajahnya terlihat sangat tegang dan melihatku dengan penuh curiga. Dia hanya diam tertegun saat aku mengangkat tubuh Ines dan berlari menuju UKS. Aku tidak terlalu mempedulikannya karena yang ada di pikiranku saat ini hanyalah Ines.

Saat Ines membuka matanya, aku merasa sangat lega. Aku jadi bisa menjadi lebih tenang menghadapi situasi seperti ini meskipun tetap saja rasa cemas yang berlebihan itu selalu ada di dalam hatiku tapi aku lebih bisa mengendalikannya.

"Raf, kamu marah?", gumam Ines padaku. Aku menyanggahnya.

"padahal kamu udah bilang biar aku nggak ikut upacara", ujarnya lagi.

Aku tersenyum dan menggeleng, "memang sejak kapan kamu mau dengerin ucapanku kalau berhubungan dengan sesuatu seperti ini?", kataku tenang, "bagiku, yang penting kamu dan ...", aku menggantung kata-kataku dan menyentuh perut Ines di balik selimut, mengelusnya, "baik-baik saja"

Aku menarik tanganku dengan cepat ketika tirai yang menutupi kami dibuka oleh seseorang. Dian berdiri menatap kami dan kurasa wajahnya tidak ceria seperti biasanya. Kurasa ada yang tidak beres dengannya. Aku menatap Ines dengan khawatir.

"Raf, gue boleh bicara berdua aja dengan Ines?", katanya dingin padaku. Tatapannya seolah sangat ingin menerkamku saat ini juga. Alih-alih khawatir pada Ines, aku menuruti ucapan Dian. Kurasa mereka butuh waktu untuk menyelesaikan permasalahan mereka.

Aku menunggu di depan UKS dan berhubung UKS sedang sepi dan petugas kesehatan baru saja pergi berjaga kembali di lapangan, jadi hanya ada kami bertiga di sini. Meskipun tidak berniat untuk menguping pembicaraan Dian dan Ines, aku bisa mendengarnya samar-samar dari tempatku berdiri.

"Nes, lo jujur deh sama gue!", gertak Dian pada Ines, "hubungan lo sama Raffa udah sejauh mana? Lo ngapain aja sama dia?"

"maksudnya apa?"

"Nes, denger ya. Gue tuh curiga sama lo berdua, apalagi lo! Tapi gue selalu menepis kecurigaan gue karena lo itu sahabat gue!", katanya dengan penuh emosi.

"jawab yang jujur Nes, lo.... hamil?", katanya dengan suara yang agak direndahkan namun masih bisa terdengar olehku. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Ines, tapi selanjutnya Dian kembali meninggikan suaranya, "Nes, gue nggak nyangka ya!"

Setelah itu, Dian keluar dari ruang UKS dan menatapku dengan penuh permusuhan. Dia bahkan sengaja menabrakkan tubuhnya padaku. Aku tahu, orang yang paling dia benci saat ini mungkin adalah aku. Dian juga pasti sangat kecewa saat ini. Aku masuk ke dalam UKS lagi dan melihat Ines menangis tersedu. Aku pun berusaha menenangkannya bahwa semua akan baik-baik saja dan aku akan berbicara dengan Dian.

"sebelumnya Dian nggak pernah semarah itu sama aku", isak Ines padaku.

Aku menghela nafasku cukup panjang, "sayang, nanti kita bicara sama Dian"

Continue Reading

You'll Also Like

807K 60.9K 32
"Jangan pecicilan, kasian anak saya." "Mau gantiin hamil?, lo kira enak bawa anak kemana mana."
585K 3.4K 9
kumpulan cerita melahirkan tentunya mengandung unsur 18+
3.2M 228K 40
Ini tidak seperti dongeng Cinderella yang menghadiri pesta dansa, sepatunya tertinggal dan Pangeran mencarinya. Ini bukan tentang Belle yang dikurung...
1.3M 103K 45
After Sperm Meet Ovum.... "Aku setuju untuk aborsi. Tapi aku butuh perawatan sehabis aborsi biar aku gak rasain sakit lagi. Aku takut gak bisa hamil...