Unobtainable

By deanadr

65.1K 4K 354

Aldi. Alvaro Maldini. Kasanova terpopuler di SMA Bintang Pelita. Juga kapten tim basket yang di kagumi semua... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
Limabelas
Enambelas
Delapanbelas
Sembilanbelas
Duapuluh
Duapuluh Satu
Duapuluh Dua

Tujuhbelas

1.9K 147 13
By deanadr

"Lo kemana ajasih? G-gue... Gue khawatir."

Mendengar itu keluar dari mulut cewek itu, sudut bibir Aldi terangkat.

"Gue tadi pulang sekolah langsung kesini, buat nyusulin lo. Tapi lo nggak ada," ucap Salsha, meregangkan pelukannya dan mengusap matanya yang agak basah. "Sori, Al. Tapi gue, gue khawatir. Tadi Bang Kiki bilang, keadaan lo parah banget. Gue takut lo kenapa-kenapa."

Aldi masih terdiam, memerhatikan cewek di depannya yang terlihat khawatir. Dan jujur saja, Aldi suka itu. Ia suka saat cewek itu mencemaskannya dengan kekhawatiran yang terpampang jelas di wajahnya.

"Gue tadinya mau pulang aja, tapi tadi gue telpon nyokap lo dan dia suruh gue jagain lo. Karena gue juga takut lo repot karena disini gak ada siapa-siapa, jadi gue disini. Nunggu lo," lanjut Salsha panjang lebar.

Melihat Aldi yang masih terdiam, ia mendongak, menatap mata cowok itu yang terlihat lelah. Ia menggigit bibir bawahnya sebelum lanjut berbicara. "Lo kok diem aja? Lo marah ya sama gue? Gue minta maaf, Al."

Cowok itu mengerutkan kening. "Marah? Marah apaan? Trus lo minta maaf buat apa?"

"Ya lo jadi sakit kayak gini pasti gara-gara ngerjain tugas tutor empat halaman dari gue kan? Demi apapun, Al, gue nggak berniat bikin lo sakit kayak gini," Salsha menunduk, memainkan jari-jarinya.

Aldi tertawa geli, lalu sepersekian detik kemudian lengannya melingkar pada tubuh Salsha, merengkuh pundak cewek itu ke dalam pelukannya. "Gue emang kemarin abis begadang sih, ngerjain tugas tutor. Tapi gak apa-apa kok, bukan salah lo. Lagian kemarin gue lupa makan, makanya bisa sakit gini. Btw, gue minta maaf udah bikin lo khawatir. Gue nggak nyangka loh, lo bisa khawatir sama gue."

Salsha berjengit menjauh mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Aldi, lalu mendengus. "Jangan geer, deh. Lo bahkan belum jawab pertanyaan gue. Lo kemana aja tadi?

Cowok itu menggaruk tengkuknya sambil tersenyum singkat sebelum menjelaskan. "Gue tidur dulu di mobil tadi. Abisnya, di jalan tadi gue pusing banget, Ca. Trus gue berhenti dulu di apotek buat beli obat. Obatnya ternyata bikin ngantuk. Lah, daripada gue nabrak orang gara-gara ngantuk, mendingan gue tidur dulu, kan?"

"Hm, yaudah deh, lo tidur aja sana. Sekalian gue nunggu pak Budi jemput, gue bikinin lo makan dulu, deh."

"Iya, iya. Cie yang lagi khawatir baik banget sih," Aldi tertawa geli sambil mengacak rambut cewek di depannya, lalu langkahnya berlalu menuju lantai dua. "Gue ke kamar dulu."

Salsha masih diam di tempatnya. Senyumnya tak lagi bisa ia tahan kala mengingat kejadian beberapa menit lalu, saat dirinya berada dalam pelukan hangat cowok itu. Rasanya aneh. Jantungnya sedari tadi berdetak sangat cepat, menyadari takdir yang tidak pernah ia bayangkan terjadi sebelumnya.

