Our Wedding

By my-onlyhope

193K 7.2K 55

Maaf, telah membawamu pada pernikahan ini. Karena egoku. -Raffa More

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Epilog

1.1

28.5K 756 9
By my-onlyhope

Adakah di dunia ini yang terjadi hanya karena sebuah kebetulan?

Seperti saat kita sama-sama tersesat di hutan.

Hingga aku jatuh padamu..

Malam itu entah jam berapa, seluruh panitia acara perkemahan membangunkan kami yang sedang terlelap di tenda. Perkemahan ini diadakan setiap tahun ketika pergantian tahun ajaran baru, menyambut kami para siswa baru. Semua mata yang masih setengah terpejam bangun dan berbaris sesuai instruksi panitia. Aku ikut berbaris di kelompokku. Setelah menyampaikan beberapa hal dan aturan yang harus kami lakukan, mereka melepaskan kami untuk menyusuri hutan yang mereka bilang cukup aman. Kelompokku telah sampai di pos satu dan mendapatkan tugas untuk menjawab berbagai pertanyaan panitia yang berjaga di pos satu.

Dalam perjalanan menuju pos dua, salah seorang dari kami menjerit meneriakkan satu nama hantu yang cukup populer di Indonesia, pocong. Kami semua panik dan berlari menyelamatkan diri masing-masing. Suasana di hutan cukup gelap hingga aku terpisah dari kelompok, entah yang lainnya. Mataku sembabku yang menangis ketakutan masih menyesuaikan dengan gelapnya hutan. Demi apapun, aku mengutuk mereka yang telah menciptakan kegiatan seperti ini. Aku memanggil satu per satu teman kelompokku, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku berkali-kali meminta tolong namun tidak ada satupun yang datang padaku. Hingga sebuah sentuhan kurasakan di bahuku di tengah-tengah suasana yang sangat mencekam bagiku.

"mamaaaahh", teriakku sambil menangis histeris menciptakan berbagai sosok hantu dalam kepalaku. Aku langsung berlari dengan cepat sambil menutup mataku, tidak ingin melihat sosok apapun. Lariku semakin cepat ketika aku merasakan ada langkah kaki yang mengikuti di belakangku.

"pohon!!!", seseorang dengan sigap menarik lenganku dan menahannya.

"gue manusia", suara bassnya menyadarkanku bahwa dia benar-benar manusia. Aku langsung saja memegang lengannya dengan sangat erat, dengan masih sedikit terisak. Tapi kemudian, dia memberikanku sebuah pelukan hangat. Sedikit demi sedikit tangisanku pun hilang. Rasa takutku pun pergi entah kemana.

"kunang-kunang!", gumamnya. Mendengarnya menyebutkan kunang-kunang, aku mendongakkan kepalaku untuk melihat keadaan sekitar. Hutan tidak segelap sebelumnya, karena cahaya bulan dapat masuk ke sini. Benar! Aku melihat cahaya kekuningan berterbangan di antara pepohonan. Bukan hanya satu, tapi banyak sekali. Baru kali ini aku melihat cahaya seindah ini.

"sudah nangisnya?", suara bass itu kembali membuatku terhenyak. Membuatku merasa tidak nyaman berada dalam pelukannya.

"emm!", aku mengangguk dan melepaskan pelukannya. Sejak tadi, aku baru bisa melihat wajah putihnya di bawah cahaya bulan ini meskipun masih terlihat samar namun ketampanannya tidak dapat disembunyikan gelapnya malam. Saat itulah, aku merasa telah jatuh padanya.

*

*

*

*

Pria itu, kini tengah berlari di lapangan sekolah. Sementara aku, hanya sesekali memandanginya dari jendela kelas. Hingga aku mendapat teguran Bu Rini karena sering menoleh ke jendela. Aku kembali menoleh ke jendela sebelum duduk kembali, namun pria yang tengah kupandangi itu terjatuh di lapangan. Aku duduk di tempatku, namun pikiranku tidak lagi di kelas ini. Percuma saja jika Bu Rini berbicara keras-keras, aku tetap tidak bisa fokus pada pelajarannya. Hampir lima belas menit ini aku sangat gelisah, hingga akhirnya aku mengangkat tanganku.

"maaf bu, izin ke toilet", kataku memberanikan diri.

Setelah menutup pintu kelas, mataku membersihkan seluruh lapangan. Tidak ada Raffa di sana. Aku langsung berlari menuju UKS. Suasana UKS cukup sepi, hanya ada dua orang yang sedang tertidur di atas ranjang dan Raffa yang menyandarkan badannya di kepala ranjang. Raffa sedikit terkejut melihat kedatanganku. Aku memasang wajah cemberut melihat lututnya yang luka dan ditutup kain kassa.