Jika takdir saja bisa diputarbalikkan, apalagi tentang hati.

***

Salsha memasukan satu cangkir beras ke dalam panci untuk dimasak. Masalah enak atau tidak, terserah. Yang penting dirinya sudah berniat baik untuk membuatkan bubur.

Setelah semua selesai, ia menepukan kedua telapak tangannya. Melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam sore. Ia lalu mengambil wadah untuk air es dan membawa handuk kecil, kemudian berjalan menuju lantai dua.

Membuka pintu kamar, terlihat Aldi yang tengah tertidur dengan gulungan selimut. Cewek itu tersenyum singkat melihat tidur Aldi yang acak-acakan.

Salsha mencelupkan handuk ke dalam air es, lalu menempelkan di kening Aldi dengan susah payah karena harus membenahi posisi tidur cowok itu agar handuknya tidak terjatuh.

Ponsel di saku roknya bergetar, lalu meraih ponsel itu dan keluar dari kamar Aldi untuk menerima telepon, karena tidak ingin mengganggu tidurnya.

"Halo, Bun?" sapa Salsha setelah mengetahui siapa yang menelepon.

"Kamu dimana, Sha? Tadi Bunda telepon ke rumah katanya kamu belum pulang,"

"Aku lagi di rumah Aldi, Bun. Aldi sakit, orang tuanya lagi di luar kota, dan Tante Mel minta aku jagain Aldi. Tapi bentar lagi aku pulang kok, Bun,"

"Oh, iya iya. Yaudah tapi kamu hati-hati ya, sayang. Salamin cepet sembuh buat Aldi dari Bunda."

"Iya, Bunda. Bunda belum pulang?"

"Ah, iya, Bunda harus lembur, masih banyak kerjaan. Udah dulu, ya, sayang. Take care, i love you."

"Love you, Bun."

Lalu sambungan telepon terputus.

***

Pukul setengah delapan malam.

Aldi mendesah, mendapati handuk basah yang menempel pada keningnya. Mencoba menegakan punggungnya untuk duduk. Didapatinya cewek itu tertidur di lantai dengan wajah yang menelungkup di samping kasur.

"Ngapain lagi nih anak tidur di sini?" Aldi mengelus puncak kepala Salsha, membuat cewek itu tersentak, sadar dari tidurnya. Dengan cepat Aldi menarik tangannya.

"Lo udah bangun?" Salsha mendongak, menggisik pelan matanya. "Gue ambilin makan," ujarnya. Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, ia melangkahkan kakinya keluar kamar dengan langkah yang sedikit belum seimbang. Sementara Aldi tersenyum melihat tingkah Salsha yang mendadak sigap merawatnya.

Kepalanya sudah terasa sedikit ringan. Tidak seperti tadi ketika sebelum tidur, mungkin berkat kompresan cewek itu.

"Makan ya?" Salsha sudah kembali dengan nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas air putih.

"Lo bikin sendiri?" mata Aldi belum lepas menatap mangkuk berisi bubur yang kini ada di hadapannya.

Salsha mengangguk, "kenapa?" tanyanya. Melihat ada raut kekhawatiran dari wajah cowok itu.

Aldi menggeleng. Secara fisik, buburnya terlihat baik-baik saja, namun tidak tau rasanya.

"Gue suapin aja ya. Nih," cewek itu menyuapkan sesendok bubur untuk cowok di hadapannya.

Dengan ragu, wajah Aldi mendekat. Mulutnya hanya sedikit terbuka.

"Yang lebar kek mulutnya, biar cepet abis."

"Ammm," ucap Salsha ketika berhasil memasukkan satu sendok bubur ke dalam mulut Aldi.

Raut wajah Aldi terlihat baik, namun entah dengan keadaan mulutnya saat ini. Kunyahannya berangsur lambat, sedang meresapi rasa bubur buatan cewek di hadapannya.

Glek.

Satu sendok bubur tertelan. Raut wajah Aldi berusaha terlihat baik. Namun ia merasa prihatin terhadap lidahnya yang kini menjerit-jerit saat akan menerima suapan kedua dari Salsha. Rasa asin yang pekat seakan menusuk-nusuk permukaan lidahnya.

"Lagi?" Salsha tersenyum melihat Aldi yang berhasil menelan satu sendok bubur buatannya, itu artinya tidak ada masalah kan?

Raut wajah Salsha saat ini terlihat bahagia, membuat Aldi tidak tega.

Baru saja ia membuka mulutnya untuk menerima suapan kedua dari Salsha, ponselnya yang berada di samping bantal bergetar.

Katya💖's calling.

'Malaikatku.' gumamnya merasa terselamatkan.

Aldi baru saja akan menggeser layar ponselnya ke kiri untuk menerima panggilan, namun karena gerakannya yang terlampau girang, loudspeaker ponselnya tiba-tiba aktif.

"Di? Halo?"

...

"Charger hp kamu ketinggalan di kamar aku. Kamu, sih, tadi buru-buru. Gimana? Udah baikan sekarang?"

Suara itu terdengar dari speaker ponsel Aldi. Kali ini, benar-benar lidahnya seakan tertusuk duri-duri. Lebih baik ia makan dua puluh mangkuk bubur buatan Salsha daripada harus menjawab pertanyaan Katya. Aldi perlahan beralih untuk menatap Salsha yang kini hanya terdiam.

"Katya, sori. Handphone aku lowbatt, nanti aku telepon lagi." sambungan terputus karena kini Aldi menekan tombol merah di ponselnya.

'Mampus ...'

Aldi makin salah tingkah.

"Kenapa dimatiin?" cewek itu tersenyum miring menatap Aldi. Sementara Aldi mulai sulit menelan ludahnya.

"Tadi siang tidur di mobil, ya," satu sendok bubur berhasil Salsha jejalkan ke dalam mulut Aldi dengan paksa.

"Tadi siang ke apotek kan?" sendok kedua berhasil masuk tanpa ampun.

"Pantes lo pulangnya lama ya tadi," sendok ketiga dengan takaran penuh lagi-lagi memaksa masuk.

"Lo nggak tau ya seberapa khawatirnya gue." sendok keempat sudah sulit tertampung didalam mulut Aldi.

"Tau gitu, mending gue tadi gak usah kesini aja." sendok terakhir yang Salsha masukkan dengan paksa.

Trang!

Sendok dengan keras menghamtam mangkuk bubur yang hampir kosong. Raut wajahnya terlihat sangat kesal. Ia bangkit dan berjalan keluar kamar. Sementara Aldi? Jika saja air mata itu bukan pantangan untuk kaum cowok, mungkin saat ini ia sudah menangis sejadi-jadinya. Bubur buatan Salsha yang tidak karuan dengan asin yang menggigit, suapan cewek itu yang kasar, dan tatapannya yang seperti ingin membunuh Aldi saat ini membuat dirinya ingin bunuh diri saja. Hubungan ia dan Salsha yang baru saja membaik saat ini sepertinya berangsur buruk kembali.

Aldi belum berhenti melet-melet sambil mengibaskan tangan di depan mulutnya. Salsha sudah membawa nampan berisi mangkuk dan juga segelas air minum ke dapur, padahal kan, Aldi belum minum.

Sedikit enggan cowok itu bangkit dari posisinya, menurunkan kakinya menyapa lantai. Ssh... Dinginnya lantai menjalar ke seluruh tubuhnya.

'Salsha keterlaluan,' batinnya.

Aldi memegangi keningnya sambil berjalan keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil air minum. Didapatinya Salsha yang tengah sibuk mencuci mangkuk bubur tadi yang sudah kosong dan sebuah gelas bekas cewek itu minum.