"kenapa kamu ke sini?", ujar Raffa berbisik dan sedikit merasa tidak nyaman. Tanpa menunggu jawabanku Raffa geleng-geleng kepala, "cepat sekali, kukira akan menunggu sampai jam pergantian pelajaran"

"sakit tidak?", bisikku pada Raffa.

Raffa menggeleng dan memberikan isyarat agar aku menjauh, "cepat kembali ke kelasmu!"

Aku menggeleng hingga Raffa menakutiku dengan mata galaknya, "cepat kembali atau kita akan ketahuan!"

Dengan sangat terpaksa akhirnya aku pergi meninggalkannya dan kembali ke kelasku. Sisa kelas hanya ku habiskan dengan melamun tak jelas. Aku tidak mungkin kembali lagi ke UKS karena Raffa tidak akan suka jika aku ke sana. Lagipula dia hanya luka ringan.

Bunyi bel istirahat membuatku bersemangat untuk keluar dari kelas. Aku sengaja berjalan memutar melewati UKS untuk melihat apakah Raffa masih berada di sana. Nihil. Raffa sudah tidak ada dalam ruang UKS.

"lo nyariin siapa nes?", tegur Dian padaku. Aku menggeleng dan menunjukkan deretan gigiku padanya.

"ayo ke kantin cepet, gue udah laper berat", aku menarik lengan Dian menuju kantin dengan cepat.

Setelah memesan semangkuk bakso dan es jeruk, aku dan Dian mencari tempat duduk dengan posisi yang cukup enak. Tapi kemudian Dian menyenggolku, memberiku kode untuk melihat ke suatu arah.

"Raf..fa", bisiknya di telingaku.

Raffa, dengan masih menggunakan baju olahraganya masuk ke dalam kantin. Raisa, perempuan yang cukup populer dan berusaha keras mendekati Raffa dengan berbagai cara ada di samping Raffa.

"sini, aku bantu jalannya", ujar Raisa dengan wajah bak malaikatnya. Membuatku cukup geram padanya.

Raffa menggeleng, "gapapa, gue bisa sendiri"

Aku tersenyum menang mendengar jawaban Raffa pada Raisa.

"Nes, liat tuh si Raisa sok deketin Raffa", kesal Dian padaku sambil berbisik.

"eh, Raffa ngelirik elo tuh", aku yang baru saja menyuap bakso hampir tersedak ketika mendengar ucapan terakhir Dian.

Aku menyodorkan mangkuk bakso milik Dian padanya, "udah dimakan tuh baksonya, jangan ngeliatin Raffa mulu"

"Nes, gue tahu kok kalo lo suka sama Raffa. Ga usah jaim segala sama gue", katanya meledekku sambil memotong bakso dan melahapnya. Aku sengaja tidak menjawab perkataan Dian dan hanya melanjutkan melahap baksoku.

"gue boleh duduk di sini?", suara yang sudah sangat kukenali menghentikan makanku. Dewa meletakkan mangkuk soto nya dan duduk di hadapanku tanpa menunggu jawabanku dan Dian.

"eh kak Dewa, bilang aja mau deket-deket Ines", canda Dian padanya. Dewa hanya tertawa dan melirikku yang mencubit lengan Dian. Dewa memang beda satu tahun di atas kami. Dian benar, aku tahu betul jika Dewa sedang berusaha untuk mengambil hatiku.

"Nes, minggu ini ada acara nggak?", tanya Dewa padaku.

"maaf kak, aku udah ada janji sama mamah", jawabku sekenanya.

"kalau hari sabtu?", tanyanya lagi.

Aku menggeleng, "nggak bisa juga kak"

Dewa menyeruput minumannya, "aku sudah tahu, pasti kamu nggak pernah bisa. Kalau begitu, kamu nggak boleh nolak kalau aku anterin kamu pulang ke rumah"

Aku menghentikan makanku, "tapi kak.."

"nggak boleh ada tapi- pokoknya nanti aku anterin kamu pulang"

Matilah sudah. Aku tidak bisa lagi menolak tawarannya karena sudah terlalu banyak beralasan pada Dewa. Sialnya lagi, kelasku keluar terlambat dari jadwal seharusnya. Sementara Dewa sudah menungguku di depan kelas.

"ayo pulang", katanya dengan penuh senyum.

Sampai di depan rumah, aku langsung berterimakasih pada Dewa tanpa menawarkannya untuk sekedar mampir dahulu. Aku tahu, meskipun aku tidak memintanya untuk masuk ke dalam rumah, Dewa sudah cukup senang bisa mengantarku pulang ke rumah.

"assalamualaikum", ucapku ketika masuk ke dalam rumah.

"waalaikumussalam", terdengar suara balasan mamah dari dalam.

"Ines?", tanya mamah bingung ketika melihatku.

"kamu ngapain?", tanya mamah lagi padaku.