"Gue kan belum minum. Jahat banget, sih." Aldi meraih gelas yang masih berada di atas nampan, Salsha sudah meletakannya di atas pantry dapur.

Salsha diam, sama sekali tidak merespon perkataan cowok yang kini sudah berada di belakangnya.

Cowok itu menarik napas dan membuangnya perlahan. Mengatur emosinya agar tetap stabil menghadapi Salsha yang kini tengah berada dalam kekesalan.

"Salsha?" bujuknya lagi. "Lo marah sama gue?"

Hening, tidak ada jawaban, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Salsha untuk merespon perkataan Aldi.

"Tadi gue pusing di jalan, Ca. Sumpah, gue pusing banget. Karena jarak rumah Katya deket dari sekolah, trus dia kebetulan lagi libur sekolah karena ada rapat–apalah itu gue nggak tau–, yaudah gue mampir, ikut istirahat sebentar." jelas Aldi, tatapannya tertuju pada Salsha yang kini sibuk mengeringkan mangkuk dan gelas.

"Lagipula, Katya–hm, dia kan, pacar gue. Jadi—"

Salsha membalikkan tubuhnya menatap Aldi dan dengan segera memotong penjelasan cowok itu. "Gue nggak pernah larang lo buat ketemu sama pacar lo itu, kan? Lagi pula, gue nggak punya hak apapun atas diri lo," ada jeda sebentar, ia menghela napasnya perlahan sebelum lanjut berbicara. "Gue, gue cuma nggak suka dibohongin."

Aldi pikir, cewek lebih suka dibohongi daripada menerima kenyataan dan kejujuran yang menyakitkan, tapi mungkin, Salsha tidak sakit menerima kenyataan bahwa dirinya dengan Katya. Mungkin. Cewek itu hanya ingin Aldi jujur tentang Katya. Huh, sekarang Aldi malah pusing sendiri.

"Iya. Gue janji mulai besok gue bakalan jujur sama lo. Gak akan boongin lo lagi. Udah dong jangan marah, gue kan lagi sakit. Lo gak mau sayang sayangin gue?" ujar Aldi, sambil tak henti menggosok hidungnya.

Salsha menggeleng, kini ia berjalan keluar dari dapur.

"Lo mah gitu, ya. Gue kan lagi sakit." gerutu Aldi, mengikuti langkah Salsha menuju ruang tamu. "Lah, mau kemana?" tanyanya, saat melihat Salsha meraih tasnya dan menyampirkannya di pundak sebelah kanan.

"Pulang. Udah malem. Udah dijemput." Salsha melengos menuju pintu utama tanpa basa-basi.

"Gue sendirian dong?" oceh Aldi lagi, mengikuti langkah Salsha dan menarik pergelangan tangan cewek itu, lalu berbicara dengan tersenyum manis. "Makasih, ya. Besok kayaknya gue nggak akan sekolah. Lo kesini lagi kan? Temenin gue. Nyokap kan pulang lusa."

Salsha menghela napas sejenak sebelum mengangguk. "Iya. Besok kalo panas lo belum reda, gue anter ke dokter."

Aldi tersenyum cerah sebelum melepaskan pergelangan cewek di hadapannya, lalu melambaikan tangan. "Dah, hati-hati pulangnya, Caca."

Salsha tersenyum singkat mendengar panggilan itu.

Caca.

Cuma panggilan biasa, memang. Tapi jujur saja, jika panggilan itu keluar dari mulut Aldi,

Rasanya aneh.

Dan ia tidak tau kenapa.

*****

halooo!
im so sowry karena lagi lagi late update. huhuw.
sebenarnya chapt ini udah beres dari kapan tau tp baru bisa publish sekarang, maafkan daku...
semoga kalian suka ya!

next chapter publish sekarang jangan, nih? hm, hm...

much love,
-dean.

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 116K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...