Aku nyengir kuda pada mamah dan menceritakan apa yang terjadi. Mamah geleng-geleng kepala kemudian menasehatiku berkali-kali bilang kalau tidak boleh seperti itu lagi.

"yaudah kamu mau makan dulu nggak?", tawar mamah padaku.

"aku bungkus aja ya mah.."

"kamu makan aja di sini, itu kayaknya Raffa pulang", ujar mamah ketika ada ketukan dan salam dari luar. Mamah membukakan pintu sementara aku langsung ke meja makan.

"kamu baru pulang Raf?", ujar mamah.

"iya mah"

"yaudah kamu makan aja dulu, udah mamah siapin"

Raffa melirikku dengan wajah masamnya namun aku hanya nyengir kuda padanya. Kami diam saja selama makan, Raffa pun tidak bertanya apapun padaku. Mamah yang memperhatikan kami hanya geleng-geleng kepala.

Baru saja aku hendak tidur-tiduran, Raffa meminta izin pada mamah, "kami langsung pulang ya mah"

Raffa mengambil tasku dan keluar rumah begitu saja. Aku langsung pamit pada mamah dan mengejar Raffa keluar rumah. Aku masuk ke dalam mobil dan hanya menunggu Raffa bicara. Namun Raffa tidak juga bicara hingga kami sampai di sebuah rumah mungil. Raffa keluar dari mobil, aku pun bergegas turun dari mobil dan menghampiri Raffa. Aku mengalungkan tanganku di leher Raffa dengan manja, "aku minta maaf", bisikku.

Raffa langsung memelukku dengan hangat, pelukan yang selalu membuatku nyaman. "rasanya aku kesal sekali melihat si Dewa itu"

"aku juga kesal melihat Raisa yang selalu mencari perhatianmu", balasku padanya. Kami sama-sama tersenyum dan tertawa.

Aku mencintai Raffa. Raffa bilang, dia juga mencintaiku oleh karena itu dia menikahiku. Ya, kami menikah di usia kami yang baru 16 tahun, aku bahkan belum mencapai 16 tahun. Kami baru saja memasuki kelas XI SMA. Semua terjadi begitu cepat. Pernikahan kami tidak terjadi karena adanya 'kecelakaan' ataupun sebagainya. Tapi lebih karena keputusan Raffa yang memilih untuk menikahiku daripada berpacaran. Raffa bilang dia akan mencari kerja setelah lulus SMA nanti, tentunya sambil tetap melanjutkan kuliahnya. Awalnya aku pun tidak ingin menikah muda seperti ini, tapi Raffa meyakinkanku dan akupun akhirnya setuju. Kami belum mandiri. Uang saku pun masih meminta dari orangtua kami. Rumah mungil ini, hadiah dari kedua orangtua kami. Mereka membiarkan kami untuk tinggal bersama di rumah ini dan berkali-kali menasehati untuk tidak melakukan hal yang tidak diinginkan, hamil ditengah masa sekolahku misalnya. Karena berbagai alasan pun, kami merahasiakan pernikahan kami dari lingkungan sekolah.

"bagaimana tadi setelah dibonceng Dewa?", ujar Raffa yang sepertinya masih kesal padaku.

Aku memasang wajah cemberut sambil membuka sepatu dan kaus kakiku, "aku sudah menyiapkan berbagai alasan tapi aku malah terjebak dan tidak bisa menolak lagi", gerutuku pada diriku sendiri.

"Nes", Raffa memegang tenggorokannya, meminta minum. Akupun segera masuk ke dapur dan mengambilkan segelas air dingin untuk Raffa.

"gimana kakinya?", tanyaku melihat lutut Raffa yang masih tertutup kain kassa.

"perih sedikit", jawabnya santai.

Aku menawarkan tanganku pada Raffa, membantunya bangun dari duduk, "ganti baju terus istirahat aja", kataku. Raffa hanya tersenyum memperhatikanku.

"Nes", ujarnya, "makasih udah mau nikah sama aku"

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 103K 45
After Sperm Meet Ovum.... "Aku setuju untuk aborsi. Tapi aku butuh perawatan sehabis aborsi biar aku gak rasain sakit lagi. Aku takut gak bisa hamil...
5.5M 428K 59
[FOLLOW AKUN AUTHOR TERLEBIH DAHULU!!!] SUDAH TERBIT DIVERSI CETAKKK!!! PO; 02 Juli 2023 - 16 Juli 2023 Link shopee https://shp.ee/yw47agd Instagram ...
807K 60.9K 32
"Jangan pecicilan, kasian anak saya." "Mau gantiin hamil?, lo kira enak bawa anak kemana mana."
6.5M 666K 70
Bagaimana jika ternyata orang yang membully mu tetiba menjadi kakak angkat mu? _____ Shara Yovanca. Perempuan yatim piatu dengan hidup yang sebatang...